BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dikemukakan oleh beberapa ahli telah memberikan batasan-batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Adriani yang diterjemahkan oleh Brotodiharjo (19991:2). Dan penulis kutip dari buku perpajakan Indonesia yang dikarang oleh Waluyo (2005:2), sebagai berikut: “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”. Menurut Soemitro (1990:5) “Pajak adalah iuran rakyat kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” Dikutip Oleh Mardiasmo (2001:1). Menurut Soemahamidjaja yang dikutip oleh Suandy (2005:1) “Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dapat dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.
11
12
Bab II Tinjauan Pustaka
Adapun pengertian pajak menurut ketentuan UU No.28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yakni pasal 1 yaitu: “ Pajak adalah Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi (OP) atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Berdasarkan beberapa pengertian pajak diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Pajak
dipungut
berdasarkan
undang-undang
serta
aturan
pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. 2. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjuk adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah (tidak ada imbalan langsung yang diperoleh si pembayar pajak). 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 5. Yang berhak memungut pajak hanya negara, iuran tersebut berupa uang.
13
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1.2 Dasar Hukum Pajak Di negara kita, landasan pemungutan pajak telah diatur dalam UndangUndang Dasar 1945 pasal 23 ayat (2) yang berbunyi: “ Segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang”.
2.1.3 Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya didalam pelaksanaan pembangunan, karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran pembangunan. Menurut Suandy (2005:14) ada dua fungsi pajak, yaitu: 1. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Pajak
sebagai
sumber
dana
bagi
pemerintah
untuk
membiayai
pengeluaran-pengeluarannya. Contoh: Dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. 2. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan dibidang ekonomi, sosial maupun politik dengan tujuan tertentu. Contoh: a. Dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras dengan tujuan untuk mengurangi konsumsi minuman keras. b. Dikenakannya pajak yang tinggi terhadap barang-barang mewah dengan tujuan untuk mengurangi gaya hidup yang konsumtif.
Bab II Tinjauan Pustaka
14
c. Tarif pajak 0% untuk ekspor ke luar negeri dengan tujuan mendorong ekspor produk dalam negeri di pasar dunia.
2.1.4 Jenis Pajak Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri dan fungsi-fungsi dari pengertian pajak dan berbagai definisi para ahli mengenai pajak, terdapat berbagai macam jenis pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1.
Pajak Menurut Golongannya Menurut golongannya, pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung. a. Pajak Langsung adalah pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Contoh: Pajak Penghasilan yang dibayar atau ditanggung oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut. b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misal terjadinya penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang atau jasa, pajak ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapat dibebankan kepada konsumen.
15
Bab II Tinjauan Pustaka
2.
Pajak Menurut Sifatnya Menurur sifatnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu Pajak Subjektif dan Pajak Objektif. a. Pajak Subjektif adalah pajak langsung yang pengenaannya memperhatikan keadaan Wajib Pajak (WP), atau keadaan subjeknya. Contoh: Pajak Penghasilan. Dalam Pajak Penghasilan terdapat Subjek Pajak (WP) orang pribadi, pengenaan Pajak Penghasilan orang pribadi tersebut memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (status perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan lainnya), yang selanjutnya keadaan tersebut digunakan untuk menentukan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. b. Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan
timbulnya
kewajiban
membayar
pajak,
tanpa
memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (WP) maupun tempat tinggal. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
3.
Pajak Menurut Pemungut dan Pengelolaannya Menurut pemungut dan pengelolaannya pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.
Bab II Tinjauan Pustaka
16
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), dan Bea Materai. b. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh: Pajak Reklame, Pajak Restoran, Pajak Penerangan jalan, Pajak Kendaraan Bermotor.
2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2006:7) sistem pemungutan pajak di bagi menjadi 3, yaitu: 1.
Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang berada pada fiskus. b. Wajib pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus.
Bab II Tinjauan Pustaka
2.
17
Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar kepada fiskus. Ciri-cirinya: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak ada pada wajib pajak sendiri. b. Wajib pajak bersifat aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. c. Fiskus tidak ikut campur hanya mengawasi.
3.
With Hoding System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pihak ketiga bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, selain fiskus dan wajib pajak.
2.1.6 Tata Cara Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2006:7) dijelaskan mengenai tata cara pemungutan yang dilakukan terdiri dari tiga stesel, yaitu:
Bab II Tinjauan Pustaka
1.
18
Stelsel Nyata (Riil Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata. Kelebihan stesel nyata ini adalah pajak yang dikenakan lebih nyata dan realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). Contoh: Penghasilan suatu tahun ditentukan pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah diketahui
2.
Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh UndangUndang, sebagai contoh : penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditentukan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelebihannya adalah pajak yang dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan sesungguhnya.
3.
Stelsel Campuran (Mix Stelsel) Stelsel ini merupakan kombinasi antara stesel nyata dan stesel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, wajib pajak harus menambah kekurangannya. Demikaian pula sebaliknya apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat
Bab II Tinjauan Pustaka
19
diambil kembali. Contoh: utang pajak dikenakan dengan mendasarkan stelsel fictive (pada masa akhir pajak) yang itu merupakan ketetapan sementara, dimana setelah tahun pajak berakhir akan dikoreksi berdasarkan keadaan dari penghasilan yang sesungguhnya diterima oleh wajib pajak.
2.1.7 Asas-Asas Pemungutan Pajak Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh asasasas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya. Sehingga terdapat keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi yaitu pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Menurut Mardiasmo (2006:7) asas-asas pemungutan pajak terbagi menjadi tiga, yaitu: 1.
Asas Domisili (Asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
2.
Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
3.
Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
Bab II Tinjauan Pustaka
20
2.2 Pajak Daerah 2.2.1 Pengertian Pajak Daerah Pajak daerah sesuai dengan pasal (1) angka 6 UU No. 34 tahun 2000, pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak daerah memiliki unsur sebagai berikut : 1. Iuran wajib masyarakat daerah. 2. Berdasarkan Undang-Undang. 3. Dapat dipaksakan. 4. Tidak mendapatkan imbalan jasa timbal yang seimbang untuk membiayai pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
2.2.2 Dasar Hukum Pajak Daerah Dasar hukum pajak daerah yaitu: 1. Pasal 23 ayat (2) Undang-undang dasar 1945 2. UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi, sebagai perubahan atas UU RI No. 18 Tahun 1997. 3. Peraturan Pemerintah RI No. 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah. Pajak daerah belum dapat diberlakukan sebelum diterbitkan dan ada peraturan daerah yang disetujui Menteri Dalam Negeri.
Bab II Tinjauan Pustaka
21
2.2.3 Jenis Pajak Daerah Dalam Undang-undang No. 34 tahun 2000 pasal 2 menjelaskan perbedaan antara jenis pajak yang dipungut oleh propinsi dan yang dipungut oleh Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut: 1.
Pajak Daerah Tingkat I atau Pajak Propinsi ditetapkan sebanyak empat, yaitu: a. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Kendaraan di Atas Air. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak. Kendaraan di atas air adalah semua kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan yang digunakan diatas air.
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Kendaraan di Atas Air. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor dan kendaraan di
Bab II Tinjauan Pustaka
22
atas air sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan diatas air.
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. Air bawah tanah adalah air yang berada di perut bumi, termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah. Air permukaan adalah air yang berada diatas permukaan bumi, tidak termasuk air laut.
2.
Pajak Daerah Tingkat II atau Pajak Kabupaten/Kota ditetapkan sebanyak tujuh jenis Pajak, yaitu:
23
Bab II Tinjauan Pustaka
a. Pajak Hotel. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.
b. Pajak Restoran. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan/atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau catering.
c. Pajak Hiburan. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga.
d. Pajak Reklame. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya
untuk
tujuan
komersial,
dipergunakan
untuk
Bab II Tinjauan Pustaka
24
memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.
e. Pajak Penerangan Jalan. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah Daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah.
f. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian Golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
g. Pajak Parkir. Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Dibandingkan dengan reformasi pajak pusat yang sudah dimulai sejak tahun 1983, reformasi pajak daerah relatif terlambat karena baru dimulai tahun
Bab II Tinjauan Pustaka
25
1997 dengan disahkannya UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Namun bukan berarti pajak dianggap kurang penting dibandingkan dengan pajak pusat apalagi dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
2.3 Pajak Restoran 2.3.1 Pengertian Pajak Restoran Berdasarkan peraturan daerah No. 7 tahun 2004 tentang pajak restoran. Pengertian pajak restoran adalah pungutan atas pelayanan restoran. Sedangkan menurut Undang-undang RI No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI No. 34 Tahun 2000 Pasal 2 ayat 2 yaitu: “ Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan restoran adalah tempat menyantap makanan dan minuman yang disediakan dengan pungutan dan bayaran ,tidak termasuk jasa boga atau catering”.
2.3.2 Dasar Hukum Pajak Restoran Dasar hukum pajak restoran, yaitu: 1. Undang-undang No. 34 Tahun 2000 atas perubahan Undang-undang No. 18 Tahun 1997, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. 3. Peraturan Daerah No.7 Tahun 2004 tentang Pajak Restoran.
Bab II Tinjauan Pustaka
26
2.3.3 Objek Pajak Restoran Berdasarkan Peraturan Daerah No.7 Tahun 2004 ayat (2) pasal (2) mengenai Objek Pajak Restoran adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran restoran. Objek pajak restoran meliputi: a.
Restoran Restoran adalah usaha penyediaan dan penjualan makanan bertempat di sebagian atau seluruh bangunan termasuk penyediaan/penjualan makanan dan minuman yang diantar atau dibawa pulang.
b.
Rumah Makan Rumah makan adalah istilah umum untuk menyebut usaha yang menyajikan hidangan kepada masyarakat dan menyediakan tempat untuk menikmati hidangan itu serta menetapkan tarif tertentu untuk makanan dan pelayanannya. Walaupun umumnya rumah makan menyajikan makanan di tempat, tetapi ada juga rumah makan yang menyediakan layanan take-out dining dan delivery service untuk melayani konsumennya. Rumah makan biasanya memiliki spesialisasi dalam jenis makanan yang dihidangkannya, misalnya rumah makan chinese food, rumah makan Padang, rumah makan cepat saji (fast food restaurant).
c.
Bar Bar (tempat) adalah tempat yang menyediakan minuman keras.
d.
Cafe Cafe berarti semacam tempat sederhana, tetapi cukup menarik di mana seseorang bisa makan makanan ringan. Dengan ini Cafe berbeda dengan warung.
Bab II Tinjauan Pustaka
e.
27
Bakery Bakery adalah orang yang bekerja untuk membuat roti dan lainnya dibuat dan dijual.
f.
Pujasera Pujasera adalah tempat menjualnya makanan dan minuman yang terdiri dari kios-kios makanan. Objek pajak restoran yang dikecualikan sebagaimana dimaksudkan UU No
34 Tahun 2000 pasal 2 ayat (2) ini adalah pelayanan usaha jasa Boga atau catering. Pelayanan direstoran meliputi penjualan makanan dan minuman direstoran, termasuk penyediaan penjualan makanan dan minuman yang diantar atau dibawa pulang.
2.3.4 Subjek dan Wajib Pajak Restoran Pada pajak restoran, menurut Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2004 yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan restoran. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan pengusaha restoran. Sementara itu yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha restoran, yaitu orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran yang menurut perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pemngutan atau pemotongan pajak terhadap subjek pajak. Dengan demikian subjek pajak dan wajib pajak pada pajak restoran tidak sama. Konsumen yang menikmati pelayanan restoran merupakan subjek pajak yang membayar
28
Bab II Tinjauan Pustaka
(menanggung) pajak sedangkan pengusaha restoran bertindak sebagai wajib pajak yang diberi wewenang untuk memungut pajak dari konsumen (subjek pajak).
2.3.5 Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Restoran Dasar pengenaan pajak menurut Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2004 pasal 5 adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2004 pasal 6, bahwa besarnya tarif pajak untuk pajak restoran adalah sebesar 10% dari dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 5.
2.3.6 Cara Perhitungan Pajak Restoran Perhitungan pajak daerah adalah rincian besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, baik pokok pajak, kekurangan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran pajak, maupun sanksi administrasi berupa bunga dan/atau benda. Cara perhitungan pajak restoran yaitu dengan mengalikan tarif terutang dengan dasar pengenaan pajak yang telah ditetapkan. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk makan dan minum kepada restoran. Secara umum perhitungan pajak restoran menurut Marihot (2005:279) adalah sebagai berikut: Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar pengenaan pajak =
Tarif
Pajak
x
kepada restoran.
Jumlah
pembayaran
yang
dilakukan
Bab II Tinjauan Pustaka
29
2.4 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2.4.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, bahwa “Pendapatan Daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan”. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah penjelasan Bab I pasal 1 nomor 18 yang menyatakan tentang pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah.
2.4.2 Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam melaksanakan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serta bertanggungjawab pada daerah kabupaten/kota, maka diperlukan sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) agar pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan sesuai kemampuan daerahnya itu sendiri. Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah. Adapun sumbersumber Penerimaan Daerah terdiri daerah: 1.
Pendapatan Asli Daerah, yaitu: a. Hasil pajak daerah. b. Hasil retribusi daerah.
Bab II Tinjauan Pustaka
30
c. Hasil perusahan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan. d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 2.
Dana Perimbangan terdiri dari : a. Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam. b. Dana Alokasi Umum. c. Dana Alokasi Khusus.
3.
Pinjaman Daerah.
4.
Lain-lain Penerimaan yang Sah. Lain-lain penerimaan yang sah, antara lain, hibah, Dana Darurat, dan penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penerimaan pajak restoran dalam mewujudkan pelaksanaan otonomi
daerah dengan berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah serta dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 perimbangan keuangan pemrintah pusat dan daerah adalah sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah dari pajak restoran yang mengalami peningkatan yang cukup besar setiap tahunnya.