BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN
3.1.
Metoda Penelitian Berdasarkan karakterisitik masalah dalam penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk merancang penelitian ini, yaitu metode deskriptif. Alasan penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini karena penulis mengolah data-data yang dikumpulkan yang telah diteliti dan diolah sehingga penulis dapat menjelaskannya secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai faktafakta serta karakter dari masalah yang diteliti.
3.2.
Objek Penelitian
3.2.1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia – Amerika Serikat Sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan tunduk pada batas-batas perundang-undangan Amerika Serikat, yang berlaku dari waktu ke waktu, pemerintah Amerika Serikat akan mengizinkan warga negara atau penduduknya untuk mengkreditkan pajak Indonesia dalam jumlah yang sepadan terhadap pajak Amerika Serikat. Besarnya kredit pajak tersebut didasarkan pada jumlah pajak yang dibayarkan kepada Indonesia, namun kredit pajak tersebut tidak melebihi batasan yang ditetapkan oleh perundangundangan Amerika Serikat untuk tahun pajak yang bersangkutan. Untuk keperluan penerapan pengkreditan terhadap pajak Amerika Serikat yang berhubungan dengan pajak yang dibayarkan kepada Indonesia, ketentuanketentuan yang diatur dalam Pasal 7 (Sumber Penghasilan) akan diterapkan untuk menentukan sumber penghasilan, namun tetap tunduk pada aturan34
aturan tentang sumber penghasilan yang ada dalam perundang-undangan domestik yang diterapkan semata-mata untuk membatasi kredit pajak luar negeri. Sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan tunduk pada batas-batas perundang-undangan Indonesia, yang berlaku dari waktu ke waktu, pemerintah Indonesia akan mengizinkan penduduknya untuk mengkreditkan dalam jumlah sepadan pajak penghasilan yang dibayarkan kepada Amerika Serikat terhadap pajak Indonesia besarnya kredit pajak tersebut didasarkan pada jumlah pajak yang dibayarkan kepada Amerika Serikat namun tidak melebihi batasan yang ditetapkan oleh perundang-undangan Indonesia untuk tahun pajak yang bersangkutan. Untuk keperluan penerapan pengkreditan terhadap pajak Indonesia yang berhubungan dengan pajak yang dibayarkan kepada Amerika Serikat, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 (Sumber
Penghasilan)
akan
diterapkan
untuk
menentukan
sumber
penghasilan.
3.2.2. Peraturan Perpajakan Amerika Serikat Terhadap Warga Negara Amerika Serikat di Seluruh Dunia Kewajiban membayar pajak di implementasikan oleh pemerintah AS, dimana Amerika adalah negara serikat. Artinya setiap negara bagian di Amerika Serikat adalah memiliki otonomi sendiri. Demikian juga dalam mengimplementasikan wajib pajak kepada warganya. Untuk itu Pajak itu di berlakukan dalam beberapa level. 1. Pajak Federal. 2. Pajak Negara Bagian. 3. Pajak County/ City (biasa di Indonesia sebut Kabupaten/Kotamadya).
35
Dalam
hal
ini
termasuk,
pajak
penghasilan,
pemilikan
rumah/kebun/tanah, pajak penjualan, pajak penghasilan pekerja, warisan, hadiah, dan kematian. Dan hal ini sudah di tegaskan oleh Kongres AS, dan Konstitusi Amerika Serikat yang disebut 16th Amandement setelah secara ratifikasikan pada tanggal 3 Februari 1913, secara explisit tertulis, “The Congress shall have power to lay and collect taxes on incomes, from whatever source derived, without apportionment among the several States, and without regard to any census or enumeration”. Untuk itu secara Konstitusi di berlakukan Bea Cukai dalam USC Title 19. Dan yang sangat terkenal yaitu pembentukan Internal Revenue Code yang kini di kenal IRS (Internal Revenue Services) USC Title 26. Internal Revenue Service (IRS) The Internal Revenue Service (IRS) adalah bagian dari Badan Departemen Keuangan Federal Amerika Serikat. Yang bertugas memungut semua pajak, dan memonitor serta mengawasi penerimaan pajak. Badan ini memiliki kekuatan yang sangat besar sekali dan mereka sangat serius dalam menjalankan tugas untuk memungut dan mengawasi penerimaan pajak. Baik itu individu, maupun perusahaan. Baik itu perusahaan di Amerika sendiri, maupun perusahaan yang berbasis di luar Amerika, tetapi memiliki kepentingan bisnisnya di Amerika.
3.2.3. Intergovernmental Agreement (Model IGA) Pada banyak kasus, hukum internasional akan mencegah Foreign Financial Institutions (FFI) untuk melapor secara langsung ke Internal Revenue Service (IRS) mengenai Informasi yang dibutuhkan peraturan 36
undang-undang Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA). Hal ini bertolak belakang dengan tujuan FATCA untuk mendapatkan pajak dari mereka yang memiliki dana di luar negeri. Untuk mengatasi hal ini departemen keuangan bekerja sama dengan pemerintah asing untuk mengembangkan 2 Model perjanjian antar negara yang memfasilitasi FATCA dalam menjalankan tugas-tugasnya dan mengurangi beban FFI. Model pertama dari perjanjian antar pemerintah ini dipublikasikan pada tanggal 26 Juli 2012. Mitra hukum (dalam hal ini pemerintah asing) yang ikut menandatangani perjanjian (Model 1 IGA) dengan Unites State (US) akan melaporkan setiap informasi mengenai akun-akun US yang memenuhi standar yang telah ditentukan pada perjanjian Model 1 IGA. FFI sendiri akan termasuk pada Model 1 IGA untuk melaporkan setiap informasi mengenai akun-akun US kepada mitra hukum. Mitra hukum ini nantinya akan bertukar informasi dengan IRS secara berkesinambungan. Aturan ini yang akan memastikan IRS mendapatkan informasi tentang akun-akun US dari FFI. Model kedua dari perjanjian antar pemerintah ini dipublikasikan pada tanggal 14 November 2012. Mitra hukum yang menandatangani perjanjian (Model 2 IGA) ini setuju untuk mengizinkan FFI beroperasi di wilayahnya dan mengirimkan laporan mengenai akun-akun US langsung kepada IRS, kecuali yang telah dirubah berdasarkan Model 2 IGA. Pada beberapa kasus seperti pemegang akun US yang tidak patuh harus dilaporkan kepada IRS melalui FFI. Kedua model baik Model 1 IGA dan Model 2 IGA menyatakan bahwa mitra hukum harus menyertakan semua institusi financial yang berlokasi di
37
wilayahnya dan mengirimkan laporan mengenai informasi akun-akun US sesuai kesepakatan. Sebaliknya mitra hukum akan diberi kemudahan dalam mengurus aplikasi FATCA. Departemen Keuangan dan IRS percaya bahwa IGA dapat mempermudah implementasi FATCA dan akan terus menyetujui perjanjian bilateral yang sesuai dengan kedua model. Sebagai tambahan Departemen Keuangan dan IRS akan terus mengembangkan implementasi FATCA berdasarkan IGA. Departemen Keuangan dan IRS juga tetap berkomitmen
untuk
bekerjasama
dengan
pihak-pihak
asing
dalam
mengembangkan transparansi pertukaran data pada skala global.
Gambar 3.1. IGA Status as of June 11, 2013
Kelemahan Serta Kelebihan Model 1 IGA dan Model 2 IGA Model 1 IGA dan Model 2 IGA sama-sama memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri dalam penerapannya bagi FFI maupun bagi pemerintah
38
Indonesia. Kelemahan yang terdapat dalam Model 1 IGA adalah jika nantinya Indonesia sepakat untuk menggunakan Model 1 IGA pada pelaksanaan FATCA, pemerintah Indonesia harus menyediakan fasilitas untuk reporting informasi mengenai akun milik warga negara AS kepada IRS. Pemerintah terpaksa membuat regulasi domestik untuk dapat membuat reporting ini, regulasi domestik tersebut contohnya, PP, PMK, UU, PBI, dan lain sebagainya. Sedangkan kelemahan dari sisi Model 2 IGA itu sendiri adalah pihak FFI sendiri yang menyediakan informasi mengenai akun milik warga negara AS tanpa harus melalui Direktorat Jenderal Pajak, lalu Model 2 IGA ini dapat di audit langsung oleh IRS. Hal tersebut sangat mengganggu sistem kedaulatan dalam negeri karena kedaulatan di Indonesia terbiasa untuk bekerja secara “government to government” diantara kedua belah pihak negara bukan dengan cara “government to business” untuk melakukan audit terhadap informasi yang berasal dari FFI. Sedangkan kelebihan yang terdapat dalam Model 1 IGA adalah pemerintah memiliki kedaulatan penuh untuk dapat mencegah adanya interfensi IRS kepada FFI secara langsung ke Indonesia, selain itu pemerintah memiliki data semua US person yang ada di Indonesia, mulai dari data kekayaan, transaksi, investasi, dan lain sebagainya. Lalu kelebihan yang terdapat dalam Model 2 IGA adalah pemerintah tidak perlu membuat regulasi domestik terkait dengan penerapan kebijakan FATCA ini nantinya, karena semuanya diserahkan kepada sistem bisnis masing-masing dari FFI. Interaksi IGA dengan Final Regulation FFI yang disebut di Model 1 IGA akan bekerja sesuai hukum negara yang bersangkutan dan negara tersebut akan melaporkan akun-akun US yang
39
memenuhi syarat seperti tercantum pada Model 1 IGA. Maka seperti yang disebutkan pada Model 1 IGA, FFI tidak perlu menerapkan final regulation dengan tujuan menghindari pemutusan dari FATCA. Pada beberapa kasus seperti yang disebutkan di Model 1 IGA, hukum yang berlaku di wilayah mitra hukum bisa memperkenankan penduduk FFI untuk memilih menggunakan hukum tersebut ketimbang yang ada di Model 1 IGA. Dan pada Model 2 IGA, FFI harus melakukan implementasi FATCA seperti yang sudah disebutkan pada peraturan yang berlaku.
3.2.4. Pertukaran Informasi Antara Indonesia – Amerika Serikat Ruang Lingkup Dalam
rumusannya
disebutkan
kewajiban
untuk
melakukan
“pertukaran informasi” tetapi istilah tersebut tidak diartikan bahwa informasi yang dipertukarkan harus bersifat timbal balik. Ketentuan ini mewajibkan kedua negara untuk memberikan informasi yang diperlukan oleh salah satu negara dalam rangka penerapan P3B yang bersangkutan atau dalam rangka penerapan undang-undang domestiknya. Pertukaran informasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : 1. Pertukaran informasi atas permintaan, yaitu permintaan informasi menyangkut wajib tertentu, yang untuk keperluan penerapan undangundang domestik, sumber-sumber informasi yang tersedia dalam negeri tidak mencukupi; 2. Pertukaran informasi secara otomatis, informasi yang dipertukarkan dalam hal ini biasanya menyangkut bunga, royalti, dan dividen. Pengiriman informasi menyangkut jenis penghasilan tersebut dilakukan secara otomatis;
40
3. Pertukaran informasi secara spontan, yaitu pengiriman informasi sebagai hasil audit, yang menyangkut wajib pajak negara mitra P3B yang mungkin berguna bagi negara tersebut dalam rangka pengenaan pajak terhadap wajib pajak yang bersangkutan. Tujuan Bagi Indonesia ketentuan yang mengatur tentang pertukaran informasi sangat berguna dalam upaya untuk mencegah penghindaran pajak. Ketentuan Pasal 26 ayat (1), dari sudut pandang kebijakan Indonesia, berisi empat hal pokok, yaitu : 1. Pertukaran informasi untuk kepentingan penerapan P3B; 2. Pertukaran informasi dalam rangka penerapan undang-undang domestik dari negara yang membutuhkan informasi; 3. Pertukaran informasi dibatasi kepada orang atau badan dan pajak yang dicakup dalam P3B; 4. Pertukaran informasi diperlukan untuk mencegah terjadinya pengelakan pajak.
3.2.5. Kerahasiaan Data Nasabah Untuk Kepentingan Perpajakan Dikarenakan kegiatan dunia perbankan mengelola yang masyarakat, maka bank wajib pula menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat. Bank wajib menjamin keamanan uang tersebut agar benar-benar aman. Agar keamanan nasabahnya terjamin pihak perbankan dilarang untuk memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya. Dengan kata lain bank harus menjaga rahasia tentang keadaan keuangan nasabah dan apabila melanggar kerahasiaan ini perbankan akan dikenakan sanksi. Rahasia bank adalah segala sesuatu yang 41
berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya (Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Perbankan Indonesia 1992/1998). Hal ini diatur oleh Pasal 40 dengan rumusan sebagai berikut : a. Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh Bank menurut kelaziman dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43 dan Pasal 44. b. Ketentuan sebagaimana dimaksud berlaku bagi pihak terafiliasi. Lebih lanjut, penjelasan resmi pada Pasal 40 mengutarakan antara lain sebagai berikut : Ayat (1) Dalam hubungan yang menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank adalah data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya. Kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan. Dengan adanya ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank. Menurut ketentuannya, bank dan pihak terafiliasi wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal-hal tertentu yang diutus oleh undang-undang tersebut dan peraturan perundang-undangan lainnya. Pihak terafiliasi adalah pihak yang berkaitan dengan pengelolaan bank. Siapa yang disebut sebagai pihak terafiliasi diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 22 undang-undang Perbankan Indonesia 1992/1998, antara lain direksi, pejabat dan pegawai bank.
42
Namun dalam kasus tertentu, kerahasiaan bank tidak berlaku untuk nasabah, misalnya : a. Untuk kepentingan perpajakan pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis
kepada
memperlihatkan
bank
agar
bukti-bukti
memberikan tentang
keterangan
keuangan
dan
nasabahnya
penyimpanan tertentu kepada pejabat bank. b. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara. Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur. c. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank. d. Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. Ketentuan mengenai rahasia bank tersebut tentunya merupakan perlindungan bagi nasabah penyimpanan agar dananya yang disimpan pada bank tidak diketahui oleh pihak-pihak lain yang tidak berkepentingan. Simpanan tersebut merupakan hak pribadi nasabah penyimpanan yang tidak perlu diketahui oleh orang lain. Pelaksanaan dari ketentuan mengenai rahasia bank ini perlu diperhatikan oleh bank dan petugasnya agar tidak
43
menimbulkan permasalahan yang mungkin akan merugikan bank. Bank dalam hal ini perlu memperhatikan kedudukannya yang sering disebut sebagai lembaga kepercayaan.
44