BAB I JENIS-JENIS DAN FUNGSI KIMONO DALAM MASYARAKAT JEPANG
1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi satu sama lainnya. Interaksi manusia dengan sesamanya memunculkan suatu peradaban yang menghasilkan suatu budaya. Semenjak terciptanya peradaban dan seiring dengan terus berkembangnya peradaban tersebut, melahirkan berbagai macam bentuk kebudayaan dan kebudayaan itu menghasilkan suatu karya, dimana karya tersebut bertujuan membantu peradaban dalam hal kehidupan sosial, bekerja maupun dalam mempertahankan sesuatu. Kebudayaan menurut Chris Jenks (1993:xii) adalah perwujudan dari sebuah pertarungan dan perjuangan sejak awal kejadiannya dan dalam pemahaman orang tentangnya. Dimana kebudayaan itu sendiri mencakup perluasan potensi manusia. Maka dari itu kebudayaan ada bukan untuk diperlakukan asal-asalan; dengan artian kebudayaan tidak bisa dilepaskan begitu saja dalam sebuah generalisasi atau dilarutkan ke dalam sebuah mood relativisme post-modern. Sedangkan menurut Ienaga Saburo dalam Situmorang (2009:2-3) menerangkan kebudayaan dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas adalah seluruh cara hidup manusia (ningen no seikatsu no itonami kata). Ienaga menjelaskan bahwa kebudayaan ialah keseluruh hal yang bukan alamiah. Sedangkan dalam arti sempit kebudayaan adalah terdiri dari ilmu pengetahuan, 1
Universitas Sumatera Utara
sistem kepercayaan dan seni, oleh karena itu Ienaga mengatakan kebudayaan dalam arti luas ialah segala sesuatu yang bersifat konkret yang diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit ialah sama dengan budaya yang berisikan sesuatu yang tidak kentara atau yang bersifat semiotik. Kebudayaan selalu berubah dan menyesuaikan diri dengan masyarakat sesuai kebutuhan situasi pada zamannya. Budaya suatu bangsa dapat diidentifikasi dari ciri-ciri yang dimilikinya yaitu dari bahasa, pakaian, tradisi dan adat yang merupakan hasil dari peradabannya. Seperti halnya budaya bangsa Jepang dapat dikenali melalui pakaian yang digunakan yaitu Kimono. Pakaian membawa pesan yang mencerminkan masyarakat dan zaman. Seperti halnya bahasa, pakaian berpengaruh pada kondisi sosial dari penggabungan unsur yang baru, pergeseran bentuk, atau merentas gaya lama menjadi sesuatu yang unik. Kapasitas pakaian sebagai pembawa informasi sangat besar. Pesan itu secara diam-diam dan efisien memberitahukan kepada masyarakat lain, dimana semua dilengkapi oleh pengetahuan tentang kebudayaan untuk membaca semua simbol atau kode. Kimono adalah kode untuk pesan, tentang usia, jenis kelamin, musim, formalitas, dan kesempatan (maupun) kekayaan dan cita rasa (Liza Dalby, 2001:7) Kimono adalah pakaian tradisional bangsa Jepang untuk pria dan wanita yang sudah ada sejak jaman dahulu kala. Kemudian pada jaman Edo, kimono mengalami perubahan yang sampai sekarang masih dipertahankan, yaitu lengan kimono yang sedikit lebih panjang dan obi (sabuk lebar untuk mengencangkan kimono) yang semakin besar bagi wanita yang belum menikah. Kimono (着物) 2
Universitas Sumatera Utara
berasal dari kata Ki (着) yang berarti mengenakan dan Mono (物) yang berarti pakaian. Jadi secara umum kimono adalah mengenakan pakaian. Kimono adalah salah satu dari produk budaya manusia Jepang yang sarat dengan nilai-nilai filosofis. Dengan adanya kimono sebagai identitas kultural yang melekat dalam masyarakat Jepang, menjadikan budaya sebagai proses organis yang hidup sesuai dengan perubahan zaman. Kimono tidak hanya sekedar menjadi identitas kultural tetapi juga mempunyai makna kearifan lokal yang ada dalam model pakaian kimono. Kimono mempunyai nama lain, gofuku (bahasa Jepang: 呉服 yang berarti “pakaian dari zaman Go di Tiongkok”). Kimono yang dulunya sangatlah berat karena pengaruh dari baju tradisional Cina Han, yang sekarang dikenal hanfu atau dalam bahasa Jepang disebut kanfuku (漢服). Kimono Jepang yang berdasarkan pengertiannya berarti “sesuatu untuk dipakai” atau “pakaian” terbuat dari enam kain panjang. Jahit bersamaan enam potong dari kain tersebut secara simetris; kiri dan kanan, dan terbentuklah kimono. Disamping perbedaan-perbedaan kecil tergantung usia pemakainya, pada dasarnya kimono identik dalam bentuk untuk pria dan wanita di segala umur. Dan juga hanya ada satu ketentuan untuk memakai kimono; tarik kain kimono sisi kanan sampai ke dada sebelah kiri, kemudian timpa dengan menarik kain dari sebelah kiri ke sebelah kanan, lalu ikat dengan himo (sabuk) dan letakkan pada sebuah obi (selempang/ikat pinggang yang lebar). Dalaman dan luaran yang dipakai bersama kimono memiliki bentuk yang identik pula. Lapisan yang ringan, pembentuk bagian dalam dan luaran sangat cocok pada berbagai iklim dan variasi temperatur cuaca di Jepang. 3
Universitas Sumatera Utara
Unsur yang menonjol pada kimono yaitu terdapatnya karakter dan corak dari kimono yang sangat unik. Unik jika dapat menggunakan pakaian tradisional Jepang tersebut. Pertama, teknik menggunakan atau memakai kimono yang tidak semua orang bisa memakainya. Kedua, sebagai simbol penghargaan terhadap kaum perempuan yang sangat menjaga adat ketimuran yaitu adat yang suka melihat perempuan berpakaian yang sopan dan pantas. Pemilihan jenis kimono yang tepat dibutuhkan pengetahuan tentang simbolisme dan isyarat atau kode terselubung yang dimiliki oleh berbagai jenis kimono. Filosofi kimono sendiri tidak sekeadar untuk menunjukkan identitas bangsa atau masyarakatnya, karena Jepang pada masa kini pun juga membawa pengaruh pada eksistensi kimono sebagai budaya. Pada perkembangan kimono, kini perlahan-lahan eksistensinya mulai tergeser oleh arus globalisasi dari budaya barat yang membuat kimono semakin lama kehilangan identitasnya. Untuk dimensi yang sangat menonjol dalam kimono dapat dilihat dari konsistensi bentuk, model dan karakter kimono yang tidak berubah.
Walaupun pengaruh
perkembangan busana modern begitu pesat di Jepang seperti harajuku, tapi tidak dapat menyamakan kimono yang mempunyai karakter sendiri. Dewasa ini, kimono mempunyai bentuk mengikuti abjad “T”, seperti mantel berlengan panjang dan berkerah. Kimono dibuat panjang hingga ke pergelangan kaki. Pada umumnya, kimono yang dipakai wanita berbentuk baju terusan. Sedangkan pada laki-laki, kimono berbentuk setelan. Kerah yang ada pada kimono harus berada dibawah kerah bagian kiri. Kemudian melilitkan sabuk kain yang disebut obi dibagian pinggang atau perut dan diikat di bagian punggung.
4
Universitas Sumatera Utara
Pada masa sekarang, kimono lebih sering digunakan wanita pada waktuwaktu yang istimewa. Wanita yang belum menikah mengenakan sejenis kimono yang dinamakan furisode. Ciri khas dari furisode ini sendiri adalah lengan yang lebarnya hampir menyentuh lantai. Pria mengenakan kimono pada pesta atau perayaan formal seperti pada pesta pernikahan, upacara minum teh, dan acara formal lainnya. Pada anak-anak, kimono biasa dipakai ketika mengikuti perayaan Shichi-Go-San. Untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang fungsi dan spesifikasi kimono pada masyarakat Jepang penulis memfokuskan tulisan ini tentang Fungsi dan Jenis-Jenis Kimono pada Masyarakat Jepang sebagai skripsi. Dengan demikian penulis membuat judul skripsi ini “ Fungsi dan JenisJenis Kimono pada Masyarakat Jepang”.
1.2 Rumusan Masalah Kimono merupakan pakaian tradisional Jepang dimana ketika globalisasi barat mulai memperluas keberadaannya, kimono tetap menjadi pakaian yang mempunyai karakter dan ciri khas tersendiri bagi masyarakat Jepang. Kimono mempunyai banyak jenis dan masing-masing mempunyai fungsinya tersendiri. Tentang kapan, untuk apa dan apa saja jenis-jenis kimono. Serta hal-hal yang melengkapi kimono itu sendiri. Saat ini, kimono kebanyakan dipakai hanya pada saat acara atau perayaan besar dan formal. Misalnya seperti acara pesta pernikahan, acara upacara minum teh, dan acara formal yang mengharuskan memakai kimono. Kimono juga punya ketentuan dalam urutan pemakaian dan
5
Universitas Sumatera Utara
penggunaannya. Dari hal tersebut dan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas, ada 2 masalah yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah : 1. Fungsi kimono bagi masyarakat Jepang 2. Jenis-jenis kimono pada masyarakat Jepang 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan Untuk menghindari batasan yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka penulis mencoba membatasi ruang lingkup penelitian pada kajian mengenai Fungsi dan Spesifikasi Kimono pada Masyarakat Jepang. Penulis sebelum memaparkan uraian pembahasan pada bab III akan menjelaskan terlebih dahulu tentang sejarah kimono, fungsi kimono, dan jenis-jenis kimono pada masyarakat Jepang. 1.4. Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka Kebudayaan adalah identitas bagi suatu bangsa yang dimiliki setiap orang dan diwarisi dari generasi ke generasi. Menurut Kroeber dan Kluckhohn (1952) mengumpulkan berpuluh-puluh defenisi yang dibuat ahli-ahli antropologi dan membaginya atas 6 golongan, yaitu : (1) depskriptif, yang menekankan unsurunsur kebudayaan, (2) Historis, yang menekankan bahwa kebudayaan itu diwarisi secara kemasyarakatan, (3) Normatif, yang menekankan hakekat kebudayaan sebagai aturan hidup dan tingkah laku, (4) Psikologis, yang menekankan kegunaaan kebudayaan dalam penyesuaian diri kepada lingkungan, pemecahan persoalan, dan belajar hidup, (5) Struktural, yang menekan sifat kebudayaan
6
Universitas Sumatera Utara
sebagai suatu system yang berpola dan teratur, (6) Genetika, yang menekankan terjadinya kebudayaan sebagai hasil karya manusia (P.W.J.Nababan,1984 : 49). Herskovits dan Malinowski (http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya.html) mengemukakan, bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah ini disebut dengan Cultural-Determinism. Herskovist memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganik. Menurut Eppink (http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya.html), Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan adat istiadat, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Dari berbagai defenisi tersebut, dapat diperoleh pengertian bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata. Sepanjang sejarahnya, Jepang banyak mengadaptasi budaya dari negaranegara lain seperti teknologi, adat istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan kebudayaan. Jepang telah banyak mengembangkan budayanya yang unik mengintegrasikan masukan-masukan dari luar. Dewasa ini, gaya hidup orang Jepang sudah memadukan budaya tradisional di bawah pengaruh Asia dan budaya modern daerah Barat. 7
Universitas Sumatera Utara
Seperti halnya banyak kebudayaan Jepang yang populer di negara-negara luar, pakaian tradisional Jepang juga salah satu daya tarik negara asing terhadap Jepang. Meskipun Jepang perlahan mengadaptasi sedikit budaya luar, tetapi Jepang tidak meninggalkan budaya asli itu sendiri. Sebagian besar dari kebudayaan Jepang juga merupakan percampuran unsure-unsur dari luar. Masyarakat Jepang sangat memberi perhatian pada kebudayaan, baik kebudayaan tradisional maupun kebudayaan baru. Beberapa diantaranya yaitu: •
Upacara minum teh
•
Hari anak-anak
•
Festival Hina
•
Menikmati bunga sakura
Dari banyaknya festival di atas, masyarakat Jepang biasanya mengenakan pakaian tradisional yaitu “kimono”. Penggunaan kimono pada masing-masing acara biasanya berbeda. Karena dalam penggunaan kimono memperhatikan beberapa hal diantaranya, usia, musim dan peristiwa itu sendiri. Sehubungan dengan perkembangan zaman, maka kimono juga mengalami perkembangan dari segi bentuk, jenis, dan fungsinya. 1.4.2. Kerangka Teori Menurut Nawawi (2001:39-40) setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. 8
Universitas Sumatera Utara
Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disorot. Tidak mungkin melakukan penelitian tanpa teori dan tidak mungkin mengembangkan suatu teori tanpa adanya penelitian. Teori menyediakan konsep-konsep yang relevan, asumsi-asumsi dasar yang bisa digunakan, membantu dalam mengarahkan pertanyaan penelitian yang dapat diajukan dan membantu dalam memberikan makna terhadap data. Mengacu terhadap judul yang diangkat ada 2 teori yang akanu digunakan penulis yaitu teori Fungsionalisme Struktural dan teori Semiotik Pragmatik Arsitektur. Didalam pendekatan ini kita dapat melakukan penguraian data-data yang diperoleh secara kronologis. Teori Fungsionalisme Struktural yang mengutarakan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian dan struktur-struktur yang saling berkaitan dan saling membutuhkan keseimbangan, fungsionalisme struktural lebih mengacu pada keseimbangan (Robert K. Merton, 1937) (http://id.wikipedia.org/wiki/Fungsionalisme_struktural.html). Teori ini menilai bahwa semua sistem yang ada di dalam masyarakat pada hakikatnya mempunyai fungsi tersendiri. Suatu struktur akan berfungsi dan berpengaruh terhadap struktur yang lain. Maka dari itu peristiwa mempunyai fungsi tersendiri yang dapat dihasilkan melalui suatu sebab dan akibat yang pada dasarnya dibutuhkan dalam masyarakat. Suatu benda kebudayaan tercipta tidak lepas dari kondisi sosial atau kehidupan di masyarakat. Demikian pula dengan adanya Kimono diantara 9
Universitas Sumatera Utara
masyarakat Jepang yang kini menjadi salah satu identitas bagi negara Jepang sendiri yang erat kaitannya dengan masyarakat Jepang. Kimono sendiri mengalami perubahaan pemakaian oleh setiap orang tergantung zamannya dikarenakan politik, atau bahkan kebutuhan bagi masyarakat Jepang itu sendiri maka penelitian fungsi Kimono dapat dilakukan dengan teori Fungsionalisme Struktural. Semiotik pragmatik arsitektur menguraikan tentang asal usul tanda, kegunaan tanda oleh yang menerapkannya, dan efek tanda bagi yang menginterpretasikan, dalam batas perilaku subyek. Dalam arsitektur, semiotik prakmatik merupakan tinjauan tentang pengaruh arsitektur (sebagai sistem tanda) terhadap manusia dalam menggunakan bangunan. Semiotik Pragmatik Arsitektur berpengaruh terhadap indera manusia dan perasaan pribadi (kesinambungan, posisi tubuh, otot dan persendian). Hasil karya arsitektur akan dimaknai sebagai suatu hasil persepsi oleh pengamatnya, hasil persepsi tersebut kemudian dapat mempengaruhi pengamat sebagai pemakai dalam menggunakan hasil karya arsitektur. Dengan kata lain, hasil karya arsitektur merupakan wujud yang dapat mempengaruhi pemakainya. Semiotik
pragmatik
arsitektur
oleh
Peirce
dalam
T.Christommy
(2001:119) mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni sign (tanda), object (objek), dan interpretant (pengguna tanda). Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari 10
Universitas Sumatera Utara
perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Benda hasil kebudayaan disamping dari segi fungsi tentu mempunyai makna bagi masyarakat. Kimono merupakan pakaian tradisional Jepang yang menjadi simbol bagi bangsa Jepang sendiri juga merupakan identitas bahwa salah satu budaya yang terdapat juga di dalam pakaian tradisional yang dikenakan masyarakat Jepang. Dari berbagai macam makna yang berevolusi tersebut maka penelitian akan jenis-jenis kimono dapat dilakukan menggunakan teori Semiotik Pragmatik Arsitektur. Untuk menganalisa masalah yang diangkat dalam skripsi ini dengan melihat fungsi dan jenis-jenis kimono pada masyarakat Jepang maka penulis menggunakan pendekatan Fungsionalisme Struktural dan Semiotik Pragmatik Arsitektur. 1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian 1. Untuk mendeskripsikan fungsi kimono pada masyarakat Jepang 2. Untuk mengetahui spesifikasi kimono pada masyarakat Jepang
11
Universitas Sumatera Utara
1.5.2. Manfaat Penelitian 1. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi referensi ataupun memberikan informasi bagi masyarakat secara umum maupun mahasiswa yang berminat terhadap kimono 2. Dengan adanya penulisan ini diharapkan Kimono dapat semakin dikenal oleh masyarakat luas sehingga membuat masyarakat luas tersebut tertarik mengetahui dan mempelajari hasil budaya Jepang khususnya tentang Kimono.
1.6. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan alat, prosedur, dan teknik yang dipilih dalam melaksanakan penelitian dalam menggunakan data. Metode memiliki peran yang sangat penting, metode merupakan syarat atau langkah-langkah yang dilakukan dalam sebuah penelitian (Djajasudarma, 1993:3). Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian fungsi dan spesifikasi kimono pada masyarakat Jepang adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bersifat deskriptif, bertujuan memperjelas secara tepat sifat-sifat individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekwensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala lain dalam masyarakat. Dalam hal ini sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan (Koentjraningrat,1991:29). Sedangkan menurut Hadari dan Mimi Martini (1994:176), penelitian yang bersifat kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau proses menjaring data atau informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi 12
Universitas Sumatera Utara
aspek/bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Penelitian ini tidak mempersoalkan sampel dan populasi sebagaimana dalam penelitian Kuantitatif.
13
Universitas Sumatera Utara