BAB 3 LANDASAN TEORI
3.1 Sejarah Pengendalian Kualitas Beberapa pakar mengatakan bahwa awal dari pengendalian kualitas dimulai pada tahun 1924, dimana pada waktu itu W.A. Shewart dari Bell Telephone Laboratories mengembangkan diagram atau grafik statistik untuk mengendalikan variabel-variabel produk. Hal ini dipercaya sebagai awal dari pengendalian kualita statistikal. Pada dekade yang sama, H.F. Dodge dan H.G. Romig yang juga dari Bell Telephone, mengembangkan teknik pengambilan sampel penerimaan untuk menggantikan inspeksi 100%. Pada tahun 1940 James Duran menjadi pelopor dalam penggunaan metode statistik dalam pengendalian kualitas di Amerika. Dan puncaknya adalah dengan terbentuknya American Society For Quality Control di Amerika Serikat. Pada tahun 1950, Edward Demings mulai memberikan kuliah-kuliah tentang metode statistikal kepada praktisi industri Jepang akan pentingnya tanggung jawab kualitas pada manajemen puncak dan hal inilah yang menjadi titik tolak penerapan Total Quality Control di Jepang. Pada akhir era 80-an industri otomotif mulai menerapkan pengendalian proses statistik (statistical process control). Hal ini kemudian diikuti jenis industri lainnya dan juga departemen pertahanan Amerika Serikat untuk mulai menggunakan SPC. Kemudian mulailah berkembang konsep-konsep baru yang diantaranya adalah
20 Continuous Quality Improvement yang membutuhkan Total Quality Management. Pada era 90-an terbentuklah ISO 9000 di Amerika Serikat yang menjadi model dunia untuk sistem kualitas.
3.2 Pengertian Kualitas Seperti kita ketahui dalam sejarah, kesadaran akan pentingnya kualitas telah disadarai oleh pakar ataupun praktisi industri sejak lama. Kebutuhan konsumen akan produk yang berkualitas dan keinginan produsen untuk menghasilkan produk yang berkualitas tentu memberikan pengertian yang belum tentu sama atas arti kualitas. Beberapa pakar dan praktisi industri memberikan pengertiannya masing-masing atas arti kualitas, diantaranya: •
Menurut Vincent Gasperz Kualitas adalah suatu konsistensi peningkatan dan penurunan variasi karakteristik produk, agar dapat memenuhi spesifikasi dan kebutuhan, guna meningkatkan kepuasan pelanggan.
•
Menurut Juran Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan dan manfaatnya.
•
Menurut Deming Kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa mendatang. Pengertian ini yang menjadi dasar dikenalnya istilah QMATCH (Quality = Meets Agreed Terms and CHanges).
21 •
Menurut Feigenbaum Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance, dimana produk atau jasa tersebut dalam pemakaiannya sesuai dengan kebutuhan dan harapan pengguna.
Berdasarkan pengertian-pengertian kualitas diatas, jelas terlihat bahwa kualitas selalu berfokus kepada pelanggan. Dengan kata lain produk yang berkualitas adalah produk yang didesain, diproduksi dan pelayanan purna jual yang diberikan adalah untuk memenuhi keinginan pelanggan. Berikut adalah beberapa definisi yang berkaitan dengan kualitas : •
Quality Keseluruhan ciri dan karakteristik dari suatu produk atau jasa yang memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan penggunanya.
•
Quality Control Suatu aktivitas yang dilakukan untuk mempertahankan, mengembangkan ataupun mencapai kualitas produk atau jasa sesuai spesifikasi yang ditetapkan dan juga feedback dari pengguna atas kualitas yang diharapkan.
•
Statistical Quality Control suatu cabang pengendalian kualitas yang meliputi pengumpulan, analisis, dan interpretasi data yang digunakan dalam aktivitas pengendalian kualitas. (Basterfield, 1994)
22 •
Statsitical Process Control Adalah suatu istilah yang mulai digunakan pada tahun 70-an yang menjabarkan penggunaan teknik-teknik statistikal dalam memantau dan meningkatkan performansi proses dalam menghasilkan produk berkualitas. SPC digunakan sebagai suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kuantitatif, serta penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi kebutuhan pelanggan (Gasperz, 1998).
•
Quallity Assurance Seluruh tindakan terencana dan sistematik yang diimplementasikan guna memberikan kepercayaan yang cukup bahwa produk akan memuaskan kebutuhan untuk kualitas tertentu
•
Total Quality Management Semua aktivitas dari fungsi manajemen secara menyeluruh yang menentukan kebijaksanaan
kualitas,
tujuan-tujuan
dan
tanggung
jawab,
mengimplementasikan melalui alat-alat seperti perencanaan kualitas (quality planning), pengendalian kualitas (quality control), jaminan kualitas (quality assurance), dan peningkatan kualitas (quality improvement). Tanggung jawab untuk manajemen kualitas ada pada semua level dari manajemen, tetapi harus dikendalikan dan diarahkan oleh manajemen puncak. Implementasi manajemen kualitas harus melibatkan semua anggota organisasi.
23
•
Quality Sistem Struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur-prosedur, proses dan sumber daya untuk mengimplementasikan manajemen kualitas. Sistem kualitas dari suatu organisasi dirancang terutama untuk memenuhi kebutuhan organisasi itu dalam perbaikan kualitas. Dengan demikian sistem dapat juga dinyatakan sebagai suatu sistem yang diperlukan untuk mencapai, mendukung dan meningkatkan kualitas. Contoh sistem kualitas formal yang berlaku secara internasional adalah sistem kualitas ISO 9000.
3.3 Pengendalian Proses Statistikal (SPC) Pengendalian proses statisitikal (SPC) adalah suatu teknik yang mulai digunakan pada tahun 1970-an. SPC digunakan untuk menjabarkan penggunaan teknik statistikal untuk
memantau dan meningkatkan performa proses dalam menghasilkan produk
berkualitas. Pada tahun 1905-1960-an digunakan Statistical Quality Control (SQC) yang memiliki pengertian sama dengan SPC. Pengendalian kualitas merupakan aktifitas teknik dan manajemen, dimana kita mengukur karakteristik kualitas dari output (barang/jasa) kemudian membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi output yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang dilakukan jika ditemukan perbedaan antara performansi aktual dan standar. Dari uraian diatas, maka SPC dapat didefinisikan sebagai suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta penentuan dan interpretasi pengukuran pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistim industri, untuk
24 meningkatkan kualitas dari output guna memenuki kebutuhan dan harapan pelanggan. (Vincent Gaspers, 1998, p1).
3.3.1 Definisi Kualitas Dalam Konteks SPC. Dalam konteks pembahasan tentang SPC, kualitas didefinisikan sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna memenuhi kebutuhan konsumen internal dan eksternal. Dengan demikian pengertian kualitas dalam konteks SPC adalah bagaimana baiknya suatu output (barang/jasa) tersebut memenuhi spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan uleh bagian desain suatu produk yang disebut kualitas desain. Yang disebut kualitas desain harus berorientasi pada kebutuhan atau keinginan konsumen (orientasi pasar). (Vincent Gaspers, 1998, p1-2).
3.3.2 Definisi Data Dalam Konteks SPC Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif, data dipergunakan sebagai prtunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data, kita mempelajari fakta-fakta yang ada, kemudian mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta tersebut. Dalam konteks SPC data ada dua macam, yaitu: -
Data atribut, yaitu data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis, contoh data atribut adalah: banyaknya kesalahan proses, banyaknya isian kuisioner yang salah, banyaknya jenis cacat pada produk, dll. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan.
25 -
Data variabel, merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh data variabel adalah: panjang, lebar, tinggi, volume suatu produk.
(Vincent Gaspers, 1998, p43). Pada dasarnya langkah dalam SPC dapat diuraikan sebagai berikut: 1. merencanakan penggunaan alat alat statistikal. 2. mulai menggunakan alat-alat tersebut. 3. mempertahankan atau menstabilkan proses dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus yang dianggap merugikan. 4. merencanakan proses perbaikan terus menerus melalui mengurangi penyebab umum. 5. mengevaluasi dan meninjau ulang terhadap penggunaan alat-alat statistikal tersebut. (Vincent Gaspers, 1998, p41).
3.3.3 Pengumpulan Data Dalam SPC untuk meningkatkan kualitas, pengumpulan data bertujuan untuk: 1. Memantau dan mengendaliakan proses. 2. menganalisis hal hal yang tidak sesuai. 3. inspeksi. Dalam kegiatan pengumpulan data perla diperhatikan beberapa hal berikut: 1. definisikan tujuan pengumpulan data secara jelas. 2. identifikasi jenis data yang akan dikumpulkan (variable/atribut). 3. gunakan alat ukur yang dapat diandalkan untuk menjamin keandalan pengukuran. 4. Tentukan cara yang tepat untuk mencatat data. Data asli harus dicatat secara jelas dan lengkap.
26 5. buat formulir pencatatan data yang memudahkan untuk penggunaan selanjutnya. (Vincent Gaspers,1998, p43-44).
3.3.4 Peta Kontrol Peta kontrol pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat pada tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special-causes variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common-causes variation). Pada dasarnya semua proses menampilkan variasi, namun manajemen harus mampu mengendalikan proses dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus dari proses itu, sehingga variasi yang melekat pada proses hanya disebabkan oleh variasi penyebab umum. Peta kontrol merupakan sebuah alat yang digunakan untuk melakukan pengawasan dari sebuah proses yang sedang berjalan. Nilai dari karakteristik kualitas diplot sepanjang garis vertikal dan garis horizontal mewakili sample atau subgroups (berdasarkan waktu) di mana karekteristik dari kualitas ditemukan. Beberapa keuntungan yang bisa didapat dengan menggunakan peta kontrol, yaitu: •
Memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab umum.
•
Menentukan kemampuan proses (process capability). Setelah proses berada dalam pengendalian statistikal, batas-batas dari variasi proses
27 dapat ditentukan dan menunjukkan kemampuan dari proses untuk memenuhi kebutuhan dari konsumen. •
Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian statistikal. Dengan demikian peta-peta kontrol digunakan untuk mencapai suatu keadaan terkendali secara statistikal, di mana semua nilai rata-rata dan range dari sub-sub kelompok (subgroups) contoh berada dalam batasbatas pengendalian (control limits).
Ada dua macam peta kontrol, yaitu peta kontrol untuk data variabel atau variable control chart dan peta kontrol untuk data atribut atau attribute control chart. Data variabel sering disebut sebagai data kuantitatif dan bersifat kontinyu yang diperoleh dari hasil pengukuran, contohnya adalah diameter, berat, panjang, tinggi, lebar, volume, dll. Sedangkan data atribut sering disebut sebagai data kualitatif dan bersifat diskrit yang diperoleh dengan pengelompokkan atau perhitungan, contohnya adalah warna, kebersihan, penampilan, dll. Berikut adalah penjelasannya:
n ≠ tetap
x, σ
x, s
x, R
x, MR
Gambar 3.1 Penggunaan Peta Kontrol
n ≠ tetap
28 1.
Peta Kontrol Untuk Data Variabel. -
Peta Kontrol x dan R digunakan untuk memantau proses yang mempunyai karakteristik berdimensi kontinu, yang menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi dalam ukuran titik pusat (central tendency) atau rata-rata dari suatu proses.
-
Peta kontrol x dan MR diterapkan pada proses yang menghasilkan output yang relatif homogen, pada proses produksi yang sangat lama dan menggunakan 100% inspeksi.
2.
Peta Kontrol Untuk Data Atribut. -
Peta kontrol p digunakan untuk mengukur proporsi ketidaksesuaian (penyimpangan atau sering disebut cacat) dari item-item dalam kelompok yang sedang diinspeksi.
-
Peta kontrol np merupakan peta kontrol yang hampir sama dengan peta kontrol p, kecuali bahwa dalam peta kontrol np tidak terjadi perubahan skala pengukuran (n=tetap).
-
Peta kontrol c diterapkan pada titik spesifik yang tidak memenuhi syarat dalam produk itu sehingga suatu produk dapat saja dianggap memenuhi syarat meskipun mengandung satu atau beberapa titik spesifik yang cacat.
-
Peta kontrol u digunakan untuk mengukur banyaknya ketidaksesuaian dalam periode pengamatan tertentu yang mungkin memiliki ukuran contoh atau banyaknya item yang diperiksa.
29 3.3.5 Peta kontrol P Peta kontrol P digunakan untuk mengukur proporsi ketidaksesuaian dari item-item didalam kelompok yang sedang diteliti. Dengan demikian peta kontrol P digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kulaitas. Proporsi yang tidak memenuhi syarat didefinisikan sebagai rasio banyaknya item yang tidak memenuhi syarat dalam satu kelompok terhadap total banyaknya item dalam kelompok itu. Item-item itu dapat mempunyai beberapa karakteristik kualitas yang diperiksa atau diuji secara simultan oleh pemeriksa. Jika item item tersebut tidak memenuhi satu atau lebih karakteristik yang diperiksa, maka item tersebut digolongkan sebagai cacat. Pembuatan peta kontrol P dapat dilakukan mengikuti langkah sebagai berikut: 1. Tentukan ukuran contoh yang cukup besar (n > 30). 2. Kumpulkan 20-25 set contoh. 3. Hitung nilai proporsi cacat, yaitu: p-bar = total cacat / total inspeksi. 4. Hitung nilai simpangan baku, yaitu: Sρ = √ { ρ-bar(1- ρ-bar) / n} Jika p-bar dinyatakan dalam persentase, maka Sρ dihitung sebagai berikut: Sρ = √ {ρ-bar(100 - ρ-bar) / n} 5. Hitung batas-batas control З-sigma dari: Peta kontrol ρ (batas-batas kontrol З-sigma) CL
= ρ-bar
UCL
= ρ-bar + З Sρ
LCL
= ρ-bar - З Sρ
6. Plot atau tebarkan data proporsi cacat dan lakukan pengamatan apakah data tersebut berada dalam pengendalian statistikal.
30 7. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian statistikal gunakan peta kontrol p untuk memantau terus menerus, tetapi jika proses tidak di dalam pengendalian statistikal, maka proses harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum menggunakan peta kontrol tersebut untuk pengendalian proses terus menerus. (Quality Control Fourth Edition, Prentice-hall international, Inc,1994, p247-251)
3.4 Metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control) Metode DMAIC merupakan salah satu metode dalam penerapan six sigma, dimana metode ini dilakukan continuous atau berkelanjutan. DMAIC adalah proses yang berulang (loop process) dimana dengan digunakannya metode ini diharapkan dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan proses yang tidak produktif yang berfokus pada pengukuran yang baru dan mengaplikasikan teknologi untuk meningkatkan kualitas. Berikut adalah penjelasan dari tahapan DMAIC : 1. DEFINE Ada 3 hal utama yang terdapat dalam fase DEFINE yaitu: Charter, Customer (their needs and reqirements), dan juga process map. ¾ Charter Charter adalah kumpulan dokumen yang menjelaskan tujuan dan motivasi yang melatar belakangi perlunya dilakukan pengendalian kualitas dengan metode DMAIC. Diantaranya :
31 o The business case Pada business case terdapat satu atau dua kalimat yang menunjukkan mengapa perlu dilakukan pengendalian kualitas dengan metode dan DMAIC dan tujuan dilakukannya pengendalian kualitas ini. o The problem statement Ini adalah suatu pernyataan statement secara singkat mengenai masalah yang dihadapi. Pada pernyataan ini harus terlihat sudah berapa lama masalah ini terjadi, dinyatakan se-spesifik mungkin, menjelaskan antara kondisi yang sekarang terjadi dan kondisi yang daiharapkan terjadi, menjelaskan dampak dari masalah yang terjadi, dan dibuat senetral mungkin dengan belum adanya analisa sedikitpun. ¾ Customers (kebutuhan dan keinginan mereka) Setiap usaha selalu memiliki konsumen. Dan masing masing konsumen memiliki kebutuhan dari supplier mereka. Dari setiap kebutuhan yang ingin mereka penuhi terdapat juga permintaan atas kebutuhan tersebut. Permintaan yang dimaksud disini adalah karakteristik atas kebutuhan mereka yang menunjukkan apakah konsumen puas atas produk ataupun jasa yang diberikan. ¾ Process Map Dalam pengendalian kualitas dengan metode DMAIC dibutuhkan pengetahuan yang jelas atas suppliers, inputs, process, outputs dan customers atau lebih dikenal dengan SIPOC.
32 2. MEASURES Terdapat 2 langkah utama dalam fase Measure, yaitu pengumpulan data dan pengolahan data. Pada tahap pengumpulan data, data yang dikumpulkan berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, data yang dikumpulkan diusahakan fokus ,tidak terlalu banyak sehingga menyulitkan penelitian, dan juga harus bisa menggambarkan masalah yang terjadi, serta jelas keterangan waktunya. Langkah kedua adalah mengolah data, yaitu dengan melakukan perhitungan sigma yang berlaku saat ini. 3. ANALYSIS Pada fase Analysis, terdapat 3 hal utama yang dilakukan, yaitu Analisa Data, Analisa Proses, dan Analisa Sebab Akibat. Fase analisa dianggap oleh kebanyakan orang sebagai fase terpenting dalam metode DMAIC. Keberhasilan dalam fase analisa, terutama dalam melakukan analisa sebab akibat akan sangat membantu dalam pengendalian/perbaikan kualitas yang dilakukan. •
Analisa Data Data-data yang telah dikumpulkan dalam fase-fase sebelumnya dalam
DMAIC untuk dapat mencapai tujuan awal yaitu meningkatkan kepuasan konsumen dalam kualitas. Discrete Data Analysis Ada pepatah yang menyatakan: “Adalah lebih mudah untuk melawan musuh yang terlihat.” Oleh karena itu kita harus bisa membuat gambaran secara statustuk atas “musuh” yang kita sebut variasi. Ketika data yang kita kumpulkan dalam fase DMAIC bersifat discrete, tools yang paling umum untuk digunakan adalah diagram Pareto, atau pie chart.
33 •
Analisa Proses Yang termasuk dalam analisa proses adalah membuat peta yang lebih
detail untuk membantu menunjukkan daerah dengan tingkat masalah terbesar. Pada analisa proses, proses produksi diteliti sampai ke sub-proses untuk membantu mencari proses yang merupakan penyebab masalah ataupun yang tidak efisien (non-value added). •
Analisa Sebab Akibat Langkah ketiga dan yang paling penting dalam fase Analisa adalah
Analisa Sebab Akibat. Apabila dilakukan dengan benar, analisa sebab akibat merupakan kunci utama yang menentukan kesuksesan dalam metode DMAIC. Ada 3 langkah dalam melakukan Analisa Sebab Akibat yaitu: •
Langkah Pembukaan
Dalam fase analisa sebab akibat ini, yang harus dilakukan adlah melakukan diskusi untuk memperoleh penjelasan atas kondisi sigma yang terjadi sekarang. •
Langkah Pengarahan
Pada fase ini yang dilakukan adalah dengan menyaring keterenganketerangan mengenai kondisi yang sekarang terjadi. •
Langkah akhir
Langkah terakhir dalam analisa sebab akibat adalah yang terpenting dari seluruh fase. Pada langkah akhir inilah hipotesa-hipotesa yang ada diuji
34 dengan data yang ada. Pengujian akar-akar sebab yang sudah disaring tersebut dapat dilakukan dengan: i. Basic Data Collection ii. Scatter Analysis iii. Designed Experiments Adalah direkomendasikan, apabila memungkinkan, untuk melakukan analisa dengan menggunakan basic data collection terlebih dahulu, karena cara ini adalah yang termudah untuk digunakan. Setelah itu kemudian dibuat scatter diagram. 4. IMPROVE Apabila seluruh langkah dalam pembuatan diagram sebab akibat telah dilakukan, maka fase Improve dalam metode DMAIC akan mudah dilakukan. Ada 2 cara yang dilakukan dalam fase Improve ini, yang pertama adalah membuat suatu solusi baru atau memilih solusi-solusi, apabila ada, yang pernah dilakukan. Dalam mengimplementasikan solusi, haruslah diingat bahwa harus dilakukan prioritas dan dilakukan satu per satu atupun bergrup-grup, karena tidak tertutup kemungkinan bahwa tujuan atau kondisi yang ingin dicapai telah tercapai tanpa harus mengimplementasikan seluruh solusi yang diusulkan. 5. CONTROL Dalam fase terakhir dalam metode DMAIC ini, yang dilakukan adalah pengendalian atas implementasi dari solusi-solusi yang dipakai untuk perbaikan. Perubahan atas implementasi dari solusi yang telah ditentukan belum tentu terus membawa perbaikan dalam mencapai kondisi yang diinginkan. Justru pada fase inilah dicari tahu kapan perlu dilakukan kembali langkah perbaikan kembali. Karena
35 perbaikan adalah suatu yang bersifat kontinyu dan metode DMAIC memang tidak berhenti hanya sampai fase control tetapi dapat terus kembali berulang kembali ke Define.
Gambar 3.2 Siklus DMAIC Sumber : www.iil.com
3.5 Tools Yang Digunakan Dalam Metode DMAIC Dalam melakukan pengendalian kualitas dengan metode DMAIC, dalam beberapa fase diantaranya diperlukan tools yang membantu dalam proses didalamnya. Beberapa tools yang biasa digunakan dalam metodologi DMAIC yaitu: 1. Voice Of Customer (VOC) Voice of Customer (VOC) merupakan data seperti keluhan, hasil survey atau riset pasar dan komentar yang menggambarkan kebutuhan pelanggan atas produk yang ditawarkan perusahaan. VOC harus diterjemahkan ke dalam persyaratan yang dapat diukur untuk proses.
36
2. Peta Proses (The Process Map) Pada fase Define, perlu dibuat awal dari beberapa peta proses. Peta proses adalah sebuah gambar ataupun bagan yang menunjukkan langkah-langkah dalam proses yang ingin ditingkatkan. Sebuah peta proses menggambarkan 5 kategori kerja yaitu, Pemasok (supplier) proses, masukan (input) dari pemasok, nama proses, hasil (output) dari proses, dan siapa saja konsumen (customer) dari proses tersebut. Langkah-langkah ini terangkum oleh diagram SIPOC (Supplier Input Process Output Customer). SIPOC Analysis and Map == Car Repair Suppliers
Inputs
Process
Auto parts Process description: Repair of car dameged in Auto Parts distribution collision. Car owner
Car
Outputs
Customer s
Repaired car Car Owner
Process Map
Enablers
Insurance Company
Gambar 3.3 Contoh Diagram SIPOC Sumber: http://www.army.mil/ArmyBTKC/i/focus/cpi_tools_01_L.gif
Insurance Company
37 3. Diagram CTQ (Critical To Quality) Diagram Critical To Quality digunakan pada fase Measure. Diagram ini digunakan untuk membantu dalam pembahasan dan validasi atas kebutuhan dan keinginan dari konsumen atas proses yang ingin diperbaiki. Langkah-langkah yang dalam membuat diagram Critical Of Quality adalah sebagai berikut : •
Identifikasi siapa konsumen yang membutuhkan perbaikan atas proses yang ada.
•
Identifikasi kebutuhan konsumen, yaitu produk atau jasa yang diingunkan konsumen
•
Identifikasi kebutuhan tingkat pertama (1st level requirement), yaitu karakteristik atas produk/jasa yang dibutuhkan yang menentukan kepuasan konsumen atas produk/jasa yang mereka dapatkan.
•
Perdalam lagi kedalam level yang lebih detail atas permintaan konsumen bila dibutuhkan. Beberapa permintaan konsumen saja memiliki spesifikasi yang lebih detail. Bila demikian maka diagram Critical To Quality-pun harus dibuat lebih detail.
38
Gambar 3.4 Critical To Quality Sumber: http://www.army.mil
4. Diagram Pareto Untuk data yang bersifat discrete -go/no go, off/on, yes/no, dan defect/no defecettool yang digunakan untuk memudahkan dalam melihat hasil pengumpulan data adalah diagram pareto. Nama Pareto dalam Diagram Pareto berasal dari nama ahli ekonomi asal Italia, Vilfredo Pareto yang pada abad keenam belas membuktikan secara matematis bahwa 80% kekayaan dunia dikontrol oleh 20% dari jumlah populasinya. Diagram Pareto merupakan grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditempatkan pada sisi paling kiri dan diikuti yang frekuensinya lebih kecil sampai pada yang terkecil ditempatkan di sisi paling kanan. Adapun fungsi dasar dari pembuatan diagram pareto adalah untuk menunjukkan urutan pentingnya dari
39 masalah-masalah yang ada sehingga membantu peneliti untuk berfokus pada masalah-masalah yang lebih kritis.
5. The Cause-Effect Diagram (Diagram Sebab-Akibat) Diagram Sebab-Akibat disebut juga diagram Ishikawa seusai dengan nama orang yang memperkenalkannya pertama kali yaitu Kaoru Ishikawa pada tahun 1943, yang berasal dari Universitas Tokyo Jepang. Diagram ini juga dikenal dengan Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram), karena bentuknya yang menyerupai kerangka tulang ikan. Diaram sebab-akibat adalah diagram yang menunjukkan faktor-faktor yang menjadi penyebab atas suatu akibat. Dengan menggunakan tool ini, akan mempermudah dalam mencari dan mempelajari penyebab-penyebab atas suatu kesalahan atau kegagalan yang dianggap perlu untuk dilakukan perbaikan. Diagram Sebab-Akibat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan sebagai berikut: 1. Membantu mengidentifikasi akar dari suatu permasalahan 2. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah 3. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan Diagram Sebab-Akibat adalah : 1. Tulis pernyataan masalah pada posisi “kepala ikan” atau diujung sebelah kanan kertas. 2. Tuliskan
faktor-faktor
penyebab
utama
(sebab-akibat)
yang
mempengaruhi masalah kualitas sebagai “tulang besar”, dan juga
40 tempatkan dalam kotak. Dalam memetakan penyebab dalam “tulang besar” digunakan 5 kategori : •
Material (Bahan baku produksi)
•
Mesin
•
Tenaga Kerja
•
Metode Kerja
•
Lingkungan.
3. Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebabpenyebab utama dan dinyatakan sebagai “tulang-tulang berukuran sedang” 4. Tuliskan penyebab-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebabpenyebab sekunder dan dinyatakan sebagai “tulang-tulang berukuran kecil” 5. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktorfaktor penting tertentu yang kelihatan memiliki pengaruh nyata terhadap karakteristik kualitas. 6. Catat informasi yang perlu didalam diagram sebab akibat, seperti judul, nama produk, proses, kelompok, daftar partisipan, tanggal, dll.
6. Failure Mode And Effect Analysis FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure modes). Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar
41 batas spesifikasi yang ditetapkan, atau perubahan-perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi produk tersebut. Dengan menghilangkan mode kegagalan, FMEA diharapkan akan meningkatkan keandalan dari produk sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan yang menggunakan produk tersebut. Perbaikan yang dilakukan dengan menggunakan FMEA berdasarkan pada ranking dari severity dan probability dari kegagalan. Manfaat dari FMEA diantaranya : •
Membantu
dalam
mengidentifikasi
dan
mengeliminasi
atau
mengendalikan mode kegagalan yang membahayakan serta mengurangi kerusakan terhadap sistem dan penggunanya. •
Meningkatkan keakuratan dari perkiraan terhadap peluang dari kegagalan yang akan dikembangkan.
•
Peningkatan realibilitas dari produk karena waktu untuk identifikasi dan perbaikan dari masalah-masalah dalam produk yang telah ada akan meningkat. Hal ini tentu meningkatkan realibilitas produk yang sama dalam pengeluaran berikutnya.
42 Tabel 3.1 Contoh FMEA
POTENTIAL FAILURE MODE AND EFFECTS ANALYSIS (PROCESS FMEA) Item
:
Process Responsibility
:
FMEA Number
:
Model
:
Key Date
:
Prepared By
:
Core Team
:
FMEA Date
:
Process Function Requirements
Potential Failure Mode
Potential Effects of Failure
Berisi deskripsi sederhana tentang proses yang sedang dilaksanakan
Berisi kesalahan potensial dimana proses tidak dapat memenuhi spesifikasi desain
Berisi tentang efek samping dan akibat yang ditimbulkan pada pihak konsumen dari kesalahan yang terjadi
S e v e r i t y
Potential Cause of Mechanism Failure
Berisi bagaimana kesalahan dapat terjadi didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat dikontrol atau diperbaiki
O c c u r a n c e
Current Process Controls
Berisikan metode kontrol yang digunakan, seperti pengontrolan dengan SPC, atau inspeksi biasa
D e t e c t i o n
Rev
: Action Results
RPN
Reccomended Action
Responsibil ity & Target Completion Date
Berisi tentang tindakan perbaikan yang harus dilakukan, bila tidak ada dapat diisi dengan "none". Perbaikan harus bersifat permanen dan bukan frekuensi QC yang ditingkatkan
Isi dengan tanggal perbaikan harus dilaksanaka n dan bagian yang bertanggun g jawab akan hal ini
Action Taken
Isi dengan tanggal perbaikan dan definisi perbaikan yang dilakukan
S e v e r i t y
O c c u r a n c e
D e t e c t i o n
RPN
43 Berikut adalah penjelasan mengenai pengisian dan pemberian ranking pada FMEA : 1. Mode Kegagalan Potensial (Potential Failure Mode) Suatu mode kegagalan yang terkait dengan proses adalah setiap penyimpangan dari spesifikasi yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam variabel-variabel yang mempengaruhi proses. 2. Penyebab Potensial dari Mode Kegagalan (Potential Effect of Failures) Setiap perubahan dalam variable yang mempengaruhi proses akan menyebabkan proses itu menghasilkan produk di luar batas spesifikasi. Pada kolom ini didaftarkan
nama-nama
variabel
yang
akan
mempengaruhi
proses
dan
menghasilkan kecacatan produk. 3. Severity Merupakan suatu estimasi atau perkiraan yang bersifat subyektif tentang bagaimana buruknya pelanggan akan merasakan akibat kegagalan yang terjadi. Pemberian rating dapat berdasarkan pada pengalaman di masa lampau atau berdasarkan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki pembuat. Berikut adalah kriteria dari severity.
44 Tabel 3.2 Kriteria Severity Efek Berbahaya, tanpa peringatan Berbahaya, dengan peringatan Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Minor Sangat Minor Tidak ada
Kriteria ( Severity of Effect)
Rank
Memungkinkan untuk membahayakan mesin atau operator, Kegagalan akan timbul tanpa peringatan
10
Memungkinkan untuk membahayakan mesin atau operator, Kegagalan akan timbul dengan adanya peringatan
9
Gangguan utama pada lini produksi, semua hasil produksi (100%) harus dibuang, produk kehilangan fungsi utama. Konsumen sangat tidak puas. Gangguan minor pada lini produksi, produksi harus dipilih dan sebagian besar produk (dibawah 100%) harus dibuang, fungsi produk menurun. Konsumen tidak puas. Gangguan minor pada lini produksi, sebagian kecil produk harus dibuang, produk dapat digunakan, namun kenyamanan terganggu. Konsumen kurang puas Gangguan minor pada lini produksi, 100% produk mungkin harus di-rework. Produk dapat digunakan namun kemampuan rendah. Konsumen merasa sedikit kecewa Gangguan minor pada lini produksi, produk jadi harus dipilah – pilih dan sebagian kecil harus di-rework. Ketidaksesuaian produk kecil, kerusakan dapat dideteksi oleh kebanyakan konsumen Sebagian kecil produk harus di-rework, namun dilakukan di lini produksi dan di luar stasiun kerja, kerusakan diketahui oleh sebagian besar konsumen. Sebagian kecil produk harus di-rework, namun dilakukan di lini produksi dan di dalam stasiun kerja, kerusakan diketahui oleh sangat sedikit konsumen. Tidak ada Efek
8 7 6 5 4 3 2 1
4. Occurrence Merupakan
suatu
perkiraan
kemungkinan
dari
penyebab
yang
akan
menghasilkan kegagalan yang menyebabkan akibat tertentu. Berikut adalah skala rating occurance.
45 Tabel 3. 3 Kriteria Occurence Possible Failure rate >=1 dari 2 1 dari 3 1 dari 8
Cpk
Rank
< 0,33 >= 0,33 >= 0,51
10 9 8
1 dari 20
>= 0,67
7
1 dari 80 1 dari 400 1 dari 2000
>= 0,83 >=1,00 >=1,17
6 5 4
1 dari 15000
>= 1,33
3
Sangat Rendah: Hanya kegagalan - kegagalan terisolasi yang serupa dengan proses yang identik.
1 dari 150000
>= 1,50
2
Sangat kecil: Kegagalan hampir tidak mungkin, belum pernah terjadi kegagalan serupa di proses lain yang identik
<=1 dari 1500000
>= 1,67
1
Probability Of Failure Sangat Tinggi : Kegagalan hampir tak dapat dihindari Tinggi: Kegagalan sangat mirip dengan beberapa kegagalan sebelumnya yang memang sering sekali gagal Sedang: Dapat dikaitkan dengan kegagalan sebelumnya yang sering terjadi, namun tidak dalam proporsi besar Rendah: Kegagalan yang terisolasi dan dapat diasosiasikan dengan beberapa proses yang serupa
5. Detection Merupakan perkiraan subyektif tentang kemungkinan untuk mendeteksi penyebab dari kegagalan yang ada sebelum produk keluar dari proses produksi. Berikut adalah Kriteria Detection
46 Tabel 3.4 Kriteria Detection
Detection Hampir tidak mungkin Sangat kecil kemungkinannya Kecil kemungkinannya Sangat rendah Rendah Sedang Agak tinggi Tinggi Sangat tinggi Hampir pasti terdeteksi
Kriteria: Keberadaan dari cacat dapat dideteksi oleh kontrol proses sebelum koponen atau hasil produksi lolos ke proses selanjutnya. Tidak ada kontrol yang tersedia untuk jenis kegagalan ini Sangat tidak mungkin untuk kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan ini Tidak mungkin kontrol yang ada tidak dapat mendeteksi kegagalan yang ada Sangat rendah kemungkinan untuk kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan ini Rendah kemungkinan untuk kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan ini Ada kemungkinan untuk kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan ini Cukup kemungkinan untuk kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan ini Mungkin untuk kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan ini Sangat mungkin untuk kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan ini Hampir pasti kontrol yang ada dapat menangkap kegagalan proses seperti ini, karena sudah diketahui dari proses yang serupa.
Rank 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
6. Risk Priority Number (RPN) Merupakan hasil perkalian dari rating severity, detection dan occurrence dengan rumus : RPN = (S) x (O) x (D) Nilai ini digunakan untuk mengurutkan perhatian yang harus diberikan pada proses tersebut. Untuk RPN yang besar nilai resiko harus mampu diturunkan, dan pada umumnya perhatian terbesar harus diberikan pada tingkat severity tertinggi.
47 7. Recommended Action Adalah satu atau lebih tindakan yang dibuat untuk mengatasi permasalahan dan meningkatkan Risk Priority Number (RPN).
3.6 Analisa SWOT Analisa SWOT menurut Rangkuti, F. dalam bukunya Analisis SWOT Membedah Kasus Bisnis (2004, p18) adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal.dan eksternal. Kedua faktor itu harus dipertimbangkan dalam analisa SWOT. Secara lebih mendalam, John, A. P. dan Robinson, R. B (1997, p230) menguraikan analisasi SWOT sebagai berikut : •
Strengths (kekuatan) adalah sumber daya, ketrampilan atau keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar atau ingin dilayani oleh perusahaan. Kekuatan adalah kompetensi khusus yang memberikan keunggulan komparatif bagi perusahaan di pasar.
•
Weakness (kelemahan) adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, ketrampilan, dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan.
48 •
Opportunity (peluang) adalah situasi penting yang menguntungkan lingkungan perusahaan.
•
Threat (ancaman) adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan.
3.6.1 Matriks Faktor Strategi Internal Setelah faktor-faktor strategis internal perusahaan diidentifikasikan, tahap berikutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut kedalam tabel IFAS (Internal Strategic Factor Analysis Summary). Langkah-langkahnya adalah : •
Tentukan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan perusahaan pada kolom1
•
Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan menggunakan teknik perbandingan berpasangan. Konsep dari teknik ini adalah membandingkan alternatif pada faktor internal yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan kriteria dan memilih satu diantaranya. Adapun bobot yang diberikan adalah : 3 : Pengaruhnya paling atau sangat besar. 2 : Pengaruhnya sedang 1 : Pengaruhnya kecil. Pemberian bobot yang diberikan dapat dijelaskan sebagai berikut. Jika alternatif I lebih dipilih dibanding alternatif II dan diberi bobot sebesar 3, maka alternatif I berbobot 3 dan alternatif II berbobot = 1/3. Jika alternatif II lebih dipilih dibanding alternatif III dan diberi bobot sebesar 2, maka alternatif II berbobot 2, sedangkan alternatif III berbobot ½.
49 Setelah
diperoleh
masing-masing
bobot,
langkah
selanjutnya
adalah
menjumlahkan bobot-bobot tersebut berdasarkan kolomnya, kemudian nilai masing-masing kolom dibagi dengan hasil penjumlahan kolom tersebut. Hasilnya kemudian dinormalisasi. Langkah terakhir adalah merata-ratakan nilai pada masing-masing baris. Kemudian bobot yang didapat dari perhitungan diatas dimasukkan ke kolom 2. •
Hitung Rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (kekuatan utama), 3 (kekuatan kecil), 2 (kelemahan kecil), 1 (kelemahan utama), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan.
•
Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh faktor pembobotan pada kolom 4.
•
Jumlahkan skor pembobotan untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Tabel 3.5 MATRIKS IFAS Faktor-faktor Strategi Internal
Bobot
Rating
Kekuatan :
Kelemahan :
Total
Sumber : Rangkuti, F, 2004, p25
Bobot X Rating
50 3.6.2 Matriks Faktor Strategi Eksternal Setelah faktor-faktor strategis internal suatu perusahaan diidentifikasi, tahap berikutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut ke dalam EFAS (External Strategic Factor Analysis Summary). Langkah-langkahnya adalah: •
Tentukan faktor-faktor peluang dan ancaman pada kolom 1
•
Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan menggunakan teknik perbandingan berpasangan. Adapun bobot yang diberikan adalah : 3 : Pengaruhnya paling atau sangat besar 2 : Pengaruhnya sedang 1 : Pengarugnya kecil
•
Hitung Rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan mulai memberikan skala mulai dari 4 (peluang utama), 3(peluang kecil), 2(ancaman kecil, 1(ancaman utama), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan.
•
Kalikan bobot dengan rating untuk faktor pembobotan pada kolom 4
•
Jumlahkan skor pembobotan untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan bersangkutan. Tabel 3.6 MATRIKS EFAS Faktor-faktor Strategi Eksternal Kekuatan :
Bobot
Rating
Kelemahan :
Total
Sumber : Rangkuti, F. 2004, p24
Bobot X Rating
51 3.6.3 Matriks SWOT Langkah selanjutnya adalah menganalisa hasil IFAS dan EFAS dengan menggunakan matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternalyang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan 4 set kemungkinan alternative strategies. Tabel 3.7 Matriks SWOT
Sumber : www.rpts.tamu.edu
52 Berikut adalah keterangan dari Matriks SWOT: •
Strategi SO Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya
•
Strategi ST Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.
•
Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada
•
Strategi WT Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
3.6.4 Matriks Internal – Eksternal Matriks Internal – Eksternal dikembangkan dari model General Electric (GEmodel). Parameter yang digunakan meliputi parameter kekuatan internal perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi. Tujuan penggunaan model ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat korporat yang lebih detail.
53 Total Internal Factor Analysis Summary yang diberi Bobot Sedang 2,00-2,99
3,0
Tinggi 3,00-3,99
Lemah 1,00-1,99
2,0
1,0
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
3,0 Sedang 2,00-2,99
Bobot
Total Nilai External Factor Analysis Summary yang diberi
Kuat 3,00-3,99
4,0
2,0 Rendah 1,00-1,99 1,0
Gambar 3.4 Contoh Matriks Internal – Eksternal
Pada diagram tersebut dapat diidentifikasi 9 sel strategi, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 strategi utama, yaitu: •
Growth Strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel (1,2,5) atau upaya diversifikasi (sel 7 dan 8)
•
Stability Strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah diterapkan
•
Retenchment Strategy (sel 3,6,dan 9) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan.
Berikut adalah penjelasan mengenai kesembilan strategi yang terdapat pada sel matriks IE seperti pada gambar 3.4. •
Sel I
Konsentrasi melalui Integrasi Vertikal
Pertumbuhan melalui konsentrasi dapat dicapai melalui integrasi dengan cara backward integration atau forward integration. Hal ini merupakan strategi
54 utama untuk perusahaan yang memiliki posisi kompetitif pasar yang kuat (high market share) dalan industri berdaya tarik tinggi. •
Sel II dan V
Konsentrasi melalui Integrasi Horizontal
Strategi pertumbuhan melalui Integrasi horizontal adalah kegiatan yang memperluas perusahaan dengan cara membangun di lokasi yang lain, dan meningkatkan jenis produk serta jasa. Jika perusahaan berada di sel V tujuannya relatif defensif, yaitu menghindari kehilangan penjualan dan kehilangan profit. •
Sel III
Turnaround
Strategi ini tepat bagi perusahaan pada daya tarik industri tinggi ketika masalah-masalah perusahaan mulai dirasakan tapi belum kritis. Strategi ini dilakukan oleh perusahaan dengan cara melakukan penghematan pada operasional perusahaan. •
Sel IV
Stability
Strategi berdiam diri mungkin tepat untuk dijadikan sebagai strategi sementara yang memungkinkan bagi perusahaan untuk menggabungkan semua sumber daya yang dimilikinya setelah mengalami pertumbuhan yang cepat dari suatu industri yang kemudian menghadapi suatu masa depan yang tidak pasti. •
Sel VI
Divestasi
Merupakan strategi yang tepat bagi perusahaan yang berada pada posisi kompetisi lemah dan dengan daya tarik industri menengah.
55 •
Sel VII
Diversifikasi Konsentris
Strategi pertumbuhan mealui diversidikasi umunya dilaksanakan pada perusahaan yang memiliki kondisi competitive position sangat kuat tetapi nilai daya tarik industrinya rendah. •
Sel VIII
Diversifikasi Konglomerat
Strategi pertumbuhan melali kegiatan bisnis yang tidak saling berhubungan dapat dilakukan jika perusahaan menghadapi competitive position yang tidak terlalu kuat dan nilai daya tarik industrinya sangat rendah. Tekanan strategi ini lebih pada sinergi finansial daripada product market synergy (seperti yang terdapat pada strategi diversifikasi) •
Sel IX
Bangkrut atau Likuidasi
Likuidasi adalah strategi yang dilakukan dengan menjual sebagian atau seluruh perusahaan atau produk perusahaan yang ada dengan tujuan mendapatkan uang untuk membayar seluruh obligasi perusahaan dan kemudian menyerahkan sisanya kepada pemegang saham.