BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Anak sebagai generasi penerus akan tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Seiring pertumbuhannya anak akan selalu berinteraksi dan bersosialisasi dengan sesamanya. Melalui interaksi dan sosialisasi yang dilakukannya anak mendapat banyak pengaruh baik positif maupun negatif yang sangat berperan dalam pembentukan karakternya. Perkembangan sosial anak dimulai sejak anak lahir di dunia. Anak merupakan makhluk pribadi-sosial yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya (Kartini,1986:50). Pada masa awal pertumbuhannya, seorang anak yang menangis adalah dalam rangka berkomunikasi/ mengadakan hubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut yang perlahan akan memberikan lebih banyak pengalaman padanya tentang manusia yang tak hanya sebagai makhluk individu namun juga sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Sebagaimana tertuang dalam Al Quran Surat Al Hujurat (49)13:
Artinya ; “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenalmengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara 1
kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Keluarga merupakan lingkup sosial pertama dimana anak mendapat pondasi pembentukan karakternya melalui pendidikan agama, pendidikan moral, dan pendidikan sosial. Pembinaan sikap sosial yang baik oleh orangtua diharapkan dapat menumbuhkan perilaku sosial yang baik pada anak. Oleh karena itu sejak dini perlu penanaman sikap sosial yang baik sebagai bekal agar ia dapat menentukan sikap yang semestinya dalam situasi apapun dan dimanapun ia berada. Sebagaimana tertuang dalam Al Quran Surat Ali Imran (3)112:
Artinya :
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.”
Ruang lingkup seorang anak akan terus berkembang seiring bertambahnya usia. Pada usia sekolah anak akan memasuki lingkup sosial yang lebih luas yaitu dunia sekolah. Sekolah akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap anak sebagai individu dan makhluk sosial, peraturan sekolah, otoritas guru, disiplin kerja, cara belajar, kebiasaan bergaul dan macam-macam tuntutan sekolah yang cukup ketat itu memberikan segi-segi
2
keindahan dan kesenangan belajar pada anak (Kartini, 1986:136). Melalui pergaulan dengan teman sebayanya anak melakukan lebih banyak hubungan sosial dan interaksi daripada sebelumnya. Sebagaimana tertuang dalam Al Quran Surat Al Israa’ (17)23:
Artinya :
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.”
Kemampuan intelektual atau kecerdasan intelektual (IQ) pada anak perlu disertai kemampuan anak dalam mengatur emosi, spiritual, dan sikap sosial. Sikap sosial yang baik diharapkan dapat menumbuhkan toleransi dan sikap solider dan tenggang rasa dalam menghadapi perbedaan yang mungkin timbul di lingkungannya. Anak yang terbiasa berinteraksi di lingkungan sosial akan mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan orang-orang baru, mampu bersosialisasi dengan baik, mampu memahami dan berempati kepada orang lain. Berdasar karakteristik tersebut seorang
anak dapat dikategorikan
memiliki kecerdasan sosial. Namun di negeri ini, kecerdasan sosial masih menjadi barang yang mahal dan langka. Aktualisasi kecerdasan sosial anak dalam kehidupan sehari-hari masih rendah. Terbukti dengan seringnya terjadi
3
bunuh diri anak dan tawuran pelajar di negeri ini. Pertengahan 2010 Nuraini siswa kelas 5 Sekolah Dasar di Jakarta memilih mengakhiri hidupnya setelah menyesali kenapa ia dilahirkan di tengah-tengah keluarga penjual bubur yang membuatnya diejek oleh teman-teman sekelasnya (Kompas, 17 Mei 2010, Angka Bunuh Diri Anak Meningkat, hal 5). Peringatan hari Sumpah Pemuda 2011
di
Kota
Depok
diwarnai
tawuran
pelajar
SMA
(http://komnaspa.wordpress.com, online, diakses 13 November 2011). Meski anak-anak muda yang bunuh diri itu memiliki alasan, sebenarnya mereka lebih didorong perasaan tidak mampu menanggung beban sosio-emosional yang kadang
tidak
sepenuhnya
mereka
mengerti
(http://www.duniaesai.com/index.php, online, diakses 13 November 2011). Kejadian tersebut terjadi karena tipisnya kemampuan empati pada anak. Daniel Goleman (1997:145) mengemukakan empati memungkinkan seseorang untuk menghayati masalah atau kebutuhan yang tersirat di balik perasaan orang lain yang tidak hanya diungkapkan melalui kata-kata. Melalui empati anak tidak hanya berusaha memahami orang lain, tetapi juga berusaha memahami dirinya sendiri. Kecerdasan atau intelegensi adalah kapasitas atau kecakapan umum pada individu secara sadar untuk menyesuaikan pikirannya pada situasi yang dihadapinya (Alex Sobur, 2003:158). Sedangkan kecerdasan sosial menurut Khilstrom dan Cantor, adalah suatu simpanan pengetahuan mengenai dunia sosial, menjalin hubungan dengan orang lain, dan kemampuan dalam menghadapi orang-orang yang berbeda latar belakang dengan cara bijaksana. (Suyono, 2007:103). Menurut Amstrong (1994) ketika seseorang berpikir atau mengerjakan sesuatu beberapa kecerdasan bekerja secara padu dan simultan 4
(http://beritapendidikan.com, online, diakses 13 November 2011). Walaupun hanya membahas dan mengembangkan kecerdasan sosial hendaknya tidak melepaskan keterkaitan kecerdasan sosial dengan kecerdasan lain seperti kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence), kecerdasan emosi (emotional quotient) dan kecerdasan spiritual (spiritual quotient). Pada tahun 1995 Howard Garner mengidentifikasi delapan macam kecerdasan yang masing-masing memiliki tingkatan yang bervariasi. Macam kecerdasan tersebut kemudian disebut multiple intelligence atau kecerdasan majemuk. Delapan kecerdasan tersebut diantaranya
kecerdasan verbal
linguistik, kecerdasan logis/ matematis, kecerdasan visual/spasial, kecerdasan jasmaniah/ kinestetik, kecerdasan musikal/ ritmis, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan antarpersonal dan kecerdasan naturalis (English, 2005: 17). Kecerdasan beragam menunjukkan bahwa individu mana pun yang diajar dengan cara yang melibatkan kecerdasannya sendiri yang dominan akan bisa mempelajari, memahami, dan menerapkan pengetahuan secara lebih efektif (English, 2005: 19). Keidentikan kemampuan anak yang beragam akan mempengaruhi kehidupan sosialnya. Interaksi mereka bisa saja terbatas hanya pada lingkup mereka sendiri. Menurut Kartini (1986:136) saat anak memasuki usia sekolah ia mengalami banyak perkembangan, termasuk perkembangan fungsi intelektual atau kemampuan kognitif yang tidak mampu diberikan secara maksimal oleh keluarga. Pada usia sekolah dasar awal (6-9 tahun) adalah awal anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosio-sentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain) (Yusuf, 2001:180). Dengan proses belajar di sekolah, 5
pengembangan kemampuan kognitif, ketrampilan sosial, pemerolehan pengetahuan dapat berjalan seimbang dan bersamaan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk mengungkap dan mendeskripsikan ragam kecerdasan anak khususnya kecerdasan kinestetik, kecerdasan verbal/ linguistik dan kecerdasan logis/ matematis, serta mengenai perbedaan profil kecerdasan sosial anak diantara ketiganya. Penelitian ini berjudul STUDI KOMPARASI TINGKAT
KECERDASAN SOSIAL ANTARA KELAS KINESTETIK, KELAS
VERBAL
LINGUISTIK,
DAN
KELAS
LOGIS
MATEMATIS PADA SISWA KELAS III DI SDIT NIDAUL HIKMAH SALATIGA TAHUN AJARAN 2011/2012.
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis dapat merumuskan pokok pemasalahan yang perlu mendapat pembahasan. Permasalahan tersebut adalah: 1. Bagaimana profil SDIT Nidaul Hikmah Salatiga? 2. Bagaimana tingkat kecerdasan sosial siswa di kelas kinestetik di SDIT Nidaul Hikmah Salatiga tahun ajaran 2011/ 2012? 3. Bagaimana tingkat kecerdasan sosial siswa di kelas verbal/ linguistik di SDIT Nidaul Hikmah Salatiga tahun ajaran 2011/ 2012? 4. Bagaimana tingkat kecerdasan sosial siswa di kelas logis/ matematis di SDIT Nidaul Hikmah Salatiga tahun ajaran 2011/ 2012?
6
5. Apakah ada perbedaan tingkat kecerdasan sosial siswa antara kelas kinestetik, kelas verbal/ linguistik dan kelas logis/ matematis di SDIT Nidaul Hikmah Salatiga tahun ajaran 2011/ 2012?
C. TUJUAN PENELITIAN Berdasar dari rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui profil SDIT Nidaul Hikmah. 2. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan sosial siswa di kelas kinestetik di SDIT Nidaul Hikmah Salatiga tahun ajaran 2011/ 2012. 3. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan sosial siswa di kelas verbal/ linguistik di SDIT Nidaul Hikmah Salatiga tahun ajaran 2011/ 2012. 4. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan sosial siswa di kelas logis/ matematis di SDIT Nidaul Hikmah Salatiga tahun ajaran 2011/ 2012. 5. Untuk mengetahui adakah perbedaan tingkat kecerdasan sosial siswa antara kelas kinestetik, kelas verbal/ linguistik dan kelas logis/ matematis di SDIT Nidaul Hikmah Salatiga tahun ajaran 2011/ 2012.
D. HIPOTESIS PENELITIAN Ha
:
Ada perbedaan yang signifikan tingkat kecerdasan sosial antara siswa kelas kinestetis, kelas verbal/ linguistis dan kelas logis/ matematis di SDIT Nidaul Hikmah Salatiga.
Ho
:
Tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat kecerdasan sosial antara siswa kelas kinestetis, kelas verbal/ linguistis dan kelas logis/ matematis di SDIT Nidaul Hikmah Salatiga. 7
E. KEGUNAAN PENELITIAN Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan Islam secara khusus dan dunia pendidikan dasar secara umum. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pendidik dan orangtua tentang pentingnya kecerdasan sosial anak.
F. DEFINISI OPERASIONAL Langkah awal dalam menyatukan persepsi dalam penelitian ini perlu memberikan batasan dan penegasan istilah dari judul yang diangkat. Dengan demikian, kecerdasan sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sesuai dengan yang dikemukakan oleh Khilstrom dan Cantor bahwa kecerdasan sosial adalah suatu simpanan pengetahuan mengenai dunia sosial, menjalin hubungan dengan orang lain, dan kemampuan dalam menghadapi orang-orang yang berbeda latar belakang dengan cara bijaksana. (Suyono, 2007:103). Kecerdasan sosial disini erat kaitannya dengan perkembangan sosial anak, dimana perkembangan sosial anak menurut Syamsu Yusuf (2001) merupakan pencapaian kematangan sosial. Berkat perkembangan sosial, anak 8
dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan. Dengan demikian, kecerdasan sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain dengan memahami dan bertindak bijaksana dalam menghadapi perbedaan latar belakang di dunia sosial.
G. METODE PENELITIAN 1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan penelitian yang bersifat objektif mencakup pengumpulan data, analisis data kuantitatif serta menggunakan metode pengujian statistik (Hermawan, 2004:14). Jenis penelitian yang digunakan penelitian ini ialah penelitian komparatif, yaitu sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawab secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu (Nazir, 1988:68). 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di SDIT Nidaul Hikmah Salatiga pada bulan Januari 2012. 3. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian baik terdiri dari benda yang nyata, abstrak, peristiwa ataupun gejala yang merupakan sumber data dan memiliki karakter tertentu dan sama (Sukandarumidi,
9
2004:47). Populasi dari penelitian ini adalah siswa SDIT Nidaul Hikmah Salatiga secara keseluruhan yang berjumlah 413 orang. Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti (Prasetyo, 2011: 119). Menurut Bailey (1994) sampel harus dilihat sebagai suatu pendugaan terhadap populasi dan bukan populasi itu sendiri (Prasetyo, 2011: 119). Dalam menentukan sampel (sampling) peneliti menggunakan teknik cluster sampling (sampel kelompok). Kelompok yang dimaksud adalah kelompok belajar yang dibagi berdasar latar belakang kecerdasannya. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas III yang terdiri dari 3 kelompok belajar yaitu kelas kinestetis, kelas verbal/ linguistik dan kelas logis matematis. Penulis tidak bisa melakukan pengelompokan karena pengelompokan siswa berdasar kecerdasannya merupakan wewenang sekolah. Pengelompokan dilakukan sekolah ketika pendaftaran siswa dengan cara melakukan tes. Demi menjaga kerahasiaan responden
selanjutnya akan disebut sebagai kelas A untuk kelas
kinestetis, kelas B untuk kelas verbal/linguistik dan kelas C untuk kelas logis matematis. Jumlah keseluruhan sampel pada penelitian ini adalah 69 anak. 4. Prosedur Penelitian Sebelum dilakukan pengambilan data, untuk membangun rapport (hubungan baik antara peneliti dengan subjek penelitian) maka akan ditempuh dengan cara memberikan ice breaking dalam bentuk permainan setelah sesi perkenalan. Langkah selanjutnya adalah mengadministrasikan instrumen pengukuran yang berupa skala. Proses pengambilan data akan diakhiri dengan ice breaking dengan menyanyi bersama. 10
5. Metode Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang cukup dan sesuai dengan permasalahan, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data yaitu: a. Metode Kuesioner/ Angket Metode kuesioner atau angket adalah suatu metode dengan menggunakan suatu daftar yang berisikan suatu rangkaian pertanyaan mengenai sesuatu hal atau dalam suatu bidang (Koentjaraningrat, 1994:124). Angket yang digunakan adalah angket tertutup. Angket tertutup yaitu angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan disertai alternatif jawabannya. b. Metode Dokumentasi Menurut Irawan dalam Sukandarrumidi (2004:100) metode dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang ditujukan kepada subyek penelitian. Penulis menggunakan metode ini guna mendapatkan data mengenai profil sekolah berupa letak geografis, keadaaan guru, pegawai, siswa, sarana dan prasarana, kegiatan belajar mengajar, dan kegiatan ekstrakulikuler.
6. Instrument Penelitian Instrument penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang akan diteliti. Instrumen yang diperlukan dalam penelitian ini adalah lembar skala yang digunakan untuk mengetahui seberapa perbedaan 11
tingkat kecerdasan sosial anak antara kelas kinestetik, verbal linguistik dan kelas logis matematis di SDIT Nidaul Hikmah Salatiga. Penulis akan membuat satu macam skala yang disebut sebagai skala kecerdasan sosial. Skala tersebut nantinya akan diisi oleh siswa SDIT Nidaul Hikmah Salatiga. Skala terdiri dari tigabelas pertanyaan yang disusun berdasar indikator-indikator kecerdasan sosial menurut Khilstrom dan Cantor dalam Suyono (2007:110). Tigabelas indikator tersebut adalah indikator dasar dari enambelas indikator kecerdasan sosial. Tiga indikator tidak digunakan dengan pertimbangan bahwa pengukuran kecerdasan sosial pada penelitian ini ditujukan untuk siswa yang masih anak-anak yang berusia antara 8-9 tahun. Sedangkan tiga indikator tersebut lebih sesuai digunakan dalam pengukuran kecerdasan sosial pada usia yang lebih dewasa. Indikator tersebut kemudian diubah dalam sebuah dalam sebuah soal cerita. Masing-masing soal terdapat tiga pilihan jawaban yang mewakili pilihan setuju/ positif, tidak tahu/ netral dan tidak setuju/ negatif. Secara berurutan pilihan tersebut memiliki nilai 3, 2, dan 1. Penilaian dengan cara ini memudahkan penulis untuk menganalisis jawaban. Jawaban yang condong ke arah positif bernilai lebih besar dan sebaliknya jawaban yang condong ke arah negatif memiliki nilai yang lebih kecil.
12
Tabel 1.1 Blue Print Instrumen Skala Kecerdasan Sosial
No.
Aspek
Nomor Item
Jumlah
1.
Menerima kelebihan orang lain
1
1
2.
Menerima kekurangan orang lain
2
1
3.
Memahami perbedaan pemikiran orang lain
3
1
4.
Membuka diri untuk berinteraksi dengan orang lain
4
1
5.
Memperluas interaksi dengan orang lain
5
1
6.
Membuat orang yang bersamanya maju dan berkembang
6
1
7.
Mengakui kesalahan yang diperbuat
7
1
8.
Menunjukkan perhatian pada dunia yang lebih luas
8
1
9.
Tepat waktu dalam membuat perjanjian
9
1
10.
Mempunyai hati nurani sosial
10
1
11.
Menunjukkan rasa ingin tahu
11
1
12.
Peka terhadap kebutuhan dan hasrat orang lain
12
1
13.
Menunjukkan perhatian segera terhadap lingkungan
13
1
Total
13
7. Analisis data Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan, maka penulis menggunakan teknik analisis statistik deskriptif. Data yang terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisis dengan menggunakan teknik prosentase untuk mengetahui dan mengukur frekuensi gejala yang muncul. Rumus prosentase adalah sebagai berikut:
13
P
F x100% N
Keterangan: P
= Prosentase
F
= Frekuensi
N
= Jumlah responden Kemudian untuk mencari perbedaan tingkat kecerdasan sosial di
dua obyek penelitian tersebut penulis menggunakan teknik statistik anova (analysis of varians) atau anava dengan menggunakan program SPSS for windows.
H. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri dari sub bab latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II merupakan landasan teori yang terdiri dari sub bab tinjauan umum kecerdasan, kecerdasan sosial, perkembangan anak, perkembangan sosial anak dan pendidikan sosial anak sekolah. Bab III berisi laporan hasil penelitian, meliputi keadaan umum obyek penelitian dan penyajian data. Bab IV merupakan analisis data, dari analisis data pertama hingga analisis lanjutan uji hipotesis.
14
Bab V memuat kesimpulan, saran dan kritik. BAB II LANDASAN TEORI
A. Kecerdasan Sosial 1. Pengertian Kecerdasan Sosial Edward Lee Thorndike menyatakan bahwa kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk memahami orang lain dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia dalam Goleman (1997: 56). Berdasarkan pengertian tersebut Khilstrom dan Cantor mendefinisikan kembali kecerdasan sosial sebagai suatu simpanan pengetahuan mengenai dunia sosial, menjalin hubungan dengan orang lain, dan kemampuan dalam menghadapi orang-orang yang berbeda latar belakang dengan cara bijaksana (Suyono, 2007: 103). Kemudian Moss dan Hunt dalam Suyono, (2007: 103)berpendapat bahwa kecerdasan sosial merupakan kemampuan dalam menjalin hubungan dengan orang lain secara terus-menerus. Dengan demikian kecerdasan sosial yaitu kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain dengan memahami dan bertindak bijaksana dalam menghadapi perbedaan latar belakang di dunia sosial. 2. Teori-Teori Kecerdasan Sosial Jauh sebelum munculnya hasil penelitian tentang kecerdasan sosial, Alfred Binet yang hidup antara tahun 1857-1911 berhasil menemukan konsep intelligence quotient (IQ). Olehnya kecerdasan didefinisikan dalam
15
3 komponen, yaitu kemampuan mengarahkan pikiran atau tindakan, kemampuan mengubah arah tindakan jika telah dilaksanakan dan kemampuan mengkritik diri sendiri atau autocritism (Suyono, 2007: 93). Selanjutnya Howard Gardner dalam Sulistami (2006: 39) dalam bukunya frames of mind memaparkan pendapatnya tentang multiple intelligences atau kecerdasan majemuk yang meliputi 8 kecerdasan: logis matematis, linguistik, visual, kinestetis, musikal, naturalis, interpersonal, dan intrapersonal). Dari sekian kecerdasan, kecerdasan antarpersonal (interpersonal intelligence) memiliki hubungan yang lebih erat dengan kecerdasan sosial. Hatch dan Gardner dalam Goleman (1997: 166) mengidentifikasi empat kemampuan sosial sebagai komponen-komponen kecerdasan antarpersonal (interpersonal intelligence): a. Mengorganisir kelompok, ketrampilan esensial seorang pemimpin, ini menyangkut memprakarsai dan mengkoordinasi upaya menggerakkan orang. Di tempat bermain, bakat ini dimiliki anak yang mengambil keputusan apa yang akan dimainkan oleh setiap orang, atau yang menjadi ketua regu. b. Merundingkan pemecahan, bakat seorang mediator, yang mencegah konflik atau menyelesaikan konflik-konflik yang meletup. Mereka ini adalah anak-anak yang mendamaikan perbantahan di tempat bermain. c. Hubungan pribadi, bakat ini memudahkan untuk masuk ke dalam lingkup pergaulan atau untuk mengenali dan merespon dengan tepat akan perasaan dan keprihatinan orang lain. Anak-anak ini cenderung
16
paling pintar membaca emosi dari ungkapan wajah dan paling disukai oleh teman-teman sekelasnya. d. Analisis sosial, mampu mendeteksi dan mempunyai pemahaman tentang perasaan, motif dan keprihatinan orang lain. Pemahaman akan bagaimana perasaan orang lain ini dapat membawa ke suatu keintiman yang menyenangkan atau perasaan kebersamaan. Kemudian muncullah Emotional Quotient (EQ) yang dipopulerkan oleh Daniel Goleman tahun 1995 melalui bukunya Emotional Quotient. EQ merupakan persyaratan dasar untuk menggunakan potensi IQ secara efektif (Sulistami, 2006: 38). IQ hanya berperan 20% dalam keberhasilan kehidupan
seseorang,
80%
lainnya
ditentukan
oleh
kecerdasan
emosionalnya (Goleman, 1997: 58). Emotional Quotient (EQ) terdiri atas kecakapan pribadi yang meliputi awareness (kasadaran diri), pengaturan diri, motivasi, dan kecakapan sosial yang berfokus pada empati dan bagaimana seorang terampil secara sosial (Goleman,1997: 157). Menurut Suyono (2007: 123) orang yang memiliki kecerdasan sosial menuntut adanya kualitas diri, dan untuk mencapai manusia yang berkualitas tersebut diperlukan kecerdasan emosi. Tahun
2001
Danah
Zohar
dan
Ian
Marshal
pertamakali
memperkenalkan spiritual quotient (SQ). SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif (Sulistami, 2006:
39).
Orang
yang
mempunyai
kecerdasan
spiritual
dapat
mempertajam kecerdasan sosial, karena kecerdasan spiritual membentuk
17
ketangguhan sosial seseorang (Suyono, 2007: 140). Menurut Agustina dalam Suyono (2007: 140) ada empat cara mengembangkan kecerdasan spiritual sebagai fondasi menumbuhkan kecerdasan sosial, yaitu: 1. Penjernihan emosi, hal ini ditandai dengan terbebasnya seseorang dari prasangka negatif, prinsip-prinsip hidup yang menyesatkan, egoisme kepentingan, pembanding subjektif, dan literatur yang menyesatkan. 2. Mendengarkan suara hati, kebiasaan untuk terlebih dahulu memberi, memperhatikan, dan mencintai orang lain. 3. Ketangguhan pribadi, yaitu mampu menetapkan misi membangun karakter dan pengendalian diri. 3. Dimensi-Dimensi Kecerdasan Sosial Secara lebih luas dapat dijelaskan bahwa pengertian kecerdasan sosial berkaitan dengan ketrampilan sosial atau kompetensi sosial. Khilstrom dan Cantor dalam Suyono (2007: 110) menemukan bentuk perilaku kecerdasan sosial yang berupa kompetensi sosial, diantaranya adalah: a. Menerima orang lain. Orang yang memiliki kecerdasan sosial mampu untuk: 1) Menerima orang lain dengan segala kelebihan dan kekurangannya. 2) Memahami dan memperlakukan secara tepat bahwa orang lain itu memiliki latar belakang pemikiran dan perilaku yang berbedabeda. 3) Selalu membuka diri untuk bergaul dengan orang-orang baru.
18
4) Berusaha untuk selalu memperluas interaksi dengan orang lain. 5) Berusaha membuat orang lain yang bersamanya menjadi maju dan berkembang. b. Mengakui kesalahan yang diperbuat. c. Menunjukkan perhatian pada dunia yang lebih luas. d. Tepat waktu dalam membuat perjanjian. e. Mempunyai hati nurani sosial. f. Berpikir, berbicara secara sistemik. g. Menunjukkan rasa ingin tahu. h. Tidak membuat penilaian secara tergesa-gesa. i. Membuat penilaian secara objektif. j. Meneliti informasi terlebih dahulu sebagai bahan pertimbangan memecahkan masalah. k. Peka terhadap kebutuhan dan hasrat orang lain. l. Menunjukkan perhatian segera terhadap lingkungan. Sedangkan menurut Chang dalam Suyono (2007: 117) menyebutkan, ada empat hal yang menjadi kriteria seseorang dapat disebut sebagai individu yang mempunyai kecerdasan sosial: a. Membaca diversi sosial di masyarakat. b. Memahami pentingnya pembinaan diri seumur hidup. c. Mengenal tuntutan sosial, aksi sosial, dan merancang reformasi sosial. d. Mengembangkan belas kasih dan memperhatikan sesama.
19
Lawrence E. Saphiro mengemukakan tentang indikator seorang anak memiliki kecakapan sosial, kecakapannya meliputi (Saphiro, 2001: 177): a. Memiliki kemampuan berempati artinya anak memiliki kemampuan menempatkan diri dalam posisi orang lain. b. Ketrampilan berkomunikasi dengan orang lain. c. Pandai menjalin persahabatan. d. Kemampuan dalam bergabung dan berperan serta dalam kelompok sebaya. e. Kemampuan dalam bergaul dengan orang dewasa maksudnya anak mampu bersikap sopan, hormat kepada orang lain, dan berbicara dengan baik. Daniel Goleman (1997: 167) mengatakan bahwa orang-orang yang terampil dalam kecerdasan sosial dapat menjalin hubungan dengan orang lain dengan cukup lancar, peka membaca reaksi dan perasaan mereka, mampu memimpin dan mengorganisir, dan pintar menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan manusia. 4. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Sosial Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan sosial diartikan sama dengan faktor yang mempengaruhi kecerdasan secara umum termasuk dalam hal ini kecerdasan kinestetis, kecerdasan verbal, dan kecerdasan logis matematis dipengaruhi oleh 2 faktor, yakni faktor bawaan (genetically determined) dan
faktor lingkungan (learned) terus
berlangsung (Azwar, 2006: 71).
20
a. Faktor bawaan (genetically determined) Secara biologis individu berkembang dari sel telur (ovum) dan sperma. Sel telur dan sperma masing-masing berisi kromosom. Didalam kromosom tersebut berisi gen yang menjadi penentu sifatsifat yang akan diturunkan. Anak akan menerima rangkaian gen yang berbeda karena mereka menerima kombinasi kromosom yang tidak sama. Suatu gen disebut dominan jika ia memiliki kekuatan untuk menekan efek gen yang lain. Dan disebut resesif bila pengaruhnya dikalahkan oleh gen yang lain. Gen kedua orang tua akan berkolaborasi pada diri anak, dan memberi kontribusi besar terhadap pembentukan kepribadian anak. Kemampuan sosialisasi dan interaksi orangtua dengan lingkungannya adalah satu dari sekian sifat yang dibawa oleh gen tersebut. b. Faktor lingkungan (learned) Banyak faktor lingkungan yang ikut mempengaruhi tingkat kecerdasan seorang anak. Mulai dari proses kehamilan hingga proses melahirkan. Namun setelah kelahiran, pengaruh faktor lingkungan terhadap individu semakin penting dan besar. Proses yang paling berpengaruh adalah proses belajar (learning) yang menyebabkan perbedaan perilaku individu satu dengan yang lainnya. Melalui proses belajar, pengaruh budaya secara tidak langsung juga mempengaruhi individu. Standar dan norma sosial yang berlaku pada suatu kelompok
21
budaya tempat individu berada akan menentukan apa yang benar dan apa yang salah, apa yang dianggap salah dan apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk (Azwar, 2006: 75). Berdasar pada pengertian kecerdasan sosial yang menitikberatkan pada kemampuan berhubungan atau berinteraksi dengan sesama dapat disimpulkan bahwa faktor lingkungan lebih berpengaruh dari pada faktor genetic atau faktor bawaan. Kedua faktor di atas jika dapat diolah dengan baik akan melahirkan individu yang berkecerdasan sosial dan intelektual yang bagus dan seimbang.
B. Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence) Teori kecerdasan majemuk (multiple intelligence) dikembangkan oleh Howard Gardner –seorang profesor psikologi dari Harvard University- pada tahun 1983 (Uno, 2009: 42). Gardner dalam Uno (2009: 43)memaparkan beberapa kelebihan teori kecerdasan majemuk sebagai berikut: 1. Memiliki dukungan riset multi disiplin yakni, antropologi, psikologi kognitif, psikologi perkembangan, psikometri, studi biografi, fisiologi hewan, dan neuroanatomi. 2. Apabila dibandingkan dengan teori kecerdasan yang lain, jumlah kecerdasan dalam kecerdasan majemuk lebih beragam sehingga akan tampak “keadilan” dalam menentukan dominasi kecerdasan tertentu untuk tiap individu.
22
Menurut Gardner kecerdasan majemuk tersebut meliputi: 1. Kecerdasan verbal linguistik (Linguistic intelligence) Kecerdasan verbal linguistik adalah yang berkenaan dengan kata-kata dan secara luas, komunikasi (English, 2005: 17). Peserta didik dengan kecerdasan verbal linguistik yang tinggi ditandai dengan kesenangannya pada kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan suatu bahasa seperti membaca, menulis karangan, membuat puisi (Uno, 2009: 12). Peserta didik seperti ini cenderung memiliki daya ingat kuat terhadap nama orang, istilah baru, maupun hal-hal yang bersifat detil. Mereka cenderung lebih mudah belajar dengan cara mendengarkan dan verbalisasi (Sulistami, 2006: 39). 2. Kecerdasan logis matematis (Logical-mathematical intelligence) Kecerdasan logis matematis memuat kecerdasan peserta didik dalam berpikir secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir (Uno, 2009: 11). Kecerdasan ini memungkinkan seseorang terampil dalam
melakukan
hitungan,
penghitungan
atau
kuantifikasi
mengemukakan preposisi dan hipotesis dan melakukan operasi matematis yang kompleks (Sulistami, 2006: 39). 3. Kecerdasan visual/ spasial (Spatial intelligence) Kecerdasan visual/ spasial memuat kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara obyek dan
23
ruang (Uno, 2009: 13). Kecerdasan spasial memungkinkan individu dapat mempersepsikan gambar-gambar baik internal maupun eksternal dan mengartikan atau mengkomunikasikan informasi grafis (English, 2005: 17). 4. Kecerdasan jasmaniah/ kinestetik (Bodily-kinesthetic intelligence) Kecerdasan jasmaniah kinestetik merupakan kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuh untuk berkomunikasi dan memecahkan masalah (Uno, 2009: 13). Kecerdasan ini memberi ciri pada kemampuan untuk mengontrol dan menafsirkan aneka gerakan tubuh dan untuk memanipulasi serta membentuk harmoni antara tubuh dan pikiran (English, 2005: 18). 5. Kecerdasan musikal/ ritmis (Musical intelligence) Kecerdasan musikal/ ritmis adalah kecerdasan yang terkait dengan bahasa yang diukur dengan sensitivitas yang dimiliki seseorang terhadap susunan suara dan kemapuan merespon pola-pola suara ini secara emosional (English, 2005: 52). Peserta didik jenis ini cenderung senang sekali mendengarkan nada dan irama, mereka juga lebih mudah mengingat sesuatu dan mengekspresikan gagasan apabila dikaitkan dengan musik (Uno,2009: 12). 6. Kecerdasan intrapersonal (Intrapersonal intelligence) Kecerdasan membentuk
sebuah
intrapersonal model
diri
adalah seseorang
kemampuan yang
akurat
untuk dan
menggunakan model itu untuk dilaksanakan secara efektif dalam
24
kehidupan (English, 2005: 142). Peserta didik dengan kecerdasan intrapersonal cenderung mampu untuk mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada dirinya sendiri (Uno, 2009: 14). 7. Kecerdasan interpersonal (Interpersonal intelligence) Kecerdasan
interpersonal
merupakan
kemampuan
untuk
memahami dan berinteraksi dengan baik dengan orang lain (English, 2005: 162). Peserta didik dengan kecerdasan interpersonal yang kuat lebih suka bekerja dalam berbagai situasi dimana mereka dapat menjadi sosial, merencanakan secara bersama dan bekerja dengan orang lain demi keuntungan timbal balik (Uno, 2009: 13). 8. Kecerdasan naturalis (Naturalist intelligence) Kecerdasan naturalis ialah kemampuan seseorang untuk peka terhadap lingkungan alam (Uno, 2009: 14). Kecerdasan ini memungkinkan orang-orang berkembang pesat dalam lingkunganlingkungan
yang
berbeda
dan
mengkategorisasi,
mengamati,
beradaptasi dan menggunakan fenomena alam (English, 2005: 180).
C. Perkembangan Sosial Anak 1. Pengertian Perkembangan Sosial Menurut Syamsu Yusuf (2001: 15) perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang berlangsung
25
secara sistematis, progresif dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah). Herbert Sorensen dalam Ahmadi (2005: 7). mengemukakan bahwa perkembangan adalah suatu proses perubahan yang lebih dapat mencerminkan sifat-sifat mengenai gejala psikologis yang tampak Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perkembangan adalah proses perubahan pada individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) dalam perubahan fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) yang diiringi dengan pencerminan sifat-sifat gejala psikologis yang tampak. Menurut
Syamsu
Yusuf
(2001:
122)
perkembangan
sosial
merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap normanorma kelompok, moral dan tradisi; meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama. Selanjutnya perkembangan sosial dapat diartikan sebagai proses perubahan pada individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi untuk menjadi satu kesatuan dan saling berinteraksi dan bekerja sama. 2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Perkembangan sosial merupakan sebuah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dalam pencapaian setiap tahapnya diperlukan
26
sebuah
kemampuan
bersosialisasi,
berinteraksi
dan
kemampuan
menempatkan diri sesuai situasi dan kondisi yang lebih familiar disebut kecerdasan sosial. Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak adalah (Baharuddin, 2009: 137): a. Keluarga Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama anak yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan sosialnya. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga yang mewarnai perilaku kehidupan budaya anak. b. Kematangan Baik kematangan fisik ataupun kematangan psikis, keduanya diperlukan dalam bersosialisasi untuk mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain. Kemudian selanjutnya didukung pula oleh kematangan intelektual, emosional dan kemampuan berbahasa. c. Status Sosial Ekonomi Perilaku anak banyak dipengaruhi oleh kondisi normatif yang ditanamkan oleh keluarganya. Masyarakat akan memandang dan kemudian menyesuaikan antara perilaku anak dengan latar belakang status sosial ekonomi keluarganya.
27
d. Pendidikan Pendidikan dalam arti luas diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan melalui belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah). e. Kapasitas Mental: Emosional Perkembangan emosi berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain adalah modal utama dalam kehidupan sosial. Para pendidik di sekolah atau para tokoh masyarakat perlu memberikan rangsangan kepada mereka ke arah perilaku yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. 3. Tingkatan Perkembangan Sosial Anak Charlotte Buhler dalam Ahmadi (2005: 102) membagi tingkatan perkembangan sosial anak menjadi empat tingkatan: a. Tingkatan pertama (usia 0,4 – 0,6 tahun) Anak mulai mengadakan reaksi positif terhadap orang lain. b. Tingkatan kedua Adanya rasa bangga dan senang yang terpancar dalam gerakan dan mimiknya, jika anak tersebut dapat mengulangi yang lainnya.
28
c. Tingkatan ketiga (usia ± 2 tahun) Anak mulai timbul perasaan simpati (rasa setuju) dan atau rasa antipati (rasa tidak setuju) kepada orang lain, baik yang sudah dikenalnya atau belum. d. Tingkatan keempat (usia lebih dari 2 tahun) Anak telah menyadari akan pergaulannya dengan anggota keluarga, anak timbul keinginan untuk ikut campur dalam gerak dan lakunya.
D. Tugas Perkembangan 1. Pengertian Tugas Perkembangan Tugas perkembangan didefinisikan oleh Robert Havighurst dalam Baharuddin (2009: 78) sebagai tugas yang timbul pada alam di sekitar suatu periode tertentu daripada kehidupan seseorang; kemajuan yang baik dalam tugas akan membawa kebahagiaan dan akan berhasil dalam tugastugas yang akan datang, sedangkan kegagalan akan membawa kekecewaan pada seseorang, penentangan dari masyarakat dan akan menemui kesukaran dalam tugas-tugas berikutnya. 2. Tugas Fase Perkembangan Masa Sekolah Berikut tugas fase perkembangan masa sekolah menurut Syamsu Yusuf (2001: 69): a. Belajar memperoleh ketrampilan fisik untuk melakukan permainan. b. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis.
29
c. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya. Yakni belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru serta teman-teman sebayanya. Tahap ini merupakan tahap awal ketika anak memasuki dan berusaha menempatkan dirinya di wilayah sosial yang lebih luas dan keluar dari lingkup keluarga. d. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya. Ketika memasuki usia sekolah, perbedaan jenis kelamin akan semakin tampak. Anak akan mulai membedakan teman bermainnya sesuai jenis kelaminnya. Pada saat-saat tertentu pada tahap ini anak akan menganalisa dan mengidentikkan segala sesuatu dengan jenis kelamin. Seperti jenis permainan, warna baju atau sepatu dan pembagian peran dalam permainan bahkan pada kegiatan sehari-hari. e. Belajar ketrampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung. f. Belajar mengembangkan konsep sehari-hari. Pada fase ini sekolah mempunyai tugas untuk menanamkan konsep-konsep yang jelas dan benar. Konsep-konsep itu meliputi kaidah-kaidah atau ajaran agama (moral), ilmu pengetahuan, adat istiadat dan sebagainya. g. Mengembangkan kata hati. Hakikat tugas ini adalah mengembangkan sikap dan perasaan yang berhubungan dengan norma-norma agama. Tugas perkembangan ini berhubungan dengan masalah benar-salah, boleh-tidak boleh, seperti jujur itu baik, bohong itu buruk dan sebagainya.
30
h. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi. Hakikat tugas ini ialah untuk dapat menjadi orang yang berdiri sendiri, dalam arti dapat membuat rencana, berbuat untuk masa sekarang dan masa yang akan datang bebas dari pengaruh orangtua dan orang lain. i. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga. Hakikat tugas ini ialah mengembangkan sikap sosial yang demokratis dan menghargai hak orang lain.
E. Teori Perkembangan Psikososial Erik Erikson (1902-1994) dianggap tokoh utama dalam teori psikoanalitik kontemporer setelah kematian Sigmund Freud. Salah satu sumbangan terbesarnya dalam psikologi perkembangan adalah psikososial. Istilah psikososial dalam kaitannya dengan perkembangan manusia diartikan oleh Hall dan Linzey dalam Desmita (2010: 42).sebagai tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai mati dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis Menurut teori psikososial Erikson, perkembangan manusia dibedakan berdasarkan kualitas ego dalam kedelapan tahap perkembangan. Berikut ini diuraikan secara singkat kedelapan tahap perkembangan psikososial Erikson dalam Desmita (2010: 43):
31
1. Tahap kepercayaan dan ketidakpercayaan (basic trust versus basic mistrust). Ini merupakan tahap psikososial pertama saat anak berusia 12-18 bulan. 2. Tahap otonomi dengan rasa malu dan ragu (autonomy versus shame and doubt). 3. Tahap prakarsa dan rasa bersalah (initiative versus guilt). Tahap ini merupakan tahap perkembangan psikososial ketiga yang berlangsung antara usia 3 sampai 6 tahun. 4. Tahap kerajinan dan rendah diri (industry versus inferiority) Tahap ini merupakan salah satu dasar penelitian ini. Tahap ini berlangsung kira-kira pada antara usia 6 sampai 12 tahun. Tahap ini merupakan tahap perkembangan psikososial keempat. Dimana pada tahun ini anak memasuki dunia baru, yakni dunia sekolah dengan segala aturan dan tujuan. Anak mulai mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan ketrampilan intelektual. 5. Tahap identitas dan kekacauan identitas (identity versus identity confusion). Tahap ini merupakan tahap perkembangan psikososial yang kelima yang berlangsung selama anak pada awal masa remaja. 6. Tahap keintiman dan isolasi (intimacy versus isolation). Ini merupakan tahap perkembangan psikososial keenam yang dialami individu selama awal masa dewasa.
32
7. Tahap generativitas dan stagnasi (generativity versus stagnation). Tahap ini merupakan tahap perkembangan psikososial ketujuh yang dialami individu selama pertengahan masa dewasa. 8. Tahap integritas dan keputusasaan (integrity versus despair). Ini merupakan tahap perkembangan kedelapan yang dialami individu selama akhir masa dewasa.
33
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum SDIT Nidaul Hikmah Data mengenai profil sekolah diperoleh dengan mengunduh file dari alamat www.sdit-nhsalatiga.ac.id dengan tanggal update per
Oktober 2010.
berdasar pada file tersebut diperoleh data mengenai identitas sekolah, visi, misi dan tujuan sekolah, keadaan siswa dan keadaan guru. 1. Identitas Sekolah Nama Sekolah
:
SDIT NIDAUL HIKMAH
NSS/NIS
:
102 236 202 028/ 100260
Status
:
Swasta
Yayasan Pendiri :
Wahana Bina Masyarakat (WABIM)
SK Pendirian
:
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Salatiga
Nomor
:
420/4418.a Tanggal 29 Desember 2006
Alamat
:
JL. Marditomo No. 48 Salatiga, Telp. (0298) 328581
Email
:
[email protected]
Website
:
www.sditnh-salatiga.sch.id
Kelurahan
:
Sidorejo Kidul
Kecamatan
:
Tingkir
Kabupaten
:
Salatiga
Provinsi
:
Jawa Tengah
34
2. Visi, Misi dan Tujuan Sekolah a. Visi Menjadi
Sekolah
Unggul
dan
Berkualitas,
dengan
Mengedepankan Implementasi nilai-nilai Islam. b. Misi 1. Mengembangkan bakat dan potensi siswa baik di bidang akademik atau minat bakat, serta penguasaan teknologi Informasi (Aspek IQ). 2. Mengembangkan kemandirian siswa dalam hal ketrampilan hidup, strategi belajar, sensitifitas dan responsibilitas, serta managemen diri siswa (Aspek EQ). 3. Mengembangkan watak dan karakter Islami dalam seluruh aspek kehidupan siswa dan elemen sekolah yang lain (Aspek SQ). 4. Mengembangkan profesionalisme dan skill guru, kepala sekolah, dan pengelola sekolah yang lain menuju sekolah yang berkualitas. c. Tujuan Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlaq mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Merujuk pada tujuan dasar tersebut, maka tujuan SDIT Nidaul Hikmah adalah sebagai berikut :
35
1. Memberikan penyadaran kepada siswa untuk mengamalkan ajaran agama sebagai hasil dari proses pembelajaran dan kegiatan pembiasaan. 2. Meletakkan dasar-dasar penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bekal siswa untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. 3. Menjadi pelopor dan penggerak pendidikan di lingkungan masyarakat sekitar yang berbasis pada pendidikan karakter. 4. Mendorong dan memfasilitasi upaya-upaya pencapaian prestasi akademik maupun non akademik 5. Menjadi sekolah yang diminati dan memberikan kemanfaatan bagi masyarakat kota Salatiga dan sekitarnya.
36
3. Keadaan Guru a. Data Guru Berdasar Pendidikan Tabel 3.2 Data Guru dan Pendidikan Terakhir SDIT Nidaul Hikmah Tahun Ajaran 2010/2011 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Nama Imam Wijayanto Fakhri Niswati Ahmad Rokhim Yarti Nur Isna Hidayati Dwi Ari Astutik Susilowati Tri Ari Setianawati Luluk Shoimatul M Khikayah Nur Hamidah W Tri Lestariningsih Mardiyah Hendra Gunawan Muhammad Syaifudin Nurma Hanik Eisa Putri Khomsatin Musyarofah Nila Zahara Astanti Erna Kurniawati Dony Prasetyo N Deti Rifmawati Narsini Aly Barokah Andari Puji Astuti Masrukan Nur Imam Yuwono Ajeng Gumilarras Zairina Nurul Umam Sri Mulyani Ratih Putri Kuswoyo
Status Guru Tingkat Pendidikan Lulusan GTT GTY DPK S1 2004 √ √ S1 2001 √ S1 2000 √ S1 2004 √ S1 2005 √ S1 2004 √ S1 2000 √ S1 2007 √ S1 1997 √ S1 2002 √ S1 2007 √ S1 2002 √ S1 2002 √ S1 2007 √ S1 2007 √ S1 2005 √ S1 2007 √ S1 2006 √ S1 2002 √ S1 2007 √ S1 2009 √ S1 2005 √ D1 √ SMK 2003 √ S1 2009 √ MAN 2006 √ S1 2009 √ S1 2009 √ D II 2009 √ S1 2007 √ S1 2007
37
Ket Kepsek
4. Keadaan Siswa a. Daya Tampung Sekolah Tabel 3.3 Daya Tampung Sekolah SDIT Nidaul Hikmah Tahun Ajaran 2010/2011 Jumlah Pendaftar
Tahun
Jumlah yang Diterima
Rasio Pendaftar Diterima
L
P
Jml
L
P
Jml
%
2005/2006
19
13
32
19
13
32
100 %
2006/2007
30
20
50
26
21
48
96 %
2007/2008
40
33
73
36
32
68
93 %
2008/2009
46
43
90
35
40
75
83 %
2009/2010
58
47
105
44
36
80
76 %
2010/2011
61
39
100
61
39
100
100 %
b. Data Siswa Tabel 3.4 Data Siswa SDIT Nidaul Hikmah Tahun Ajaran 2010/2011 2008/2009 Kelas
2009/2010
2010/2011
L
P
Jml
Jml Kls
L
P
Jml
Jml Kls
L
P
Jml
Jml Kls
I
35
40
75
3
40
35
75
3
61
39
100
4
II
38
32
70
3
36
39
75
3
40
35
75
3
III
27
20
47
2
40
34
74
3
36
39
75
3
IV
20
13
33
2
27
19
46
2
41
34
75
3
V
-
-
-
-
24
15
39
2
27
20
47
2
VI
-
-
-
-
-
-
-
-
25
16
41
2
229
10
309
13
230 183
413
17
124 105
167 142 38
c. Angka Mengulang Kelas Tabel 3.5 Data Siswa Mengulang Kelas SDIT Nidaul Hikmah Tahun Ajaran 2010/2011 Tahun Pelajaran
Kelas
Jumlah
I
II
III
IV
V
VI
2009/2010
-
-
-
-
-
-
0
2010/2011
-
-
-
-
-
-
0
d. Jumlah Siswa, Jumlah Tamatan dan Jumlah Putus Sekolah Tabel 3.6 Jumlah Siswa, Jumlah Lulusan dan Jumlah Putus Sekolah SDIT Nidaul Hikmah Tahun Ajaran 2010/2011 Jumlah Siswa
Jumlah Tamatan
Angka DO
Tahun L
P
Jml
L
P
Jml
%
2005/2006
19
13
32
-
-
-
-
2006/2007
46
33
79
-
-
-
-
2007/2008
82
65
147
-
-
-
-
2008/2009
118
107
229
-
-
-
-
2009/2010
167
142
309
-
-
-
-
2010/2011
230
183
413
39
e. Daftar siswa berprestasi Tabel 3.7 Data Siswa Berprestasi SDIT Nidaul Hikmah Tahun Ajaran 2010/2011 No. 1. 2.
Nama siswa Laily Asna Syafira Naufal Abiyyu H.H
3.
Abdullah Matin
4. Aisyah Kafa Dina
5. 6.
M. Muhyidin mufid
Hasna Khoirunisa
7. Tsabit Fii Sabilil Haq
8. 9. 10. 11. 12.
Kurniawan Anggoro M. Rais hasan firdaus Ikhsan Bagus Amelia Wahyu Mufti Mahendra
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Ahmad Alif Naufal Nila Ishmawati Shinta Dayana Dany Firdaus Abadi Reza Audrya Azhari Linda Lutfidya Nur Hamammur Ratnaningtyas Salma Dian H Mazaya Sabrina Nk
Jenis Lomba Olimpiade bhs. Indonesia JSIT Adzan pekan maulid nabi Adzan pekan maulid nabi Dacil pekan maulid nabi Dacil pekan maulid nabi Tartil Pekan Maulid Nabi MTQ Pelajar Putri Cabang Tartil Siswa Berprestasi Putri Siswa Berprestasi Putri KOMPETENSI MATEMATIKA PASIAD (KMP) 8 MENGARANG PHBS Siswa Berprestasi Siswa Berprestasi Melukis Pekan Seni Melengkapi Gambar KOMPETENSI MATEMATIKA PASIAD (KMP) 7 Wushu Junior Wushu POR STAIN Wushu KAJURDA Wushu POR STAIN Wushu TAOLU JUNIOR Wushu POR STAIN Wushu POR STAIN Wushu Kelas Tombak POR STAIN Wushu Kelas Pemula POR STAIN Olimpiade Sains JSIT Olimpiade Ipa Olimpiade Ipa Olimpiade Ipa Olimpiade Sains KUARK Olimpiade Matematika
Tahun 2009 2010 2010 2010 2011 2010 2010 2011 2011 2012
Tingkat JATENG DIY Kec. Tingkir Kota salatiga Kec. Tingkir Kec. tingkir Kec. Tingkir Kota Salatiga Kec. Tingkir Kota Salatiga Nasional
Juara I I II II III III III H-2 FINALIS FINALIS
2010 2010 2010 2010 2010 2011
Kec. Tingkir Kec. Tingkir Kota Salatiga Kec. Tingkir Kota Salatiga Nasional
II I III II I Finalis
2010 2010 2011 2011 2012 2010 2010 2010 2010 2009 2010 2011 2011 2010 2011
JATENG – DIY Kota Salatiga JATENG Kota Salatiga Kota Salatiga Kota Salatiga Kota Salatiga Kota Salatiga Kota Salatiga JATENG-DIY Kota Salatiga Kec.Tingkir Kota Salatiga Nasional Kec.Tingkir
Siswa Berprestasi Putra Wushu POR STAIN Pi Wushu POR STAIN Pi MTH Kota Salatiga
2011 2011 2011 2011
Kota Salatiga Kota Salatiga Kota Salatiga Kota Salatiga
II I H-2 I I II II II II Finalis Finalis III Finalis Finalis Harapan 1 Finalis I II I
Melengkapi Gambar Batqo
2011 2012
Kota Salatiga Nasional
III Finalis
Kompetensi Matematika PASIAD (KMP) 8
40
5. Sarana dan Prasarana Tabel 3.8 Data Sarana Prasarana SDIT Nidaul Hikmah Tahun Ajaran 2010/2011 No. Sarana dana prasarana 1. Lapangan 2. Gedung aula 3. Masjid 4. Perpustakaan 5. Koperasi dan copy centre 6. Mobil 7. Ruang tata usaha 8. Laboratorium komputer 9. Komputer 10. Laboratorium bahasa 11. Mading 12. Papan pengumuman 13. Meja 14. Kursi 15. Whiteboard 16. Rak sepatu 17. Proyektor 18. Laboratorium MIPA 19. Peta dunia 18. Globe 19. Bola basket 20. Bola sepak
Kondisi Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik (1 rusak) Baik Baik Baik Baik Baik
41
Jumlah 1 1 1 1 1 2 1 1 25 1 4 3 220 450 20 8 6 1 2 2 1 2
6. Kegiatan SDIT Nidaul Hikmah SDIT Nidaul Hikmah Salatiga sebagai Lembaga Pendidikan Formal
untuk
mewujudkan
visi
dan
misi
sekolah,
selain
menyelenggarakan kegiatan pokok/intrakurikuler seperti : kegiatan belajar mengajar, ulangan harian, ujian akhir kelas 6, maka SDIT Nidaul Hikmah juga melaksanakan berbagai bentuk kegiatan pendidikan baik yang bersifat akademik, spiritual, emosional, ekstrakurikuler dan umum, yang dikelola dalam bentuk aktivitas yang bersifat rutin maupun insidentil, seperti : a. Kegiatan Rutin 1. Pembacaan ikrar dan doa Pembacaan ikrar dan doa dilakukan di kelas masing-masing sambil baris di depan kelas. Kegiatan ini untuk mengajarkan siswa mengutamakan Allah sebelum melakukan kegiatan di sekolah dalam bentuk: pembacaan ikrar syahadat, ikrar kerelaan, doa belajar, doa pembuka hati dan doa pagi hari. 2. Sholat Dhuha Sholat
dhuha
dilakukan
siswa
setiap
hari
untuk
meningkatkan kedekatan siswa kepada Allah setiap waktunya. 3. Klub Belajar Kegiatan kelompok belajar pada mata pelajaran tertentu, yang diikuti oleh sebagian para siswa kelas 3 – 6 setelah
42
melalui proses seleksi. Ada 4 macam kegiatan klub belajar : a. Sains Club b. Mathematic Club c. Computer Club, dll 4. Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler di SDIT Nidaul Hikmah bertujuan untuk mengembangkan bakat, minat dan prestasi siswa, meliputi : a. Ekstra Wajib : Pramuka SIT b. Ekstra Pilihan : Seni Lukis/mewarnai, seni musik, wushu, sepak bola,bulu tangkis, tenis keja, khitobah, qiro’ah, english club, dan teater 5. Perpustakaan Kegiatan membaca di
ruang perpustakaan semakin
digiatkan bagi setiap siswa. Setiap hari sekolah memberi kesempatan pada semua siswa untuk datang ke perpustakaan. Di samping membiasakan siswa untuk membaca, seminggu sekali siswa diberi kesempatan untuk meminjam buku-buku yang tersedia. Kegiatan Insidentil b. Kegiatan Insidentil 1. Outing Class OC
merupakan
dilakukan
di
kunjungan
belajar
menjadi
kegiatan
luar
sumber
kelas
/
pembelajaran sekolah
dalam
di
beberapa
tempat
yang
belajar
siswa.
Kegiatan
ini
43
yang bentuk dapat sebagai
bentuk
pembelajaran
yang
dilaksanakan
saat
tengah
semester. Tujuan dari OC adalah : a. Mengenalkan siswa pada sumber belajar yang ada di luar kelas/sekolah b. Melatih siswa untuk melakukan pengamatan terhadap obyek yang menjadi sumber belajar. c. Melatih siswa menghimpun keterangan dengan nara sumber melalui kegiatan tanya jawab/wawancara. d.
Melatih siswa menyusun laporan secara tertulis dari hasil
pengamatan,
wawancara/tanya
jawab
dan
sumber informasi lain yang diperoleh e.
Melatih
siswa
untuk
mengkomunikasikan
hasil
kunjungan belajar pada orang lain f. Melengkapi bahan penilaian terhadap siswa 2. Pekan Maulid Nabi Pekan Maulid Nabi dilakukan setiap bulan Rabbiul Awwal (tahun Hijriyah), dengan tujuan agar siswa selalu mengingat Muhammad
dan
mensyukuri
SAW.
Biasanya
lomba-lomba pekan maulid nabi.
44
akan
kelahiran
sekolah
Nabi
mengadakan
3. Peringatan Hari Raya Idul Adha dan Qurban Perayaan memperingati Idul Adha dilakukan setiap tahun, dengan tujuan agar para siswa dan guru semakin menghayati anak-anak
makna
pengorbanan.
menyaksikan
Dalam
penyembelihan
perayaan hewan
ini,
qurban
dan membagikan daging qurban untuk fakir miskin di sekitar sekolah. 4. Outbond Bentuk kegiatan untuk pembentukan karakter pribadi yang positif melalui beragam permainan yang meliputi unsur jasmani, intelegensi, hubungan sosial, tantangan, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai empati.
Dilaksanakan
secara berkelompok maupun perorangan di alam terbuka. 5. Pendidikan Luar Sekolah Kegiatan widya wisata khusus bagi siswa kelas V, bertujuan
untuk
menunjukkan
kepada
siswa
secara
langsung pada obyek wisata di sekitar Jawa Tengah, mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dari obyek tersebut
serta
menumbuhkan
rasa
bangga
dan
cinta
terhadap peninggalan sejarah atau potensi yang ada di obyek wisata yang dikunjungi.
45
6. Mabit (Malam Bina iman dan Taqwa) Bentuk kegiatan Mabit bagi siswa IV – VI. Bertujuan untuk
memberikan
bekal
rohani
bagi
siswa.
Mabit
diadakan setahun minimal 2 kali. 7. Akhirussanah Kegiatan akhirussanah bagi siswa Kelas VI yang bertujuan mewisuda siswa-siswi yang telah menyelesaikan/ mencapai kelulusan dari pendidikan di SDIT Nidaul Hikmah. 8. Pertemuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG) Kegiatan pertemuan antara sekolah dengan orangtua/ wali
siswa
keakraban komunikasi,
dalam dan
bentuk:
lain-lain,
kerjasama
dan
perkumpulan,
bertujuan partisipasi
untuk yang
ceramah, menjalin berguna
untuk kemajuan anak-anak maupun sekolah. 9. Festival Kreativitas Anak Kegiatan untuk menghadirkan anak-anak TK-B dari sekolah-sekolah di dalam dan luar JSIT untuk mengikuti beberapa kegiatan lomba/ pelatihan yang menarik dan bermanfaat bagi mereka tanpa dipungut biaya/ gratis, sehingga anak-anak dapat mengetahui lebih dekat keberadaan dari SDIT Nidaul Hikmah, sehingga diharapkan pada akhirnya saat Menjelang PSB, mereka akan berminat mendaftarkan diri sebagai calon siswa baru.
46
B. Penyajian Data Dengan menggunakan acuan aspek kecerdasan sosial anak menurut Khilstrom dan Cantor menulis lalu menyusun skala. Dari skala tersebut penulis ingin mengukur tingkat kecerdasan sosial dari kelas A (kelas kinestetik), kelas B (kelas verbal linguistik) dan kelas C (kelas logis matematis). Skala tersebut diisi oleh siswa-siswi kelas 3 SDIT Nidaul Hikmah sejumlah 69 anak yang terbagi dalam 3 kelas. Siswa di kelas A (kelas kinestetik) berjumlah 25 siswa terdiri dari 19 orang siswa perempuan dan 6 siswa laki-laki. Siswa di kelas B (kelas verbal) berjumlah 20 siswa yang terdiri dari 4 orang siswa perempuan dan 16 orang siswa laki-laki. Siswa di kelas C (kelas logis matematis) berjumlah 24 orang siswa terdiri dari 9 orang siswa perempuan dan 14 orang siswa laki-laki. Pada kelas C terdapat 1 anak yang didrop dari daftar responden dikarenakan tidak mampu mengikuti prosedur pengisian angket. Berdasar kode etik penelitian, penulis merahasiakan identitas asli para responden. Untuk kepentingan pengolahan data penulis menggunakan sistem coding (pengkodean) untuk menggantikan identitas responden. Pada nomor angket tertera huruf kapital sebagai penanda kelas diikuti 2 digit angka yang menggantikan nama siswa. Selengkapnya daftar nama dan jenis kelamin responden disampaikan dalam bentuk tabel pada lampiran tabel.
47
BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisis Variabel Berdasarkan hasil penyebaran instrumen penelitian pada 68 responden di 3 kelas di SDIT Nidaul Hikmah Salatiga diperoleh data hasil angket yang dipaparkan pada lampiran daftar tabel dan diolah menjadi nilai sebagai berikut: Tabel 4.9 Pengolahan Data Kelas A, B dan C A A 38 39 39 39 38 38 39 38 39 39 38 36 37 38 38 38 35 38 36 38 38 37 39 37 38 n=25 A 947
C
B 2
A 1444 1521 1521 1521 1444 1444 1521 1444 1521 1521 1444 1296 1369 1444 1444 1444 1225 1444 1296 1444 1444 1369 1521 1369 1444 A2 35899
B 34 36 38 35 32 38 35 31 37 32 37 36 36 36 38 37 37 36 35 31
n=20 B 707
48
2
B 1156 1296 1444 1225 1024 1369 1225 961 1369 1024 1369 1296 1296 1296 1444 1369 1369 1296 1225 961
B
2
25089
C 38 38 38 36 39 39 39 27 33 32 38 39 39 39 38 37 37 32 38 38 39 39 39
n=23 C 851
C2 1444 1444 1444 1296 1521 1521 1521 729 1089 1024 1444 1521 1521 1521 1444 1369 1369 1024 1444 1444 1521 1521 1521
C
2
31697
Sebelum memasuki langkah penghitungan anava, terlebih dahulu mengolah data yang telah didapat untuk mengukur persentase tingkat kecerdasan sosial anak di masing-masing kelas. Persentase tingkat kecerdasan sosial dihitung menggunakan rumus P
F x100% . Untuk memudahkan N
penghitungan dibutuhkan tabel nilai dan frekuensi terlebih dahulu menentukan range dan lebar kelas dari masing-masing kelas. Lebar kelas telah ditentukan yaitu, 5. lebar kelas tersebut mewakili 5 kategori yakni, sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat rendah. 1) Range dan lebar kelas untuk kelas A Range
= (nilai tertinggi – nilai terendah) + 1 = (39 – 35) + 1 =5
range Lebar kelas = lebarkelas
5 = 5 =1
49
Tabel 4.10 Nilai dan Frekuensi Kelas A (kelas kinestetik) Nilai
Frekuensi
Kategori
39
7
Sangat tinggi
38
9
Tinggi
37
3
Sedang
36
2
Rendah
35
1
Sangat rendah
JUMLAH 25 Dari data yang tersaji di atas kemudian dihitung persentasenya: 1. kategori tingkat kecerdasan sosial sangat tinggi P
F x100% N
7 x100% 25
28%
2. kategori tingkat kecerdasan sosial tinggi P
F x100% N
9 x100% 25
36%
3. kategori tingkat kecerdasan sosial sedang P
F x100% N
3 x100% 25
12%
50
4. kategori tingkat kecerdasan sosial rendah P
F x100% N
2 x100% 25
8%
5. kategori tingkat kecerdasan sosial sangat rendah P
F x100% N
1 x100% 25
4%
2) Range dan lebar kelas untuk kelas B Range
= (nilai tertinggi – nilai terendah) + 1 = (38 – 31) + 1 =8
range Lebar kelas = lebarkelas 8 = 5 = 1,6 = 2 (pembulatan ke atas)
51
Tabel 4.11 Nilai dan Frekuensi Kelas B (kelas verbal) Nilai
Frekuensi
Kategori
39-40
0
Sangat tinggi
37-38
7
Tinggi
35-36
8
Sedang
33-34
1
Rendah
31-32
4
Sangat rendah
JUMLAH
20
Dari data yang tersaji di atas kemudian dihitung persentasenya: 1. kategori tingkat kecerdasan sosial sangat tinggi P
F x100% N
0 x100% 20
0%
2. kategori tingkat kecerdasan sosial tinggi P
F x100% N
7 x100% 20
35%
3. kategori tingkat kecerdasan sosial sedang P
F x100% N
8 x100% 20
40%
52
4. kategori tingkat kecerdasan sosial rendah P
F x100% N
1 x100% 20
5%
5. kategori tingkat kecerdasan sosial sangat rendah P
F x100% N
4 x100% 20
20%
3) Range dan lebar kelas untuk kelas C Range
= (nilai tertinggi – nilai terendah) + 1 = (39 – 27) + 1 = 13
range Lebar kelas = lebarkelas 13 = 5 = 2,6 = 3 (pembulatan ke atas)
53
Tabel 4.12 Nilai dan Frekuensi Kelas C (kelas logis matematis) Nilai
Frekuensi
Kategori
39-41
9
Sangat tinggi
36-38
10
Tinggi
33-35
1
Sedang
30-32
2
Rendah
27-29
1
Sangat rendah
JUMLAH
23
Dari data yang tersaji di atas kemudian dihitung persentasenya: 1. Kategori tingkat kecerdasan sosial sangat tinggi P
F x100% N
9 x100% 23
39%
2. Kategori tingkat kecerdasan sosial tinggi P
F x100% N
10 x100% 23
43%
3.
Kategori tingkat kecerdasan sosial sedang P
F x100% N
1 x100% 23
4,3%
54
4. Kategori tingkat kecerdasan sosial rendah P
F x100% N
2 x100% 23
8,6% 5. Kategori tingkat kecerdasan sosial sangat rendah P
F x100% N
1 x100% 23
4,3% Langkah berikutnya adalah menghitung mean (rerata) dan standar deviasi dari tiap-tiap kelas. Berikut rangkuman hasil analisis data menggunakan program SPSS for windows: Tabel 4.13 Rangkuman Hasil Analisis Kelas Kinestetik (A) Verbal (B) Logis matematis (C)
N (jumlah responden) 25
Mean (rerata) 37,88
SD (standar deviasi) 2.62528
Koefisien t 43,44
Taraf signifikansi .000
20
35,35
3.11659
-1937
.068
23
37
3.46296
-1,264
.219
55
B. Pengujian Hipotesis Berdasar dengan hasil analisis diatas dengan menggunakan analisis t pada SPPS for windows (tabel terlampir) untuk uji t antara kelas A (kinestetik) dan kelas B (verbal) didapati hasil t-hitung sebesar 4,344 > T table (19,0,05) sebesar 2,093, dan tingkat signifikansi 0,000 < 0,005. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak, atau dengan kata lain hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecerdasan sosial antara kelas A (kinestetik) dan kelas B (verbal). Analisis selanjutnya untuk menguji t antara kelas B (verbal) dan kelas C (logis matematis). Untuk uji t antara kelas B (verbal) dan kelas C (logis matematis) didapat hasil t-hitung sebesar 1,937 < T table
(19,0,05)
sebesar 2,093, dan tingkat signifikansi 0,068 >0,05. Hal ini berarti bahwa Ho diterima atau tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan sosial antara kelas B (verbal) dan kelas C (logis matematis). Berlanjut pada analisis untuk menguji t antara kelas A (verbal) dan kelas C (logis matematis). Untuk uji t antara kelas A (kinestetik) dan kelas C (logis matematis) didapat hasil t-hitung sebesar ,264 < T table
(19,0,05)
sebesar 2,093, dan tingkat signifikansi 0,219 > 0,05. Dengan demikian Ho diterima atau tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelas A (kinestetik) dan kelas C (logis matematis) Langkah selanjutnya adalah penghitungan anava untuk mencari perbedaan pada ketiga kelas tersebut. Melalui pengolahan data menggunakan program SPSS for windows didapati besarnya f hitung
56
(7,026) dan signifikansi sebesar 0,002 < 0,05 atau pada taraf kesalahan 5 % (tabel penghitungan terlampir). Ini berarti terdapat perbedaan tingkat kecerdasan sosial pada signifikansi 0,002 antara kelas A (kinestetik), kelas B (verbal), dan kelas C (logis matematis).
C. Pembahasan Setelah melalui beberapa teknik penghitungan stastistik akhirnya dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa di kelas A (kinestetik) memiliki tingkat kecerdasan sosial yang tinggi. Hal ini berarti siswa di kelas ini mampu bersosialisasi dan berinteraksi dengan baik. Sesuai dengan Azzet (2010: 83) kemampuan anak dalam memahami bahasa nonverbal melalui ekspresi wajah, pandangan mata, dan gerak tubuh sebagai kekuatan yang membantu anak dengan kecerdasan kinestetik dalam relasi sosial. Bahkan sebuah hasil kajian yang disampaikan Tony Buzan (2007: 16) membuktikan bahwa 55% dari makna yang ingin disampaikan dalam suatu aktivitas komunikasi tercermin pada sikap fisik. Dengan demikian ada kecenderungan bahwa anak dengan kemampuan kinestetik lebih tinggi kecerdasan sosialnya. Dinamika tingkat kecerdasan sosial di kelas B (verbal) terlihat lebih merata. Kemampuan berkomunikasi yang beragam bisa jadi melatarbelakangi hal ini. English (2005: 24) menyampaikan setidaknya terdapat 4 (empat) aspek utama kecerdasan verbal yaitu membaca, menulis, mendengar dan berbicara. Kemampuan membaca meningkatkan kapasitas anak dalam bidang kata dan bahasa
(Prasetyo,
2009:
46).
Membaca
mengajarkan
anak
untuk
mengidentifikasi dan memahami bahan bacaan (English, 2005: 29). Hal ini akan membuat anak memusatkan perhatiannya pada apa yang sedang ia baca
57
hingga dimungkinkan akan mengabaikan lingkungan sekitarnya. Menulis merupakan salah satu aktivitas yang membutuhkan pencurahan perhatian dan perasaan untuk mengolah kata menjadi rangkaian kalimat yang berarti (Prasetyo, 2009: 47). Anak memerlukan konsentrasi tinggi hingga mungkin tidak lagi memperhatikan sekitarnya ketika ia sedang menulis. Mendengarkan merupakan ketrampilan komunikasi paling pertama yang dipelajari oleh anak dan paling banyak dipakai namun ternyata merupakan ketrampilan yang paling sedikit diajarkan (Buzan, 2007: 34). Ini erat kaitannya dengan kebiasaan
buruk
dalam
mendengarkan
salah
satunya
berpura-pura
memberikan perhatian padahal tidak (Buzan, 2007: 37). Jika dalam hal mendengarkan anak belum tentu mau maka dalam hal berbicara kebanyakan anak belum mampu. Karena tidak semua anak mampu berbicara dengan jelas dan efektif (Prasetyo, 2009: 45). Berdasar dari hasil perhitungan di atas, tingkat kecerdasan sosial di kelas C (logis matematis) memiliki tingkat kecerdasan sosial yang tinggi. Bahkan jika dibandingkan dengan
kelas A, kelas C lebih unggul dalam jumlah.
English (2005: 78) mengatakan bahwa anak-anak dengan kecerdasan logis matematis memiliki kemampuan yang lebih dalam menggunakan penalaran induktif dan deduktif, memecahkan masalah-masalah abstrak dan memahami hubungan-hubungan kompleks antara analisis matematis dan proses-proses ilmiah. Bisa saja kemampuan analisis dan penalaran mereka yang membantu mereka untuk menempatkan diri pada posisi yang seharusnya di lingkungan tersebut. Dari perhitungan tingkat kecerdasan sosial perkelas ternyata tingkat kecerdasan sosial anak usia 8-9 tahun di SDIT Nidaul Hikmah cukup tinggi. Mereka mampu memposisikan diri dengan benar sesuai situasi dan kondisi. 58
Setelah diadakan penghitungan untuk mengukur perbedaan diantara ketiganya, ternyata ada perbedaan yang signifikan tingkat kecerdasan sosial anak antara kelas A (kelas kinestetik) dan kelas B (kelas verbal). Kemampuan anak dengan kecerdasan kinestetik dalam mengolah dan menangkap bahasa tubuh sepertinya membantu anak untuk lebih mudah memposisikan diri di lingkungannya. Jika kelas B (kelas verbal) dibandingkan dengan kelas C (kelas logis matematis) hasilnya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Begitu pula jika kelas A (kelas kinestetik) dibandingkan dengan kelas C (kelas logis matematis) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Perbedaan tingkat kecerdasan sosial yang muncul di antara ketiga kelas tersebut dapat diperkirakan sejak penghitungan t, di mana t kelas A (kelas kinestetik) ternyata lebih besar dari mean kelas C (kelas logis matematis). Sedangkan t kelas B (kelas verbal) sama dengan t kelas C (kelas logis matematis) yakni pada angka di bawah 0. Hal serupa terjadi pada perbandingan t kelas A (kelas kinestetik) dan kelas C (kelas logis matematis) yang sama-sama di bawah 0. Perbandingan tingkat kecerdasan sosial anak berdasarkan latar belakang kecerdasan anak antar ketiga kelas tersebut (kinestetik, verbal dan logis matematis) jika diukur dengan rumus statistik ternyata menunjukkan perbedaan yang signifikan. Mengenai hal ini Tony Buzan (2007: 140) menyatakan tentang sebuah teori neurosains mengenai model otak kiri dan otak kanan yang memperlihatkan bahwa manusia memiliki dua perangkat utama ketrampilan intelektual atau sosial yang terbagi pada belahan kanan dan kiri otak:
59
Otak kiri Kata-kata Logika Angka Urutan Analisis Daftar
Otak kanan Ritme Kesadaran spasial Imajinasi Lamunan Warna Kesadaran holistik (gestalt)
Selama ini otak kiri selalu ditekan untuk melakukan analisis, dan cenderung mendominasi interaksi sosial dengan kata-kata, logika, angkaangka, analisis dan linearitas. Berdasarkan teori ini, ketiga kelas tersebut di atas dimungkinkan cenderung menggunakan kemampuan otak kiri yang lebih bersifat menganalisis daripada otak kanan yang bersifat intuitif. Pada kelas kinestetik yang memiliki tingkat kecerdasan sosial paling tinggi dari dua kelas yang lain mungkin saja disebabkan karena mereka lebih terlatih untuk menggunakan kemampuan otak kanan, terutama kesadaran holistik. Pada kelas verbal yang cenderung lebih rendah tingkat kecerdasan sosialnya bisa jadi mereka lebih berkembang pada struktur bahasa daripada kemampuan imajinatif mereka. Kelas logis matematis ternyata cenderung lebih tinggi tingkat kecerdasan sosialnya, dengan kemampuan analisa mereka bukan tidak mungkin mereka menggunakan kemampuan mereka ini untuk menganalisa setiap kejadian disekitar mereka dan untuk menemukan sikap terbaik yang harus mereka lakukan untuk menjawab setiap kejadian tersebut.
60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Hingga saat ini SDIT Nidaul Hikmah masih menjadi Sekolah Dasar yang bersistemkan full day school pertama dan satu-satunya di Kota Salatiga. SDIT Nidaul Hikmah melandaskan pembagian kelasnya pada teori kecerdasan majemuk (multiple intelligence) yang dikemukakan oleh Howard Gardner. 2. Tingkat kecerdasan sosial anak di kelas kinestetis temasuk pada kategori tinggi. Terbukti dengan 36% anak di kelas tersebut menduduki kategori tingkat kecerdasan sosial tinggi. 3. Tingkat kecerdasan sosial anak di kelas verbal kinestetis temasuk pada kategori sedang. Hal ini ditunjukkan dengan 40% anak di kelas tersebut menduduki kategori tingkat kecerdasan sosial sedang. 4. Tingkat kecerdasan sosial anak di kelas logis matematis temasuk pada kategori tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan 43% anak di kelas tersebut menduduki kategori tingkat kecerdasan sosial tinggi. 5. Uji beda tingkat kecerdasan sosial anak antara kelas kinestetik dengan kelas verbal, antara kelas verbal dengan kelas logis matematis, dan antara
61
kelas logis matematis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas kinestetik dengan kelas verbal. 6. Terdapat perbedaan yang signifikan mengenai tingkat kecerdasan sosial anak di antara siswa kelas kinestetik, kelas verbal dan kelas logis matematis.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian di atas maka penulis menyarankan agar: 1. Praktisi pendidikan Islam diharapkan mempunyai perhatian yang sama besar antara upaya peningkatan prestasi siswa dan upaya dalam meningkatkan kecerdasan sosial anak. 2. Pembelajaran di sekolah tidak hanya berkonsentrasi dalam pendidikan akademis namun juga diimbangi denagan pendidikan sosial anak. 3. Orangtua diharapkan lebih memperhatikan dan mengawasi perkembangan dan lingkungan sosial anak. 4. Diadakan penelitian yang lebih mendalam mengenai kecerdasan sosial anak dan kecerdasan majemuk untuk dapat mengarahkan dan menggali kemampuan anak sesuai bakat dan minatnya. 5. Diharapkan pada pengambilan keputusan pendidikan Islam di Indonesia membuat kurikulum yang mampu membentuk anak menjadi generasi yang seimbang posisinya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
62