Bab 4 HASIL SIMULASI Persamaan ruang keadaan untuk manipulator fleksibel telah diturunkan pada Bab 3. Selanjutnya adalah melihat perilaku dari keluaran setelah ditambahkannya pengontrol pada sistem. Untuk melihat perilaku dari keluaran seperi posisi dan vibrasi dari manipulator fleksibel maka akan dilakukan simulasi. Sebelum melihat perilaku dari keluaran ini maka kita perlu mendesain sistem kontrol berdasarkan teori kontrol H∞ kemudian membahas keterkontrolan dan kestabilannya.
4.1
Pengontrol Suboptimal H∞
Kita tuliskan kembali persamaan ruang keadaan pada Bab 3 dengan memasukan data yang ada pada Lampiran A. x˙P = AP x + BP u, x(0) = 0,
(4.1)
y = CP x, dengan
(4.2) ⎤
⎡ 0 0 1 0 ⎢ ⎢ ⎢ 0 0 0 1 AP = ⎢ ⎢ ⎢ −2.21 · 10−5 64.98 −1.83 −0.10 ⎣ 2.22 · 10−5 −89.97 1.58 −0.11
36
⎥ ⎥ ⎥ ⎥, ⎥ ⎥ ⎦
BAB 4. HASIL SIMULASI
37 ⎡
⎤
⎡ ⎤ ⎢ ⎥ 1 0 0 ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ 0 ⎥ ⎢ ⎥ , CP = ⎢ 0 1 0 ⎥ BP = ⎢ ⎥. ⎢ ⎥ ⎣ ⎦ ⎢ 2.45 ⎥ ⎣ ⎦ 1 1 0 −2.47 0
Persamaan ruang keadaan ini merupakan objek yang akan dikontrol atau disebut dengan plant nominal. Sistem ini merupakan sistem lup terbuka yaitu sistem yang belum menggunakan pengontrol. Diagram blok untuk masalah kontrol manipulator fleksibel ditunjukkan pada Gambar 4.1. P adalah plant nominal, K adalah pengontrol, w adalah gangguan, n adalah noise, dan z1 , z2 adalah keluaran. We adalah bobot unjuk kerja dan Wu adalah bobot kontrol. Fungsi-fungsi bobot ini diberikan oleh We =
2 s+2
dan Wu =
s+1 . s + 10
z2 Wu y -
K
d u
P
yP
We
z1
n Gambar 4.1: Diagram blok untuk masalah kontrol manipulator fleksibel
BAB 4. HASIL SIMULASI
38
Gambar 4.2: Diagram blok masalah kontrol H∞ Untuk mengubah masalah kontrol pada diagram blok Gambar 4.1 menjadi masalah kontrol H∞ maka diagram blok tersebut harus diubah menjadi diagram blok seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. Pada Gambar 4.2, G disebut dengan plant diperumum. Plant diperumum terdiri dari plant nominal dan semua fungsi-fungsi bobotnya. Untuk membentuk plant diperumum kita misalkan P, We , dan Wu mempunyai realisasi persamaan ruang keadaan sebagai berikut: ⎤ ⎤ ⎤ ⎡ ⎡ ⎡ Ae Be Au Bu AP BP ⎦, We = ⎣ ⎦, Wu = ⎣ ⎦ P =⎣ CP 0 C e De C u Du yaitu x˙ P = AP xP + BP (d + u) , yp = CP xP , x˙ e = Ae xe + Be yP , z1 = Ce xe + De yP , x˙ u = Au xu + Bu u, z2 = Cu xu + Du u, y = − (yP + n) . ⎡
⎤
⎡ ⎤ ⎢ ⎥ d ⎢ ⎥ Sekarang kita misalkan x = ⎢ xe ⎥ dan w = ⎣ ⎦ . ⎣ ⎦ n xu xP
Kemudian dengan menghilangkan variabel yP maka akan diperoleh ⎧ ⎪ ⎪ x˙ = Ax + B1 w + B2 u ⎪ ⎨ G(s) : z = C1 x + D11 w + D12 u , ⎪ ⎪ ⎪ ⎩ y =C x+D w+D u 2
21
22
BAB 4. HASIL SIMULASI
39
dengan ⎡
⎡
⎤ AP
B ⎢ P ⎥ ⎢ ⎥ 0 Au 0 ⎥ , B1 = ⎢ 0 ⎣ ⎦ Be CP 0 Ae 0 ⎡ ⎡ ⎤ De C P 0 C e 0 ⎦ , D11 = ⎣ C1 = ⎣ 0 0 Cu 0
C2 = −CP 0 0 , D21 = 0
⎢ ⎢ A=⎢ ⎣
0
⎡
⎤
0
⎤
B ⎢ P ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ ⎥ 0 ⎥ , B2 = ⎢ Bu ⎥ , ⎣ ⎦ ⎦ 0 0 ⎤ ⎡ ⎤ 0 0 ⎦ , D12 = ⎣ ⎦ 0 Du
−1 , D22 = 0. 0
Misalkan pengontrol K(s) berbentuk ⎧ ⎨ v˙ = Av ˆ + By ˆ K(s) : . ⎩ u = Cv ˆ + Dy ˆ Seperti yang telah diturunkan pada bab 2 fungsi transfer lup tertutup dari w ke z berbentuk Tzw (s) = CC (sI − AC )−1 BC + DC , dengan
⎡ AC = ⎣
ˆ 2 B2 Cˆ A + B2 DC
CC =
ˆ 2 BC
Aˆ
⎤
⎡
⎦ , BC = ⎣
ˆ 2 D12 Cˆ C1 + D12 DC
ˆ 21 B1 + B2 DD ˆ 21 BD
⎤ ⎦
ˆ 21 . , DC = D12 DD
Masalah kontrol optimal H∞ adalah mencari pengontrol optimal K(s) sehingga Tzw ∞ minimum. Namun, sudah dijelaskan pada subbab 2.3 bahwa mencari pengontrol optimal H∞ ini sangatlah sulit baik secara analitis maupun secara numerik. Akan tetapi, kita dapat mencari pengontrol suboptimal H∞ yaitu pengontrol yang mempunyai norm yang cukup dekat dengan norm pengontrol optimal H∞ . Untuk
BAB 4. HASIL SIMULASI
40
mencari pengontrol suboptimal H∞ ini akan digunakan teorema 2.1. Secara analitis mencari pengontrol suboptimal H∞ dengan menggunakan teorema 2.1 sangatlah sulit. Oleh karena itu, kita akan menggunakan algoritma berikut untuk mencari pengontrol suboptimal H∞ : Bisection search algorithm [1] • Pilih batas atas γa , dan batas bawah γb , sehingga γb ≤ Tzw ∞ ≤ γa • Tes (γa − γb )/γb ≤ T OL Ya ⇒ Berhenti Tzw ∞ ≈ 12 (γa + γb ) Tidak ⇒ Lanjutkan ke langkah 3 • Dengan
1 2
(γa + γb ), tes jika Tzw ∞ < γ dengan menggunakan kriteria:
– Matriks Hamiltonian H dan J tidak mempunyai nilai-nilai eigen pada sumbu imajiner. – Solusi stabil Riccati, X∞ dan Y∞ yang berkaitan dengan matriks Hamiltonian H dan J harus ada dan definit positif. – Spectral radius dari (X∞ ,Y∞ ) kurang dari atau sama dengan γ2. • Jika H dan J mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner maka definisikan kembali γb = γ, jika tidak , γa = γdan lanjutkan ke langkah 2. Matriks H dan J adalah ⎤ ⎤ ⎡ ⎡ −2 ∗ ∗ ∗ −2 ∗ ∗ γ C1 C1 − C2 C2 A γ B1 B1 − B2 B2 A ⎦,J = ⎣ ⎦ H=⎣ ∗ ∗ ∗ −C1 C1 −A −B1 B1 −A
Iterasi pada algoritma di atas akan berhenti jika (γa − γb )/γb sama dengan toleransi yang diberikan. Selanjutnya, berdasarkan teorema 2.1, pengontrol suboptimal H diberikan oleh:
⎧ ⎨ v˙ = Aˆ v − Z L y ∞ ∞ ∞ , Ksubs (s) : ⎩ u=F v ∞
BAB 4. HASIL SIMULASI
41
dengan ∞ := A + γ −2 B1 B ∗ X∞ + B2 F∞ + Z∞ L∞ C2 , A 1 F∞ := −B2∗ X∞ , L∞ := −Y∞ C2∗ , Z∞ := (I − γ −2 Y∞ X∞ )−1 . Simulasi yang akan dilakukan menggunakan toleransi = 0,001; batas bawah=0,1 dan batas atas=10 . Norm H∞ dari Tzw yang dicari dengan menggunakan bisection search algorithm untuk beberapa keluaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1: Norm H∞ Output
4.2
Sebelum dikontrol
Sesudah dikontrol
Sudut rotasional
42, 91 · 10−5
0, 18 · 10−5
defleksi ujung link
43, 1 · 10−5
0, 19 · 10−5
Posisi ujung link
5, 39 · 10−5
2, 21 · 10−5
Keterkontrolan dan Kestabilan
Pada hakikatnya semua sistem di alam semesta ini bisa dikontrol. Akan tetapi, apabila kita berbicara model dari sistem maka terkontrol atau tidaknya model sistem tersebut perlu diperiksa. Model untuk sistem manipulator fleksibel satu link telah diperoleh. Kita perlu memeriksa apakah sistem ini dapat dikontrol atau tidak. Untuk memeriksanya kita perlu memeriksa rank matriks keterkontrolan sebagai berikut:
M=
BP AP BP
A2P BP
A3P BP
,
BAB 4. HASIL SIMULASI ⎡ 0 2, 46 −4, 25 −543055, 36 ⎢ ⎢ ⎢ 0 −2, 47 4, 18 546039, 58 M =⎢ ⎢ ⎢ 2, 46 −4, 25 −543055, 36 1882053, 04 ⎣ −2, 47 4, 18 546039, 58 −1871117, 16
42 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥. ⎥ ⎥ ⎦
Rank dari matriks M ternyata sama dengan 4. Oleh karena itu, sistem ini dapat dikontrol [1], sehingga kita bisa mencari suatu pengontrol yang dapat mengontrol sistem ini. Memahami respon dari sistem dinamik untuk berbagai tipe masukan yang berbeda adalah sangat penting dalam mendesain sistem kontrol. Konsep yang cukup penting dalam sistem respon adalah kestabilan. Seperti yang telah dituliskan pada Definisi 2.2 bahwa suatu sistem dikatakan stabil jika bagian real dari nilai-nilai eigen matriks A semuanya bernilai negative. Untuk sistem lup terbuka (tanpa pengontrol) matriks AP mempunyai nilai-nilai eigen sebagai berikut: λ1 = −0.87 + 470, 22i, λ2 = −0.87 − 470, 22i, λ3 = −0.10 + 4, 96i, λ4 = −0.10 − 4, 96i. Semua bagian real dari nilai-nilai eigen matriks AP bernilai negatif maka sistem lup terbuka dapat dikatakan stabil. Untuk sistem lup tertutup (menggunakan pengontrol) jelas haruslah stabil, bahkan untuk mencapai kestabilannya haruslah lebih cepat dari sistem tanpa pengontrol. Perhatikan bagian real dari nilai-nilai eigen untuk matriks AC dibawah ini semuanya bernilai negatif. λ1 = −10, λ2 = λ11 = −2, λ3 = λ5 = −0.87 + 470, 22i, λ4 = λ6 = −0.87 − 470, 22i,
BAB 4. HASIL SIMULASI
43
λ7 = λ9 = −0.11 + 4, 96i, λ8 = λ10 = −0.11 − 4, 96i, λ12 = −1.
4.3
Unjuk Kerja Sistem Manipulator Fleksibel
4.3.1
Respon Terhadap Waktu
Untuk memeriksa unjuk kerja dari sistem kontrol, biasanya digunakan masukan referensi (reference input, r (t)), seperti fungsi tangga satuan. Unjuk kerja dari sistem kontrol dapat dilihat dari perilaku keluaran dari sistem sebelum dan sesudah dikontrol terhadap masukan referensi yang diberikan. Respon dari sistem terhadap masukan referensi berupa fungsi tangga satuan biasanya disebut step response. Gambar 4.3 merupakan salah satu contoh dari step response.
TS TP
y(∞) + 5%y(∞) M
P
y(∞)
keluaran, y
90%y(∞)
y(∞) - 5%y(∞)
TR
10%y(∞) 0 waktu, t
Gambar 4.3: Contoh step response
Unjuk kerja dari sistem control dapat dinilai berdasarkan kriteria berikut [2]: • Peak Time, TP : waktu yang dibutuhkan oleh step response untuk mencapai puncaknya (atau maksimum).
BAB 4. HASIL SIMULASI
44
• Maximum Overshoot, MP : nilai dari puncak step response dikurangi dengan nilai akhir dari step response (atau steady state, disimbolkan dengan y(8)). Maximum overshoot biasanya diekspresikan oleh percent overshoot, yaitu PO =
y(TP ) − y(∞) . y(∞)
• Delay Time, TD : waktu yang dibutuhkan step response untuk mencapai 50% dari nilai akhirnya. • Settling Time, TS : waktu yang dibutuhkan sehingga step response berkurang dan menyisakan ±5% dari nilai akhirnya. • Rise Time, TR : waktu yang dibutuhkan step response untuk menaikkan respon dari 10% nilai akhir ke 90% nilai akhir. • Steady-State Error, ess : perbedaan antara nilai steady-state dari masukan referensi dan keluaran sistem, atau ess = r(∞) − y(∞). Karena masukan referensinya berupa fungsi tangga satuan maka r(∞) = 1. Kriteria yang paling penting untuk melihat unjuk kerja dari sistem adalah percent overshoot, settling time dan steady-state error. Sistem kontrol yang mempunyai unjuk kerja baik haruslah mempunyai percent overshoot, settling time dan steady-state error yang kecil. Sekarang kita akan melihat perbandingan unjuk kerja dari sistem sebelum dan sesudah dikontrol. Untuk melihat unjuk kerja ini kedua sistem tersebut diberi masukan referensi yang sama yaitu fungsi tangga satuan. Selanjutnya keluaran dari kedua sistem tersebut diplot menjadi step response. Step response untuk keluaran berupa sudut rotasional dan posisi ujung link dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
BAB 4. HASIL SIMULASI
45
−5
2.5
x 10
sebelum dikontrol sesudah dikontrol
sudut rotasional [rad]
2
1.5
1
0.5
0
0
2
4
6
8
10
waktu [detik]
Gambar 4.4: Step response sudut rotasional −5
2.5
x 10
sebelum dikontrol sesudah dikontrol
posisi ujung link [m]
2
1.5
1
0.5
0
0
10
20 30 waktu [detik]
40
50
Gambar 4.5: Step response posisi ujung link Unjuk kerja dari sistem terhadap waktu berdasarkan Gambar 4.4 dan 4.5 dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan 4.3.
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa keluaran sudut rotasional setelah dikontrol mempunyai unjuk kerja yang sangat baik. Hal ini ditunjukkan dengan perbedaan percent overshoot yang mencolok. Untuk keluaran sudut rotasional sesudah dikontrol percent overshoot mencapai 0%, ini berarti puncak dari step response akan sama dengan steady-state sistem. Hal ini sangat menguntungkan sistem karena sete-
BAB 4. HASIL SIMULASI
46
Tabel 4.2: Respon terhadap waktu untuk sudut rotasional Respon
Sebelum dikontrol
Sesudah dikontrol
0,10 detik
3,30 detik
91,35%
0%
delay time
0,024 detik
0,35 detik
rise time
0,038 detik
1,10 detik
settling time
3,40 detik
1,45 detik
peak time percent overshoot
Tabel 4.3: Respon terhadap waktu untuk posisi ujung link Respon
Sebelum dikontrol
Sesudah dikontrol
0,65 detik
2,15 detik
93,6%
28,92%
delay time
0,22 detik
0,47 detik
rise time
0,20 detik
0,39 detik
settling time
28,5 detik
18,6 detik
peak time percent overshoot
lah mencapai sudut terjauh sistem akan langsung stabil. Kestabilan ini akan dicapai setelah 1,45 detik yaitu merupakan nilai dari settling time. Sedangkan untuk steadystate error diperoleh 0,11 baik sebelum dikontrol maupun setelah dikontrol. Nilai ini berarti hanya meleset 0,11 dari angka 1 yaitu nilai steady-state error untuk masukan referensi. Nilai steady-state error yang sama menunjukkan bahwa kestabilan dari kedua buah sistem akan menuju titik yang sama. Kontrol posisi ujung link sangat penting karena akan menentukan keakuratan manipulator fleksibel untuk menempatkan beban yang dibawanya. Step response untuk keluaran posisi ujung link dapat dilihat pada Gambar 4.5 sedangkan tabel dari unjuk kerja sistem untuk keluaran posisi ujung link berdasarkan domain waktu dapat dilihat pada Tabel 4.3. Berdasarkan table tersebut dapat dilihat bahwa setelah dikontrol, percent overshoot berkurang menjadi 28,92%. Ini menunjukkan bahwa po-
BAB 4. HASIL SIMULASI
47
sisi ujung link setelah dikontrol menjadi lebih akurat karena amplitudo dari getaran yang terjadi telah berkurang jika dibandingkan dengan sebelum dikontrol. Akan tetapi, untuk mencapai kestabilan diperlukan waktu kira-kira 18,6 detik, hal ini berbeda jauh dengan kestabilan yang dicapai oleh sudut rotasional. Ini berarti setelah sudut rotasional stabil masih ada vibrasi ujung link yang terjadi sehingga kestabilan posisi ujung link dicapai lebih lama. −5
2
x 10
sebelum dikontrol sesudah dikontrol
1.5
defleksi ujung link [m]
1 0.5 0 −0.5 −1 −1.5 −2
0
10
20 30 waktu [detik]
40
50
Gambar 4.6: Step response defleksi ujung link
Untuk step response defleksi ujung link dapat dilihat pada Gambar 4.6. Unjuk kerja dari defleksi link tergantung dari posisi ujung link . Apabila posisi ujung link sudah stabil berarti defleksi yang terjadi akan sama dengan nol. Berdasarkan gambar ini dapat dilihat bahwa defleksi pada ujung link akan nol kira-kira setelah 18,6 detik. Nilai 18,6 detik ini tentu saja sama dengan settling time dari posisi ujung link.
4.3.2
Respon Terhadap Frekuensi
Untuk melihat unjuk kerja dari sistem berdasarkan respon frekuensi maka kita perlu mencari magnitude untuk masing-masing frekuensi. Beberapa istilah untuk mengukur unjuk kerja sistem berdasarkan respon frekuensi [2]: • Peak Amplitude , G(iω)P : nilai maksimum dari G(iω).
BAB 4. HASIL SIMULASI
48
• Resonant Frequency, ωP : frekuensi yang berkaitan dengan peak amplitude. • Bandwidth, BW : selang frekuesi antara nol dan frekuensi pada saat magnitude √ dari respon frekuensi sama dengan G(0) / 2 (lihat Gambar 4.7). G (iw ) G ( jw )
G (0 ) /
P
2
0
wP
BW
w
Gambar 4.7: Magnitude untuk G(iω) Magnitude plot dari sudut rotasional dan posisi ujung link dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan 4.9. Peak amplitude dapat digunakan untuk mengukur kestabilan dari sistem kontrol yang telah didesain. Sistem dengan peak amplitude kecil cenderung akan lebih cepat stabil. Peak amplitude juga berkaitan dengan percent overshoot. Sistem yang mempunyai percent overshoot besar akan mempunyai peak amplitude besar pula. Peak amplitude ini sebenarnya merupakan norm H∞ . Pada Gambar 4.8 dan 4.9 dapat dilihat untuk frekuensi yang sama yaitu pada resonant frequency norm H∞ setelah dikontrol menjadi lebih kecil dibandingkan dengan sebelum menggunakan pengontrol. Hal ini memang akibat dari ditambahkannya pengontrol H∞ yang akan meminimumkan norm tak hingga dari fungsi transfer lup tertutupnya. Bandwidth digunakan untuk mengukur kecepatan respon dari sistem kontrol. Sistem dengan bandwidth yang tinggi akan mengakibatkan rise time menjadi lebih cepat. Bandwidth untuk sudut rotasional dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan 4.5.
BAB 4. HASIL SIMULASI
49
−4
6
x 10
sebelum dikontrol sesudah dikontrol 5
magnitude
4
3
2
1
0
−1 −4 10
−2
10
0
2
10 10 frekuensi [Hz]
4
10
6
10
Gambar 4.8: Magnitude untuk sudut rotasional
−5
6
x 10
sebelum dikontrol sesudah dikontrol 5
magnitude
4
3
2
1
0
−1 −4 10
−2
10
0
2
10 10 frekuensi [Hz]
4
10
Gambar 4.9: Magnitude untuk posisi ujung link
6
10
BAB 4. HASIL SIMULASI
50
Tabel 4.4: Respon frekuensi untuk sudut rotasional Respon frekuensi
Sebelum dikontrol
Sesudah dikontrol
42, 91 · 10−5
0, 18 · 10−5
resonant frequency
464,2 Hz
464,2 Hz
bandwidth
1635 Hz
2,2 Hz
peak amplitude
Tabel 4.5: Respon frekuensi untuk posisi ujung link Respon frekuensi
Sebelum dikontrol
Sesudah dikontrol
5, 39 · 10−5
2, 21 · 10−5
resonant frequency
4,43 Hz
4,43 Hz
bandwidth
8,5 Hz
6,3 Hz
peak amplitude