BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Permukiman tradisional nelayan suku Makasar dengan permukiman resettlement Untia memiliki banyak perbedaan dibanding persamaan ditinjau dari aspek budaya dan gaya hidup. Perbedaan-perbedaan tersebut berkaitan dengan desain permukiman dan rumah.
Berikut ini temuan konsep-konsep yang
merupakan jawaban atas permasalahan penelitian. A. “Konsep Permukiman Tradisional Suku Makassar yang Berbasis Budaya dan Gaya Hidup di Wilayah Pesisir” ·
Konsep Budaya pada Permukiman dan Rumah Tradisional Suku Makassar Pembentukan permukiman dan rumah didasarkan pada budaya. Nilai-
nilai budaya berperan penting dalam
menyertai proses pembentukan
permukiman dan rumah. Proses tersebut telah melalui perjalanan panjang dan terus dimodifikasi menyesuaikan diri dengan manusia, alam, dan lingkungan disekitarnya. Nilai-nilai budaya suku Bugis-Makassar yang berkaitan dalam desain permukiman dan rumah tradisional nelayan meliputi nilai falsafah, ekonomi/politik, status sosial, kesatuan hidup keluarga, estetika, dan ikatan kekerabatan. Nilai-nilai budaya tersebut memiliki dampak postif bagi masyarakat, seperti nilai falsafah yang bertujuan untuk menciptakan
kedamaian,
ketentraman, keamanan, kesehatan, dan kemakmuran. Nilai ekonomi politik dan status sosial bertujuan untuk mengangkat wibawa, harga diri, kehormatan keluarga dan pribadi pemilik rumah. Nilai tersebut akan mendorong seseorang atau keluarga untuk berusaha lebih keras dalam upaya mengangkangkat status. Nilai
kesatuan
hidup
keluarga
bertujuan
menciptakan
harmonisasi,
kebersamaan dan kebahagian pada keluarga. Nilai estetika bertujuan menciptakan ketenangan dan kesenangan, yang diekspresikan oleh alam dan lingkungan terbangun kepada yang melihatnya. Terakhir adalah ikatan 385
kekerabatan yang bertujuan meningkatkan sifat gotong royong, kekeluargaan, dan untuk menciptakan hubungan yang harmonis antarmasyarakat dan antarkeluarga. Selain memiliki dampak positif terhadap masyarakat, nilai-nilai budaya juga berdampak positif terhadap permukiman dan rumah, yaitu sebagai alat proteksi untuk tetap melestarikan wujud rumah tradisional sebagai karya arsitektur dari leluhur dan sebagai sumber ilmu pengetahuan. ·
Konsep Gaya Hidup pada Permukiman dan Rumah Tradisional Suku Makassar Gaya
hidup juga berperan penting dalam proses perjalanan
permukiman dan rumah tradisional nelayan suku Makassar selain budaya. Terdapat beberapa faktor penentu gaya hidup yang berkaitan dengan permukiman dan rumah, meliputi : pekerjaan, pendidikan, usia, status sosial ekonomi, aktivitas harian, dan kepercayaan masyarakat. Pekerjaan berperan dalam menentukan letak permukiman dan jenis fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan, tujuannya untuk mendapatkan efisiensi, efektifitas, dan keamanan kerja nelayan. Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat lebih banyak berdiam dalam permukiman dari pada di luar lingkungan permukiman, sehingga menyebabkan komunikasi semakin meningkat yang berdampak pada kedekatan antarpenghuni permukiman. Selain itu, pekerjaan juga berkaitan pada penggunaan ruang tertentu pada rumah dan menjadikan ruang tersebut sebagai tempat yang menyenangkan untuk bekerja. Pendidikan berperan terhadap kreatifitas, wawasan, dan kesempatan kerja nelayan yang berkontribusi kepada penghasilan. Penghasilan berkaitan dengan prioritas seseorang dalam permukiman, menyangkut kesempatan mendirikan rumah. Bagi kalangan berpendidikan rendah dengan penghasilan rendah yang jua rendah, letak, status, dan luas lahan, serta keamanan lingkungan permukiman tidak dipermasalahkan. Demikian pula dengan desain rumah dan identitas pribadi bukan masalah, yang terpenting adalah
386
kesempatan untuk dapat mendirikan rumah. Akibatnya tata letak rumah menjadi padat dan tidak teratur. Usia berperan terhadap letak rumah dalam permukiman dan prioritas pengembangan ruang tertentu. Semakin meningkat usia produktif, penghasilan semakin meningkat. Pada tahap tersebut letak rumah, status lahan, dan luas lahan, keamanan lingkungan, dan identitas pribadi mulai dipertimbangkan. Hasilnya, rumah semakin menjauh dari pantai dan mendekati jalan desa. Selain itu, usia juga berkaitan dengan prioritas pengembangan ruang tertentu pada rumah. Aktivitas harian memiliki kaitan dengan penggunaan ruang tertentu pada permukiman dan rumah. Aktivitas harian berbeda antara jenis kelamin dan usia yang melahirkan adanya perbedaan penggunaan ruang. Berdasarkan jenis kelamin dan usia, rumah dan ruang yang teduh, terlindung dan aman yang banyak digunakan wanita dalam beraktivitas. Pria dan anak-anak lebih banyak menggunakan ruang terbuka semi publik dan publik dalam beraktivitas. Kepercayaan berkaitan dengan kehadiran tempat atau ruang-ruang tententu di permukiman dan rumah. Kepercayaan membuat suatu tempat atau ruang menjadi bermakna dan dan bernilai. B. “Hasil Evaluasi Permukiman Resettlement Untia dari Aspek Budaya dan Gaya Hidup” Hasil evaluasi budaya dan gaya hidup di permukiman tradisional suku Makassar di wilayah pesisir terhadap budaya dan gaya hidup di permukiman resettlement Untia, menunjukkan bahwa nilai
budaya
masyarakat Bugis
Makassar terkait dengan permukiman sangat kurang digunakan (hampir tidak digunakan) di permukiman resettlement Untia. Sedang pada rumah inti, nilai-nilai budaya tersebut kurang digunakan. Namun pada pengembangan rumah, justru nilai-nilai tersebut tampak penggunaanya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat menginginkan penggunaan nilai budaya pada rumah tinggal di permukiman tersebut.
387
Sementara itu, konsep gaya hidup masyarakat di permukiman tradisional nelayan suku Makassar sangat kurang (hampir tidak) digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam desain permukiman resettlement Untia. Demikian pula dengan konsep gaya hidup yang digunakan pada rumah tradisional nelayan suku Makassar kurang digunakan pada rumah inti di permukiman resettlement Untia. Namun, konsep tersebut digunakan setelah rumah dikembangkan.
Dengan
demikian, dapat dinyatakan bahwa masyarakat selalu ingin memperlihatkan gaya hidup yang disimbolkan melalui rumah. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa aspek budaya dan gaya hidup turut berkontribusi
terhadap kegagalan permukiman resettlement
Untia. Sehingga diperlukan suatu perbaikan konsep permukiman resettlement di wilayah pesisir dari aspek budaya dan gaya hidup agar permukiman resettlement ke depan dapat lebih berhasil dan kehidupan masyarakat yang dipindah ke tempat baru dapat lebih baik dari tempat semula. C. “Konsep Permukiman Tradisional Suku Makassar yang Berbasis Budaya dan Gaya Hidup di Wilayah Pesisir yang Dapat Menjadi Salah Satu Dasar Konsep Permukiman Resettlement ke Depan” Temuan konsep permukiman tradisional suku Makassar yang berbasis budaya dan gaya hidup dapat dipakai
sebagai dasar konsep
permukiman
resettlement di wilayah pesisir ke depan, demikian pula dengan sisi positif yang dimiliki oleh permukiman resettlement Untia
dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan. Konsep permukiman resettlement baru di wilayah pesisir:yang diusulkan adalah : ·
Tanggap terhadap Budaya Konsep permukiman resettlement yang tanggap terhadap budaya,
adalah konsep yang memasukkan nilai-nilai budaya sebagai bahan pertimbangan dalam desain permukiman dan rumah. Nilai-nilai budaya yang sejalan dengan perkembangan zaman, tidak merugikan masyarakat, dan mendatangkan manfaat patut untuk dipertahankan. Budaya adalah produk yang dinamis dan akan selalu menyesuaikan diri dengan kebutuhan manusia dan lingkungan sekitar. Dalam penyesuaian tersebut akan selalu ada hal-hal 388
yang tetap dipertahankan dan ada yang berubah, namun bila terdapat perubahan maka hal tersebut memerlukan waktu yang lama. Penerapan nilai budaya dalam desain permukiman dan rumah mengandung nilai-nilai yang sangat baik bagi kehidupan masyarakat. Hal ini meliputi nilai falsafah, ekonomi/politik, status sosial, kesatuan hidup keluarga, estetika, dan kekerabatan. Nilai falsafah yang diterapkan pada permukiman dan rumah memperlihatkan kepatuhan terhadap tradisi, adat istiadat, penghargaan terhadap alam dan leluhur. Nilai ekonomi/politik dan status sosial, adalah nilai yang dapat memberi dorongan dan semangat kepada setiap orang untuk berusaha lebih baik dari sebelumnya, nilai yang mampu meningkatkan kualitas pribadi dan kelompok keluarga, sehingga mendapat penghormatan dan wibawa dalam masyarakat. Nilai kesatuan hidup keluarga, adalah nilai yang bertujuan menciptakan keharmonisan kehidupan keluarga terutama hubungan suami istri dalam sebuah rumah. Nilai estetika, adalah nilai yang dapat memperlihatkan keindahan dan image/citra yang dimiliki oleh permukiman dan rumah. Terakhir, nilai ikatan kekerabatan, adalah nilai yang bermanfaat untuk menciptakan persatuan, kebersamaan, meningkatkan semangat gotong royong kelompok keluarga atau masyarakat, dan
dapat
menciptakan keamanan lingkungan. ·
Tanggap terhadap Gaya Hidup Konsep permukiman resettlement yang tanggap terhadap gaya hidup
adalah konsep yang menyertakan gaya hidup masyarakat dalam pertimbangan desain permukiman dan rumah. Faktor penentu gaya hidup yang berkontribusi terhadap permukiman dan rumah meliputi pekerjaan, pendidikan, usia, aktivitas harian, dan kepercayaan. Tangap terhadap pekerjaan utama, adalah mempertimbangkan pekerjaan utama masyarakat dalam permukiman resettlement sehingga bermanfaat mendapatkan efisiensi dan efektifitas yang berdampak pada penghematan waktu, tenaga dan biaya operasional dalam bekerja. Selain itu, juga bermanfaat untuk keamanan peralatan penunjang pekerjaan. Tanggap terhadap pendidikan, adalah mempertimbangkan tingkat pendidikan masyarakat calon penghuni dan sumber 389
permukiman resettlement, sehingga bermanfaat untuk
daya alam di lokasi
menyajikan sistem pendidikan yang sesuai yang akan membantu masyarakat menambah wawasan dan pengetahuan tanpa merusak lingkungan sekitar. Tanggap
terhadap
usia,
adalah mempertimbangkan
usia
dalam
desain
permukiman, menjadikan penghuni betah pada lokasi semula dan tidak berpikir untuk pindah ke tempat lain, hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat kedudukan lahan dan rumah (hak milik). serta penyediaan tempat yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat dari semua usia. Tanggap terhadap aktivitas
harian, adalah mempertimbangkan aktivitas harian calon penghuni,
bermanfaat untuk menyiapkan wadah yang diperlukan masyarakat baik skala permukiman maupun rumah, sehingga permukiman dapat menjadi pusat aktivitas masyarakat dan rumah menjadi pusat aktivitas keluarga. Hal tersebut akan berdampak pada persatuan, kerjasama (gotong royong), dan keamanan. bermukim.
Tanggap
terhadap
kepercayaan,
adalah
resettlement
yang
mempertimbangkan kepercayaan sebagai unsur yang penting dalam disain. Penyediaan fasilitas peribadatan sebagai pusat aktivitas spiritual masyarakat berpengaruh terhadap ketenangan dan kedamaian dalam bermukim. Dengan demikian dapat dikatakan pertimbangan gaya hidup dalam desain permukiman dan rumah bertujuan untuk memberikan ketenangan masyarakat dalam
bermukim,
meningkatkan
kesejahteraan,
keamanan
lingkungan
permukiman, dan keberlanjutan ekologi setempat. Konsep permukiman tradisional suku Makassar yang berbasis budaya dan gaya hidup sebagai dasar konsep permukiman resettlement di wilayah pesisir, merupakan suatu konsep yang menyeimbangkan antara konsep budaya dan gaya hidup yang dianut oleh masyarakat di permukiman tradisional dengan konsep yang terencana buatan pemerintah.
Konsep yang lahir dari masyarakat
menempatkan dimensi manusia dan alam sebagai suatu kesatuan dan saling mempengaruhi. Sedang konsep pemerintah lebih menekankan pada aspek fisik dari lingkungan terbangun seperti penyesuaian dengan rencana tata ruang, ketersediaan lahan, harga lahan, dan aturan-aturan tata bangunan. Penggunaan konsep permukiman resettlement kedepan
yang tanggap
terhadap budaya, gaya hidup dan kepentingan pemerintah diharapkan akan dapat 390
menghadirkan ketenangan, kedamaian, dan kepuasan dalam bermukim, yang akan berujung kepada peningkatan kreatifitas, aktivitas, dan kesejahteraan pemukim, serta keberlanjutan lingkungan permukiman. Sumbangan Terhadap Teori Perumahan dan Permukiman Konsep yang telah ditemukan dapat menjadi sumbangan bagi teori-teori berikut : ·
Aspek Manusia dalam Pembentukan Lingkungan Buatan Hasil penelitian tentang budaya dan gaya hidup memperkuat pandangan
terhadap epit Forms follows culture oleh Parmono (1997), dimana dalam konsep ini menempatkan manusia dalam posisi yang sentra, dan aspek-aspek lainnya merupakan rusuk-rusuk penunjang, namun kedudukan penunjang tersebut kuat, karena jika salah satu rusuk penunjang tersebut dihilangkan, maka menghilangkan keseimbangan, dan menciptakan kondisi tidak ideal suatu tempat. ·
Perencanaan Menghormati Lingkungan Alam Lingkungan alam berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat, jika
lingkungan alam rusak atau terganggu keseimbanganya, akan berdampak sangat besar dalam kehidupan manusia. Hal inipula yang dialami oleh resettlement Untia, lingkungan alamnya mengalami gangguan (pendangkalan oleh lumpur), hutan mangrove yang semakin menipis tak mampu menahan aliran lumpur dari kedua sungai yang mengapitnya. Akibatnya kehidupan masyarakat terganggu yang kemudian mempengaruhi perubahan sikap masyarakat, sehingga diperlukan perencanaan permukiman wilayah pesisir yang terintegrasi antara lingkungan alam dengan buatan untuk mempertahankan keseimbangan ekologis. Hal ini diperkuat oleh teori dari Budiharjo (1987), Silas (1993), Komaruddin (1997), Altman
and
Chemers
(1984),
bahwa
perencanaan
permukiman
harus
menyeimbangkan antara manusia, lingkungan buatan, dan lingkungan alam disekitarnya. ·
Perencanaan Partisipatif Permukiman tradisional di pedesaan melibatkan keputusan bersama
seluruh
anggota
masyarakat
melalui
391
musyawarah.
Perencanaan
yang
mengikutsertakan masyarakat dalam proses pembuatannya dari sejak awal hingga akhir, inilah yang dimaksud perencanaan partisipatif. Perencanaan yang demikian akan menghasilkan karya (permukiman dan rumah) yang dapat menciptakan kepuasan dan ketenangan bermukim. Hal ini sangat didukung oleh teori Turner (1972) bahwa peran penghuni sangat dibutuhkan untuk terlibat dalam pembangunan permukiman, termasuk rumah tinggal.
·
Pengaturan Kreatifitas Pada permukiman tradisional bentuk struktur rumah terlihat sama
(typical). Hal ini terjadi karena adanya ikatan-ikatan masyarakat terhadap nilainilai, norma-norma, dan aturan-aturan tak tertulis yang dianut dan dipercaya bersama. Namun dalam penyelesaian tampak rumah, masyarakat bebas menentukan penggunan bentuk, ukuran, material, dan ornamen rumah yang tentunya disesuaikan dengan jati diri pemilik/penghuni rumah. Pengaturan kreativitas seperti ini dapat diterapkan pada permukiman resettlement. Calon penghuni ikut berpatisipasi dalam perencanaan bagian-bagian rumah diluar struktur utama (rumah inti) yang akan disesuaikan dengan kebutuhannya. Hal ini dapat memperlihatkan identitas (status sosial, ekonomi, dan politik). Selain itu, permukiman akan terlihat lebih variatif dan tidak monoton, sehingga penghuni akan merasa tidak pindah rumah, meskipun pindah permukiman. Selain sumbangan teori, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi kebijakan pemerintah sebagai berikut. Diperlukan studi pendahuluan pada permukiman lama tentang karakter fisik lokasi (lingkungan alam dan lingkungan terbangun), karakter kelompok target (budaya dan gaya hidup), setelah itu juga dilakukan studi pada lokasi-lokasi yang direncanakan untuk menjadi lokasi permukiman resettlement. Hal ini dilakukan agar permukiman lama dan resettlement tidak memiliki perbedaan yang sangat besar karena ini dapat menyebabkan permukiman resettlement akan gagal. Faktor lainnya yang juga sangat berpengaruh terkait dengan pengaturan kebijakan pemerintah adalah:
392
-
Penegasan kedudukan lahan (bersertifikat) pada calon penghuni sebagai jaminan di permukiman resettlement, hal ini dapat menciptakan rasa aman dalam bermukim dan sebagai daya tarik untuk menempati tempat tersebut.
-
Penerapan asas keadilan bagi masyarakat di permukiman resettlement, dengan memberikan permukiman dan rumah yang sesuai dengan level yang dimiliki di permukiman lama, sehingga diperoleh kepuasan dalam bermukim dan tidak menimbulkan konflik kecemburuan sosial diantara sesama penghuni, karena hal
tersebut
dapat
menyebabkan
penolakan
terhadap
permukiman
resettlement. SARAN Pengembangan Penelitian Lebih Lanjut Penelitian tentang permukiman tradisional suku Makassar yang berbasis budaya dan gaya hidup
sebagai dasar konsep permukiman resettlement di
wilayah pesisir, dapat dikembangkan lebih lanjut ke permukiman-permukiman suku lainnya di Sulawesi Selatan yang berlokasi di wilayah pesisir yang masyarakatnya memiliki pekerjaan yang terkait dengan laut. Hal ini bertujuan agar diperoleh konsep tentang permukiman wilayah pesisir Sulawesi Selatan yang lebih terintegrasi, bukan hanya pada suku Makassar tapi juga suku lainnya yaitu Bugis dan Mandar yang juga memiliki wilayah pesisir yang luas. Dengan konsep yang terintegrasi sangat mungkin untuk membuat suatu konsep permukiman di wilayah pesisir dimanapun dalam wilayah Sulawesi Selatan. Adanya pengaruh air pasang dan musim yang ekstrim di wilayah sekitar pantai, serta kemungkinan perubahan iklim menyebabkan terjadinya pengendapan pada satu sisi dan erosi pada sisi lain dari area tersebut. Hal ini mengakibatkan masyarakat yang tinggal berbatasan langsung dengan pantai harus mempersiapkan rumahnya untuk dibongkar dan dipindah. Diperlukan penelitian terapan yang melibatkan kreatifitas dan teknologi yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah ini, dan mempertimbangkan perubahan iklim. Konsep budaya dan gaya hidup suku Makassar di wilayah pesisir pedesaan ini dapat pula digunakan untuk meninjau
permukiman resettlement nelayan
lainnya yang ada di kota Makassar untuk mengetahui apakah unsur budaya dan 393
gaya hidup masyarakat yang dipindah juga dimasukkan sebagai bahan pertimbangan dalam desain permukiman resettlement tersebut.
394