BAB I : DASAR-DASAR KEPERCAYAAN Manusia memerlukan kepercayaan percaya merupakan fitrah manusia dan salah satu kebutuhan dasar manusia. Keperluan untuk percaya itu dimulai tentang hal-hal yang merupakan pengalaman keseharian. • Orang perlu percaya bahwa yang duduk di sebelahnya tidak akan berbuat jahat; • Orang perlu percaya bahwa gedung yang dimasukinya tidak akan runtuh; • Orang perlu percaya bahwa sekolah yang dimasukinya akan memberi ilmu yang memadai, bahwa tempat kerjanya akan memberinya nafkah yang cukup, dan sebagainya Tanpa kepercayaan orang akan resah dan tidak menemukan kebahagiaan. Orang perlu percaya bahwa besok masih ada matahari, bahwa ada keteraturan di dalam alam, bahwa akan terus ada makanan, rizki, dan sebagainya orang perlu percaya akan adanya Tuhan! kepercayaan kepada Tuhan itu merupakan kebutuhan pokok manusia. •
Dr. Julian Huxley (Biolog) menyatakan bahwa percaya kepada Tuhan itu mempunyai akar yang kuat pada diri manusia.
•
Prof. Dr. Carl Gustav Yung (Psikolog) menyatakan bahwa kepercayaan kepada Tuhan merupakan kecenderungan manusia yang alamiah (naturaliter relogiosa).
Apa sebenarnya yang perlu dipercayai oleh manusia? Kebenaran ! kepercayaan kepada Tuhan itu harus benar. (Ada pakar yang menyatakan: Percayalah kepada Tuhan karena kepercayaan seperti itu baik bagi manusia tidak logis dan menyesatkan !). Karena kepercayaan kepada Tuhan itu diperlukan di dalam masyarakat terdapat berbagai bentuk kepercayaan kepada apa yang dipercayai sebagai tuhan atau dewa diyakini sebagai kekuatan di atas manusia, kekuasaan yang tertinggi, diri yang mengatur alam, dsb. • • • •
Ada dewa-dewa alam (matahari, bulan, gunung, lautan) Ada dewa-dewa kemanusiaan (pahlawan, pemimpin) Ada dewa-dewa keluarga (sesembahan bangsa Cina) Ada dewa-dewa penguasa kegiatan manusia (perang, perburuan, cinta dsb).
1
Tiap-tiap kepercayaan itu melahirkan tata nilai, norma yang dianut masyarakat, tradisi. Misalnya: percaya kepada dewa gunung orang tidak mengutik-utik gunung. Ada suku bangsa yang merasa berkewajiban untuk terus berperang untuk memenuhi keinginan dewa perang. Nilai, norma dan tradisi yang salah pasti merugikan kepercayaan kepada Tuhan harus merupakan kepercayaan yang benar, dan yang benar pasti tidak merugikan manusia. orang harus membuang kepercayaan yang salah dan menganut kepercayaan yang benar: Syahadat Tauhid menyatakan: Asyhadu Anlaa Ilaaha illalooh – Aku menyatakan kebenaran yang aku yakini, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah! Laa Ilaaha – menolak segala kepercayaan yang tidak benar. Illalloh – menerima kepercayaan yang benar, yaitu kepercayaan kepada Tuhan YME, Allah swt. Iman kepada Tuhan YME merupakan fitrah manusia. Secara metaforik digambarkan oleh al-Qur-an, s. al-A’raf : 172. Pada ayat itu digambarkan bahwa ketika Allah mengeluarkan calon bayi dari tulang sulbi ayahnya, Allah bertanya kepada bakal manusia itu: Maka calon manusia itu menjawab:
Benar, Engkau adalah Tuhan kami! Kami menjadi saksi tentang hal itu! Iman kepada Tuhan YME sudah ditanamkan Tuhan sendiri kepada jiwa manusia manusia perlu me-recall apa yang tertanam dalam jiwanya itu sehingga muncul ke permukaan. Recalling itu dilakukan orang dengan beberapa jalan: • Melakukan tafakur dengan akalnya. • Mempertajam perasaan untuk menghayati eksistensi Allah. Manusia dapat mengenal adanya Tuhan YME, tetapi dengan usaha sendiri tidak akan tahu siapa dan bagaimana Tuhan itu. Seandainya Tuhan tidak memperkenalkan diriNya kepada manusia manusia akan tersesat dalam menemukan Dia. Manusia perlu informasi dari Tuhan sendiri, tentang siapa DiriNya, bagaimana sifat-sifatNya, apa yang Dia kehendaki untuk dilakukan oleh manusia. Sesuai dengan kebutuhan manusia itu, Tuhan memberikan informasi langsung kepada manusia. 2
Sebagai yang Mahakuasa Tuhan sangat bisa memberikan informasinya dengan cara-cara yang “dahsyat” (menuliskan keteranganNya di langit, menyatakannya dengan suara guruh dsb). tidak sesuai dengan kondisi manusia sebagai makhluk yang berakal. Allah menyampaikan informasiNya melalui wahyu, yang dikirimkan kepada Rasul-rasulNya. Rasul-rasul Allah itu dipilih dan ditetapkan di antara manusia dapat menyampaikan keterangan Allah dengan bahasa dan cara-cara yang sesuai untuk manusia. Tugas Rasul : • Menyampaikan Risalah Allah • Memberi keterangan dan penjelasan tentang Risalah • Menjadi uswatun hasanah di dalam melaksanakan Risalah. Rasul diturunkan pada tiap-tiap umat dan zaman
(Yunus : 47) jumlah Rasul seluruhnya tidak diketahui. Sebagian di antara Rasul tersebut diceriterakan di dalam Al-Quran, sebagian tidak.
yang diketahui adalah yang diceriterakan di dalam al-Qur-an, yaitu 25 orang. Para Rasul itu menyampaikan ajaran pokok yang sama yaitu tauhid – meyakini keesaan Tuhan. Ada beberapa perbedaan antara ajaran Rasul • •
Masalah yang dihadapi oleh masing-masing umat tidak sama mengikuti perkembangan zaman, pemikiran, cara hidup.
Allah SWT menetapkan Muhammad SAW sebagai Rasul yang terakhir ajarannya sempurna dan berlaku untuk semua generasi dan tempat. Kita mengucapkan syahadat kedua: 3
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Rasulullah SAW menyampaikan Al-Quran, himpunan wahyu Allah yang terakhir (sempurna) tibyaanan likulli syai-in (menerangkan segala informasi yang diperlukan oleh manusia). Kewajiban umat Muhammad adalah: • Membaca Al-Quran • Mempelajari Al-Quran • Mengamalkan Al-Quran • Menda’wahkan Al-Quran Pertama-tama Allah menerangkan tentang diriNya:
Allah memperkenalkan diriNya dengan asma-asmaNya yang berjumlah 99 (Asma-ul Husna). Masing-masing nama menunjukkan sifat Asma-ul Husna memperlihatkan sifat-sifat Allah yang perlu diketahui manusia. Allah mencipta alam raya dan segala makhluk yang berada di dalamnya. Dia bukan saja Pencipta tetapi juga Pembina (Rabbul ‘alamin) mengatur, mengembangkan, memelihara unsur-unsur alam ini berinteraksi s.s.l. secara harmonis. Allah mencipta manusia Ahsanu taqwim. Manusia mempunyai akal pikiran yang mampu menganalisis alam, mengambil kesimpulan dan memanfaatkan hasil analisisnya. (Kelebihan Adam dibandingkan dengan malaikat). Manusia mempunyai dua fungsi : • Sebagai ‘Abdullah harus taat kepada Allah • Sebagai Khalifah fil Ardhi mengelola bumi ini untuk kemanfaatan semua makhluk termasuk manusia sendiri. Kedua fungsi itu harus dijalani bersama-sama. Orang taat kepada Allah dengan mengatur kehidupan di bumi, dan mengatur kehidupan di bumi dengan bersandar kepada hukum-hukum Allah.
4
BAB II : PENGERTIAN-PENGERTIAN DASAR TENTANG KEMANUSIAAN Manusia adalah makhluk Allah yang khas perbedaan antara manusia dengan hewan tidak gradual tetapi fundamental. Perbedaan yang fundamental ini bukan fisiknya tetapi ruhaninya karena kemampuan ruhaninya itu manusia memiliki kelebihan yang nyata di atas makhlukmakhluk bumi lainnya. Surat al-Isra ayat 70: “.. dan Kami lebihkan manusia itu di atas kebanyakan dari makhlukmakhluk Kami dengan kelebihan yang nyata”.
Surat At-Tin ayat 4 menyatakan manusia sebagai puncak ciptaan:
“Sungguh Kami Allah mencipta manusia itu sebagai sebaik-baik ciptaan”. Dalam posisi Ahsanu Taqwim manusia bahkan lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan malaikat ( Adam tidak diperintah untuk sujud – menghormat – kepada malaikat tetapi malaikat yang disuruh sujud kepada Adam !). Akan tetapi posisi itu sangat rentan terhadap perubahan pada ayat 5 surat yang sama dinyatakan:
“ Kemudian Kami jatuhkan manusia itu ke tempat yang serendahrendahnya”. Manusia jatuh ke tempat yang sangat rendah karena ulahnya sendiri – tidak mampu menjaga martabatnya yang tinggi. supaya tidak jatuh dia harus memelihara dirinya.
1
“ Tidak akan jatuh ke tempat yang rendah, orang-orang yang beriman dan beramal shalih bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”. (at-Tin : 6). Manusia lahir dalam keadaan fitrah (Hadits : Kullu mauluudin yuuladu ‘alal fitrah). Fitrah berarti: • Suci manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdosa, tidak membawa dosa ayahnya, ibunya, apa lagi kakek moyangnya. Illustrasi: anak haram. • Memiliki kecenderungan kepada kesucian dan kebaikan Manusia diperlengkapi Allah dengan nafsu perangkat pada diri manusia yang merasakan kesenangan, keindahan. Nafsu ini perlu untuk mendorong perkembangan budaya. Tetapi bila nafsu berkembang melewati batas merugikan manusia sendiri. manusia harus mengendalikan nafsunya. Karena adanya nafsu dan upaya mengendalikan nafsu Martabat manusia itu tidak stabil naik-turun, berfluktuasi dalam lintasan waktu, bergerak naik dan turun. • •
Di tempat yang tertinggi martabat manusia lebih dari malaikat. Di tempat yang rendah dia lebih rendah dari binatang
“ …. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (s. Al-A’raf: 179). Ayat 6 surah at-Tin menyatakan bahwa supaya manusia tetap berada pada martabat yang tinggi menjaga dua hal : 1. Iman percaya kepada Allah, kepada malaikat Allah, Kitab Allah, Rasul Allah, hari akhirat, taqdir Allah. Kepercayaan itu bukan sekedar diucapkan tetapi dihayati mendasari seluruh sikap dan perbuatannya. •
Iman kepada Allah tunduk, taat, patuh kepada Allah. Tidak sombong karena merasa sangat kecil di hadapan Allah. Tidak
2
• • • • •
cemas dan resah dalam menghadapi keadaan apapun karena yakin akan perlindungan Allah. Iman kepada malaikat yakin bahwa sikap dan perbuatannya selalu diawasi dan dicatat Raqib dan ‘Atid. Iman kepada Kitab mendasarkan seluruh aktivitasnya kepada nilainilai yang ada di dalam Kitabullah. Iman kepada Rasul menjadikan Rasul sebagai Uswatun hasanah. Iman kepada Hari Akhir yakin akan pertanggungjawa-ban amal hati-hati. Iman kepada taqdir ikhtiar, tawakal dan berdo’a.
2. Iman itu kemudian direalisasikan ke dalam amal amal perbuatan yang didasarkan kepada iman itu disebut amal shalih (perbuatan yang selaras, yakni selaras dengan imannya). Kehidupan manusia itu dinyatakan dalam amal perbuatannya. Nilai kebaikan yang ada pada dirinya (karena iman) belum akan berarti apabila belum direalisasikan dalam amalnya. Orang yang bekerja keras di dalam kebaikan, dia akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
“Barangsiapa yang berbuat baik, laki-laki maupun perempuan, dan dia itu beriman, niscaya Kami berikan kepadanya kehidu-pan yang bahagia, dan pasti Kami berikan pahala kepadanya, dengan sebaik-baik pahala, karena apa yang telah mereka kerjakan”. (An-Nahl : 97). sebaliknya orang yang berbuat buruk, pasti akan mendapat balasan yang buruk:
“Barangsiapa yang berbuat keburukan, sesungguhnya dia mengerjakannya untuk kemadharatan dirinya sendiri. (s. An-Nisa: 111). Manusia yang hidupnya bermakna (memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat) adalah mereka yang:
3
•
Bekerja keras mensyukuri karunia Allah dengan memanfaatkannya untuk kebaikan. Inilah yang disebut Jihad – menggunakan kemampuan akal, tenaga secara optimal.
•
Kerja kerasnya itu didasarkan kepada semangat mengabdi kepada Allah. mengawali setiap kerjanya dengan Basmalah. Kerja keras yang tidak diniatkan “karena Allah” akan sia-sia, tidak berbekas di akhirat.
(s. An-Nur ayat 39). •
Menyerap segala sesuatu yang baru dan menyempurnakan nilai-nilai serta buah pikiran yang lama maju. Orang yang beriman itu mempunyai ciri:
“mendengarkan perkataan orang dan memilih yang terbaik” (Az-Zumar: 18). Insan Kamil (manusia sempurna): • Kegiatan fisik dan mentalnya merupakan kesatuan • Tidak membagi dua (dikotomi) antara kerja untuk diri sendiri dan masyarakat, ibadah kepada Allah dan mencari kebaikan untuk diri sendiri. • Melaksanakan perintah Allah dengan memenuhi kecenderungan hati nuraninya. Dengan menyatukan segala sesuatu dia akan memperoleh kebahagiaan yang hakiki.
4
BAB III : KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR) DAN KEHARUSAN UNIVERSAL (TAKDIR) Manusia memiliki dua kehidupan, yakni: 1. Kehidupan dunia. Di sini orang dianugerahi kebebasan oleh Allah swt untuk berkehendak dan mengusahakan apa yang dikehendakinya itu. Dalam kehidupan dunia pula orang memperoleh sebagian dari hasil usahanya. (Orang yang bekerja keras memperoleh rizki cukup, yang giat belajar mendapatkan ilmu). 2. Kehidupan akhirat. Di sini orang tidak lagi berusaha akan tetapi hanya memetik hasil usahanya di dunia. Wujud dan corak kehidupan akhirat seseorang bergantung kepada amalnya di dunia. Dan berhati-hatilah kepada hari Kiamat, yang seorang tidak dapat membela orang lain sedikitpun, dan tidak diterima syafa’at dan tebusan
darinya, dan tidaklah mereka akan ditolong. (S. Al-Baqarah : 48). Manusia lahir di dunia sebagai individu, tetapi begitu berada di dunia, dia hidup dalam lingkungan alam dan sosial yang memberi pengaruh kepadanya. Sebagai individu, orang punya kebebasan penuh, tetapi karena berada di dalam lingkungan, kebebasannya itu dibatasi oleh unsurunsur yang berada dalam lingkungannya itu. Allah mengatur alam semesta dengan sejumlah tatanan dan aturan, yang menjadikan unsur-unsur alam berinteraksi satu terhadap yang lain secara harmonis. Aturan Allah untuk alam semesta itu disebut Taqdir atau Sunnatullah.
Dan Allah mencipta segala sesuatu dan menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapih-rapihnya – (S. Al-Furqon:2)
1
Dan matahari berjalan di tempat peredarannya, Demikianlah taqdir yang Mahaperkasa lagi Mahamengetahui – (S. Yasin: 38). Hukum-hukum Allah itu tetap dan teratur, meliputi semua makhlukNya, termasuk manusia.
Sunnatullah itu telah berlaku sejak dahulu dan kamu tidak akan menjumpai perubahan dalam sunnatullah itu sedikitpun. (S. Al-Fath 48:23). Maka manusia tidak bisa membebaskan diri dari aturan-aturan Allah tersebut (tunduk kepada hukum gravitasi, pemuaian, penguapan, dan sebagainya). kebebasan pribadi harus diletakkan dalam konteks keterikatan kepada Taqdir. Manusia perlu mempelajari dan dapat mengetahui taqdir-taqdir Allah yang ada di alam pengetahuan manusia tentang hal-hal itu dihimpun dan disestematisasikan ilmu. Jadi ilmu (science) adalah pemahaman manusia terhadap taqdir Allah / Sunnatullah. Ilmu kemudian dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan-keperluan manusia (teknologi). Ilmu bukan sekedar the body of knowledge, tetapi mencakup the way of thinking. Mestinya orang memahami bukan saja obyek yang dipelajari tetapi juga hubungan antara obyek dengan Pencipta dan Pengaurnya, Allah Swt. Orang yang demikian disebut Ulul Albab
Ulul Albab adalah orang-orang yang senantiasa mengingat Allah pada waku berdiri, duduk, atau berbaring. Dan selalu memkirkan ciptaanciptaan Allah di langit dan di bumi sampai hatinya berkata: “Wahai Tuhan kami, tidak Engkau jadikan segala sesuatu ini sia-sia. Mahasuci Engkau. Maka jauhkanlah kami dari pikiran-pikiran sesat yang membawa kami ke dalam siksa neraka. (S Ali ‘Imran: 191).
2
Manfaat ilmu bagi Ulul Albab: • Memenuhi kebutuhan manusiawi untuk tahu apa yang dapat diketahui dengan indera dan akalnya. • Sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan, lahir dan batin. • Memantapkan keyakinan kepada Allah, Pencipta dan Pengatur segala sesuatu. Tidak semua taqdir Allah dapat dipahami manusia Ilmu manusia hanya sedikit sekali.
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (S. Luqman: 27). Pengetahuan manusia atas taqdir Allah itu sedikit. Bagaimana sikap manusia terhadap Taqdir? Tidak boleh menyerah begitu saja penyerahan meniadakan kebebasan. Maka orang harus terus menerus ikhtiar memanfaatkan taqdir-taqdir Allah untuk menghasilkan yang terbaik bagi dirinya. (memanfaatkan taqdir yang berupa gaya gravitasi justru untuk meninggalkan bumi, memanfaatkan friksi antara dua benda untuk dapat bergerak lebih mudah, dsb). Ikhtiar tidak selalu berhasil tidak semua taqdir diketahui manusia. Maka ikhtiar harus disertai dengan Tawakkal. Yang menentukan segala sesuatu adalah Allah orang harus berdo’a. Maka ikhtiar, tawakkal dan do’a merupakan kesatuan perbuatan yang harus dilakukan serentak dan bersama-sama.
3
BAB IV : KETUHANAN YANG MAHAESA DAN KEMANUSIAAN Keyakinan kepada Tuhan yang Mahaesa (Tauhid) yaitu Allah swt mengandung konsekuensi : • Mengabdi kepada Allah dan mematuhi ketetapan Allah. • Menggantungkan pertolongan dan harapan hanya kepada Allah, Tuhan yang Mahaesa.
(al-Fatihah : 5). Karena keyakinan tauhid itu didasarkan kepada kesadaran fitrahnya, dan ditopang oleh telaah akal pikiran dan pengalaman perasaannya ketundukan, kepatuhan dan keterikatan kepada Tuhan yang Mahaesa itu tidak karena terpaksa dan tidak karena kebodohan atau ketakpedulian, tetapi dilakukan secara sukarela. Sikap yang demikian itu disebut Islam dan pelakunya dinamai Muslim. Dr. Hobohm menyatakan: “Islam is submission to the Will of God with love and joy – Islam adalah tunduk patuh kepada Kehendak Tuhan dengan cinta dan gairah”. Makhluk alami selain manusia, yaitu benda mati, tumbuh-tumbuhan dan hewan juga tunduk dan patuh kepada Tuhan yang Mahaesa : • Air selalu mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah karena terikat kepada gaya gravitasi bumi yang merupakan salah satu hukum Allah untuk alam. • Angin senantiasa bergerak dari kawasan yang rapat udara ke yang kurang rapat karena sifat udara itu mengisi semua ruangan di bumi; sifat inipun merupakan hukum Allah untuk alam. • Akar pepohonan menyeruak tanah mencari makanan, daun-daunan yang berwarna hijau bekerja sama dengan cahaya matahari memproses udara kotor menjadi udara bersih. ketentuan Allah untuk mengconservasi alam. • Berbagai jenis hewan lahir, tumbuh, beranak Allah menghendaki keberadaan populasi hewan di bumi. Akan tetapi ketaatan air, angin, pepohonan dan hewan itu tanpa kesadaran taat tanpa cinta dan taat tanpa gairah.
1
Jasmani manusiapun senantiasa patuh kepada ketentuan Tuhan yang berlaku untuk alam, tetapi ketaatan tubuh itupun tanpa kesadaran. • Darah dipompa oleh jantung yang terus berdenyut mengalir ke seluruh tubuh kemudian kembali ke jantung. • Rambut dan kuku tumbuh memanjang, mata melihat benda yang disinari cahaya, telinga mendengar suara, dst. Ruhani manusia memiliki kemerdekaan untuk memilih apakah patuh atau ingkar kepada Allah. Orang yang ruhaninya menyertai jasmaninya untuk tunduk dan patuh kepada Allah adalah Muslim. Orang yang ruhaninya bertentangan dengan jasmaninya karena memilih tidak taat kepada Allah adalah Kafir. Allah tidak memaksakan kebenaran kepada manusia tetapi menawarkan kebenaran tersebut. Selanjutnya terserah kepada masing-masing orang untuk memilih secara bebas, apakah taat atau ingkar. Kepada RasulNya Allah menyatakan: “Katakanlah: kebenaran itu dari Tuhanmu. Maka barangsiapa mau silakan
beriman dan barangsiapa mau silakan kufur”. (al-Kahfi : 29). Maka menjadi Muslim adalah sebuah pilihan bebas dengan memilih tunduk kepada Allah, orang melepaskan diri dari ketundukan dan ketergantungan kepada segala sesuatu yang lain, yang pada hakekatnya adalah makhluk Allah. Lawan dari sikap tauhid adalah syirik (menyekutukan Allah, menganggap ada kekuasaan atau kekuatan yang setara dengan Allah). Pelakunya disebut musyrik. Sikap syrik berarti menghambakan diri secara tidak benar menghancurkan kemerdekaan dan kemanusiaan. Maka syirik adalah kejahatan yang terbesar.
(Surat Luqman : 13). Para ulama menyimpulkan bahwa ada: • Syirik Akbar menyembah segala sesuatu selain Allah. • Syirik Asghor – syirik kecil riya (suka dipuji, disanjung).
2
•
Syirik Khafi – syirik samar-samar (menggantungkan diri kepada harta, pangkat, kedudukan, ilmu pengetahuan)
Berdasarkan kenyataan bahwa: • Sikap Tauhid menghasilkan kemerdekaan. • Kemerdekaan adalah hakekat kemanusiaan. Kemanusiaan (yang sejati) dihasilkan oleh sikap Tauhid, dan kemanusiaan yang tidak didasarkan tauhid adalah tidak sejati. Kemanusiaan yang berintikan kemerdekaan itu milik setiap orang masyarakat harus mengusahakan tegaknya kemanusiaan dan mencegah hancurnya kemanusiaan. Ciri-ciri kemanusiaan antara lain: 1. Musawah – persamaan derajat, hak dan kewajiban. •
Setiap orang adalah makhluk Allah mempunyai derajat yang sama di hadapan Allah, memperoleh hak hidup dan penghidupan, menyandang kewajiban yang sama untuk beribadah kepada Allah.
(al-Hujurat: 13). tidak ada kemuliaan yang diperoleh dengan sendirinya. (karena suku, bangsa, keturunan, kekayaan). Kemuliaan didapatkan karena usahanya untuk bertakwa kepada Allah. •
Al-Quran mengecam orang-orang yang menganggap dirinya lebih dari orang lain, seperti Fir’aun (karena kekuasaannya) dan Qarun (karena hartanya).
2. Ukhuwah (Persaudaraan). •
Manusia disebut sebagai Bani Adam (keturunan Adam) bersaudara, senasib dan sepenanggungan. Rasulullah saw menyatakan: Antum Banuu Adama wa Aadamu min turaab – kamu semua adalah keturunan Adam dan Adam itu dari tanah.
3
•
Persaudaraan yang murni, didasarkan kepada kasih sayang silaturahim merupakan pondasi ukhuwah. Rasulullah bersabda: “Irhamuu ahlal ardhi yarhamkum man fis samaa-i – sayangilah penduduk bumi, niscaya Yang di langit akan menyayangimu”.
•
Persaudaraan yang kokoh itu dilandasi oleh kesamaan iman kesatuan tujuan hidup, kesamaan nilai dan cara dalam menjalani kehidupan. Rasulullah menyatakan: “Al-mu’minu lil mu’mini kal bunyaani yasyuddu ba’dhuhu ba’dha – orang mu’min terhadap mu’min lain bagaikan sebuah bangunan, yang bagian-bagiannya saling menguatkan”.
3. Ta’awun – Kerja sama / gotong royong. •
Setiap orang mempunyai kelebihan, tetapi juga kekurangan dan keterbatasan tidak ada siapapun yang dapat mencukupi kebutuhannya sendiri kebutuhan hidup manusia itu tidak berbatas. manusia harus bekerja sama untuk saling memberi dan saling menerima. Kerja sama ditujukan untuk kebaikan. Al-Maidah ayat 2 :
•
Termasuk bekerja sama adalah : saling memberi nasihat, saling
mengingatkan, dan saling mencegah berbuat buruk Rasulullah saw menyatakan: “Tolonglah saudaramu, yang didhalimi dan yang dhzalim”. Sahabat bertanya: “Bagaimana menolong orang yang dhzalim?” “Dengan menahan tangannya (dari melakukan kedhzaliman)”. 4. Musyawarah Salah satu bentuk kerjasama di antara manusia adalah dalam memutuskan apa yang baik dilakukan di dalam memenuhi kepentingan bersama. Masing-masing orang di dalam masyarakat merdeka untuk mempunyai aspirasi, ide, rencana. Gagasan-gagasan itu tidak selalu sama dilakukan musyawarah untuk memperoleh yang terbaik dan memberi kepuasan optimal kepada semua pihak. • •
Musyawarah hanya berkenaan dengan hal-hal yang belum ditetapkan secara qath’i (tegas) oleh Allah musyawarah dilakukan untuk menafsirkan atau menjabarkan ketetapan Allah. Musyawarah harus didasari oleh sikap Tasamuh (toleran) terhadap pendapat orang-orang lain. 4
5. Musabaqoh fil Khairat (Berlomba dalam kebaikan). Setiap orang mempunyai potensi yang khas. Potensi insani perlu dikembangkan, tetapi harus didasari dengan ukhuwah. Jangan sampai pengembangan potensi individu menghancurkan kebersamaan. Maka yang harus dilakukan bukan bersaing tetapi berlomba (Musabaqoh), dan perlombaan itu harus ditujukan untuk kebaikan (fil khairat). Bersaing mengandung konotasi menjatuhkan lawan – berlomba adalah mengembangkan potensi individu dengan niat saling menguntungkan.
5
BAB V : INDIVIDU DAN MASYARAKAT Telah dibicarakan bahwa manusia adalah makhluk yang lahir sebagai individu tetapi hidup bermasyarakat. Setiap orang mempunyai kemerdekaan individual ini merupakan hak asasinya yang utama. Tetapi hak asasi tersebut harus diletak-kan dalam kerangka kehidupan bersama di masyarakat. Bermasyarakat bukan saja merupakan kenyataan tetapi juga keharusan yang tak terhindari. Mengapa? Karena kebutuhan perorangan tidak mungkin dipenuhi secara memuaskan kecuali dengan kerja sama yang baik antara anggota masyarakat. Manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan hidup tak berbatas. • Manusia bukan hanya perlu makan sekedar mengandung unsur-unsur yang diperlukan tubuh tetapi memerlukan makanan yang bermacammacam : karbohidrat, sayuran, telor, daging, susu. Makanan itu harus bervariasi, nikmat di lidah, sedap dipandang, dimakan dalam suasana indah, dll. • Manusia bukan hanya perlu pakaian sekedar menutupi tubuh, akan tetapi memerlukan pakaian yang bervariasi, enak dipakai, indah dipandang, sesuai dengan kepribadian pemakainya, dsb. • Manusia bukan hanya perlu tempat tinggal sekedar dapat memenuhi kebutuhan berteduh tetapi memerlukan tempat tinggal yang nyaman, hangat, indah, bisa digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas seperti tidur, menerima tamu, makan, mandi, berolah raga, dan sebagainya. • Manusia pun membutuhkan kehormatan, rasa memiliki, rasa mampu, kekuasaan, cinta kasih, dan banyak lagi. semua kebutuhan manusiawi itu hanya bisa dipenuhi dengan cara bekerja sama di dalam masyarakat. Mengapa? Karena kemampuan individual itu sangat terbatas. Manusia tidak mungkin memenuhi kebutuhannya bila setiap orang harus menaman padi sendiri, berburu hewan sendiri, memasak sendiri, menenun dan menjahit pakaiannya sendiri, mengajar anak-anaknya sendiri kemampuan yang ada pada masing-masing orang tidak akan berkembang. Tiap orang mempunyai sifat dan potensi yang berlain-lainan. Masingmasing orang mempunyai kelebihan dan kekurangan. orang dapat dan harus saling memberikan kelebihan berkembanglah profesi dan pendapatan yang bermacam-macam. Surah az-Zuhruf ayat 32 menyatakan:
1
“Kami Allah yang membagi-bagikan di antara mereka, penghidupan mereka di dunia”. Dengan demikian maka berlangsunglah kerja sama di antara orang-orang dari berbagai profesi. - Petani memberikan kelebihan hasilnya kepada para guru, dokter, insinyur, pedagang - Guru mendidik anak orang-orang lain, termasuk anak petani - Dokter mengobati penyakit para anggota masyarakat, termasuk petani, guru, pedagang dan keluarganya - Pedagang membawakan barang-barang kebutuhan seluruh masyarakat. Dan seterusnya. Kerjasama yang harmonis akan menguntungkan semua orang. Namun setiap orang mempunyai nafsu cenderung mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya bagi diri sendiri yang berlangsung bukanlah kerja sama tetapi eksploitasi (pemerasan seseorang kepada orang lain). Orang-orang yang mempunyai potensi dan kedudukan strategis memiliki peluang besar untuk melakukan eksploitasi. - Eksploitasi pedagang kepada kosumen dengan menimbun barang sehingga harga naik. - Eksploitasi pemilik pabrik kepada buruh-buruhnya. - Eksploitasi pemegang kekuasaan kepada rakyat, Dan sebagainya. Supaya kerjasama di dalam masyarakat berlangsung harmonis, setiap anggota masyarakat harus mengendalikan nafsunya. Pengendalian nafsu dicapai dengan iman dan ibadah kepada Allah. Dengan demikian pengendalian nafsu bukan saja penting untuk membina hablun minalloh tetapi juga untuk memelihara hablun minannas yang baik. Telah dikemukakan bahwa kemerdekaan individual harus diletakkan dalam kerangka kehidupan bermasyarakat. - Kemerdekaan individual yang sepenuhnya, hanya dapat diperoleh apabila seseorang sepenuhnya sendirian. - Begitu dia bersama dengan orang lain kemerdekaannya itu dibatasi oleh kemerdekaan orang lain. - Tanpa pembatasan pasti terjadi benturan kepentingan di antara individu perlu disusun aturan-aturan di dalam masyarakat. - Aturan tersebut pada hakekatnya membatasi kemerdekaan individual, tetapi menjamin kemerdekaan bersama. - Karena setiap orang ingin memperoleh kemerdekaan individual yang seluas-luasnya terjadi tarik menarik di antara anggota masyarakat terntang aturan bersama tersebut. aturan harus disepakati oleh semua
2
-
orang, melalui musyawarah yang didasari oleh semangat untuk membina harmoni di dalam masyarakat. Di dalam aturan sosial yang baik, setiap anggota masyarakat memperoleh hak-haknya secara optimal dengan mengakui dan menghormati hak-hak orang lain.
3
VI. KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI
• •
Telah kita bicarakan pada Bab V bahwa di dalam masyarakat terjadi tarik menarik antara kepentingan perorangan dengan kepentingan bersama. Bila setiap anggota masyarakat hanya mengutamakan kepentingan sendiri konflik dan kerugian bersama. Bila kepentingan bersama saja yang dipikirkan potensi individual tidak berkembang secara optimal. harus ditetapkan aturan-aturan yang disepakati dan ditaati oleh semua anggota masyarakat. Dengan kata lain: harus ditegakkan keadilan di dalam masyarakat. Siapa yang harus menegakkan keadilan? Pada hakekatnya semua orang. Dalam kenyataan, tidak mungkin semua orang bekerja untuk melakukan hal yang sama. Maka harus ada sejumlah orang yang mendapatkan legitimasi atau kewenangan dari masyarakat untuk mengatur masyarakat itu pemimpin-pemimpin masyarakat.
• • •
Para pemimpin itu harus memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi berpancar dari iman yang kokoh kepada Allah swt. Mereka memiliki kasih sayang tulus kepada sesama (pancaran dari Rahman dan Rahim Allah) Mereka terhindar dari pamrih pribadi yang berlebihan Mereka tidak memihak kepada seseorang atau suatu kelompok yang disenanginya. Para pemimpin dengan kualitas taqwa akan mampu menegakkan keadilan di dalam masyarakat. Mereka sadar, bahwa mereka bukan saja bertanggung jawab kepada masyarakat juga dan terutama kepada Allah swt. “Kullukum raa’in wa kullukum mas-uulun ‘an ra’iyyatih – setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu bertanggungjawab kepada Allah atas kepemimpinanmu”. Masyarakat itu bertingkat-tingkat, dari unit terkecil (keluarga) unit-unit masyarakat yang besar. Unit masyarakat yang paling penting karena terbentuk secara formal adalah Negara. Maka Pemerintahan Negara merupakan pemimpin yang paling bertanggung jawab untuk menegakkan keadilan dalam Negara itu.
Tugas pemerintah yang terpenting adalah: menjamin kemerdekaan individual dan kemerdekaan kelompok di dalam negara, dengan mengutamakan kebersamaan atas dasar persamaan kemanusiaan. Pemerintah memperoleh kewenangan dari warga negara.
1
Warga negara wajib taat kepada Pemerintah. Bagi seorang mu’min, ketaatan kepada Pemerintah itu merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah. An-Nisa ayat 59 : Pemerintah haruslah orang-orang yang dikehendaki dan ditetapkan oleh warga negara. Cara menetapkan pilihan terserah kepada ijtihad
warga negara yang bersangkutan. Untuk menjamin tegaknya keadilan, Pemerintah harus mengacu kepada hukum-hukum Allah. Surat al-Maidah ayat 45:
• • •
Sebagai pemimpin atas sesama manusia, Pemerintah bukan hanya bertanggung jawab kepada warga negara, tetapi bertanggung jawab kepada Allah swt. Salah satu keadilan yang harus ditegakkan adalah keadilan di bidang ekonomi. Kenyataan menunjukkan bahwa umumnya orang menyukai harta kecintaan berlebihan kepada harta menyebabkan orang mengabaikan keadilan. Persaingan dan perebutan kepentingan dalam harta telah mengakibatkan berbagai keburukan: perselisihan di dalam keluarga, pertengkaran di dalam masyarakat, dan peperangan antar negara Al-Quran menyatakan bahwa kesenangan kepada harta itu wajar dan manusiawi – namun orang harus ingat bahwa kenikmatan dunia itu singkat dan kecil, ada kenikmatan akhirat yang lama dan sangat besar. Surat Ali ‘Imran ayat 14 :
2
“Dijadikan indah dalam pandangan manusia, kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu: lawan jenis, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda-kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah tempat kembali yang baik”.
• •
Harta dunia adalah milik Allah disediakan (ditundukkan) bagi manusia : manusia diizinkan untuk menguasai dan memanfaatkannya. Tetapi orang harus ingat bahwa harta dunia ini disediakan untuk manusia seluruhnya bukan seseorang atau sekelompok orang saja. Karena itu : cara memperoleh harta harus baik (tidak melanggar aturan, tidak mengganggu hak-hak orang lain). Riba dilarang keras, karena merusak tatanan kepemilikan harta. Membelanjakan harta harus baik . Surat al-Furqon ayat 67 menyatakan sosok pribadi orang yang selamat dari neraka antara lain:
“dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta tidak boros dan tidak pula kikir, dan pembelanjaan itu di tengah-tengah antara keduanya”. (QS Al-Furqan 25:67). idealnya: orang mencari dan membelanjakan harta sebagai bagian dari ibadah.
• •
Dalam masyarakat yang tidak bertakwa: berlangsunglah penin-dasan (eksploitasi) ekonomi dari yang kuat kepada yang lemah. Di bidang produksi, majikan mengeksploitasi buruh; Di bidang distribusi, yang memiliki modal dan informasi mengeksploitasi yang miskin dan bodoh. jurang antara kaya dan miskin lebar dan semakin lebar. Masyarakat kecil pasti menyimpan rasa iri hati, dan dendam yang membara. Pada saatnya akan terjadi kemelut sosial yang menghancurkan masyarakat. Surat alIsra ayat 16: “Apabila Kami (Allah) menghendaki untuk membinasakan suatu negeri,
maka Kami perintahkan orang-orang yang berfoya-foya di negeri itu supaya mentaati Allah, tetapi mereka berbuat durhaka di negeri itu. Maka
3
sudah sepantasnya berlaku vonis Kami; kemudian Kami menghancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”.
• •
• •
Usaha menegakkan keadilan dalam masyarakat / negara dilakukan dengan cara : Melakukan pendidikan yang efektif agar warga masyarakat tidak mengumbar nafsunya, tidak mencintai harta dunia melebihi batas kewajaran. Menetapkan pembatasan-pembatasan dan aturan-aturan yang ketat dan dilaksanakan secara konsisten, sehingga anggota masyarakat mengusahakan dan membelanjakan harta dengan cara yang baik. Di dalam masyarakat yang bertakwa, masih ada perbedaan antara yang kaya dan yang miskin. Itu karena manusia mem-punyai kemampuan yang berbeda-beda. Tetapi perbedaan itu terjadi dalam ukuran yang wajar. Untuk menanggulangi perbedaan tersebut : Orang yang kaya diperintahkan menafkahkan sebagian hartanya untuk diberikan kepada yang miskin. (zakat, infaq, hibah, washiyat, dll). Ada yang wajib ada yang sunnat. Orang yang miskin dianjurkan agar tidak menggantungkan diri kepada pemberian orang lain bersikap ‘iffah (menjaga kehormatan diri. terjadi keseimbangan di dalam masyarakat.
4
VII. KEMANUSIAAN DAN ILMU PENGETAHUAN Kita telah membicarakan bahwa manusia ditetapkan Allah sebagai Khalifah fil Ardhi – pengelola bumi, di samping sebagai ‘Abdullah – hamba Allah. untuk dapat menunaikan tugasnya dengan baik, manusia perlu mempunyai pengetahuan yang cukup tentang bumi dan alam sekitarnya, serta tentang manusia sendiri. Kita telah membicarakan pula bahwa alam semesta ini dicipta melalui proses dan prosedur yang pasti (fii sittati ayyam – dalam enam hari) – kemudian diatur dengan taqdirnya yang tetap dan tidak berubah. Kemudian manusia dianugerahi akal yang mampu menangkap gejala, proses, kejadian manusia menda-patkan pengetahuan-pengetahuan yang banyak. Berbagai pengetahuan yang diperoleh di berbagai tempat dan waktu itu kemudian dihimpun dan disistematisasikan ilmu pengetahuan. Orang memiliki ilmu pengetahuan kealaman (natural sciences), dan ilmu pengetahuan tentang manusia (social sciences dan juga humaniora). Gejala-gejala alami yang dapat ditangkap oleh indera dan akal itu disebut Ayat (tanda tanda keberadaan dan keagungan Allah swt). Pada saat yang sama Allah juga menurunkan ayat yang berupa wahyu. Dengan demikian ada dua ayat Allah yang dapat dipahami manusia: • Ayat Kauniyah – ayat alam fenomena alam dan manusia yang dapat ditangkap oleh akal dan disusun menjadi ilmu. • Ayat Tanziliyah – ayat yang diturunkan keterangan langsung dari Allah yang dapat ditangkap oleh akal dan juga dapat disusun menjadi ilmu. Kedua ayat tersebut berasal dari Allah tidak mungkin ada pertentangan di antara keduanya. Kalau nampak seperti ada pertentangan, maka tiga kemungkinannya: • Pemahaman terhadap ayat kauniyah keliru • Pemahaman tentang ayat tanziliyah keliru • Pemahaman terhadap dua-duanya keliru. bila pemahaman terhadap keduanya benar : dua ayat tadi saling menopang dan melengkapi. Sebagai ‘abdullah dan khalifah fil ardhi, manusia wajib untuk beramal shalih antara lain mengatur tatanan alam dan manusia. harus menguasai ilmu pengetahuan, baik yang kauniyah maupun yang tanziliah mencari dan mengem-bangkan ilmu merupakan keharusan bagi setiap muslim. (Hadits: Tholabul ‘ilmi fariidhotun ‘alaa kulli muslimin wa muslimatin – mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun wanita). • Menuntut ilmu secara umum, merupakan fardhu ‘ain • Menuntut ilmu khusus (bidang-bidang tertentu) fardhu kifayah.
1
Dengan semangat ibadah dan dilandasi norma-norma ibadah, para pejuang Islam masa dahulu telah menggali ilmu dengan sangat cermat, sehingga menjadi pelopor-pelopor pengembang ilmu pada zamannya. Di antara mereka adalah : 1. Jabir ibn Hayyan (721-815), di negeri Barat dikenal sebagai Geber. Diakui dunia ilmu sebagai orang pertama yang menggunakan metode ilmiah dalam penelitiannya di bidang alkemi. Dia menggunakan tungku untuk mengolah mineral-mineral dan mengekstraksi mineral tersebut menjadi zat Kimia lalu membuat klasifikasinya. 2. Muhammad ibn Musa al-Khwarazmi ( w 836). Dikenal oleh para ilmuwan dengan nama Algorithm. Namanya menjadi salah satu pengertian penting dalam Aritmetika. Penemu angka nol, yang menjadi faktor sangat penting dalam Ilmu Aljabar, ilmu yang didasarkan kepada judul bukunya. 3. Muhammad ibn Zakaria ar-Razi (855-925), dikenal dengan nama Latin Razes. Dia seorang dokter klinis yang banyak melakukan penelitian dalam ilmu Kimia. Sebagai dokter, melakukan penelitian yang sangat bermanfaat mengenai penyakit Cacar dan Campak. 4. Abi Ali al-Husain ibn Sina (980-1073), dikenal sebagai Avicena. Penulis buku-buku pengobatan, yang selama lima abad digunakan oleh dunia kedokteran. Selain itu dia juga menulis masalah Astronomi dan Filsafat. 5. Ibn Khaldun (1332 – 1406), seorang sejarawan yang dikenal sebagai “Bapak Sosiologi Islam”. Mempelajari ilmu secara otodidak, dan menulis banyak buku yang sampai sekarang masih dipelajari oleh para ahli. 6. Umar Khayam, al-Ghazali, Ibn Rusyd, dan lain-lain. Para ilmuwan tersebut adalah juga “ulama” dalam pengertian menguasai ilmu-ilmu taziliyah. Mereka mengembangkan ilmu justru karena dorongan agamanya. Bersama dengan perkembangan keilmuan pada pribadi para tokoh muslim, dibangun pula lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian yang sangat maju pada zamannya. Di antara lembaga tersebut adalah: Bait alHikmah di Baghdad, dibangun sekitar tahun 815, Dar al-Ilm, dibangun tahun 1005 di Kairo, al-Azhar di Kairo, dan observatorium yang dibangun di beberapa tempat. Sayang, kemajuan ilmu di kalangan kaum muslimin kemudian mengalami kemunduran yang sangat tajam, karena masyarakat disibukkan oleh pertikaian di antara mereka dan hubbud dunya yang berlebihan.
2
BAB VIII : KESIMPULAN DAN PENUTUP
Hidup yang benar adalah hidup yang dilandasi oleh keyakinan Tauhid membina dorongan untuk berbuat baik. Tauhid diperkokoh dengan Ibadah merasa dekat dengan Allah dan berkeinginan untuk berbuat baik karena Allah, dan mengendalikan nafsu juga karena Allah. Keinginan berbuat baik (amal shalih) diwujudkan dengan perbuatanperbuatan yang bermanfaat bagi masyarakat, yakni amar ma’ruf nahi munkar dalam arti yang luas. Kesadaran untuk berbuat lebih baik melahirkan Jihad (berjuang) dalam segala bidang, dengan melakukan kerja sama dan kerja bersama seluruh masyarakat. Untuk memperoleh hasil kerja yang sebaik-baiknya, orang harus berilmu yang setinggi-tingginya. Maka tugas manusia adalah: • Beriman • Berilmu • Beramal