BAB I BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta adalah Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Yogyakarta 2005-2025, visi Kota Yogyakarta adalah sebagai kota pendidikan berkualitas, pariwisata berbasis budaya, dan pusat pelayanan jasa (BAPPEDA, 2005). Pemerintahan Kota Yogyakarta berusaha mewujudkan visi tersebut dengan misi yang tertera pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Yogyakarta 2012-2016 seperti penyelenggaraan pendidikan harus memiliki kualitas yang berstandar internasional, menjadikan Kota Yogyakarta tujuan wisata terkemuka di Asia Tenggara, memberikan kontribusi dan dominasi yang lebih besar dari daerah lain di Indonesia, dan mendorong serta memfasilitasi berjalannya ekonomi kerakyatan yang berkualitas, berkelanjutan, berbasis wilayah, dan berpihak kepada masyarakat Kota Yogyakarta (BAPPEDA, 2012). Untuk menopang visi dan misi tersebut, kota Yogyakarta perlu meningkatkan infrastrukturnya. Dengan adanya infrastruktur, terutama transportasi, kegiatan di bidang pendidikan, pariwisata, perekonomian, dan pelayanan jasa akan meningkat secara signifikan (Chandra dan Thompson, 2000). Kota Yogyakarta sekarang tidak hanya terpusat pada Keraton Yogyakarta, Jalan Malioboro, dan Tugu Yogyakarta tetapi tersebar di berbagai tempat seperti di daerah pendidikan UGM-UNY, daerah wisata Prawirotaman, dan daerah perekonomian Jalan Solo (Sunaryo et al, 2011). Hal ini menyebabkan peningkatan kepadatan lalu lintas di berbagai jalan utama. Peningkatan kepadatan lalu lintas ini tidak hanya berasal dari kendaraan bermotor yang mempunyai plat AB, tetapi juga dari banyaknya kendaraan bermotor daerah lain yang beroperasi di Kota Yogyakarta. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor ini akan menambah polusi dengan emisi gas buangnya. Masalah transportasi ini jika tidak diatasi dapat menurunkan kualitas udara bersih di Kota Yogyakarta. (BAPPEDA, 2007)
1
2
Untuk mengatasi kepadatan lalu lintas Kota Yogyakarta, pemerintahan Kota Yogyakarta telah merencanakan pengembangan sistem jaringan transportasi terpadu dalam jangka pendek, menengah, dan panjang yaitu dengan menambah jumlah armada dan trayek bus kota dan Trans Jogja, mengoperasikan kereta api komuter Prambanan-Wates-Kutoarjo dengan menambah stasiun/halte kereta api baru di antaranya, dan memperkenalkan penggunaan sistem angkutan umum massal yang dapat berupa monorel, aerobus, atau trem listrik untuk menambah kapasitas penumpang per hari. Dengan pengembangan ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan kapasitas penumpang sebesar 51.000 per hari pada tahun 2010 menjadi sebesar 330.000 per hari pada tahun 2025. (Munawar, 2009) Pada tahun 2014, pemerintahan Kota Yogyakarta telah melakukan berbagai rencana pengembangan sistem jaringan transportasi seperti menambah armada Trans Jogja melalui pembelian 20 armada Trans Lampung (Pamungkas, 2014) dan memperkenalkan investasi kereta komuter di website Badan Kerjasama dan Penanaman Modal (BKPM) sebesar Rp. 218.750.000.000,00 untuk pembangunan 8 stasiun dan pengubahan sistem sinyal dari sistem mekanis ke sistem elektrik. Dan pada tanggal 28 Agustus 2014, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan tim dari UGM memaparkan rencana pembangunan sistem transportasi baru berupa trem dan monorel di kota Yogyakarta (Anugraheni, 2014). Rencana ini dilakukan karena volume kendaraan pribadi yang bertambah banyak, kurangnya armada angkutan massal, dan jalan raya yang tidak dapat dilebarkan lagi. Langkah pemerintahan Kota Yogyakarta untuk menerapkan sistem transportasi trem dan monoreltelah didahului oleh pemerintahan Kota Surabaya. Kota Surabaya pada tahun 2013 merencanakan penerapan sistem transportasi Surotram dan Boyorail dalam Surabaya Mass Rapid Transportation (SMART) (Wahyu, 2013). Surotram yang berkapasitas 200 penumpang akan membelah koridor utara hingga selatan kota Surabaya dan Boyorail yang berkapasitas 400 penumpang akan mengakomodasi transportasi koridor timur hingga barat. Pemerintah Kota Surabaya mengintegrasikan MRT dengan kereta api dan transportasi lainnya seperti bus, angkutan umum, dan bus feeder. SMART bekerjasama dengan PT. KAI pada tahun 2015. (Widarti, 2014)
3
Pemerintahan Kota Yogyakarta mengikuti jejak Pemerintahan Kota Surabaya dengan menerapkan sistem transportasi trem dan monorel (Universitas Gadjah Mada et al, 2014). Rencana jalur akan melewati jalur tengah kota Yogyakarta dan terbagi menjadi empat yaitu Jombor-PASTHY (Pasar Satwa dan Taman Hias Yogyakarta), Kentungan-Jalan Parangtritis, Godean-Maguwo, Gamping-JEC (Jogja Expo Center). Menurut Tim Perkereataapian Perkotaan DIY, terdapat kelebihan penerapan sistem transportasi trem dibandingkan dengan monorel yaitu investasi lebih kecil dan kekurangannya yaitu waktu tempuh lebih lama. Dalam penelitian ini, peneliti akan merancang simulasi menggunakan perangkat lunak FlexSim dan membandingkan sistem transportasi trem dan monorelpada satu jalur.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Bagaimana merancang simulasi sistem transportasi trem dan monorel menggunakan perangkat lunak FlexSim? b. Berapa penumpang per hari, waktu tunggu penumpang, waktu tempuh penumpang, dan persentase antrean penumpang trem dan monorel dengan simulasi menggunakan perangkat lunak FlexSim? c. Apa sistem transportasi massal yang dapat memenuhi Standar Pelayanan Minimum Angkutan Umum di Kota Yogyakarta?
1.3. Asumsi dan Batasan Masalah Penelitian ini memiliki asumsi sebagai berikut. a. Diasumsikan jumlah penumpang dan lokasi stasiun penumpang trem dan monorel sama dengan jumlah penumpang dan lokasi stasiun penumpang Trans Jogja. b. Diasumsikan jalan raya yang dijadikan rute trem dan monorel dapat diletakkan jalur di tengah jalan sesuai Rencana Pengembangan
4
Transportasi Perkeretaapian di perkotaan Yogyakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta. c. Diasumsikan trem akan mengalami penurunan kecepatan dan berhenti pada setiap lampu lalu lintas. d. Diasumsikan waktu antar kedatangan penumpang di setiap stasiun sama dengan waktu antar kedatangan penumpang di Halte Transjogja HOS Cokroaminoto e. Diasumsikan penumpang turun dengan persentase sebesar 30% pada stasiun pertama setelah stasiun kedatangan, 40% pada stasiun kedua setelah stasiun kedatangan, dan 30% pada stasiun ketiga setelah stasiun kedatangan.
Penelitian ini memiliki batasan sebagai berikut. a. Ruang lingkup penelitian di sekitar kota Yogyakarta b. Pemodelan sistem baik jalur, jumlah stasiun, dan spesifikasi armada mengacu pada Rencana Pengembangan Transportasi Perkeretaapian di perkotaan Yogyakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta. c. Jalur yang disimulasikan yaitu Jombor-PASTHY (Pasar Satwa dan Taman Hias Yogyakarta), Kentungan-Jalan Parangtritis, Demakijo-Maguwo, Gamping-JEC (Jogja Expo Center). d. Perangkat lunak yang digunakan adalah FlexSim versi 5. e. Penelitian hanya mempertimbangkan aspek teknis pada sisi simulasi dan tidak mempertimbangkan aspek ekonomi.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Merancang simulasi sistem transportasi trem dan monorel menggunakan perangkat lunak FlexSim. b. Mengetahui jumlah penumpang per hari, waktu tunggu penumpang, waktu tempuh penumpang, dan persentase antrean penumpang trem dan monorel.
5
c. Mengetahui sistem transportasi massal yang dapat memenuhi Standar Pelayanan Minimum Angkutan Umum di Kota Yogyakarta.
1.5. Manfaat Penelitian Peneliti berharap penelitian ini dapat menjadi acuan pemerintahan Kota Yogyakarta dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam merencanakan sistem transportasi massal. Dengan diterapkannya sistem transportasi massal, peneliti berharap polusi asap kendaraan bermotor berkurang dan kualitas hidup manusia di Kota Yogyakarta meningkat.