BAB I BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Rumah sakit selalu berusaha melayani kesehatan masyarakat dengan performa terbaiknya, namun tidak semua rumah sakit mampu melayani pasien dengan efektif dan efisien. Berdasarkan observasi dan evaluasi sasaran mutu rumah sakit, beberapa pasien dan pihak rumah sakit mengalami gangguan administratif maupun operasional. Gangguan ini antara lain keterlambatan tenaga kerja (perawat, dokter), lamanya waktu pembayaran, kapasitas ruangan tidak tercukupi, kekurangan perawat, dan lain-lain. Pemetaan alur pasien (patient flow) diperlukan untuk mengetahui sumber permasalahan tersebut. Berdasarkan The Health Foundation (Silva, 2013) alur pasien yang buruk dapat merugikan pasien, mengurangi kepuasan pasien dan menambah biaya karena kurang efisien dalam menggunakan sumber daya karyawan. Pemetaan ini dilakukan agar dapat merepresentasikan dengan kondisi yang sebenarnya sehingga solusi tepat guna. Kriteria rumah sakit yang berkualitas adalah memiliki potensi tertinggi yang mewakili regional, jumlah tempat tidur minimal sebesar 200 tempat tidur, reputasi rumah sakit di segmen pasar, kualitas pelayanan, dan potensi masa depan (Andayani, 2014) dan RS Bethesda merupakan salah satu rumah sakit di Yogyakarta yang memiliki kriteria rumah sakit tersebut. Berdasarkan Kementerian Kesehatan RI (2013) dan Peraturan Menteri Kesehatan RI (2010), RS Bethesda merupakan rumah sakit tipe B non pendidikan terakreditasi di provinsi DIY dimana dinyatakan lulus akreditasi tahap III untuk 16 pelayanan tercatat tanggal 8 Desember 2010. RS Bethesda memiliki spesifikasi tenaga kerja: (1) dokter umum 26 orang, (2) dokter spesialis 59 orang, (3) dokter gigi 3 orang, (4) perawat 642 orang, (5) paramedis non perawat 122, (6) orang non medis 423 orang. RS Bethesda yang berkualitas dan terakreditasi masih tidak luput dari inefisiensi kerja. Berdasarkan wawancara dengan narasumber, observasi pendahuluan, dan evaluasi
1
2
laporan rekam medis, RS Bethesda masih belum mampu memenuhi standar mutu yang ditetapkan pihak eksekutif rumah sakit. Dengan demikian perlu diadakan pengoptimalan untuk inefisiensi kerja di RS Bethesda. RS Bethesda memiliki 2 alur pasien yaitu rawat inap dan rawat jalan. Rawat jalan memiliki alur yang lebih sederhana namun berulang sehingga sering terjadi perputaran pasien yang tidak perlu dalam suatu lokasi tertentu. Rawat inap dibandingkan dengan rawat jalan memiliki alur yang lebih panjang dan lebih rumit sehingga menimbulkan berbagai masalah, diantaranya bottleneck di dalam sistem. Faktor terjadinya bottleneck adalah bed occupancy rate (BOR) dan length of stay (LOS). BOR menunjukkan tingkat pemakaian kamar di rumah sakit. Jika BOR tinggi hampir dipastikan terjadi bottleneck di kamar, farmasi rawat inap, hingga proses kepulangan pasien. BOR yang tinggi menunjukkan jumlah pasien yang tinggi sehingga dapat terjadi penumpukan atau antrian di beberapa lokasi selain kamar. LOS menunjukkan lama tinggal pasien di rumah sakit. Lama tinggal pasien dipengaruhi oleh peningkatan kondisi kesehatan pasien dan keputusan dokter untuk memulangkan pasien. LOS yang tinggi ditambah dengan jumlah pasien yang tinggi meningkatkan kemungkinan terjadinya bottleneck. Berdasarkan wawancara dan observasi, rata - rata BOR di RS Bethesda adalah 71,33% dengan kisaran 67,75% – 75,94%. Artinya, sekitar 370 dari 440 kamar terpakai dan terjadi secara siklis. BOR mulai meninggi di bulan Januari hingga Mei kemudian menurun di bulan Juni sampai Juli. Nilai BOR yang terendah terjadi selama 2 bulan, sebelum masa lebaran. Masa pada saat lebaran bisa meningkatkan BOR karena kota Yogyakarta adalah tujuan mudik sehingga bisa memperpadat penduduk untuk sementara. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya BOR kembali, yang berakibat pada terjadinya bottleneck. Waktu tunggu yang lama dan jumlah antrian yang panjang juga merupakan indikasi adanya bottleneck. Antrian panjang sering terlihat di farmasi rawat inap dan proses pendaftaran pasien yang mencakup admisi, radiologi, dan laboratorium PK. Berdasarkan observasi, waktu tunggu di farmasi berkisar 5 menit sampai 2 jam dengan rata – rata 1 jam. Waktu tunggu di radiologi rata – rata adalah 30 menit
3
dengan kisaran 5 menit sampai 1,5 jam, waktu tunggu admisi hanya berkisar 30 detik sampai 21 menit dengan rata – rata 2 menit. Pada proses pendaftaran, pasien mendaftar dan memilih kamar melalui admisi. Kemudian pasien masuk ke radiologi untuk pengambilan foto rontgen dan diambil darahnya untuk diproses di lab. Dalam radiologi, pasien mendaftarkan dirinya di loket pendaftaran radiologi. Pasien menunggu mesin siap atau mengantri pasien yang lain. Antrian dapat terjadi karena waktu proses pengambilan foto untuk MRI dan USG cukup lama dan pasien yang mendaftar lebih banyak dari yang terfasilitasi. Antrian dalam radiologi dapat mempengaruhi jam masuk pasien ke dalam kamar. Semakin lama waktu di dalam radiologi semakin lama pula waktu pasien untuk masuk kamar. Proses kepulangan pasien (discharge) dimulai dari dokter menyatakan pasien bisa pulang. Namun dapat terjadi masalah seperti di bagian farmasi untuk retur obat dan tambahan obat untuk dibawa pulang menurut resep dokter. Proses pembayaran juga akan memakan waktu yang lama jika pasien tidak siap membayar atau menggunakan asuransi. Jika ada keterlambatan dalam proses – proses tersebut, akan terjadi domino effect yang menambah waktu keterlambatan di lokasi lain. Keterlambatan kepulangan pasien ini akan berdampak pada pasien baru yang menunggu ruangan untuk dirawat. Pasien – pasien tersebut harus menunggu kamar siap dan semakin menambah antrian kamar yang tidak perlu. Di dalam farmasi terdapat antrian yang panjang dan waktu tunggu pelayanan yang lama. Antrian di dalam farmasi rawat inap berupa kartu obat. Kartu obat datang dari masing – masing paviliun rawat inap dan waktu kedatangan sangat beragam tergantung dari jam dokter visit. Farmasi rawat inap ini melayani instalasi rawat inap, ICU, PICU/NICU, PSA, dan lain – lain. Farmasi sudah menerapkan prioritas order dari ICU, pasien pulang, hingga pasien biasa, namun antrian dan waktu tunggu pelayanan masih sangat lama. Adanya antrian ini disebabkan karena jumlah pasien yang besar menyebabkan banyaknya kartu obat dan tidak seimbangnya jumlah pekerja dengan jumlah kartu obat yang akan dilayani. Waktu pembayaran juga sering terjadi bottleneck. Untuk pembayaran, pasien dapat membayar sendiri atau dengan asuransi. Pembayaran dengan asuransi
4
memakan waktu yang lama karena membutuhkan konfirmasi dari 2 pihak. Proses konfirmasi ini seringkali lebih lama dari standar waktu sasaran mutu karena ada gangguan administrasi seperti kesalahan intrepretasi, perubahan kebijakan dari pihak asuransi, perubahan tagihan, kesalahan pencatatan, dan lain - lain. Karena masalah ini menyangkut dengan pihak luar rumah sakit, yaitu perusahaan asuransi yang proses konfirmasi pembayarannya diluar cakupan peneliti dan tidak bisa dilakukan perbaikan, maka permasalahan ini akan diabaikan dan berada di luar batasan masalah. Hal – hal tersebut akan mengakibatkan keterlambatan penanganan, pengurangan kepuasan pasien, pasien tidak mendapatkan ruangan rawat inap, dan sasaran mutu RS Bethesda yang tidak tercapai. Bottleneck ini bisa disebabkan kurang terpadunya sistem yang ada, sehingga fasilitas, tenaga kerja, dan pasien kurang efektif dan efisien dalam pelaksanaannya. Beberapa solusi yang dapat diberikan untuk mengurangi bottleneck adalah dengan alokasi tenaga kerja, distribusi beban kerja, penjadwalan pasien keluar, menerapkan teknologi atau alat bantu untuk mempercepat waktu proses, dan optimasi tata letak rumah sakit. Solusi – solusi tersebut merupakan variabel penting yang berpengaruh terhadap bottleneck itu sendiri. Optimasi tata letak rumah sakit merupakan pilihan terakhir dalam solusi karena biaya investasi untuk mengimplementasikannya akan sangat besar. Hal yang sama berlaku untuk juga untuk penerapan teknologi baru, sehingga penjadwalan pasien keluar dan alokasi tenaga kerja lebih layak dan mungkin untuk dilakukan. Dengan demikian solusi yang bisa ditawarkan dari penelitian ini adalah pada jumlah karyawan, penjadwalan karyawan, dan penyeimbangan beban kerja. Demikian peneliti akan melakukan penelitian mengenai aliran pasien rawat inap di RS Bethesda.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai hal - hal sebagai berikut: a. Bagaimana pemetaan model simulasi aliran pasien rawat inap di RS Bethesda.
5
b. Berapa jumlah karyawan dan bagaimana penjadwalan shift yang terbaik untuk mengurangi waktu tunggu dan memperbaiki utilitas pekerja di RS Bethesda.
1.3. Asumsi dan Batasan Masalah Penelitian ini memiliki asumsi sebagai berikut: a. Tenaga kerja RS Bethesda bagian rawat inap siap setiap saat (karyawan tidak cuti mendadak). Selain itu, tidak memperhitungkan adanya kerusakan dan waktu maintenance alat – alat penunjang di dalam sistem. Asumsi ini berdasarkan observasi dan wawancara yang menunjukkan sedikitnya kemungkinan terjadinya breakdown alat penunjang dari sistem rawat inap yang diteliti. b. Penggunaan Laboratorium PK sudah mewakili proses pemeriksaan di laboratorium lain. Laboratorium lain tersebut adalah Laboratorium Mikrobiologi dan Patologi Anatomi (PA). Laboratorium tersebut hanya digunakan untuk pasien tertentu yang memiliki penyakit berat (kanker akut misalnya) dan jarang terjadi bottleneck di lingkup tersebut. c. Kedatangan pasien berasal dari Instalasi Rawat Jalan (poliklinik) dan Instalasi Gawat Darurat. Entitas tabung darah dan hasil lab yang merupakan masukan dan keluaran pada lokasi Laboratorium PK akan datang bersamaan dengan kedatangan pasien di sistem rawat inap. Penelitian ini memiliki batasan sebagai berikut: a. Ruang lingkup penelitian di pasien rawat inap. b. Memodelkan proses masuk dan keluar pasien rawat inap, tidak termasuk operasi, pembedahan, atau sarana penunjang lain yang dibutuhkan ketika pasien dalam masa perawatan. c. Permintaan obat pada farmasi hanya satu kali sehari tiap pasien. Lama perawatan pasien akan menentukan berapa kali pasien akan mendapatkan obat. Sehingga semakin tinggi volume pasien dan lama perawatannya maka permintaan obat atau beban kerja pada farmasi akan semakin besar.
6
d. Pembayaran pasien menggunakan waktu rata – rata dari laporan keuangan. Seperti yang dijelaskan dalam latar belakang, proses pembayaran dengan piutang atau asuransi tidak dimodelkan karena proses tersebut memiliki masalah yang terlalu rumit dan berada di luar kemampuan peneliti untuk melakukan perbaikan. Dengan demikian proses piutang dan asuransi ditiadakan dari cakupan penelitian.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Memetakan alur pasien rawat inap RS Bethesda. b. Memberikan solusi terbaik untuk penjadwalan shift dan jumlah karyawan yang dapat mengurangi waktu tunggu dan memperbaiki utilitas karyawan.
1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengurangi keterlambatan, penundaan, bottleneck, dan masalah kapasitas dalam sistem alur pasien rawat inap RS Bethesda. Perbaikan dalam alur pasien ini akan berdampak positif dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pasien akan merasa puas dengan pelayanan, keluhan terhadap rumah sakit berkurang, dan dapat mengurangi biaya operasional yang tidak perlu.