BAB 4 HASIL SIMULASI DAN ANALISIS
Dari hasil simulasi, dapat dilihat mekanisme pengiriman trafik multicast baik untuk PIM-SM maupun BGMP. Penghitungan routing unicast masing-masing node dilakukan sebelum simulasi dimulai. Penghitungan tersebut dilakukan ns-2 dengan menggunakan algoritma Dijkstra. Tabel routing unicast tersebut digunakan sebagai referensi dalam membentuk pohon distribusi multicast. Pada PIM-SM –yang diimplementasikan dengan menggunakan centralized multicast pada Tugas Akhir ini– trafik multicast dari node sumber akan dikirimkan terlebih dahulu ke RP yang telah ditentukan secara unicast. Oleh karena itu, trafik multicast yang diidentifikasi sebagai CBR pada file trace ns-2 akan dienkapsulasi terlebih dahulu agar dapat dirutekan menuju RP hop per hop dengan menggunakan routing unicast yang ada. Sesampainya di RP, paket tersebut akan dihilangkan enkapsulasinya dan dicek alamat grup multicast tujuannya. Bila RP melihat terdapat shared tree yang aktif yang disertai dengan adanya daftar interface outgoing, RP akan mengirimkan paket terdeenkapsulasi tersebut ke downstream dari shared tree. Bila RP melihat tidak ada shared tree yang aktif, maka paket tersebut akan langsung didrop. 4.1
Jalur Pohon Distribusi Multicast yang Digunakan
Dari Tabel 4.1, PIM-SM menempuh 34 hop untuk mentransmisikan aliran trafik multicast ke seluruh node penerima INHERENT untuk skenario one-to-many. Sementara itu, BGMP menempuh 31 hop untuk mengirimkan trafik ke seluruh penerima. Selisih 3 hop tersebut disebabkan adanya proses register dalam mekanisme unidirectional shared tree pada PIM-SM yang mengharuskan sumber multicast untuk mengirimkan trafik multicast terenkapsulasi ke RP terlebih dahulu secara unicast. Setelah sampai di RP, barulah paket tersebut didistribusikan ke dalam pohon distribusi multicast yang berakar pada RP.
29
Tabel 4.1 – Jalur Pendistribusian Trafik Multicast per Protokol Pada Skenario One-to-Many
Protokol
Jalur Pendistribusian Trafik Multicast (node ke node) (14,12)*(12,13)*(13,11)*(11,9)(9,10)(11,13)(13,12)(9,8)(13,15)(12,14)
PIM-SM
(8,7)(14,25)(10,6)(14,20)(7,3)(25,27)(20,22)(6,4)(22,23)(6,5)(20,21) (14,18)(3,2)(4,1)(18,19)(1,0)(18,17)(17,16)(5,26)(9,28)(9,29)(9,31)(9,30) (19,24) (14,12)(12,13)(14,25)(14,18)(13,11)(13,15)(14,20)(11,9)(9,10)(25,27)
BGMP
(20,22)(22,23)(18,19)(20,21)(18,17)(17,16)(10,6)(9,8)(8,7)(6,4)(6,5) (7,3)(4,1)(1,0)(3,2)(5,26)(9,28)(9,30)(19,24)(9,31)(9,29)
Keterangan : Tanda bintang di atas menunjukkan paket pada graph tersebut bukanlah trafik multicast untuk penerima, karena masih dalam bentuk terenkapsulasi
Metode bidirectional shared tree yang digunakan BGMP memungkinkan transmisi aliran paket multicast ke penerima sepanjang jalur upstream dari sumber menuju RP, selama memenuhi shortest path tree menuju ke penerima tersebut. Karena letak pemilihan sumber multicast dan RP yang dilakukan oleh Penulis masih relatif berdekatan, maka selisih hop antara PIM-SM dengan BGMP relatif masih kecil. Perbedaan yang signifikan akan terlihat pada sumber yang terletak jauh dari RP. Selain dari adanya perbedaan 3 hop awal pada PIM-SM, graph lain yang menggambarkan pohon distribusi multicast yang digunakan oleh BGMP dan PIM-SM akan sama. Ini karena pembuatan pohon distribusi pada kedua protokol tersebut didasarkan pada tabel routing unicast yang sudah ada. Sementara, pada Tugas Akhir ini, penghitungan tabel routing unicast dilakukan dengan menggunakan algoritma yang sama, sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 3. Pada skenario many-to-many, perbedaan hop BGMP dengan PIM-SM berdasarkan letak node sumber dari RP terlihat lebih jelas. Gambar 4.1 menunjukkan hal tersebut untuk seluruh node sumber multicast. Selisih tertinggi adalah enam hop, yaitu pada node sumber multicast 0, 17, 23, dan 24.
30
Selisih Hop Distribusi Multicast PIM-SM terhadap BGMP Pada Skenario Many-to-Many 7 6
selisih hop
5 4 3 2 1 0 0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 node pengirim
Gambar 4.1 - Selisih Hop Distribusi Multicast PIM-SM terhadap BGMP pada skenario many-to-many
4.2
Delay Paket Multicast dari Node Sumber ke Node Penerima
Besarnya delay waktu paket multicast yang diterima oleh node penerima dari sumber dapat memberikan informasi kepada kita mengenai kinerja dari pohon distribusi multicast yang digunakan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya delay transmisi data. Pertama, faktor panjang link yang dilalui. Ini merupakan besaran delay yang bersifat alami. Kedua, faktor buffering paket pada node antara. Apabila buffer dari node antara tersebut penuh karena link yang terhubung ke router terutilisasi cukup besar, maka proses forwarding paket tersebut dapat menjadi lebih lama. Paket tersebut juga dapat langsung didrop apabila buffer pada node antara kapasitasnya terlebihi. Ketiga, faktor pemrosesan paket di node antara. Untuk paket biasa, pemrosesan dilakukan dengan melihat alamat tujuan dari paket tersebut, kemudian dicocokkan dengan tabel routing node antara tersebut, untuk selanjutnya diteruskan ke link yang sesuai dengan tujuan paket tersebut. Apabila paket tersebut memerlukan pemrosesan lebih lanjut, misalnya harus dienkapsulasi/dekapsulasi terlebih dahulu, maka waktu pemrosesannya juga akan semakin lama. Pada gilirannya, delay transmisi data juga akan bertambah.
31
Gambar 4.2 menunjukkan delay rata-rata paket dari suatu aliran data multicast ke setiap node penerima. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa delay trafik multicast dari PIM-SM lebih besar bila dibandingkan dengan BGMP. Adanya proses enkapsulasi dan dekapsulasi paket multicast dari sumber ke RP pada PIM-SM menyebabkan delay yang lebih lama. Untuk node penerima di sebelah barat RP (node 11), yaitu node di Indonesia bagian barat, selisih delay antara BGMP dengan PIM-SM lebih kecil dibandingkan dengan selisih delay untuk node 15 ke atas.
Delay Transmisi BGMP vs PIM-SM 0.6 0.5 0.4 delay 0.3 (detik)
PIM-SM
0.2
BGMP
0.1 0 0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 node
Gambar 4.2 - Delay transmisi paket BGMP vs PIM-SM antara node pengirim dan penerima pada skenario one-to-many
Hal tersebut terjadi karena PIM-SM menggunakan metode unidirectional shared tree, di mana trafik hanya dapat dialirkan sepanjang shared tree arah downstream dari root (RP) ke penerima. Oleh karena itu, node 15 ke atas yang arah aliran trafik multicastnya berlawanan dengan arah trafik paket terenkapsulasi dari node 14 ke node 11 akan mengalami delay yang lebih besar, karena aliran multicast harus memutar melalui RP. Yang menarik untuk dicermati adalah ketika node 14
berfungsi ganda sebagai
pengirim dan penerima aliran paket multicast, pada BGMP delay yang dialami adalah sebesar 0, karena trafik langsung diterima sebelum sampai ke root domain. Pada PIM-
32
SM, hal tersebut tidak berlaku. Trafik yang diperoleh sumber harus berasal dari RP terlebih dahulu. Karena node sumber dan RP berjarak hanya 3 hop, maka node yang aliran trafik multicastnya harus memutar tambahan delaynya tidak terlalu besar. Namun, apabila sumber berada jauh dari RP, tambahan delay yang terjadi jadi dapat berdampak signifikan terhadap kualitas layanan aplikasi multicast tersebut. Secara umum, analisis delay dari skenario many-to-many tidak berbeda dengan analisis pada one-to-many. Gambar 4.3 dan 4.4 menunjukkan grafik delay untuk BGMP dan PIM-SM pada skenario many-to-many.
Gambar 4.3 - Delay transmisi PIM-SM PIM antara node pengirim dan penerima pada skenario many-to-many many
.
33
Gambar 4.4 - Delay transmisi paket BGMP antara node pengirim dan penerima pada skenario many-to-many
Pada Gambar 4.4, seluruh titik pada garis y = x bernilai nol, karena pada titik tersebut, node pengirim dan penerima sama.
34
Gambar 4.5 - Rata-rata selisih delay PIM-SM terhadap BGMP skenario many-to-many
Gambar 4.5 merupakan rata-rata selisih delay transmisi multicast seluruh node sumber PIM-SM terhadap seluruh node sumber BGMP ke node tujuan tertentu. Gambar tersebut merupakan penjelasan dari data yang termuat pada Gambar 4.3 dan 4.4. Gambar 4.5 tersebut menunjukkan hasil yang sama dengan penjelasan delay untuk skenario one-to-many. Rata-rata selisih delay terbesar pada Gambar 4.5 terdapat pada node tujuan 24. Penyumbang nilai terbesar dalam rata-rata tersebut adalah delay dari node sumber 24 menuju ke node 24 sendiri pada PIM-SM. Seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya, trafik multicast tersebut harus memutar terlebih dahulu menuju RP. Masalahnya adalah pemilihan rute yang tidak optimal, yang dilakukan oleh centralized computation agent ns-2. Trafik yang menuju dan berasal dari node 24 akan dirutekan melalui link VSAT dari node 19, sebagaimana terlihat pada Tabel 4.1.
4.3
Utilisasi Tiap Link
Kelebihan utama multicast adalah kemampuannya dalam melakukan penghematan bandwidth yang digunakan. Oleh karena itu, untuk kondisi sumber dan penerima trafik yang sama, besar penggunaan link oleh trafik multicast harus diusahakan sekecil mungkin. Dari hasil simulasi, diambil data utilisasi tiap-tiap link. Yang menjadi fokus adalah link di sekitar RP dan root domain. Ini karena trafik multicast dari sumber akan mengarah ke sana. Link tersebut adalah link 15 dan 21. Link 15 akan dilalui oleh trafik multicast yang berasal dari node Indonesia bagian barat, sementara link 21 akan dilalui oleh trafik multicast dari node Indonesia bagian timur. Pertama, akan diperlihatkan terlebih dahulu troughput link 15 dan 21 dari skenario one-to-many, pada Gambar 4.6 dan 4.7. Untuk skenario one-to-many, perbedaan troughput dari BGMP dan PIM-SM tidak memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Ini karena hanya terdapat satu sumber multicast saja, sehingga aliran trafik multicast pada link yang dilalui tidak terlihat signifikan bedanya.
35
Gambar 4.6 - Throughput Link 15 Skenario One-to-Many
Trafik Internet bersifat bursty. Oleh karena itu, grafik BGMP dan PIM-SM pada Gambar 4.6 dan 4.7 tidak sama. Namun, bila diambil rata-rata, nilainya tidak berbeda jauh.
36
Gambar 4.7 - Throughput link 21 skenario one-to-many
Selanjutnya, Gambar 4.8 dan 4.9 menunjukkan throughput link 15 dan 21 pada skenario many-to-many.
Gambar 4.8 - Throughput link 15 skenario many-to-many
37
Gambar 4.9 - Throughput link 21 skenario many-to-many
Dari Grafik 4.8 dan 4.9, terlihat perbedaan yang cukup signifikan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Sesuai dengan analisis pada bagian 4.1, PIM-SM akan mengarahkan trafik dari sumber multicast ke arah RP terlebih dahulu, baru kemudian akan didistribusikan ke node penerima. Dengan adanya 30 node pengirim pada skenario many-to-many, maka permulaan trafik multicast akan diarahkan melalui link 15 dan 21. Kemudian, setelah didekapsulasikan oleh RP, trafik dikirimkan ke arah 30 penerima. Sehingga, seolaholah terjadi dua kali transmisi yang sama pada link tersebut. Hal itulah yang menyebabkan trafik pada kedua link tersebut untuk PIM-SM lebih besar dibandingkan dengan BGMP. Grafik pada Gambar 4.9 merupakan persentase selisih antara throughput PIM-SM dengan BGMP. Link yang memiliki selisih cukup tinggi adalah link 11, 15, 21, 23, dan 27. Berdasarkan tabel 4.1, link-link tersebut masuk ke dalam pohon distribusi multicast yang digunakan BGMP dan PIM-SM. Sehingga, trafik dari seluruh sumber yang mengarah pada node penerima yang berada pada downstream pohon distribusi multicast area tersebut akan dirutekan melalui link-link tersebut.
38
Selisih Utilisasi Link PIM-SM terhadap BGMP Pada Skenario Many-to-Many 35 30
Persentase (%)
25 20 15 10 5 0 -5 -10
1
3
5
7
9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 nomor link
-15
Gambar 4.10 - Selisih throughput PIM-SM terhadap BGMP pada skenario many-to-many
Link 11 merupakan link utama yang digunakan protokol routing unicast untuk merutekan trafik yang berasal dan menuju ke node-node Pulau Sumatra. Link 15 merupakan link terhubung langsung dengan RP dan root domain digunakan untuk mengarahkan trafik menuju node-node di Indonesia bagian barat. Link 21 merupakan link terhubung langsung dengan RP dan root domain digunakan untuk mengarahkan trafik menuju node-node di Indonesia bagian barat, dilanjutkan dengan link 23. Kemudian, link 27 merupakan link utama untuk menuju node-node di Pulau Sulawesi. Alasan-alasan itulah yang menyebabkan link-link tersebut mengalami troughput trafik yang lebih tinggi pada PIM-SM dibandingkan dengan BGMP.
39