BAB 5 PENUTUP 5.1.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bagian sebelumnya, maka
dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Rata-rata pemeriksa pajak memiliki kompetensi dan skeptisisme profesional yang tinggi, dan menghasilkan kualitas pemeriksaan pajak yang tinggi. Hal ini ditunjukan dengan nilai ketiga variabel yaitu; Kompetensi nilai mean 4.00, skeptisisme profesional 3,75 dan kualitas pemeriksaan pajak 4,02. Hal tersebut memberikan indikasi awal kompetensi dan skeptisisme profesional pemeriksa pajak yang tinggi menghasilkan kualitas pemeriksaan pajak yang tinggi. Selain itu, rata-rata pemeriksa pajak mengalami tekanan waktu yang tinggi dengan nilai mean 3,75. Hal tersebut memberikan indikasi tekanan waktu dapat berpengaruh negatif terhadap kualitas pemeriksaan pajak. 2. Berdasarkan uji hipotesis dengan menggunakan persamaan regresi linier berganda diperoleh persamaan sebagai berikut: KP
= 1,176 + 0,569 Kompt + 0,205 Skept – 0,42 TW
Besarnya adjusted 𝑅2 untuk persamaan tersebut adalah 0, 374 artinya variabilitas kualitas pemeriksaan pajak dapat dijelaskan oleh persamaan regresi tersebut sebesar 37,4 %, sedangkan sisanya sebesar 62,6% tidak dapat dijelaskan oleh persamaan regresi tersebut. 3. Hipotesis 1 yang menyatakan kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas pemeriksaan pajak terdukung dengan nilai t hitung sebesar 5,733 dan 83
84
signifikansi 0,000. Dari persamaan regresi yang diperoleh diperoleh nilai β1= 0,569 dan bernilai positif menunjukan semakin tinggi kompetensi pemeriksa pajak, nilai kualitas pemeriksaan pajak juga semakin meningkat. 4. Pengujian tambahan dengan menggunkan One Way Annova diperoleh hasil adanya perbedaan kompetensi pemeriksa pajak antara pemeriksa pajak yang berpendidikan D3 dengan pemeriksa pajak berpendidikan S1/DIV dengan signifikansi 0,013<0,05. Juga terdapat perbedaan antara pemeriksa pajak yang berpendidikan D3 dengan S2 dengan signifikansi 0,014<0,05. Namun demikian
tidak
terdapat
perbedaan
antara
pemeriksa
pajak
yang
berpendidikan S1 dan S2 dengan signifikasi 0,712>0,05. Dari hasil pengujian diperoleh F hitung sebesar 5,103 dengan signifikansi 0,008, sehingga dapat disimpulkan pendidikan mempengaruhi kompetensi pemeriksa pajak. Besarnya nilai adjusted R squared sebesar 0,08 menunjukan variabilitas kompetensi dapat dijelaskan oleh variabel pendidikan sebesar 8%. 5. Hipotesis 2 yang menyatakan skeptisisme profesional berpengaruh posistif terhadap kualitas pemeriksaan pajak tidak terdukung secara statistik. Dari hasil uji regresi linier diperoleh hasil nilai β2 sebesar 0,205 dengan signifikansi sebesar 0,072 > 0,05. Hasil tersebut menunjukan hipotesis 2 tidak terdukung. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya (Noviyanti, 2008; Nasution dan Fitriany, 2012; Fullerton dan Durtschi, 2004) dimana skeptisisme profesional auditor dikaitkan dengan kemampuan auditor mendeteksi kecurangan. Hipotesis 2 tidak terdukung karena dalam penelitian ini, pengukuran variabel skeptisisme profesional menekankan pada ukuran
85
level sifat skeptis pemeriksa pajak, bukan pada perilaku skeptis pemeriksa pajak dalam melakukan pemeriksaan. Kopp et al (2003), menyatakan bahwa perilaku skeptis dapat dipengaruhi oleh faktor lain; salah satunya adalah faktor trust (kepercayaan) antara klien dengan auditor. Faktor trust dapat muncul dalam hubungan antara klien dengan auditor apabila terdapat hubungan yang intensif antara klien dan auditor. 6. Hipotesis 3 yang menyatakan tekanan waktu berpengaruh negatif terhadap kualitas pemeriksaan pajak tidak terdukung secara statistik. Dari hasil uji regresi linier diperoleh hasil nilai β3 sebesar 0,42 dengan signifikansi sebesar 0,500 > 0,05. Hasil tersebut menunjukan hipotesis 3 tidak terdukung. Tidak terdukungnya
hipotesis
3
dikarenakan
pemeriksa
pajak
cenderung
menyelesaikan pekerjaan diluar waktu kerja dengan melakukan kerja lembur. Tindakan tersebut tidak mengurangi kualitas pemeriksaan. Hal ini terbukti dari distribusi frekuensi pertanyaan TW 5 tentang kecenderungan pemeriksa menyelesaikan pekerjaan dengan melakukan lembur, sebanyak 47% responden menjawab setuju dan sangat setuju. 5.2.
Keterbatasan
1. Responden yang digunakan dalam penelitian ini sangat terbatas dari segi jumlah maupun lingkup areanya. Peneliti hanya menggunakan lingkup area Kanwil DJP Jawa Timur III dan jumlah resonden sebanyak 117 pemeriksa pajak. Dengan total pemeriksa pajak sebanyak 4.242 (SIKKA DJP), maka dengan jumlah dan lingkup area yang digunakan dalam penelitian ini tidak
86
dapat digeneralisir terhadap seluruh pemeriksa pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. 2. Penelitian ini menggunakan subjek yang sama dalam menilai variabel dependen dan variabel independen. Penggunaan subjek yang sama tersebut dapat menimbulkan bias karena sumber penilaian yang sama, yaitu suatu kovarian tak nyata antara variabel independen dan variabel dependen yang dihasilkan oleh responden yang mengukur variabel-variabel tersebut dengan cara yang sama (Podsakoff, 2003 dalam Hartono, 2008). Responden akan cenderung untuk tampil konsisten dan rasional dalam memberikan jawaban pertanyaan dan mencari kesamaan dari pertanyaan yang diberikan sehingga menghasilkan hubungan-hubungan yang seharusnya tidak terjadi (Hartono, 2008). 3. Dalam pemeriksaan pajak pembuatan keputusan dibuat oleh tim pemeriksa pajak secara keseluruhan (group decision) sehingga kualitas audit ditentukan oleh kerja kolektif tim pemeriksa pajak, sedangkan dalam penelitian ini penilaian kualitas audit didasarkan pada persepsi individu pemeriksa pajak. 5.3.
Saran Sesuai dengan hasil penelitian dan keterbatasan, penulis memberikan saran
sebagai berikut: 1. Penelitian selanjutnya agar memperluas objek
wilayah penelitian dan
memperbanyak jumlah sampel sehingga hasil penelitian dapat digeneralisir terhadap seluruh pemeriksa pajak. 2. Menggunakan pengukur variabel yang belum dimasukan dalam penelitian ini, misalnya untuk kualitas pemeriksaan pajak dapat menambahkan ukuran
87
banyaknya keberatan atau banding yang diajukan wajib pajak yang diperiksa. Sedangkan variabel skeptisisme profesional dapat menggunakan model eksperimen, karena model Hurt, Eining, dan Plumlee (2003) menekankan ukuran skeptisisme profesional pada karakteristik (sifat) individu auditor, bukan pada perilaku skeptis auditor selama melakukan pemeriksaan. 3. Hasil pengujian menunjukan tekanan waktu tidak berpengaruh negatif terhadap kualitas pemeriksaan pajak, oleh karena itu penelitian selanjutnya dapat memasukan faktor lain yang dapat mengurangi kualitas pemeriksaan. 4. Berdasarkan hasil pengujian, kompetensi berpengaruh terhadap kualitas pemeriksaan pajak. Hasil tersebut memberikan implikasi bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk memperhatikan kompetensi bagi pemeriksa pajak; antara lain melalui diklat pemeriksaan pajak, serta memberikan kemudahan bagi pemeriksa pajak melanjutkan pendidikan. 5. Faktor perbedaan kompetensi antara pemeriksa pajak yang memiliki pendidikan D3 dengan S1/ DIV dan S2 dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan menentukan komposi1si tim pemeriksa pajak. Komposisi tim pemeriksa pajak agar tidak didasarkan pada senioritas (masa kerja maupun pangkat), tapi didasarkan pada ukuran kompetensi, salah satunya adalah jenjang pendidikan. 6. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kopp et al (2003), faktor trust dapat mempengaruhi perilaku skeptis auditor dalam melakukan pemeriksaan. Direktorat Jenderal Pajak perlu mengatur berapa kali satu tim pemeriksa pajak dapat melakukan penugasan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang sama, hal
88
ini perlu dilakukan agar tidak terjadi hubungan yang intensif antara pemeriksa dengan wajib pajak sehingga muncul trust yang pada akhirnya mengurangi perilaku skeptis pemeriksa pajak.