BAB I KALIBRASI MIKROSKOP 1.1 Dasar Teori Objek Biologi yang diamati menggunakan mikroskop merupakan objek yang berukuran mikron (µ). Pengukuran (mulai dari panjang, lebar,hingga diameter) suatu objek mikroskopis menggunakan mikrometer okuler. Mikrometer okuler berbentuk bulat pipih, di bagian tengahnya terdapat skala menyerupai sebuah penggaris dengan angka 0, 10, 20, ...., 100 (Gambar 1). Mikrometer okuler dapat digunakan dengan cara diinsersikan pada lensa okuler. Skala mikrometer okuler ditentukan nilai satuan panjangnya dengan menggunakan mikrometer objektif. Hal inilah yang dinamakan kalibrasi.
Gambar 1. Tampilan mikrometer okuler melalui lensa objektif. Mikrometer objektif berbentuk seperti slide glass dan di bagian tengahnya terdapat skala yang tidak memiliki angka dengan jumlah sebanyak 100 unit, jadi seperti penggaris yang tidak berangka. Skala tersebut ditutup dengan cover slip berbentuk bulat. Skala 100 unit = 1 mm, maka tiap unit setara dengan 0,01 mm atau 10 µm. Jarak tiap unit pada mikrometer okuler dilakukan dengan cara sederhana dan akurat, yaitu menghimpitkan (alignment) 10 unit garis pada mikrometer okuler tepat dengan garis pada mikrometer objektif. Pada perbesaran yang berbeda, maka jarak tiap unit dari mikrometer objektif akan terlihat berbeda. Misalnya dengan perbesaran 10x, didapatkan 10 unit okuler (mikrometer okuler) dan 15 unit objektif (mikrometer objektif), maka kalibrasi 1 unit okuler =
10 𝑥 15 𝜇𝑚 10
= 15 µm. Hal ini menunjukkan
bahwa panjang objek sesungguhnya adalah 15 µm. 1.2 Metode a. Alat : Mikroskop, mikrometer okuler, mikrometer objektif, slide glass, dan cover glass b. Cara Kerja : ➢ Insersikan mikrometer okuler pada lensa okuler dengan cara melepas perangkat lensa okuler dari tabung okuler. Lepas lensa okuler bagian atas dengan hati-hati, insersikan mikrometer ke perangkat lensa okuler secara perlahan, kemudian pasang kembali lensa okuler bagian atas. Kembalikan perangkat okuler ke tabung okuler. ➢ Letakkan mikrometer objektif pada meja benda (stage) dan fokuskan menggunakan lensa objektif perbesaran 10x sehingga image skala mikrometer objektif tampak. ➢ Fokuskan lensa objektif sedemikian rupa sehingga image kedua mikrometer tersebut tampak jelas seluruhnya.
➢ Putar bagian atas lensa okuler (tanpa merubah fokus) sehingga skalanya searah atau sejajar dengan mikrometer objektif. ➢ Sejajarkan (align) sisi kiri kedua mikrometer sehingga skala pada kedua mikrometer berhimpitan. ➢ Kemudian, amati dan cari skala di sebelah kanannya yang paling berhimpitan dari kedua mikrometer tersebut. ➢ Hitung rentang diantara dua skala yang berhimpitan, kemudian hitung nilai kalibrasi mikrometer okuler, dan catat hasilnya. ➢ Amati slide preparat mikroskopis yang disediakan. Gambar spesimen pada preparat yang tersedia secara skematis, kemudian ukur panjang, lebar, dan diameternya menggunakan mikrometer okuler. Selanjutnya, tulis hasil pengamatan dan pengukuran spesimen.
BAB II PENGAMATAN STOMATA 2.1 Dasar Teori Stomata (stoma: tunggal) merupakan celah epidermis yang berfungsi untuk mengurangi penguapan, pengaturan transpirasi, dan pengaturan masuknya gas CO2ke dalam daun. Stomata terdiri dari sel penjaga/penutup dansel tetangga. Sel penjaga berfungsi untuk menutup dan membuka stomata dengan stimulus hormon ABA. Sel tetangga berfungsi untuk mempengaruhi perubahan tekanan osmotik sehingga dapat mengatur besar kecilnya celah stomata. Stomata terletak sebagian besar pada daun dan tersebar secara padat pada bagian abaksial, kecuali pada tanaman hidrofit seperti Teratai (Nymphea spp.). Terdapat empat jenis stomata pada tanamandikotil,diantaranya: 1. Anomositik: sel penutup dikelilingi sejumlah sel yang tidak berbeda ukuran dan bentuknya dari sel epidermis lainnya, contohnya Famili Cucurbitaceae. 2. Anisositik: sel penutup dikelilingi oleh tiga sel tetangga yang tidak sama besar, contohnya adalah Genus Solanum. 3. Parasitik: posisi sel penutup sejajar dengan sel tetangga, contohnya Famili Mimosaceae. 4. Diasitik: setiap stomata dikelilingi oleh dua sel tetangga serta posisi sel tetangga yang tegak lurus terhadap sel penutup, contohnya Famili Acanthaceae. 2.2 Metode a) Alat : gunting, slide glass, danmikroskop. b) Bahan : Daun dari berbagai tanaman, cairan kutek,dan selotip c) Cara kerja : ➢ Oleskan daun bagian abaksial dengan cairan kutek secukupnya. ➢ Biarkan hingga kering selama kurang lebih tiga hingga empat menit. ➢ Setelah kering, cetakan kutek dikelupas dengan selotip. ➢ Letakkan di atas slide glass. ➢ Letakkan di bawah mikroskop dengan posisi terbalik. ➢ Amati preparat pada perbesaran lemah hingga sedang. ➢ Gambar preparat hasil pengamatan dan tentukan jenis stomata yang diamati. ➢ Bersihkan alat-alat praktikum apabila sudah selesai
BAB III IDENTIFIKASI FAMILI ANGIOSPERMAE DAN KARAKTERISTIK DAUN 3.1 Dasar Teori Klasifikasi tumbuhan Angiospermae berkembang paling maju dan paling banyak dikenali, sehingga pengklasifikasiannya berdasar pada data genetis yang tersusun dalam APG (Angiospermae Phylogeny Group). Pengklasifikasian tumbuhan Angiospermae berdasarkan sistem APG dibagi menjadi dua kelompok/clade,yaitu kelompok tumbuhan Dicotyledoneae (Kelas Magnoliopsida) dan kelompok tumbuhan Monocotyledoneae (Kelas Liliopsida).Sebelum adanya sistem klasifikasi APG, kelompok tumbuhan Kelas Dicotyledoneae terbagi atas tiga subkelas, yaitu: • Apetalae: Kelompok tumbuhan yang mempunyai perhiasan bunga terdiri dari satu lingkaran berupa calyx/kelopak. • Dialypetalae: Kelompok tumbuhan yang mempunyai perhiasan bunga berupa calyx/kelopak dan corolla/mahkota yang saling terpisah satu sama lain. • Sympetalae: Kelompok tumbuhan yang mempunyai perhiasan bunga berupa calyx/kelopak dan corolla/mahkota yang saling berlekatan satu sama lain. Tumbuhan yang termasuk Subkelas Apetalae seperti Nangka dari Famili Moraceae, Bayam dari Famili Amaranthaceae, dan lain-lain. Tumbuhan yang termasuk Subkelas Sympetalae seperti Jambu Biji dari Famili Myrtaceae, Kacang Kapri dari Famili Papilionaceae serta famili lainnya seperti tumbuhan dari Famili Caricaceae, Malvaceae, Passifloraceae, dan lain-lain. Sedangkan tumbuhan yang termasuk Subkelas Sympetalae yaitu Asoka dari Famili Rubiaceae, terong-terongan dari Famili Solanaceae, serta famili lainnya seperti Famili Asteraceae, Apocynaceae, Verbenaceae, dan lain-lain. Daun merupakan bagian yang penting untuk menunjang kehidupan tumbuhan, karena daun berfungsi sebagai alat reabsorpsi(menyerap gas CO2), asimilasi(mengolah zat makanan), transpirasi(penguapan air ke udara bebas), serta respirasi(pernapasan tumbuhan). Selain itu, daun juga memiliki peran yang penting dalam identifikasi tumbuhan. Suatu taksa tertentu dapat memiliki ciri khusus yang dapat ditemukan pada karakteristik/sifat daunnya. Terdapat beberapa jenis daun yang bersifat lengkap, yaitu daun yang terdiri atas pelepah daun (vagina), tangkai daun (petiolus), dan helai daun (lamina). Daun lainnya ada yang tidak lengkap, hanya memiliki dua atau salah satu dari ketiga bagian daun saja. Daun ada pula yang tunggal dan majemuk. Apabila pada tangkai daun hanya terdapat satu helai daun maka disebut dengan daun tunggal. Apabila pada tangkai daun terdapat lebih dari satu helai daun maka disebut dengan daun majemuk. Sifat daun yang lainnya yaitu bentuk daun, ujung daun, pangkal daun, tepi daun, pertulangan daun, permukaan daun, serta warna daun. Bentuk daun memiliki beberapa jenis yaitu bundar/orbicularis (contohnya daun Teratai Besar), perisai/peltatus (contohnya daun Jarak), jorong/ovalis/ellipticus (contohnya daun Calophyllum inophyllum), lanset/lanceolatus (contohnya daun Kamboja), bulat telur/ovatus (contohnya daun Kembang Sepatu), jantung/cordatus (contohnya daun Waru), garis/linearis (contohnya daun dari macam-macam Graminae), pita/ligulatus (contohnya daun Jagung), pedang/ensiformis (contohnya daun Agave cantala). Ujung daun meliputi beberapa jenis yaitu runcing/acutus (contohnya daun Nerium oleander), meruncing/acuminatus (contohnya daun Sirsat), tumpul/obtusus (contohnya daun
Sawo Kecik), membulat/rotundatus (contohnya daun Centella asiatica), rompang, terbelah, dan berduri. Pangkal daun meliputi beberapa jenis yaitu runcing/acutus, meruncing/acuminatus, tumpul/obtusus, membulat/rotundatus, rata/rompang/truncatus, dan berlekuk/emarginatus. Tepi daun meliputi beberapa jenis yaitu rata/integer, bergerigi/serratus (contohnya daun Lantana camara), beringgit/crenatus (contohnya daun cocor bebek), berombak/repandus, dan bergigi/dentatus. Pertulangan daun terbagi menjadi empat yaitu menyirip/penninervis (contohnya daun Mangifera indica), menjari/palminervis (contohnya daun Ricinus communis), melengkung/cervinervis (contohnya daun Dioscorea hispida), dan sejajar/rectinervis (contohnya daun Cyperaceae danGraminae). Permukaan daun dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu licin/laevis, berbulu/pilosus, bersisik/lepidus, gundul/glaber, dan kasap/scaber. 3.2 Metode a. Alat : Lup dan cutter b. Bahan : Beberapa spesimen bunga dan daun yang telah disediakan. c. Cara Kerja : ➢ Amati semua spesimen yang telah disediakan dengan teliti. ➢ Setelah diamati, sebutkan spesiembunga tersebut termasuk famili apa dan buat deskripsi yang memuat ciri-ciri khusus famili tersebut pada lembar hasil pengamatan.
BAB IV PENGAMATAN ANATOMI BATANG MONOKOTIL DAN DIKOTIL 4.1 Dasar Teori Batang merupakan sumbu utama dari tubuh tumbuhan. Fungsi batang bagi tumbuhan yang ada di atas tanah (daun bunga dan buah) dan percabangannya memperluas bidang asimilasi; jalan pengangkutan air dan hara mineral beserta hara dari akar ke bagian yang berada di atas tanah; jalan pengangkutan hasil aslimilasi dari daun ke bagian lain tumbuhan; dan menjadi tempat penimbunan cadangan makanan. Susunan histologis suatu batang pada umumnya terdiri dari tiga zona, yaitu epidermis, korteks, dan sistem jaringan pembuluh. Epidermis terdiri atas selapis sel yang berfungsi untuk melindungi bagian sel yang dalam dan dapat mengalami modifikasi menjadi stomata, lentisel, maupun trikoma. Korteks merupakan bagian zona intermediet antara epidermis dan jaringan pembuluh. Korteks tersusun atas jaringan parenkim yang kaya akan kloroplas. Tepi luar suatu korteks terdiri atas jaringan kolenkim dan sklerenkim. Batang muda Jarak (Richinus communis) terdiri dari jaringan korteks yang kaya akan pati (starch). Korteks dapat mengandung kristal kalsium oksalat atau benda ergastik lain. Sistem jaringan pembuluh terdiri dari xilem dan floem. Ikatan pembuluh terbagi menjadi enam bagian, yaitu : 1. Kolateral (floem di luar, xilem di dalam; paling banyak ditemukan di tanaman), 2. Bikolateral (susunan pembuluh: floem eksternal, xilem, floem internal; ditemukan di Famili Solanaceae dan Cucrbitaceae), 3. Amfikribal (floem mengelilingi xilem; ditemukan di ikatan pembuluh kecil pada bunga dan buah Angiospermae), 4. Amfivasal (xilem mengelilingi floem; ditemukan di Famili Liliaceae), dan 5. Radial (letak berkas xilem bergantian dengan floem). Struktur batang secara umum sama dengan akar. Batang berkembang dari meristem pucuk, namun struktur pada batang yang ada pada tumbuhan dikotil dan monokotil memiliki perbedaan dan mencerminkan karakteristik dari masing-masing jenis tumbuhan itu. Batang dikotil yang telah disayat, akan terlihat ikatan pembuluhnya tersusun seperti cincin, dan terletak beraturan, sementara pada batang monokotil yang telah disayat, ikatan pembuluhnya tidak tersusun seperti cincin, melainkan terletak tidak beraturan atau tersebar.Jaringan dasar pada batang tumbuhan dikotil tidak memiliki pembagian yang tegas dan jelas antara bagian yang menjadi korteks dan bagian yang menjadi empulur. 4.2 Metode a) Alat : Mikroskop, slide dan cover glass, silet cukur, dan pipet tetes. b) Bahan : Batang tanaman Rumput Gajah (Pennisetum purpureum), Pacing (Costus speciosus), Bugenvil (Bouganvillea spectabilis), Soka (Ixora spp.), Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus), Iler-Iler (Coleus sp.), dan Rhoe discolor. c) Cara Kerja : ➢ Cuci batang hingga bersih (batang yang digunakan minimal dari 3 jenis tanamanberbeda). ➢ Iris batang setipis mungkin dengan silet. ➢ Letakkan di slide glass, beri setetes akuades, dan tutup dengan cover glass hingga tidak ada gelembung.
➢ Amati preparat dibawah mikroskop dengan perbesaran lemah dan lanjutkan dengan perbesaran sedang. ➢ Buat gambar penampang masing-masing anatomi batang yang diperoleh beserta keterangannya secara lengkap, singkat, dan jelas. ➢ Bersihkan alat-alat praktikum apabila sudah selesai.
BAB V ANALISIS KROMOSOM TUMBUHAN DENGAN METODE SQUASH 5.1 Dasar Teori Pembuatan preparat/sediaan memiliki berbagai jenis metode, diantaranya metode oles (smear), metode rentang (spread), metode supravital, dan metode squash. Salah satu metode yang digunakan dalam praktikum menganalisis kromosom tumbuhan adalah metode squash. Metode squash merupakan metode untuk mendapatkan sediaan/preparat dengan cara memencet suatu potongan jaringan atau suatu organisme secara keseluruhan sehingga didapatkan suatu sediaan yang tipis dan dapat diamati dengan mikroskop. Bahan yang sering digunakan dalam analisis kromosom tumbuhan ini adalah bawang merah (Allium cepa) karena hanya memiliki 18 kromosom dengan ukuran yang relatif besar. Analisis kromosom tumbuhan ini menggunakan jaringan yang aktif bermitosis seperti jaringan meristematis, contohnya adalah ujung akar. Pengambilan sebuah sampel akar agar tidak mudah berubah kondisinya baik fisiologis jaringan maupun kondisi kromosom dilakukan dengan metode fiksasi. Fiksasi jaringan selalu dilakukan pada jam-jam fisiologis sel, yaitu pukul 08.00-11.00 waktu setempat. Fiksasi dilakukan dengan larutan Farmer yang tersusun dari larutan etanol absolut dan asam asetat glasial dengan rasio 1:1. Preparat yang akan dibuat dalam analisis kromosom tumbuhan biasanya di-staining dengan acetoorcein. Pengamatan analisis kromosom ini sangat berkaitan erat dengan proses fase-fase dalam mitosis mulai dari profase hingga telofase (diikuti dengan sitokinesis). Masing-masing fase memiliki morfologi yang berbeda-beda. Selain itu, pada fase tertentu, kromatin yang terkondensasi sempurna akan membentuk kromosom dengan bentuk yang berbeda-beda seperti metasentrik, telosentrik, dan lain-lain. 5.2 Metode a) Alat : Mikroskop, slide dan cover glass, serta silet b) Bahan : Sampel akar bawang merah dalam larutan acetoorcein dan minyak imersi c) Cara kerja : ➢ Potong bagian apikal akar sampel bawang merah sepanjang 1 mm. ➢ Letakkan apikal akar di atas slide glass dan tutup dengan cover glass. ➢ Tekan/squash preparat dengan menggunakan ibu jari dan putar berlawanan arah jarum jam. ➢ Amati preparat pada perbesaran sedang dahulu (400 x) dan tentukan posisi pengamatan sel yang mengalami mitosis. ➢ Amati preparat pada perbesaran kuat (1000 x) dengan menambahkan minyak imersi (penambahan minyak dilakukan oleh pengawas praktikum). ➢ Amati sel yang mengalami profase, metafase, anafase, dan telofase. ➢ Bersihkan alat-alat praktikum apabila sudah selesai.
BAB VI SAMPLING SERANGGA MENGGUNAKAN METODE SWEEPING NET 6.1
Dasar Teori Sampling serangga merupakan cara untuk mengambil sampel serangga di lapang untuk diidentifikasi dan hasilnya akan dianalisis di Microssoft Excel. Hasil dari analisis tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan penelitian. Penelitian yang berkaitan dengan data dari hasil sampling serangga antara lain sebagai bioindikator apakah suatu daerah telah tercemar atau masih alami, karena serangga dapat dijadikan sebagai bioindikator polutan tertentu. Sampling serangga dapat menggunakan berbagai metode, misalnya dengan sweeping net, pit fall trap, yellow pan trap, dan gobyog. Setiap metode memiliki tujuan yang berbeda, oleh karena itulah masing-masing metode harus digunakan sesuai dengan tujuan yang diharapkan diperoleh pada saat sampling serangga. Selain itu, hasil dari masing-masing metode juga tidak boleh dibandingkan, karena seperti yang telah dijelaskan, masing-masing metode mempunyai tujuan yang berbeda. Sweepingnet merupakan metode sampling serangga menggunakan insect net (jaring serangga). Metode ini digunakan untuk sampling serangga yang hidup di tumbuhan rendah (misal rerumputan dengan tinggi sekitar 30 cm), dapat melompat, tidak terbang, dan tidak merayap di tanah. Sweepingnet dilakukan dengan mengayun-ayunkan jaring serangga seperti gerakan menyapu lantai di sekitar rerumputan sambil berjalan sepanjang 10 langkah, lalu kembali lagi ke titik awal. Bagian jaring yang terbuka segera “dikunci” agar serangga yang tertangkap tidak bisa keluar. Serangga dalam jaring segera dimasukkan ke botol selai berisi larutan alkohol dan deterjen. Fungsi dari larutan alkohol pada setiap metode sampling serangga adalah untuk membunuh dan mengawetkan serangga, sedangkan deterjen berfungsi dalam mengurangi tegangan permukaan air, sehingga serangga-serangga yang dapat mengapung di atas air menjadi tidak dapat mengapung, akhirnya serangga-serangga tersebut tenggelam dan segera mati. Serangga yang sudah mati diambil dari larutan alkohol dan deterjen menggunakan kuas kecil. Serangga-serangga tersebut diletakkan di piring plastik untuk diidentifikasi. 6.2 Metode a. Alat : insect net (jaring serangga) b. Bahan : serangga di rerumputan c. Cara kerja : ➢ Ayunkan jaring serangga seperti gerakan menyapu lantai di rerumputan sambil berjalan sepanjang 10 langkah. ➢ Lakukan hal yang sama, namun dengan arah berlawanan, sehingga akan kembali ke titik awal berdiri. ➢ Segera “kunci” bagian jaring yang terbuka, agar serangga yang tertangkap tidak terlepas.
BAB VII MORFOMETRI KATAK 7.1 Dasar Teori Morfometri merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk melakukan karakterisasi dan mengetahui variasi serta perubahan struktur tubuh organisme, yang mencakup ukuran dan bentuk luarnya. Parameter morfometri meliputi pengukuran panjang dan analisis struktur luar tubuh. Studi morfometri berdampingan dengan studi meristik yang mencakup parameter kualitatif dari struktur luar organisme yang bersangkutan. Variasi morfometri suatu populasi tertentu pada kondisi geografi yang berbeda dapat disebabkan oleh perbedaan struktur genetik dan kondisi lingkungan. Oleh karena itu, sebaran dan variasi morfometri yang muncul merupakan respon terhadap lingkungan fisik tempat hidup spesies tersebut. Metode morfometri dapat diterapkan pada beberapa organisme, seperti katak, kodok, dan ikan. Morfometri katak merupakan pengukuran panjang dan struktur tubuh luar katak (Gambar 2). Berikut ini istilah dan singkatan yang digunakan dalam morfometri katak. PB : panjang badan PK : panjang kepala LK : lebar kepala JMT : jarak dari moncong sampai tympanum PM : panjang moncong JHM : jarak dari hidung sampai moncong JMM : jarak dari mata sampai moncong JHT : jarak dari hidung sampai tympanum JMH : jarak dari mata sampai hidung JMTi : jarak dari mata sampai tympanum DT : diameter tympanum JMHi : jarak dari mandibula sampai hidung JMMD : jarak dari mandibula sampai mata bagian depan JMMB : jarak dari mandibula sampai mata bagian belakang JIN : jarak inter nares DM : diameter mata JIO : jarak inter orbital PKM : panjang kelopak mata PMD : panjang manus sampai digiti PBr : panjang brachium PAb : panjang antebrachium PKB : panjang kaki belakang PF : panjang femur PT : panjang tibia PMTJ4 : panjang dari metatarsus sampai ujung jari ke empat kaki belakang PTJ4 : panjang dari tarsus sampai jari ke empat belakang PJ3KD : panjang jari ke tiga kaki depan PJ1KD : panjang jari pertama kaki depan PJ4KB : panjang jari ke empat kaki belakang
Gambar 2. Pengukuran morfometri katak. 7.2 Metode a. Alat : jangka sorong b. Bahan : spesimen katak c. Cara Kerja : ➢ Siapkan alat dan bahan yang digunakan. ➢ Lakukan pengukuran terhadap karakter morfometrik katak menggunakan jangka sorong.
BAB VIII PEWARNAAN GRAM 8.1 Dasar Teori Pewarnaan Gram merupakan salah satu teknik pewarnaan yang dikerjakan di laboratorium untuk identifikasi mikroorganisme. Morfologi mikroskospik mikroorganisme yang diperiksa dan sifatnya yang khas terhadap pewarnaan tertentu dapat digunakan untuk identifikasi awal. Metode pewarnaan tersebut pertama kali ditemukan oleh Christian Gram pada tahun 1884. Pewarnaan Gram digunakan untuk mengkategorikan bakteri sebagai Gram positif atau Gram negatif berdasarkan struktur dinding selnya. Metode pewarnaan Gram terdiri dari empat langkah penting, yaitu 1) primary staining dengan warna dasar seperti metil violet, kristal violet, dan lain-lain, 2) pengaplikasian larutan dilusi dari iodin, 3) decolorization dengan etanol, aseton atau anilin, dan 4) counterstaining dengan pewarna asam seperti carbol fuchsin, safranin, atau neutral red. Bakteri yang tetap berwarna ungu dengan pewarnaan kristal violet disebut bakteri Gram positif, misalnya Clostridium perfringens dan Staphylococcus aereus. Sementara itu, bakteri yang warna ungunya hilang saat dibilas dengan alkohol, tetapi tetap berwarna merah muda karena menahan warna merah safranin disebut bakteri Gram negatif, misalnya Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa. Terdapat beberapa bakteri yang tidak dapat terwarnai dengan pewarnaan Gram, misalnya Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium leprae. Hal tersebut disebabkan karena mereka tidak menyerap pewarna Gram atau mereka memiliki tipe envelope yang berbeda. Mycobacterium memiliki dinding sel yang kaya akan glikolipid, yang membuat mereka tahan terhadap pewarna Gram. 8.2 Metode a. Alat : preparat apusan bakteri E. coli, mikroskop, rak pengecatan, kran/sumber air, slide glass dan jarum ose b. Bahan : larutan pewarna gram A, gram B, gram C, dan gram D, kertas tisu, KOH 3% c. Cara Kerja : ➢ Sebelum melakukan pengecatan Gram, siapkan alat dan bahan yang diperlukan. Pastikan semua alat dan bahan yang diperlukan serta tempat untuk mencuci terletak di tempat yang terjangkau. Jangan sampai terlalu jauh sehingga menyulitkan dan memakan waktu. ➢ Genangi preparat yang telah siap dicat dengan cat Gram A selama 1 menit. ➢ Buang sisa cat, lalu cuci preparat dengan air mengalir. ➢ Keringkan preparat dengan cara mengibaskan slide glass secara perlahan hingga tidak terdapat air pada slide glass ➢ Genangi preparat dengan cat Gram B selama 1 menit. ➢ Buang sisa cat dan cuci preparat dengan air mengalir. ➢ Keringkan preparat dengan cara mengibaskan slide glass secara perlahan hingga tidak terdapat air pada slide glass ➢ Tetesi preparat dengan cat Gram C sampai warna cat tepat terlunturkan (kurang lebih 30 detik). ➢ Buang sisa cat dan cuci preparat dengan air mengalir.
➢ Keringkan preparat dengan cara mengibaskan slide glass secara perlahan hingga tidak terdapat air pada slide glass ➢ Genangi peparat dengan cat Gram D selama 1 menit. ➢ Buang sisa cat dan keringkan preparat dengan cara mengibaskan slide glass secara perlahan hingga tidak terdapat air pada slide glass ➢ Amati preparat dengan mikroskop perbesaran 400 x dan 1000 x dengan minyak imersi. ➢ Reaksi Gram dapat dikonfirmasi dengan uji kelarutan kalium hidroksida (KOH). Ambillah satu ose penuh kultur bakteri yang sedang tumbuh aktif dan campur dengan setetes larutan KOH 3% di atas slide glass yang bersih dan aduk hingga diperoleh suspensi yang rata. ➢ Angkat ose beberapa sentimeter dari slide glass. Jika benang lendir bakteri terangkat oleh ose (kira-kira 5-20 mm panjangnya), maka bakteri itu adalah Gram negatif. Jika dihasilkan suspensi berair dan tidak tampak adanya benang lendir setelah ose digerakkan berulang-ulang, maka kultur bakteri itu adalah Gram positif.
BAB IX PEWARNAAN DAN PENGAMATAN KAPANG 9.1 Dasar Teori Jamur (Kapang-mold) merupakan mikroorganisme eukariot multiseluler dengan dinding sel berupa kitin, selulosa, atau keduanya, tidak aktif bergerak, tidak mempunyai pigmen fotosintetik, dan bersifat kemoorganoheterotrof. Jamur tumbuh secara aerobik dan memperoleh energi dengan cara mengoksidasi senyawa organik. Ukuran sel-selnya mikroskopis sampai makroskopis. Morfologi yang umum berbentuk benang-benang. Badan vegetatif jamur berupa thalus yang terdiri dari benang-benang yang disebut hifa (kumpulan benang-benang). Hifa kapang tersebut ada yang bersekat dan tidak bersekat. Total massa hifa suatu thalus jamur disebut miselium. Kapang membentuk spora yang dihasilkan secara aseksual maupun seksual, dalam suatu struktur pembentuk spora. Spora merupakan alat reproduksi yang terdiri atas satu atau beberapa sel. Pada jamur primitif, spora aseksual diproduksi di dalam kantong yang disebut sporangium. Jamur lainnya menghasilkan spora yang disebut konidia dari hifa khusus yang disebut konidiofora. Pada jamur lain lagi, spora aseksual (konidia) dihasilkan di dalam struktur berdinding tebal yang disebut piknidia. Klasifikasi jamur (kapang) didasarkan pada ciri-ciri morfologis, terutama struktur-struktur yang berkaitan dengan reproduksi, yaitu spora aseksual dan seksual. Pewarnaan kapang penting dalam mengamati morfologi jamur. Pewarnaan ini menggunakan larutan lactophenol cotton blue, yang terdiri dari fenol, asam laktat, dan cotton blue. Larutan ini adalah media dan agen pewarna yang digunakan untuk mengamati jamur secara mikroskopis. Fenol berfungsi untuk membunuh organisme. Asam laktat berperan sebagai pengawet dan mempertahankan struktur jamur. Cotton blue akan mewarnai sitoplasma menjadi warna biru muda sehingga struktur jamur dapat diamati dengan lebih mudah. 9.2 Metode a) Alat
: jarum enten, jarum pentul, cover dan slide glass, mikroskop stereo, serta mikroskop binokuler b) Bahan : biakan murni kapang, larutan lactophenol cotton blue, dan etanol 70 % c) Cara Kerja : ➢ Bersihkan cover dan slide glass dengan etanol 70 %. ➢ Teteskan sedikit larutan zat warna lactophenol cotton blue. ➢ Pindahkan sedikit biakan kapang menggunakan jarum enten (dari salah satu koloni) ke atas zat warna pada slide glass tadi. Pilihlah bagian tepi koloni namun yang telah menampakkan warna. ➢ Uraikan hifa kapang secara hati-hati menggunakan dua jarum pentul sambil diamati dengan mikroskop stereo. ➢ Tutup sediaan kapang dengan gelas penutup secara hati-hati, usahakan tidak ada gelembung udara dalam preparat. ➢ Amati dengan mikroskop binokuler, mulailah dengan lensa objektif perbesaran lemah dan berangsur-angsur diganti dengan perbesaran sedang. ➢ Amati bagian-bagian kapang dan gambar pada lembar jawaban. Bagian yang diamati adalah: a) Hifa : bersekat/ tidak bersekat, b) Badan penghasil spora : bentuk dan warna, serta c) Tangkai pembentuk badan penghasil spora : bentuk dan ukuran.