BAB I KONSEP MEDIS A. DEFENISI Sindroma Mata Kering (Dry Eye Syndrome) ialah suatu gangguan pada permukaan mata yang ditandai dengan ketidakstabilan produksi dan fungsi dari lapisan air mata Mata kering adalah penyakit multifaktorial pada air mata dan permukaan mata yang menghasilkan gejala tidak nyaman, gangguan penglihatan, dan tidak stabilnya film air mata yang berpotensi mengalami kerusakan pada permukaan mata. Mata kering juga disertai dengan peningkatan osmolaritas film air mata dan peradangan pada permukaan mata. B. ETIOLOGI Sangat banyak faktor penyebab sindroma mata kering, diantaranya kuantitas dan kualitas air mata yang kurang baik, neuro atonic control,serta integritas sel induk pada cornea (stem cell), namun selain faktor-faktor tersebut ada juga: 1) Usia lanjut 2) Faktor hormonal, seorang perempuan yang mengalami perubahan hormon, seperti menopause, kehamilan, pubertas. 3) Penyakit yang sering dihubungkan dengan sindrom mata keringadalah penyakit DM, kelainan tiroid, asma, lupus, syndroma steven johnson, artritis rematik. 4) Pemakai lensa kontak 5) Obat-obatan, beberapa jenis obat dapat menurunkan produksi air mata seperti antidepresan, dekongestan, antihistamin, anti hipertensi, kontrasepsi oral, diuretik, obat-obat tukak lambung, beta bloockers dan obat anastesi umum 6) Faktor lingkungan, diantaranya udara panas dan kering, pplusi udara, asap, angin, berada di ruang AC terus menerus. 7) Lupa mengedip, mata yang menatapa terus menerus seperti waktu membaca, menjahit,m melihat TV, menatap monitor komputer dan layar ponsel. 8) Pasien post operasi mata, seperti pasien post lasik. C. PATOFISIOLOGI
Predisposisi genetik di SS yang terkait KCS terbukti dipengaruhi oleh tingginya prevalensi antigen leukosit B8 (HLA-B8) haplotype pada pasien ini. Kondisi ini menyebabkan peradangan kronis, dengan memproduksi autoantibodies, termasuk antibodi antinuclear (ANA), faktor rematik, fodrin (protein cytoskeletal), reseptor M3 muscarinic, atau antibodi SS-spesifik (misalnya, anti-RO [SS -A], anti-LA [SS-B]), pelepasan sitokin inflamasi, dan infiltrasi limfositik fokal (misalnya, terutama CD4+ sel T tetapi juga sel B) dari kelenjar lakrimal dan saliva, dengan degenerasi kelenjar dan induksi apoptosis dalam konjungtiva dan kelenjar lakrimal. Hal ini menyebabkan disfungsi dari kelenjar lakrimal, dengan mengurangi produksi air mata, dan hilangnya respon terhadap rangsangan refleks saraf dan berkurangnya reflek airmata.. Infiltrasi limfositik T aktif di konjungtiva juga telah dilaporkan pada non-SS berhubungan KCS. Kedua reseptor androgen dan estrogen terletak di kelenjar lakrimal dan meibomi. SS lebih sering terjadi pada wanita pascamenopause. Pada menopause, terjadi penurunan hormon seks (yaitu, estrogen, androgen), mungkin mempengaruhi aspek fungsional dan sekresi dari kelenjar lakrimal. Empat puluh tahun yang lalu, terjadinya defisiensi estrogen dan/atau progesterone untuk menjelaskan hubungan antara KCS dan menopause. Namun, penelitian baru-baru ini telah difokuskan pada androgen, khususnya testosteron, dan / atau metabolism androgen. Telah terbukti bahwa pada disfungsi kelenjar meibom, kekurangan androgen mengakibatkan hilangnya lapisan lemak, khususnya trigliserida, kolesterol, asam lemak esensial tak jenuh tunggal (misalnya, asam oleat), dan lipid polar (misalnya, phosphatidylethanolamine, sphingomyelin). Hilangnya lipid polar (terdapat pada hubungan antara aqueous dengan film-air mata) memperburuk penguapan air mata, dan penurunan asam lemak tak jenuh meningkatkan titik melarutkan pada kelenjar meibum, sehingga menyebabkan lebih tebal, lebih kental yang menghambat ductules dan menyebabkan stagnasi sekresi. Pasien pada terapi antiandrogenic untuk penyakit prostat juga mengalami peningkatan viskositas meibum, penurunan air mata, dan
meningkatkan debris pada film airmata, semua indikasi tersebut merupakan abnormal film airmata. Berbagai properadangan sitokin yang dapat menyebabkan kerusakan seluler, termasuk interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6), interleukin 8 (IL8), TGF-beta, TNF-alfa, dan RANTES, yang diubah pada pasien dengan KCS. IL-1 beta dan TNF-alpha, yang terdapat pada airmata pasien dengan KCS, menyebabkan pelepasan opioid yang mengikat reseptor opioid pada selaput saraf dan menghambat pelepasan neurotransmiter melalui produksi NF-K b. IL-2 juga berikatan dengan reseptor opioid delta dan menghambat produksi cAMP dan fungsi saraf. Hilangnya fungsi saraf mengakibatkan berkurangnya tone saraf normal, sehingga terjadi isolasi sensoris dari kelenjar lakrimal dan akhirnya atrofi. Neurotransmitter proinflamasi, seperti substansi P dan peptida terkait gen kalsitonin (CGRP), yang dilepaskan, dan mengaktifkan limfosit lokal. Substansi P juga bertindak melalui jalur NF-AT dan NF-K b menuju ICAM-1 dan VCAM-1, molekul adhesi yang mengakibatkan limfosit dan chemotaxis menuju ke tempat peradangan. Siklosporin A adalah reseptor inhibitor NK-1 dan NK-2 yang dapat meregulasi sinyal molekul-molekul dan merupakan tambahan terapi armamentarium untuk mata kering, yang digunakan untuk mengobati Aqueous Tear Deficiency dan disfungsi kelenjar meibomi. Hal ini telah ditunjukkan untuk meningkatkan jumlah sel goblet dan mengurangi jumlah sel inflamasi dan sitokin dalam konjungtiva. Sitokin ini, selain menghambat fungsi saraf, juga dapat mengkonversi androgen ke estrogen, yang mengakibatkan disfungsi kelenjar meibom, seperti yang dibahas di atas. Terjadinya peningkatan apoptosis juga terlihat pada konjungtiva dan sel-sel asinar lakrimal, mungkin ini terjadi karena kaskade sitokin. Peningkatan jaringan dan menurunnya tingkat enzim disebut matriks metalloproteinases (MMPs) yang juga terdapat dalam sel epitel. Sintesi Gen musin, ditandai oleh MUC1-MUC17, yang mewakili transmembran dan sekresi sel goblet, soluble mucins, telah diisolasi, dan peran mereka dalam hidrasi dan stabilitas film air mata sedang diselidiki pada pasien dengan sindrom mata kering. Terutama yang penting adalah
MUC5AC, dinyatakan oleh sel skuamosa berlapis pada konjungtiva dan produk yang merupakan komponen utama dari lapisan lendir air mata. Dalam hal ini terjadinya defek dan gen musin lainnya dapat menjadi faktor dalam perkembangan sindrom mata kering. Selain mata kering, kondisi lain, seperti pemfigoid cicatricial okular, sindrom Stevens-Johnson, dan defisiensi vitamin A, yang menyebabkan pengeringan atau keratinisasi dari epitel mata, pada akhirnya menyebabkan hilangnya sel goblet. Berkurangnya musin pada penyakit ini dan pada tingkat molekular, ekspresi gen musin, terjemahan, dan pengolahan posttranslational berubah. Produksi air mata normal protein, seperti lisozim, laktoferin, lipocalin, dan A2 fosfolipase, menurun pada KCS. D. TANDA DAN GEJALA a. Gejala 1) Sensasi kering, terbakar, gatal, nyeri, sensasi benda asing, fotofobia, dan penglihatan kabur
merupakan gejala yang sering terjadi pada
pasien dengan mata kering. Gejala-gejala ini sering diperburuk di lingkungan berasap atau kering, dengan pemanasan ruangan, dengan membaca atau menggunakan computer secara berlebihan. Gejalagejala ini dihitung secara objektif dengan kuesioner Ocular Surface Disease Index (OSDI), yang berisi 12 gejala dan masing-masing dinilai dengan skala 1-4. 2) Dalam KCS, gejala cenderung lebih buruk menjelang akhir hari, dengan penggunaan mata dalam waktu yang lama, atau terpapar terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim. Pasien dengan disfungsi kelenjar meibom mungkin mengeluhkan kemerahan pada kelopak mata dan konjungtiva, namun, pada pasien ini, gejala yang buruk adalah saat bangun di pagi hari. 3) Anehnya, beberapa pasien dengan sindrom mata kering mengeluh banyaknya airmata. Ketika terjadi sindrom mata kering, gejala ini sering dijelaskan dengan refleks berlebihan dari airmata akibat penyakit yang parah pada permukaan kornea. 4) Obat sistemik tertentu juga mengakibatkan penurunan produksi air mata, seperti antihistamin, beta-blocker, dan kontrasepsi oral. b. Tanda Klinis 1) Tanda dari mata kering adalah sebagai berikut:
a) Dilatasi vaskular konjungtiva bulbar b) Penurunan meniskus air mata c) Permukaan kornea tidak teratur d) Penurunan air mata waktu break-up e) Keratopati epitel punktata f) Filamen kornea g) Meningkatnya debris pada film air mata h) konjungtiva pleating i) Superficial punktata keratitis, dengan pewarnaan positif fluorescein j) Mucous discharge k) Ulkus kornea pada kasus yang berat 2) Gejala sering tidak berkorelasi dengan tanda-tanda. 3) Pada kasus yang berat, mungkin ada defek epitel atau infiltrat kornea atau ulkus. Infeksi keratitis sekunder juga dapat berkembang E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG Diagnosis dan penderajatan keadaan mata kering dapat diperoleh dengan teliti memakai cara diagnostik berikut ini : 1) Tes Schirmer : tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan strip Schirmer (kertas saring Whatman No.41) ke dalam cul-de-sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur lima menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa anastesi dianggap abnormal. Bila dilakukan tanpa anastesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar lakrimal utama, yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas saring itu. Tes Schirmer yang dilakukan setelah anastesi topical (tetracaine 0,5 %) mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan. Kurang dari 5 mm dalam 5 menit adalah abnormal. Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata. Dijumpai hasil “false-positive” dan “false-negatife”. Hasil rendah kadang-kadang dijumpai pada orang normal, dan tes normal dijumpai pada mata kering, terutama yang sekunder terhadap defisiensi musin. 2) Tear Film Break-up Time : Pengukuran “tear film break-up time” kadang-kadang berguna untuk memperkirakan kandungan musin dalam cairan mata. Kekurangan musin mungkin tidak mempengaruhi tes Schirmer namun dapat berakibat tidak stabilnya film airmata. Ini yang menyebabkan lapisan itu cepat pecah. “Bintik-bintik kering” terbentuk
dalam film airmata, sehingga memaparkan epitel kornea atau konjungtiva. Prose ini pada akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas bengal rose. Sel-sel epitel yang rusak dilepaskan dari kornea, meninggalkan daerah-daerah kecil yang dapat dipulas, bila permukaan kornea dibasahi flurescein. “Tear film break-up time” dapat diukur dengan meletakkan secarik kertas berflurescein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien berkedip. Film airmata kemudian diperiksa dengan bantuan saringan cobalt pada slitlamp, sementara pasien diminta agar tidak berkedip. Waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam lapis flurescein kornea adalah “tera film break-up time”. Biasanya waktu ini lebih dari 15 detik, namun akan berkurang nyata oleh anastetika lokal, memanipulasi mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap terbuka. Waktu ini lebih pendek pada mata dengan defisiensi aqueous pada airmata dan selalu lebih pendek dari normalnya pada mata dengan defisiensi musin. 3) Tes Ferning Mata : Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti mucus konjungtiva dilakukan dengan mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca objek bersih. Arborisasi (ferning) mikroskopik terlihat pada mata normal. Pada pasien konjungtivitis yang meninggalkan parut (pempigoid mata, sindrom Stevens Johnson, parut konjungtiva difus), arborisasi mucus berkurang atau hilang. 4) Sitologi Impresi : Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada permukaan konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet paling tinggi di daerah infra-nasal. Hilangnya sel goblet ditemukan pada kasus keratokonjungtivitis sicca, trachoma, pemphigoid mata cicatrik, sindrom Stevens Johnson, dan avitaminosis A. 5) Pemulasan Flurescein : Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering berflurescein adalah indicator baik untuk derajat basahnya mata, dan meniscus airmata mudah terlihat. Flurescein akan memulas daerahdaerah tererosi dan terluka selain defek mikroskopik pada epitel kornea.
6) Pemulasan Bengal Rose : Bengal rose lebih sensitive dari flurescein. Pewarna itu akan memulas semua sel epitel non-vital yang mongering dari kornea dan konjungtiva. 7) Pengujian Kadar Lisozim Air Mata : Penurunan konsentrasi lisozim air mata umumnya terjadi pada awal perjalanan sindrom sjogren dan berguna untuk mendiagnosis penyakit ini. Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya. Cara paling umum adalah pengujian secara spektrofometri. 8) Osmolalitas Air Mata : Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sicca dan pemakai lensa kontak dan diduga sebagai akibat berkurangnya sensitivitas kornea. Laporan-laporan menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes paling spesifik bagi keratokonjungtivitis sicca. Keadaan ini bahkan dapat ditemukan pada pasien dengan tes Schirmer normal dan pemulasan Bengal rose normal. 9) Lactoferin : Lactoferin dalam cairan airmata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi kelenjar lakrimal. 10) Meibography / meiboscopy: morfologi dan densitas kelenjar meibom dapat dianalisis dengan menggunakan meibography / meiboscopy untuk membantu mendiagnosis disfungsi kelenjar meibom. Meiboscopy adalah visualisasi dari kelenjar meibomian oleh transilluminasi kelopak mata. Meibography menyiratkan dokumentasi fotografi. 11) Meibometry: disfungsi kelenjar meibom dapat didiagnosis dengan meibometry. Lipid pada daerah bawah central lid margin diletakkan diatas plastik, dan jumlah yang diambil dibaca oleh densitometri optik. Ini memberikan ukuran tidak langsung dari tingkat steady state dari lipid meibomian. 12) Meniscometry (radius meniskus air mata, tinggi, dan area crosssectional): Meniscometry digunakan untuk membantu mendiagnosis kekurangan air air mata. Sebuah sistem proyeksi rotatable dengan target terdiri dari garis-garis hitam dan putih diproyeksikan ke bawah air mata meniskus pusat film. Gambar dicatat dan kemudian ditransfer ke komputer untuk menghitung kelengkungan jari-jari. 13) Temuan Histologis
Histopatologis, metaplasia skuamosa dengan hilangnya sel goblet, pembesaran selular, dan peningkatan sitoplasma / rasio nuklir dari permukaan sel epitel konjungtiva terdapat pada pasien dengan KCS. Kelenjar lakrimal dan konjungtiva juga banyak disusupi oleh sel T CD4 +
(dan sel B) limfosit. F. KOMPLIKASI Pada awal perjalanan sindrom mata kering, penglihatan sedikit terganggu. Dengan memburuknya keadaan, ketidaknyamanan yang sangat mengganggu. Pada kasus lanjut dapat timbul ulkus pada kornea, penipisan kornea, dan perforasi. Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri sekunder, dan berakibat parut dan vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan penglihatan dan bahkan sampai menimbulkan kebutaan. G. PENATALAKSANAAN 1. Self-Care at Home Untuk membantu meringankan gejala dari sindrom mata kering, ada beberapa tips yang bisa dilakukan sendiri di rumah: a. Humidifier memberikan lebih banyak kelembaban di udara. Dengan lebih banyak kelembaban udara, air mata akan menguap lebih lambat dan menjaga mata lebih nyaman. Pemanas di musim dingin dan AC di musim panas akan mengurangi kelembaban di udara. b. Gerakan udara berlebihan dapat mengeringkan mata. Menghindari gerakan udara berlebihan dengan mengurangi kecepatan kipas langitlangit. c. Sejumlah besar debu atau partikulat di udara dapat memperburuk gejala mata kering. Dalam situasi itu, penyaring udara dapat membantu. d. Hot compresses dan scrub kelopak mata / pijat dengan bantuan shampo bayi dengan memberikan lapisan lemak tebal yang lebih stabil. Hal ini sangat membantu jika memiliki disfungsi kelenjar meibom, rosacea, atau blepharitis. Panas tersebut dapat menghangatkan minyak dalam kelenjar minyak, sehingga alirannya lebih mudah; tindakan memijat membantu mengeluarkan minyak dari kelenjar. Tindakan pembersihan menurunkan jumlah bakteri yang dapat memecah minyak.
e. Jika kita melihat mata kita kering terutama ketika kita sedang membaca atau menonton TV, beristirahatlah untuk membuat mata istirahat dan menjadi lembab kembali. Tutup mata selama 10 detik setiap lima sampai 10 menit akan meningkatkan kenyamanan mata, dan harus lebih sering berkedip. 2. Medical Treatment Meskipun tidak ada obat untuk sindrom mata kering, banyak pengobatan yang tersedia. Pengobatan tergantung pada beratnya sindrom mata kering, mungkin kita hanya memerlukan obat tetes mata, atau mungkin membutuhkan pembedahan untuk membantu mengobati sindrom mata kering. Obat tetes mata pelumas Over-the-counter, biasanya disebut sebagai air mata buatan, dapat membantu meringankan mata kering. Beberapa contoh dari produk ini termasuk Tear 20/20, Celluvisc, Comfort Tear, Dry Eye, Murine, Refresh, and Tears Naturale. The International Dry Eye WorkShop (DEWS) Subcommittee members reviewed the Delphi Panel (the Dry Eye Preferred Practice Patterns of the American Academy of Ophthalmology and the International Task Force Delphi Panel on Dry Eye) melakukan pendekatan terhadap pengobatan mata kering. Rekomendasi pengobatan didasarkan pada keparahan penyakit : a.
Level 1 i.
Edukasi dan modifikasi lingkungan hidup
ii.
Eliminasi penggunaan obat sistemik
iii.
Menggunakan air mata buatan, gel, dan salep
iv.
Eyelid terapi
b. Level 2 – Jika pada level 1 pengobatan tidak mencukupi, dilakukan tambahan sebagai berikut: i.
Nonpreserved air mata buatan
ii.
Anti-inflamasi agen
Topical corticosteroids
Topical siklosporin A
iii.
Tetrasiklin (untuk meibomianitis, rosacea)
iv.
Punctal plugs (setelah kontrol peradangan)
v.
Secretagogues
vi. c.
Topikal / sistemik omega-3 asam lemak
Moisture chamber spectacles
Level 3 - Jika pengobatan level 2 tingkat tidak mencukupi: i.
autologus serum, umbilical cord serum
ii.
Kontak lensa
iii.
punctal oklusi permanen
d. Level 4 - Jika pengobatan level 3 tidak memadai,: 1) Obat anti-inflamasi sistemik 2) Surgery H. PROGNOSIS Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan sindrom mata kering adalah baik.
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Anamnesa 1. Identitas klien 2. Keluhan Utama a) Mata terasa sakit ( nyeri ) b) Gangguan penglihatan ( visus menurun ) c) Sensasi kering 3. Keluhan Penyakit Sekarang 1) Mata terasa gatal 2) Mata merah bengkak 3) Merasa kelilipan 4) Gangguan penglihatan ( visus menurun ) 5) Mata sakit ( nyeri ) 6) Fotofobia 4. Riwayat Penyakit Masa Lalu a) Apakah pasien menderita konjungtifitis sebelumnya / herpes b) Adanya trauma pada mata. 5. Pemeriksaan Fisik Inspeksi a) Kesimetrisan mata b) Hiperemi pada konjungtiva c) Adanya flikten/infiltrat pada kornea d) Adanya lakrimasi,blefarospasme e) Mata tampak merah dan bengkak 6. Pemeriksaan Diagnostik a) Pemeriksaan tajam penglihatanPemeriksaan tajam penglihatan dilakukan untuk mengetahui fungsi penglihatan setiap mata secara terpisah. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan kartu snellen maupun secara manual yaitu menggunakan jari tangan. b) Pemulasan fluorescein c) Kerokan kornea yang kemudian dipulas dengan pulasan gram maupun giemsa. d) Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10 % pada kerokan kornea e) Pemeriksaan schirmer Apabila resapan air mata pada kertas schirmer kurang dari 10mm dalam 5 menit maka dianggap tidak normal. f) Pemeriksaan Kultur Menentukan jenis bakteri, jamur atau virus yang menyerang untuk penanganan lebih lanjut.
g) Uji dry eye Penilaiannya dalam keadaan normal film air mata mempunyai waktu pembasahan kornea lebih dari 25 detik. Pembasahan kornea kurang dari 15 detik menunjukkan film air mata tidak stabil. B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi 2. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan 3. Potensial infeksi, penyebaran ke mata yang tak sakit berhubungan dengan kurang pengetahuan. 4. Ansietas berhubungan dengan penyakit yang diderita 5. Kurang pengetahuan (tentang penyakit dan penatalaksanaannya) berhubungan dengan kurang paparan informasi C. Rencana/Intervensi Kepeawatan 1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi NOC: Pain Level, pain control, comfort level Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: 1) Rasa sakit berkurang 2) Ekspresi wajah tampak tenang 3) Bengkak berkurang NIC: 1. Observasi karakteristik nyeri klien Rasional: Mengetahui karakteristik nyeri memudahan intervensi 2.
selanjutnya Anjurkan klien mengompres daerah mata dengan air hangat Rasional: Kompres menggunakan air hangat dapat mengurangi rasa
nyeri 3. Ajarkan klien teknik relaksasi atau teknik distraksi Rasional: Teknik relaksasi akan membantu mengurangi nyeri yang dirasakan klien dan teknik distraksi akan membantu mengalihkan perhatian sehingga nyeri berkurang. 4. Kolaborasi pemberian analgetik Rasional: Analgetik dapat menghilangkan nyeri 5. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan. NOC :
Risk Kontrol Immune status Safety Behavior Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…. Klien tidak mengalami injury dengan kriterian hasil: 1) Visus kembali normal 2) Tidak tampak luka cidera pada tubuh NIC: 1. Kaji tingkat ketajaman penglihatan R/ kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lamban dan progresif. 2. Pertahankan posisi tempat tidur rendah, pagar tempat tidur tinggi dan bel samping tempat tidur. R/ memberikan kenyamanan pasien saat membutuhkan bantuan dan mengurangi resiko cidera. 3. Singkirkan benda-benda yang dapat menimbulkan cidera ( pisau buah ) R/ memberikan perlidungan terhadap resiko cidera. 4. Beritahu pasien untuk tidak menggaruk mata R/ mencegah terjadinya cidera mata. 6. Resiko infeksi, penyebaran ke mata yang tak sakit berhubungan dengan kurang pengetahuan. NOC: Immune Status Knowledge : Infection control Risk control Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…… pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil: Infeksi tidak menyebar ke mata sebelahnya NIC: 1. Kaji pemberian antibiotik setian 30 menit/1jam/2jam dan kaji efek sampingnya setelah pemberian obat. R/ mencegah komplikasi dan penyebaran infeksi ke mata yang tidak terinfeksi. 2. Lakukan tehnik steril saat pemberian obat. R/ mencegah infeksi silang 3. Lakukan HE tentang pencegahan dan penularan penyakit R/ memberikan pengetahuan dasar bagaimana cara memproteksi diri. 7. Ansietas berhubungan dengan penyakit yang diderita.
NOC: - Kontrol kecemasan - Koping Setelah dilakukan asuhan selama ……………klien kecemasan teratasi dgn kriteria hasil: 1) Melaporkan cemas berkurang sampai hilang 2) Melaporkan pengetahuan yang cukup terhadap penyakitnya 3) Klien menerima penyakit yang dialami NIC: 1. Observasi tingkah laku yang menunjukkan tingkat ansietas Rasional: Ansietas ringan dapat ditunjukkan dengan peka rangsang dan insomnia. Ansietas berat yang berkembang kedalam keadaan panik dapat menimbulkan perasaan terancam, ketidakmampuan untuk berbicara dan bergerak. 2. Tinggal bersama pasien, mempertahankan sikap yang tenang. Mengakui atau menjawab kekhawatirannya. Rasional: Menegaskan pada pasien atau orang terdekat bahwa walaupun perasaan pasien diluar kontrol lingkungannya tetap aman 3. Berikan informasi yang akurat dan jujur tentang penyakitnya dan beri tahu bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah gangguan penglihatan Rasional: Memberikan informasi yang akurat yang dapat menurunkan kesalahan interpretasi yang dapat berperan pada reaksi ansietas. 4. Dorong klien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaannya. Rasional: Dengan bercerita dan mengekspresikan perasaanya klien akan merasa lebih tenang 8. Kurang pengetahuan (tentang penyakit dan penatalaksanaannya) berhubungan dengan kurang paparan informasi. NOC: Kowlwdge : disease process Kowledge : health Behavior Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil: 1) Mengetahui dan mampu menyebutkan kembali tindakan yang harus dilakukan untuk meningkatkan keadaan umum
NIC: 1. Tekankan dan beri tahu klien tetang penting nya perbaikan keadaan umum, meliputi kebersihan perorangan terutama mata dan peningkatan gizi. Rasional: Dry eyes dapat timbul karena penurunan status kesehatan dan malnutrisi. 2. Anjurkan klien untuk tidak mengerjakan pekerjaan dekat terlalu lama atau mengucek mata. Rasional: Akomodasi mata yang berlebihan akan memperberat kondisi penyakitnya dan mengucek mata akan memperberat keadaan penyakitnya. 3. Anjurkan klien untuk tidak merokok. Rasional: Pemajanan asap pada mata akan memperhebat iritasi pada mata. 4. Beri tahu klien bahwa pengobatan harus dilakukan secara teratur dan tuntas. Rasional: Pengobatan yang tidak memadai akan membuat vaskularisasi dan menjadi menahun serta menimbulkan berbagai macam komplikasi dan kerusakan kornea karena timbulnya kebutaan.
DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddath, Buku ajar keperawatan medical bedah, Buku 3, Edisi 4 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Tahun 2002. Doenges, Rencana asuhan keperawatan, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Tahun 2000. Mansjoer Arif, Kapita selekta kedokteran, Penerbit Media Aesculapius FK-UI 2000, Jakarta. Wilkinson Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC ed.9. EGC. Jakarta Ilyas, Sidarta. 2006. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3. Balai Penerbit FKUI Jakarta
Persify. 2014. http://www.surabaya-eye-clinic.com/content/view/38/28/ last up date 15-05-2014 Rumah sakit mitra keluarga surabaya. 2011. http://www.mitrakeluarga.com/ surabaya/sindroma-mata-kering/ Last up date 15-05-2014