BAB 4 ANALISIS
Pada bab ini dipaparkan analisis dari hasil pengolahan data dan juga proses yang dilakukan pada penelitian kali ini. Analisis akan mencakup kelebihan dan kekurangan dari metode yang digunakan, data, dan hasil yang didapat. 4.1. Analisis Simulasi Pengukuran Offset Pada penelitian ini jumlah set pengukuran kalibrasi yang hanya satu set pada simulasi dengan frame datar, maupun frame 3D dianggap cukup dengan asumsi bahwa metode kalibrasi yang digunakan sudah benar, dan juga kondisi kamera saat melakukan kedua pengukuran dianggap serupa. Menurut Murtiyoso, 2011 perangkat lunak Australis memberikan hasil kalibrasi yang stabil. Karena itu dengan metode kalibrasi yang serupa, diharapkan parameter kalibrasi yang dihasilkan sudah baik. Hanya saja sistem koordinat titik-titik pada frame yang dihasilkan berbeda untuk kedua simulasi. Karena itu analisis yang dilakukan hanya berdasarkan standar deviasi yang dihasilkan dari proses keduanya. Tabel 4.1 Offset GPS-Kamera dalam Sistem Koordinat Kamera
Frame Datar Frame 3D dx (mm) 67.24188 91.10385 dy (mm) -63.2601 -64.7497 dz (mm) 112.5164 93.60918 sdx 0.205971 0.32085 sdy 0.044998 0.066997 sdz 0.093609 0.090936 ds (mm) 145.5446526 145.791352 Dapat dilihat pada Tabel 4.1 bahwa harga offset dari frame datar dan juga 3D memberikan harga yang kurang lebih sama, walaupun harga dari masingmasing komponen penyusunnya berbeda, terutama harga offset pada sumbu x dan sumbu z. Ketelitian yang dihasilkan pun cenderung sama antara kedua teknik tersebut. Dengan begitu hipotesa awal bahwa frame 3D akan meningkatkan ketelitian ukuran tidak terbukti. Namun harga offset kamera sendiri merupakan fungsi dari koordinat antena dan juga koordinat dari pusat 43
proyeksi kamera. Maka analisis selanjutnya dilihat dari nilai ketelitian posisi antena dan juga posisi pusat proyeksi kamera. Tabel 4.2 Koordinat Antena dalam Sistem Koordinat Global
Antena Frame Datar Frame 3D X (mm) 576.767 -742.03 Y (mm) 1493.941 1691.147 Z (mm) 226.9103 315.795 sx 0.0277 0.0567 sy 0.0371 0.0494 sz 0.0266 0.0859
Jika dilihat dari Tabel 4.2, ketelitian posisi antena dengan frame datar lebih tinggi dari frame 3D walau nilainya tidak signifikan. Perlu ditekankan bahwa dijitasi posisi antena tanpa menggunakan code target, jadi terdapat kemungkinan terjadinya kesalahan manusia (Gambar 4.1 dan Gambar 4.2).
Gambar 4.1 Dijitasi Posisi Antena Pada Frame Datar
Gambar 4.2 Dijitasi Posisi Antena Pada Frame 3D
44
Kemudian jika kita melihat harga dari posisi pusat proyeksi kamera seperti dapat dilihat pada Tabel 4.3, penambahan persepsi kedalaman pada frame kalibrasi meningkatkan ketelitian parameter orientasi luar kamera walaupun tidak signifikan. Maka hasil akhir dari offset GPS-Kamera antara frame datar dan frame 3D tidak berbeda jauh. Tabel 4.3 Parameter Orientasi Luar Kamera A
Frame Datar Frame 3D Harga Std Deviasi Harga Std Deviasi X 477.7868 2.04E-01 -767.0882 3.16E-01 Y 1498.0422 2.55E-02 1799.09 4.53E-02 Z 120.2832 8.98E-02 221.056 2.98E-02 AZ 37.5627 4.30E-02 -38.8596 6.83E-02 EL -2.7177 1.86E-02 0.2194 6.99E-03 ROLL 3.7236 3.79E-03 -3.1912 5.06E-03 Frame 3D akhirnya tetap dipakai karena hasil dari percobaan di atas memberikan hasil yang rancu, karena masih terdapat kemungkinan kesalahan manusia. Kesalahan tersebut terutama pada saat melakukan dijitasi dari posisi antena, karena hasil yang diharapkan justru adalah ketelitian posisi antena yang lebih baik jika menggunakan frame 3D. 4.2. Analisis Simulasi Pengukuran Lapangan dan Pengolahan Data Lapangan Melalui simulasi ini, hasil akhir yang diharapkan adalah adanya kesimpulan mengenai bagaimana pengaruh dari penambahan ukuran posisi ke hasil akhir bundle ajdustment yaitu koordinat titik lapangan dan juga parameter orientasi luar kameranya. Dan bagaimana juga pengaruhnya terhadap jumlah titik kontrol di lapangan. Akan tetapi perangkat lunak Australis memiliki kendala dalam melakukan proses bundle adjustment apabila harga parameter orientasi luar kamera tidak didekati dengan sangat baik. Pendekatan yang paling baik adalah apabila parameter orientasi luar kamera didapat dari reseksi titik kontrol, dan lengkap diisi berikut dengan orientasi sudutnya. Karena itu perangkat lunak Australis pada akhirnya dinilai kurang baik dalam melakukan penelitian ini. 45
Namun melihat hasil yang dihasilkan pada simulasi 1 (subbab 3.3.1.), maka dapat disimpulkan bahwa proses pengukuran dan pengambilan foto pada simulasi ini sudah baik, terbukti dengan koordinat hasil bundle adjustment yang hanya berbeda sekitar 8 mikron dengan koordinat proses acuan. Tabel 4.4 Rata-Rata Deviasi Terhadap Referensi
Rata-rata Deviasi mdX mdY mdZ -0.189 0.610 0.130
Juga dapat disimpulkan bahwa tanpa titik kontrol pun, hasil adjustment sangat baik jika parameter orientasi luar kamera dapat ditentukan dengan sangat baik. 4.3. Analisis Pengukuran dan Pengolahan Data Lapangan Pada proses ini diasumsikan bahwa proses pengukuran kalibrasi sudah benar, dan juga parameter kalibrasi kamera sudah ditentukan dengan baik. Karena proses dan juga pengolahan datanya mengacu pada simulasi yang sudah dilakukan sebelumnya. Pada pengukuran offset GPS-kamera, pengukuran titik ukur pada antena tidak terletak pada pusat fase antena melainkan pada titik sembarang di tepi antena. Hal ini menyebabkan posisi kamera yang dihitung dari GPS tersebut tidak bisa akurat. Maka nilai standar deviasi yang dijadikan bobot pada saat pengolahan diasumsikan sebesar satu meter. Hal ini berdasar pada besarnya jarak offset yaitu 907.8296974 mm, sehingga apabila terjadi kesalahan pada penentuan matriks rotasi, kesalahan posisi kamera tidak akan lebih besar dari satu meter.
46
Gambar 4.3 Posisi Titik Ukuran Antena
Titik kontrol sendiri dianggap sudah baik dan tidak ada titik kontrol yang blunder, apabila mengacu pada pengolahan dengan menggunakan perangkat lunak Agisoft. Di mana dengan penambahan satu per satu titik kontrol, parameter orientasi luar kamera tetap stabil. Hal ini dapat dilihat pada Error! Reference source not found. dengan contoh pada parameter omega. -93 -92.5 -92 -91.5 citra 1
-91
citra 2 -90.5
citra 3 citra 4
-90 -89.5 -89 -88.5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 131415 16 17 1819 20 21 222324 25
Gambar 4.4 Grafik Parameter Omega dari Agisoft
47
Pengolahan data lapangan sendiri mengalami kendala saat diolah dengan menggunakan perangkat lunak ERDAS. Pengolahan dengan perangkat lunak ini memberikan hasil yang tidak stabil dan terus berubah seiring dengan pengurangan titik kontrol yang digunakan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.5 dengan contoh pada parameter phi. 160 140 120 100 citra 1
80
citra 2
60
citra 3 citra 4
40 20 0 0
2
4
6
8
10
12
-20
Gambar 4.5 Grafik Parameter Phi dari ERDAS
Hal ini mungkin terjadi karena perangkat lunak ERDAS merupakan perangkat lunak untuk mengolah citra udara, dimana nilai phi dan omega dari kamera mendekati nol. Karena itu perangkat lunak ini kemungkinan tidak memberikan perataan yang baik untuk perhitungan parameter phi dan omega. Karena itu data hasil pengolahan ERDAS dibandingkan dengan data hasil pengolahan Agisoft. Hasil yang stabil pada pengolahan Agisoft membuat hasil dari Agisoft dijadikan sebagai acuan utama. Berikut pada Tabel 4.5 adalah perbandingan antara hasil pengolahan Agisoft, ERDAS, dan Australis.
48
Tabel 4.5 Tabel Perbandingan Hasil Pengolahan Hasil Agisoft PhotoID, X, 1 788613.028 2 788609.184 3 788605.161 4 788603.757
Y, Z, 9237510.031 788.684 9237509.722 788.682 9237509.553 788.645 9237509.806 788.642
Omega, -90.034 -92.311 -88.908 -89.597
Phi, -12.901 -11.433 -9.6 -11.591
Kappa, 179.234 -179.831 179.667 -179.648
Hasil ERDAS image Xs 1 788615.8971 2 788612.019 3 788608.0635 4 788606.7106
Ys 9237775.056 9237774.839 9237774.402 9237773.97
Zs 488.7359 488.238 487.4852 487.0725
OMEGA 115.397 112.9277 116.6622 116.3853
PHI -1.7206 -0.7904 1.4374 -0.6133
KAPPA -175.0238 185.9959 184.8564 185.6783
Hasil Australis image X 1 788613.5607 2 788609.6702 3 788605.5455 4 788604.0701
Y 9237510.032 9237509.778 9237509.766 9237510.06
Z 788.6328 788.6039 788.6292 788.6683
EL (omega) -0.0259 2.3433 -1.1577 -0.6105
ROLL (phi) -0.6455 0.8278 -0.2683 0.5336
AZ (kappa) -169.3479 -170.6515 -172.2026 -170.0011
Terlihat pada Tabel 4.5 bahwa nilai antara Agisoft dan Australis menghasilkan nilai yang relatif sama. Namun hasil dari ERDAS memberikan nilai yang sama sekali berbeda dari kedua hasil lainnya. Hal ini mungkin terjadi karena perilaku ERDAS yang merupakan perangkat lunak untuk fotogrametri udara. Sedangkan dua perangkat lunak lainnya merupakan perangkat lunak untuk FRD. Perlu diingat bahwa sistem rotasi antara Australis dan Agisoft berbeda pada arah perputaran dan sistem kuadrannya.
49