BAB 3 METODE PENELITIAN
3. 1 Desain Penelitian Pada penelitian ini, penulis menggunakan penelitian korelasional. Penelitian korelasional bertujuan untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara dua variabel atau lebih (Marczyk, DeMatteo, & Festinger, 2005).
Variabel dalam
penelitian ini adalah coping style dan anticipatory grief. Menurut Marczyk, DeMatteo, & Festinger (2005), terdapat dua tipe korelasi, yaitu positif dan negatif. Korelasi positif di antara kedua variabel berarti bahwa kedua variabel berubah ke arah yang sama baik meningkat atau menurun. Korelasi negatif di antara kedua variabel menandakan bahwa apabila salah satu variabel meningkat, maka variabel lain akan menurun.
3. 2 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dan sampel merupakan salah satu hal yang penting dalam sebuah penelitian. Menurut Prasetyo dan Jannah (2010) populasi adalah keseluruhan gejala atau satuan yang ingin diteliti. Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang ingin diteliti. Populasi dari penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak dengan penyakit kanker di ruang rawat inap anak Rumah Sakit Kanker Dharmais. Sampel
penelitian ini adalah 55 orangtua yang memiliki anak dengan penyakit kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais. 3. 2. 1 Teknik Pengambilan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah orangtua dari anak yang berada di ruang rawat inap. Ruang rawat inap berkapasitas 30 orang dan tidak ada batasan berapa lama mereka menginap selama proses pengobatan anaknya masih berlangsung. Oleh sebab itu, penelitian ini akan menggunakan teknik pengambilan sampel aksidental. Sampel terpilih karena berada pada waktu, situasi, dan tempat yang tepat (Presetyo & Jannah, 2010). Pengambilan data dilakukan selama dua minggu sampai mencapai 55 orang sampel penelitian.
3. 3 Operasional Variabel Penelitian 3. 3. 1 Anticipatory grief Anticipatory grief adalah sekumpulan set kognitif, reaksi afektif, budaya, dan sosial mengenai kematian yang dirasakan oleh pasien penyakit terminal dan keluarganya, tetapi kematian tesebut belum terjadi. (Lebow, 1976 dalam Rando, 1984). 3. 3. 2 Coping Coping didefinisikan sebagai upaya kognitif dan perilaku yang berubah secara konstan untuk mengelola tuntutan eksternal dan/ atau internal tertentu yang
dinilai berat dan melebihi sumber daya (kekuatan) seseorang (Lazarus & Folkman, 1984). 3. 3. 2. 1 Problem Focused Coping Problem-focused coping merupakan cara menangani masalah dengan langsung ke pokok permasalahan seperti mencari informasi mengenai suatu masalah,
mengumpulkan
solusi-solusi
yang
dapat
dijadikan
alternatif,
mempertimbangkan alternatif dari segi biaya dan manfaatnya, memilih alternatif, dan menjalani alternatif yang dipilih (Lazarus & Folkman, 1984). 3. 3. 2. 2 Emotion Focused Coping Emotion-focused coping merupakan sekumpulan proses kognitif yang diarahkan untuk mengurangi penderitaan emosional dan mencakup strategi seperti menghindari,
meminimalisasi,
menjaga
jarak,
selektif
memilih
perhatian,
perbandingan positif, dan mencari nilai positif dari sebuah peristiwa negatif (Lazarus dan Fokman, 1984). 3. 3. 2. 3 Religious-Focused Coping Religious-focused
coping
merupakan
cara
seseorang
menyelesaikan
masalah dengan meningkatkan ritual keagamaan karena percaya Tuhan akan membantu menyelesaikan masalah (Pargament, 1997).
3. 4 Uji Hipotesis Terdapat tiga hipotesis pada penelitian ini, yaitu: 1. Tidak terdapat hubungan antara problem-focused coping dan anticipatory grief. 2. Terdapat hubungan positif antara emotion-focused coping dan anticipatory grief. 3. Terdapat hubungan positif antara religious-focused coping dan anticipatory grief.
3. 5 Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner. Menurut Sekaran, 1992 (dalam Prasetyo & Jannah, 2010) kuesioner adalah satu set pertanyaan di mana subjek dapat merekam jawabannya yang biasanya menggunakan alternatif terdekat. 3. 5. 1 Instrumen Alat Ukur Penelitian ini menggunakan alat ukur Ways of Coping dari Lazarus dan Folkman yang sudah direvisi oleh Vitaliano, Russo, Carr, Maiuro, dan Becker yang kemudian diadaptasi oleh Dahlan. Dahlan menambahkan item-item untuk mengukur religious-focused coping dengan menggunakan dimensi dari teori Pargament. Penelitian ini juga menggunakan Marwit-Meuser Caregiver Grief Inventory dari Marwit dan Meuser untuk melihat anticipatory grief seseorang.
3. 5. 1. 1 Ways of Coping Alat ukur Ways of Coping merupakan alat ukur yang diciptakan oleh Lazarus dan Folkman. Alat ukur ini kemudian direvisi oleh Vitaliano, Russo, Carr, Maiuro, dan Becker lalu diadaptasi oleh Dahlan ke versi bahasa Indonesia. Reliabilitas dan validitas untuk masing-masing variabel telah diuji oleh Dahlan (2005) pada sampel karyawan dengan hasil problem-focused coping (α= .81), emotion-foused coping (α= .81). Alat ukur ini dapat digunakan secara umum, tidak terbatas pada sampel karyawan saja. Dahlan (2005) juga menambahkan dimensi religious-focused coping (α= .91) dalam penelitiannya. Dimensi religious-focused coping didapatkan dari teori Pargament (1997), yang kemudian dibuat item-item pertanyaanya oleh Dahlan. Pada penelitian ini, penulis menggunakan kuesioner versi singkat (short-form) karena telah diuji bahwa short-form yang berjumlah 23 item tersebut dapat mewakili dari total 64 item. Alat ukur ini menggunakan skala likert 1-5 yang mewakili jawaban sebagai berikut 1= Tidak relevan untuk dilakukan dalam mengatasi situasi stres yang saya hadapi 2= Relevan, tapi tidak saya lakukan dalam mengatasi situasi stres yang saya hadapi 3= Jarang saya lakukan dalam mengatasi situasi stres yang saya hadapi 4= Sering saya lakukan dalam mengatasi situasi stres yang saya hadapi 5= Selalu saya lakukan dalam mengatasi situasi stres yang saya hadapi
Variabel pertama adalah problem-focused coping yang terdiri dari 6 item. Contoh pernyataan dalam problem-focused coping, seperti “Membuat perencanaan dan melaksanakan rencana tersebut”, “Menerima hal lain yang menurut saya masih cukup baik (tidak ada rotan, akar pun berguna”, “Mengambil hikmah dari pengalaman”, dan lainnya yang dapat dilihat pada lampiran 1. Variabel kedua adalah emotion-focused coping yang terdiri dari 12 item. Emotion-focused coping terdiri dari tiga sub-variabel, yaitu self blame (menyalahkan diri sendiri) sebanyak 3 item, wishful thinking (angan-angan) sebanyak 3 item, dan avoidance (menghindar) sebanyak 6 item. Contoh pernyataan dalam emotionfocused coping, seperti “Menyalahkan diri saya sendiri”, “Mengkritik atau memarahi diri saya sendiri”, “Menyadari bahwa saya yang menjadi penyebab dari masalah tersebut”, dan lainnya yang dapat dilihat pada lampiran 1. Variabel ketiga adalah religious-focused coping yang terdiri dari 5 item. Contoh pernyataan religious-focused coping, seperti “Lebih mendekatkan diri pada Tuhan, karena saya percaya bahwa Tuhan pasti membantu saya menyelesaikan masalah yang saya hadapi”, “Memperbanyak berdoa, berdzikir agar persoalan saya dapat segera selesai”, “Lebih khusyuk dalam sembahyang”, dan lainnya yang dapat dilihat pada lampiran 1. Reliabilitas alat ukur ini diukur kembali oleh penulis pada sampel orangtua dari anak dengan diagnosis kanker. Ditemukan reliabilitas per dimensi yaitu problem-focused coping (α= .70), emotion-foused coping (α= .67), dan religiousfocused coping (α= .97).
3. 5. 1. 2 Marwitt-Meuser Caregiver Grief Inventory (short-form) Pada penelitian ini, penulis menggunakan alat ukur MMCGI (short-form). Alat ukur ini berisikan 18 pernyataan yang dapat mewakili perasaan berduka pada orangtua yang memiliki anak dengan diagnosis kanker. Alat ukur ini terdiri dari 3 dimensi yaitu personal sacrifice burden (α= .83), heartfelt sadness and longing (α= .80), dan worry and felt isolation (α= .80). Ke-tiga dimensi tersebut dapat dijadikan satu skor total (α= .90) yang menggambarkan anticipatory grief seseorang dengan cara menjumlahkan semua skor. Alat ukur ini didapat dari luar Indonesia dan memerlukan adaptasi terlebih dahulu sebelum dapat diuji pada orang Indonesia. Alat ukur ini diadaptasi oleh penulis dengan cara menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Setelah itu, penulis meminta pendapat dari ahli untuk memeriksa terjemahannya. Setelah disetujui, penulis kemudian menyebarkan alat tes ini untuk diuji coba kepada 30 orangtua yang memiliki anak dengan penyakit kanker. Pada penelitian ini penulis menggunakan skor total untuk melihat grief seseorang dan tidak melihat dimensidimensi yang ada pada alat tes tersebut. Alat ukur ini menggunakan skala likert (sangat tidak setuju= 1, tidak setuju= 2, agak setuju= 3, setuju= 4, sangat setuju= 5). Contoh pernyataan-pernyataan dalam alat tes ini, seperti “Saya mengorbankan banyak hal untuk mengasuh anak saya”, “Saya merasa kehilangan kebebasan saya”, “Menyakitkan ketika mengantar anak saya tidur dan menyadari bahwa ia akan ‘pergi’”, dan lainnya yang dapat dilihat pada lampiran 1.
3. 5. 1. 2. 1 Reliabilitas MMCGI (short-form) Reliabilitas merujuk pada sejauh mana konsistensi sebuah alat ukur apabila diukur pada waktu, butir-butir ekuivalen, dan kondisi pengujian yang berbeda (Anastasi & Urbina, 1997). Salah satu cara untuk mengukur reliabilitas adalah internal consistency dengan melihat pada koefisien alpha. Hasil pilot test menunjukkan bahwa reliabilitas alat ukur setelah diadaptasi cukup baik dengan Cronbach’s alpha, α= .832 menunjukkan bahwa alat tes masuk kategori reliabel (α= 0,7 – 0,9) menurut Guilford & Frutcher (dalam Kuncono, 2005).
3. 5. 1. 2. 2 Validitas MMCGI (short-form) 3. 5. 1. 2. 2. 1 Konten Sebuah tes dapat dikatakan memiliki validitas konten apabila instrumen alat tes tersebut mengukur dimensi yang hendak diukur (Marczyk, DeMatteo, & Festinger, 2005). Validitas konten pada penelitian ini diukur dengan meminta pendapat dari ahli mengenai item-item yang terdapat pada kuesioner. 3. 5. 1. 2. 2. 2 Konstruk Validitas konstruk adalah sejauh mana sebuah tes dapat mengukur konstruk yang bersifat teoritis (Anastasi & Urbina, 1997). Validitas konstruk pada penelitian ini dilihat dengan internal consistency dimana koefisien alpha yang menunjukkan bahwa butir-butir soal homogen (α= .832). Dengan menggunakan metode yang sama, item-total correlations juga dapat dilihat untuk melihat korelasi skor pada tiap item dan skor total. Nunnally & Bernstein (1994) menyatakan bahwa nilai korelasi yang baik adalah ≥ 0.3 yang menunjukkan
bahwa item tersebut mengukur konstruk yang ingin diukur dengan baik, nilai korelasi antara 0.2 sampai 0.3 menunjukkan perlunya revisi pada item tersebut, dan nilai korelasi di bawah 0.2 menunjukkan bahwa item tersebut harus dibuang. Pada penelitian ini dari 18 item yang ada, terdapat satu item yang dibuang sehingga didapat koefisien alpha yang lebih baik (α= .841).
3. 6. Teknik Pengolahan Data Data akan diolah dengan program SPSS versi 16.0 for windows. Metode yang dipakai adalah analisis korelasi Pearson karena ingin melihat hubungan antara dua variabel. Korelasi yang dilihat adalah korelasi dari masing-masing strategi coping ke anticipatory grief.