BAB 3 LANDASAN TEORI
3.1
Perencanaan dan Pengendalian Produksi Menurut Teguh Baroto produksi adalah suatu proses pengubahan bahan baku
menjadi produk jadi. Sedangkan sistem produksi adalah sekumpulan aktivitas untuk pembuatan suatu produk, dimana didalam pembuatan ini melibatkan tenaga kerja, bahan baku, mesin, energi, informasi, modal, dan tindakan manajemen. Sistem produksi bertujuan untuk merencanakan dan mengendalikan produksi agar lebih efektif, produktif, dan optimal. Production Planning and Control merupakan aktivitas dalam sistem produksi. Perusahaan merupakan kumpulan dari subsistem-subsistem yang saling terkait untuk mencapai suatu tujuan perusahaan. Proses produksi adalah aktivitas bagaimana membuat produk jadi dari bahan baku yang melibatkan mesin, energi, pengetahuan teknis, dan lain-lain. Perencanaan dan pengendalian produksi (PPC) adalah aktivitas bagaimana mengelola proses produksi tersebut. Aktivitas-aktivitas yang ditangani oleh departemen PPC atau PPIC secara umum adalah sebagai berikut: 1. Mengelola pesanan dari pelanggan. 2. Meramalkan permintaan. 3. Mengelola persediaan. 4. Menyusun rencana agregat. 5. Membuat jadwal induk produksi.
15 6. Merencanakan kebutuhan. 7. Melakukan penjadwalan pada mesin atau fasilitas produksi. 8. Monitoring dan pelaporan pembebanan kerja disbanding kapasitas produksi. 9. Evaluasi scenario pembebanan dan kapasitas. Metode perencanaan dan pengendalian produksi yang biasa digunakan pada perusahaan-perusahaan adalah: 1. Sistem produksi proyek 2. Flexible Control system 3. Material Requirement Planning 4. Just in Time 5. Optimized Production Technology 6. Continuous Process Control Sistem Berdasarkan
cara
pembuatan
atau
masa
pengerjaan
produksi
dapat
diklasifikasikan menjadi tipe-tipe berikut : 1. Engineering to order (ETO), penyiapan fasilitas sampai pembuatan dalam memenuhi pesanan dilakukan oleh perusahaan. Produk yang dipesan biasanya berjumlah satu unit dan memiliki spesifikasi yang sangat berbeda antara pesanan yang satu dengan yang lainnya. Aktivitas yang terlibat dalam pembuatannya sangat banyak. 2. Made to order (MTO), pesanan yang diterimadisesuaikan dengan fasilitas produksi yang dimiliki perusahaan. 3. Assembly to order (ATO), untuk memenuhi permintaan, perakitan dilakukan dengan fasilitas yang dimiliki perusahaan.
16 4. Made to stock (MTS) , perusahaan memproduksi dengan cara menstok hasil produksi nya untuk memenuhi permintaan, dan tidak melayani pesanan. Berdasar ukuran jumlah produk yang dihasilkan, produksi dapat dikelompokkan menjadi: 1. Produksi proyek, jumlah operasi dan sumber daya yang digunakan banyak, sedangkan unit yang diproduksi hanya satu. 2. Produksi batch, produksi yang dihasilkan banyak jenisnya, namun dalam jumlah produksi yang sedang. 3. Produksi massal, jenis produk yang diproduksi lebih sedikit dari batch, namun jumlah unit yang diproduksi sangat besar. Berdasar cara memproduksi (berhubungan dengan pengaturan fasilitas produksi), produksi dikelompokkan menjadi: 1. Produksi flow shop 2. Produksi fleksibel. 3. Produksi job shop 4. Produksi kontinu Jenis-jenis produksi diatas dapat menentukan sistem produksi yang digunakan.
17 3.2
Persediaan
3.2.1
Pengertian Persediaan Persediaan (inventory) dapat memiliki berbagai fungsi penting yang menambah
fleksibilitas dari operasi suatu perusahaan (Render dan Heizer, 2001, p314). Ada enam penggunaan persediaan, yaitu: 1. Untuk memberikan suatu stok barang-barang agar dapat memenuhi permintaan yang diantisipasi akan timbul dari konsumen. 2. Untuk memasangkan produksi dengan distribusi. 3. Untuk mengambil keuntungan dari potongan jumlah, karena pembelian dalam jumlah besar dapat secara substansial menurunkan biaya produk. 4. Untuk menghindari hedging terhadap inflasi dan perubahan harga. 5. Untuk menghindari dari kekurangan stok yang dapat terjadi karena cuaca, kekurangan pasokan, masalah mutu, atau pengiriman yang tidak tepat. 6. Untuk menjaga agar operasi dapat berlangsung dengan baik dengan menggunakan “barang-dalam-proses” dalam persediaannya.
3.2.2
Jenis Persediaan Menurut Render dan Heizer (2001, pp314-315), perusahaan mempertahankan 4
jenis persediaan: (1) persediaan bahan mentah, (2) persediaan barang-dalam-proses (Work-in-process
--
WIP),
(3)
persediaan
MRO
(perlengkapan
pemeliharaan/perbaikan/operasi), dan (4) persediaan barang jadi. Persediaan barang mentah telah dibeli, namun belum di proses. Bahan mentahnya dapat digunakan dari proses produksi untuk pemasok yang berbeda-beda. Persediaan barang-dalam-proses telah mengalami beberapa perubahan tetapi belum
18 selesai. WIP ini ada karena untuk membuat produk diperlukan waktu (disebut waktu siklus). MRO
merupakan persediaan yang dikhususkan untuk perlengkapan
pemeliharaan/perbaikan/operasi. Persediaan barang jadi selesai dan menunggu untuk dikirimkan. Barang jadi dimasukkan ke dalam persediaan karena permintaan konsumen untuk jangka waktu tertentu mungkin tidak diketahui.
3.2.3
Fungsi Persediaan Persediaan memiliki beberapa fungsi penting yang menambah fleksibilitas dari
suatu perusahaan. Fungsi persediaan menurut Render dan Heizer (2001, p314), yaitu: 1. Untuk memberikan suatu stok barang-barang agar dapat memenuhi permintaan yang diantisipasi akan timbul dari konsumen. 2. Untuk memasangkan produksi dengan distribusi. Misalnya bila permintaan hanya tinggi pada musim panas, persediaan dapat diadakan selama musim dingin untuk menghindari biaya kehabisan stok. 3. Untuk mengambil keuntungan dari potongan harga dalam jumlah besar. 4. Untuk melakukan hedging terhadap inflasi dan perubahan harga. 5. Untuk menghindari kekurangan stok akibat kejadian tidak terduga. 6. Untuk menjaga agar operasi dapat berlangsung dengan baik dengan menggunakan barang-barang dalam proses dalam persediaannya.
19 3.3
Perencanaan Proses
3.3.1
Pengertian Perencanaan Proses Perencanaan Proses adalah suatu perencanaan awal terhadap proses pembuatan
produk, hal ini berisi bagaimana produk tersebut akan dibuat (hal ini menentukan apakah suatu komponen akan dibuat atau dibeli dari supplier), memilih fokus proses, menentukan mesin dan peralatan yang digunakan. Perencanaan proses berkenaan dengan perancangan dan implementasi sistem kerja yang akan memproduksi produk yang diinginkan dalam kuantitas yang diperlukan.
3.3.2
Alat Bantu Dalam Perencanaan Proses Beberapa alat bantu yang digunakan dalam perencanaan proses yaitu:
1) Struktur Produk Struktur Produk adalah suatu susunan hirarki dari komponen-komponen pembentuk suatu produk akhir. Biasanya produk akhir ditempatkan di level 0 dan komponen pembentuk berikutnya adalah ditempatkan di level 1, dan seterusnya. Pada umumnya produk akhir disebut juga induk atau parent dan komponen pembentuknya disebut juga anak atau child. Manfaat Struktur Produk adalah : 1.
Mengetahui berapa jumlah item penyusunan suatu produk akhir.
2. Memberikan rincian mengenai komponen apa saja yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk.
20 Dalam Struktur Produk ada dua teknik yang digunakan yaitu : 1.
Explosion
Suatu teknik penguraian komponen struktur produk yang urutan dimulai dari induk sampai komponen pada level paling bawah 2.
Implosion Suatu teknik penguraian komponen struktur produk yang urutan dimulai dari komponen sampai induk atau level atas. Berikut adalah contoh struktur produk dari pulpen:
Gambar 3.1 Struktur Produk Pulpen Keterangan: Nilai x menunjukkan no komponen, y menunjukkan kuantitas komponen yang diperlukan untuk menyusun produk benda
21 2) Bill Of Material (BOM) Bill of Material (BOM) merupakan rangkaian struktur semua komponen yang digunakan untuk memproduksi barang jadi sesuai dengan Master Production Scheduling. Bill Of Material (BOM) adalah daftar (list) dari bahan, material atau komponen yang dibutuhkan untuk dirakit, dicampur atau mebuat produk akhir. Menurut Render dan Heizer Bill Of Material dibagi menjadi: 1.
Bill Of Material yang berupa modul (modular bills) Bill Of Material dapat diatur di seputar modul produk. Modul bukan merupakan produk akhir yang akan dijual, tapi merupakan komponen yang dapat diproduksi dan dirakit menjadi satu unit produk. Modul-modul ini mungkin merupakan komponen inti dari suatu produk akhir atau pilihan produk. Bill Of Material untuk modul-modul tersebut disebut modular bill.
2.
Bill untuk perencanaan dan Phantom Bills Ada lagi jenis Bill Of Material yang lain. Yaitu meliputi bill untuk perencanaan dan Phantom Bills. Bill untuk perencanaan diciptakan agar dapat menugaskan induk buatan kepada Bill Of Materialnya. Bill untuk perencanaan mungkin juga dikenal sebagai sebutan pseudo bill atau angka peralatan. Phantom Bill Of Material adalah Bill Of Material untuk komponen, biasanya sub-sub perakitan yang hanya ada sementara waktu. Bill ini langsung bergerak ke perakitan lainnya. Sehingga bill ini diberi kode agar diperlakukan secara khusus; lead timenya nol dan ditangani sebagai bahan integral dari bahan induknya. Phantom bill tidak pernah dimasukkan kedalam persediaan.
22 Ada beberapa format dari Bill of Material (BOM) yaitu: 1.
Single-Level BOM BOM yang menggambarkan hubungan sebuah induk dengan satu level komponenkomponen pembentuknya.
2.
Multi-Level BOM BOM yang menggambarkan struktur produk lengkap dari level 0 sampai level paling bawah.
3.
Indented BOM BOM yang dilengkapi dengan informasi level setiap komponen.
4.
Summarized BOM BOM yang dilengkapi dengan jumlah total tiap komponen yang dibutuhkan.
3) Peta proses operasi Menurut sutalaksana, peta proses operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami oleh bahan baku mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti waktu yang dihabiskan, material yang digunakan, dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai.
23 Lambang yang digunakan: Operasi Suatu operasi terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan sifat, baik fisik maupun kimiawi, mengambil informasi maupun memberikan informasi pada suatu keadaan juga termasuk operasi. Pemeriksaan Suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda kerja atau peralatan mengalami pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun kuantitas. Penyimpanan Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama. Jika benda kerja tersebut akan diambil kembali, biasanya memerlukan suatu prosedur perijinan tertentu. Aktivitas gabungan. Kegiatan ini terjadi apabila antara aktivitas operasi dan pemeriksaan dilakukan bersamaan atau dilakukan pada suatu tempat kerja.
24 Berikut adalah contoh peta proses operasi (OPC) pajangan:
Gambar 3.2 Peta Proses Produksi Pajangan
3.4
Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC – atau sering juga disebut sebagai analisis ABC – merupakan
klasifikasi dari suatu kelompok material dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan material itu per periode waktu (harga per unit material dikalikan volume penggunaan dari material itu selama periode waktu tertentu). Periode waktu yang umum digunakan adalah satu tahun. Analisa ABC dapat juga ditetapkan menggunakan kriteria lain – bukan semata-mata berdasarkan kriteria biaya – tergantung pada faktor-faktor penting apa yang menentukan material itu. Klasifikasi ABC umum dipergunakan dalam pengendalian inventori material pada pabrik, inventori produk akhir pada gudang barang
25 jadi, inventori obat-obatan pada apotek, inventori suku cadang pada bengkel atau toko, inventori produk pada supermarket atau toko serba ada (toserba), dan lain-lain (Gaspersz, 2000, p273). Pada dasarnya terdapat sejumlah faktor yang menentukan kepentingan suatu material yaitu: 1. Nilai total uang dari material. 2. Biaya per unit dari material. 3. Kelangkaan atau kesulitan memperoleh material. 4. Ketersediaan sumber daya, tenaga kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan untuk membuat material itu. 5. Panjang dan variasi waktu tunggu (lead time) dari material, sejak pemesanan material itu pertama kali sampai kedatangannya. 6. Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material itu. 7. Risiko penyerobotan atau pencurian material itu. 8. Biaya kehabisan stok atau persediaan (stockout cost) dari material itu. 9. Kepekaan material terhadap perubahaan desain.
Klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80-20, atau hukum Pareto di mana sekitar 80% dari nilai total inventori material direpresentasikan (diwakili) oleh 20% material inventori (Gaspersz, 2000, p273). Penggunaan Analisis ABC adalah untuk menetapkan: 1. Frekuensi penghitungan inventori (cycle counting), di mana material-material kelas A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan inventori dibandingkan material kelas B atau C.
26 2. Prioritas rekayasa (engineering), di mana material-material kelas A dan B memberikan petunjuk pada bagian Rekayasa dalam peningkatan program reduksi biaya ketika mencari material-material tertentu yang perlu difokuskan. 3. Prioritas pembelian (perolehan), di mana aktivitas pembelian seharusnya difokuskan pada bahan-bahan baku bernilai tinggi (high cost) dan penggunaan dalam jumlah tinggi (high usage). Fokus pada material-material kelas A untuk pemasokan (sourcing) dan negosiasi. 4. Keamanan: meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan nilai penggunaan (usage value), namun analisis ABC boleh digunakan sebagai indikator dari material-material mana (kelas A dan B) yang seharusnya lebih aman disimpan dalam ruangan terkunci untuk mencegah kehilangan, kerusakan, atau pencurian. 5. Sistem pengisian kembali (replenishment systems), di mana klasifikasi ABC akan membantu mengidentifikasi metode pengendalian yang digunakan. Akan lebih ekonomis apabila mengendalikan material-material kelas C dengan simple two-bin system of replenishment (synonym: bin reserve system or visual review system) dan metode-metode yang lebih canggih untuk material-material kelas A dan B. 6. Keputusan investasi: karena material-material kelas A menggambarkan investasi yang lebih besar dalam inventori, maka perlu lebih berhati-hati dalam membuat keputusan tentang kuantitas pesanan dan stok pengaman terhadap material-material kelas A, dibandingkan terhadap material-material kelas B dan C.
27 Di dalam analisis ABC, setiap kelas inventory membutuhkan level-level kontrol yang berbeda - semakin tinggi nilai dari sebuah inventory, semakin ketat kontrolnya. Item class A akan mendapatkan kontrol inventory yang ketat. B dan C membutuhkan perhatian yang lebih kecil atau mungkin minimal (Russell dan Taylor, 2000, p595). Langkah pertama di dalam analisis ABC adalah untuk mengklasifikasikan semua item inventory ke dalam baik A, B, C. Setiap item memiliki nilai dollar, yang dihitung dengan mengkalikan biaya dollar per satu unit dengan permintaan annual untuk item tersebut. Semua item yang ada kemudian di beri peringkat sesuai dengan nilai dollar annual mereka. Langkah selanjutnya adalah untuk menentukan level dari kontrol inventory untuk setiap klasifikasi. Item Class A membutuhkan kontrol inventory yang ketat karena mereka mewakili sejumlah besar persentasi dari total nilai dollar dari inventory. Level inventory ini harus serendah mungkin dan meminimalkan safety stock. Ini membutuhkan peramalan permintaan yang akurat dan penyimpanan laporan secara detail. Sistem kontrol inventory dan model inventory yang pantas menentukan kuantitas permintaan yang harus diaplikasikan. Sebagai tambahan, perhatian khusus harus dilakukan pada peraturan dan prosedur pembelian jika item inventory didapatkan dari luar perusahaan. Item B dan C membutuhkan kontrol inventory yang lebih longgar. Karena carrying cost biasanya rendah untuk item C, level inventory yang lebih tinggi dapat kadang-kadang dipertahankan dengan safety stock yang besar. Mungkin tidaklah dibutuhkan untuk memonitor item C diluar dari sebuah pengamatan sederhana. Secara umum, sebuah item biasanya membutuhkan sistem kontrol yang terus-menerus, dimana level inventory secara terus-menerus dimonitor; sebuah sistem review periodic dengan monitoring biasa cocok untuk item C.
28 Menurut Render dan Heizer (2001, p317) bahwa peramalan yang lebih baik, pengendalian fisik, keandalan pemasok, dan pengurangan besar stok pengaman dapat dihasilkan oleh semua teknik manajemen persediaan semacam analisis ABC.
3.5
Peramalan Setiap hari para manajer membuat keputusan tanpa mengetahui apa yang akan
terjadi di masa depan. Persediaan dipesan tanpa kepastian berapa jumlah penjualannya; peralatan baru dibeli padahal tidak ada kepastian permintaan terhadap produk; dan investasi dilakukan tanpa pengetahuan berapa laba yang akan diperoleh. Dalam menghadapi ketidakpastian para manajer selalu berusaha membuat estimasi yang lebih baik tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Membuat estimasi yang baik adalah tujuan utama peramalan (Render dan Heizer, 2001, p46). Dalam suplemen ini kita mengkaji berbagai jenis peramalan, dan model-model peramalan seperti rata-rata bergerak, penghalusan eksponensial, dan regresi linear. Tujuannya adalah untuk menunjukan pada manajer bahwa ada banyak cara memprediksi masa depan. Disajikan pula tinjauan tentang subjek peramalan penjualan perusahaan dan menjelaskan bagaimana menyiapkan, memantau, dan menilai keakuratan peramalan. Peramalan yang baik adalah bagian penting dari operasi jasa dan manufaktur yang efisiensi; dan juga merupakan sarana pembentukan model yang penting unruk pengambilan keputusan.
29 3.5.1
Pengertian Peramalan Peramalan (forecasting) adalah seni dan ilmu memprediksi peristiwa-peristiwa
masa depan. Peramalan memerlukan pengambilan data historis dan memproyeksikannya ke masa depan dengan beberapa bentuk model matematis. Bisa jadi berupa prediksi subjektif atau intuitif tentang masa depan. Atau peramalan bisa mencakup kombinasi model matematis yang disesuaikan dengan penilaian yang baik oleh manajer (Render dan Heizer, 2001, p46). Menurut Sumayang (2003, p23), peramalan penting artinya karena dengan peramalan yang tepat guna diharapkan akan meningkatkan efisiensi produksi. Sesungguhnya terdapat perbedaan antara Peramalan dengan Perkiraan. Peramalan adalah perhitungan yang objektif dan dengan menggunakan data-data masa lalu, untuk menentukan sesuatu di masa yang akan datang sedangkan perkiraan dengan cara subjektif dan atau tidak dari data-data masa lalu, memperkirakan sesuatu di masa yang akan datang. Sehingga dengan demikian, peramalan selalu memerlukan data-data dari masa lalu dan apabila tidak ada data masa lalu maka penentuan sesuatu di masa yang akan datang dapat dilakukan dengan cara perkiraan. Untuk melakukan perkiraan diperlukan keahlian, pengalaman, dan pertimbangan seorang manajer operasi. Sedangkan untuk melakukan peramalan diperlukan ilmu pengetahuan statistik dan teknologi (Sumayang, 2003, p24).
30 3.5.2
Horizon Waktu Peramalan biasanya dikelompokkan oleh horison waktu masa depan yang
mendasarinya (Render dan Heizer, 2001, p46). Tiga kategori yang bermanfaat bagi manajer operasi adalah: 1. Peramalan jangka pendek. Rentang waktunya mencapai satu tahun tetapi umumnya kurang dari tiga bulan. Peramalan jangka pendek digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan, dan tingkat produksi. 2. Peramalan jangka menengah. Peramalan jangka menengah biasanya berjangka tiga bulan hingga tiga tahun. Peramalan ini sangat bermanfaat dalam perencanaan penjualan, perencanaan dan penganggaran produksi, penganggaran kas, dan menganalisis berbagai rencana operasi. 3. Peramalan jangka panjang. Rentang waktunya biasanya tiga tahun atau lebih; digunakan dalam merencanakan produk baru, pengeluaran modal, lokasi fasilitas, atau ekspansi, dan penelitian serta pengembangan.
Peramalan jangka menengah dan jangka panjang mempunyai tiga ciri yang membedakan keduanya dari peramalan jangka pendek. Peramalan jangka menengah dan jangka panjang berhubungan dengan isu yang lebih kompetentif dan mendukung keputusan manajemen berkaitan dengan perencaanaan dan produk, pabrik, dan proses. Kedua, peramalan jangka pendek biasanya menggunakan metodologi yang berbeda dari pada peramalan yang lebih panjang waktunya. Teknik-teknik matematis seperti rata-rata bergerak (moving averages), penghalusan eksponensial {exponential smoothing), dan ekstrapolasi trend adalah biasa untuk proyeksi jangka pendek. Dan ketiga, peramalan
31 jangka pendek cenderung lebih akurat daripada peramalan jangka yang lebih panjang. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan berubah setiap hari, sehingga ketika horison waktu semakin panjang, keakuratan peramalan akan berkurang. Dengan demikian ramalan penjualan perlu diperbarui secara teratur untuk mempertahankan nilainya. Setelah periode penjualan berlalu, ramalan harus dikaji kembali dan diperbaiki (Render dan Heizer, 2001, p47).
3.5.3
Jenis-jenis Peramalan Menurut Render dan Heizer (2001, p47), organisasi menggunakan tiga jenis
peramalan ketika merencanakan masa depan operasinya, yaitu: 1. Ramalan ekonomi membahas siklus bisnis dengan memprediksi tingkat inflasi, suplai uang permulaan perumahan, dan indikator-indikator perencanaan lain. 2. Ramalan teknologi berkaitan dengan tingkat kemajuan teknologi, yang akan melahirkan
produk-produk baru yang mengesankan, membutuhkan pabrik, dan
peralatan baru. 3. Ramalan permintaan adalah proyeksi permintaan untuk produk atau jasa perusahaan. Ramalan ini, disebut juga ramalan penjualan, mengarahkan produksi, kapasitas, dan sistem penjadwalan perusahaan dan bertindak sebagai masukan untuk perencanaan keuangan, pemasaran, keuangan, dan personalia.
3.5.4
Metode Peramalan Banyak jenis metode peramalan yang tersedia untuk meramalkan permintaan
dalam produksi. Namun yang lebih penting adalah bagaimana memahami karateristik suatu metode peramalan agar sesuai dengan situasi pengambilan keputusan. Situasi
32 peramalan sangat beragam dalam horison waktu peramalan, faktor yang menentukan hasil yang sebenarnya, tipe pola data dan berbagai aspek lainnya. Untuk menghadapi penggunaan yang luas seperti itu, beberapa teknik telah dikembangkan. Teknik tersebut dibagi dalam dua kategori utama, yaitu metode peramalan kuantitatif dan metode peramalan kualitatif (Makridakis, 1999, p19-24).
3.5.4.1 Metode Peramalan Kuantitatif Metode kuantitatif sangat beragam dan setiap teknik memiliki sifat, ketepatan dan biaya tertentu yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode tertentu. Metode kuantitatif formal didasarkan atas prinsip-prinsip statistik yang memiliki ketepatan tinggi atau dapat meminimumkan kesalahan (error), lebih sistematis, dan lebih populer dalam penggunaannya. Untuk menggunakan metode kuantitatif terdapat tiga kondisi yang harus dipenuhi, yaitu : a. Tersedia informasi tentang masa lalu. b. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik. c. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di masa mendatang.
Metode kuantitatif dapat dibagi kedalam dua model, yaitu : a. Model deret berkala (time series) Pada model ini, pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel dan atau kesalahan masa lalu. Model deret berkala menggunakan riwayat permintaan masa lalu dalam membuat ramalan untuk masa depan. Tujuan
33 metode peramalan deret berkala ini adalah menemukan pola dalam deret berkala historis dan mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan. Prosedur peramalan permintaan dengan metode time series (Baroto, 2002, p31) adalah sebagai berikut: 1. Tentukan pola data permintaan. Dilakukan dengan cara memplotkan data secara grafis dan menyimpulkan apakah data itu berpola trend, musiman, siklikal, atau random. 2. Mencoba beberapa metode time series – yang sesuai dengan pola permintaan tersebut – untuk melakukan peramalan. Metode yang dicoba semakin banyak semakin baik. Pada setiap metode, sebaiknya dilakukan pula peramalan dengan parameter yang berbeda. 3. Mengevaluasi tingkat kesalahan masing-masing metode yang telah dicoba. Tingkat kesalahan diukur dengan kriteria MAD, MSE, MAPE, atau lainnya. Sebaiknya nilai tingkat kesalahan ini ditentukan dulu. Tidak ada ketentuan mengenai berapa tingkat kesalahan maksimal dalam peramalan. 4. Memilih metode peramalan terbaik di antara metode yang dicoba. Metode terbaik adalah metode yang memberikan tingkat kesalahan yang telah ditetapkan. 5. Melakukan peramalan permintaan dengan metode terbaik yang telah dipilih.
Langkah penting dalam memilih suatu metode deret berkala yang tepat adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling tepat dengan metode tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan menjadi : 1. Pola Horizontal (H) terjadi bilamana nilai data berfluktuasi disekitar nilai ratarata yang konstan (deret seperti itu adalah “stasioner” terhadap nilai rata-
34 ratanya). Suatu produk yang penjualannya tidak meningkat atau menurun selama waktu tertentu termasuk jenis ini. Demikian pula suatu pengendalian kualitas yang menyangkut pengambilan contoh dari suatu proses produksi berkelanjutan yang secara teoritis tidak mengalami perubahan juga termasuk jenis ini.
Gambar 3.3 Pola Data Horisontal
Teknik-teknik yang harus dipertimbangkan pada seri peramalan stationer mencakup metode yang naif, rata-rata sederhana, moving averages, dan autoregressive moving average (ARMA) model (metode Box-Jenskins). (Hanke, 2005, p75).
2. Pola musiman (S) terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu). Penjualan dari produk minuman ringan, es krim, dan bahan bakar pemanas ruangan, menunjukkan jenis pola ini.
35
Gambar 3.4 Pola Data Musiman Teknik yang harus dipertimbangkan pada seri peramalan seasonal mencakup dekomposisi clasical, census x-12, winter’s exponensial smoothing, multiple regression dan ARIMA models (metode Box-Jenkins). (Hanke, 2005, p76).
3. Pola Siklis (C) terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Penjualan produk seperti mobil, baja dan peralatan utama lainnya menunjukkan jenis pola data ini.
Gambar 3.5 Pola Data Siklis
Teknik yang harus dipertimbangkan pada peramalan seri cyclical mencakup dekomposisi clasical, economic indicator, model-model econometric, multiple regression, dan model-model ARIMA (metode Box-jenkins). (Hanke, 2005, p76).
36 4. Pola trend (T) terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto nasional (GNP) dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya mengikuti pola trend selama perubahannya sepanjang waktu.
Gambar 3.6 Pola Data Trend Teknik-teknik yang harus dipertimbangkan pada seri peramalan trend mencakup moving averages. Holt’s exponential smoothing, regresi sederhana, growth curves, model-model exponential, dan autoregressive integrated moving average (ARIMA) model (metode Box-Jenkins). (Hanke, 2005, p76).
b. Model kausal Model kausal mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan menunjukkan suatu hubungan sebab-akibat dengan satu atau lebih variabel bebas. Maksud dari model kausal adalah menemukan bentuk hubungan tersebut dan menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari varibel tak bebas. Setelah hubungan ini ditemukan, nilai-nilai masa mendatang dapat diramalkan cukup dengan memasukkan nilai-nilai yang sesuai untuk varibel-variabel independen. Metode peramalan kausal mengasumsikan bahwa permintaan akan suatu produk bergantung pada satu atau beberapa faktor independen (misalnya, harga, iklan, persaingan, dan lain-lain).
37 3.5.4.2 Metode Peramalan Kualitatif atau Teknologis Metode peramalan ini tidak memerlukan data yang serupa seperti metode peramalan kuantitatif. Input yang dibutuhkan tergantung pada metode tertentu dan biasanya merupakan hasil dari pemikiran intuitif, perkiraan dan pengetahuan yang telah didapat. Pendekatan teknologis seringkali memerlukan input dari sejumlah orang yang terlatih. Metode kualitatif mengandalkan opini pakar atau manajer dalam membuat prediksi tentang masa depan. Metode ini berguna untuk tugas peramalan jangka panjang. Penggunaan pertimbangan dalam peramalan, tampaknya tidak ilmiah dan bersifat sementara. Tetapi bila data masa lalu tidak ada atau tidak mencerminkan masa mendatang, tidak banyak alternatif selain menggunakan opini dari orang-orang yang berpengetahuan. Ramalan teknologis terutama digunakan untuk memberikan petunjuk, untuk membantu perencana dan untuk melengkapi ramalan kuantitatif, bukan untuk memberikan suatu ramalan numerik tertentu.
Metode kualitatif dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu : a. Metode eksploratoris Metode eksploratoris (seperti Delphi, kurva-S, analogi, dan penelitian morfologis) dimulai dengan masa lalu dan masa kini sebagai titik awalnya dan bergerak kearah masa depan secara heuristik, seringkali dengan melihat semua kemungkinan yang ada.
38 b. Metode normatif. Metode normatif (seperti matriks keputusan, pohon relevansi, dan analisis sistem) dimulai dengan menetapkan sasaran dan tujuan yang akan datang, kemudian bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat dicapai, berdasarkan kendala, sumber daya, dan teknologi yang tersedia.
3.5.5
Teknik Peramalan Untuk Data Trend Suatu data runtut waktu yang bersifat trend didefinisikan sebagai suatu series
yang mengandung komponen jangka panjang yang menunjukkan pertumbuhan atau penurunan dalam data tersebut sepanjang suatu periode waktu yang panjang. Dengan kata lain, suatu data runtut waktu dikatakan mempunyai trend jika nilai harapannya berubah sepanjang waktu sehingga data tersebut diharapkan menaik atau menurun selama periode dimana peramalan diinginkan. Biasanya data runtut waktu ekonomi mengandung suatu trend. Teknik-teknik peramalan yang digunakan untuk peramalan data runtut waktu yang mengandung trend adalah rata-rata bergerak, pemulusan eksponensial linier dari Holt, regresi sederhana, model ARIMA (metode Box-Jenkins) (Hanke, 2005, p75-76).
3.5.6
Metode peramalan Exponential Smoothing Tiga Parameter Winter Pada umumnya, metode rata-rata bergerak dan pemulusan eksponensial dapat
digunakan untuk hampir segala jenis data stasioner atau non stasioner sepanjang data tersebut tidak mengandung faktor musiman. Tetapi bilamana terdapat faktor musiman, metode-metode tersebut akan menghasilkan peramalan yang buruk. Untuk data stasioner, digunakan metode rata-rata begerak atau pemulusan eksponensial. Jika
39 datanya menunjukkan suatu trend linear, maka baik model linear dari Brown atau Holt dapat diterapkan. Tetapi jika datanya musiman, metode tersebut tidak bisa mengatasinya dengan baik. Walaupun demikian, metode Winter dapat menangani faktor musiman secara langsung. Metode Winter didasarkan atas tiga persamaan pemulusan, yaitu satu untuk unsur stasioner, satu untuk trend dan satu untuk musiman. Hal ini serupa dengan metode Holt, dengan satu pemulusan tambahan untuk mengatasi musiman. Perumusan dasar untuk metode Winter (Makridakis, 1999, p121-127) adalah sebagai berikut : Pemulusan Keseluruhan : St = α
Xt + (1 − α )( S (t −1) + b( t −1) ) I t−L
Pemulusan Trend :
b t = γ ( S t − S ( t − 1 ) ) + (1 − γ ) b ( t − 1 ) Pemulusan Musiman : It = β
Xt + (1 − β ) I ( t − L ) St
Peramalan :
F(t +m) = (S t + bt * m) I (t − L+m)
Dimana :
L
= Panjang musiman
b
= Komponen trend
I
= Faktor penyesuaian musiman
Ft+m = Peramalan untuk m periode ke depan
40 Salah satu masalah dalam menggunakan metode Winter adalah menentukan nilai-nilai untuk α , β , dan γ tersebut yang akan berpengaruh dalam perhitungan nilainilai error seperti MSE atau MAPE. Pendekatan untuk menentukan nilai ini biasanya secara trial and error, walaupun mungkin juga digunakan algoritma optimasi non-linear untuk mendapatkan nilai parameter optimal. Karena kedua pendekatan tersebut memakan banyak waktu dan mahal, maka metode ini jarang digunakan. Metode ini baru dipakai jika banyak himpunan data yang harus ditangani. Untuk menginisialisasi metode peramalan Winter yang diterangkan di atas, kita perlu menggunakan paling sedikit satu data musiman lengkap (yaitu L periode) untuk menentukan estimasi awal dari indeks musiman, Lt-1, dan kita perlu menaksir faktor trend dari satu periode ke periode selanjutnya. Adapun rumus yang digunakan untuk inisialisasi awal yaitu : X L +1 = S L +1 It =
3.5.7
XL X
Metode Peramalan Dekomposisi Metode Dekomposisi mendasarkan penganalisaan untuk mengidentifikasi tiga
faktor utama yang terdapat dalam suatu deret waktu, yaitu faktor trend, faktor siklus, dan faktor musiman. Di dalam beberapa hal, peramal hanya mendasarkan penyusunannya pada dua faktor yang penting yaitu trend dan musiman. Faktor trend menggambarkan perilaku data dalam jangka panjang, dan dapat meningkat, menurun atau tidak berubah. Pengukuran perkembangan faktor trend dilakukan untuk periode waktu yang panjang dengan menghilangkan variasi musim dan variasi siklus. Faktor
41 siklus menggambarkan baik turunnya ekonomi atau industri tertentu. Faktor musiman berkaitan dengan fluktuasi periodik dengan panjang konstan. Perbedaan antara musiman dan siklus adalah bahwa musiman berulang dengan sendirinya pada interval yang tetap seperti tahun atau bulan, sedangkan faktor siklus mempunyai jangka waktu yang lebih lama dan lamanya berbeda dari satu siklus ke siklus yang lainnya. Ada beberapa pendekatan alternatif untuk mendekomposisi suatu deret waktu, dengan tujuan untuk mengisolasikan masing-masing komponen dari deret itu setepat mungkin. Konsep dasar dari dekomposisi ini adalah data empiris di mana yang pertama adalah pergeseran musim, kemudian trend dan terakhir adalah siklus. Residu yang ada dianggap unsur acak yang walaupun tidak dapat ditaksir, tetapi dapat diidentifikasi (Makridakis, 1999, p150-156). Langkah-langkah dekomposisi : 1. Pada deret data yang sebenarnya (Xt) hitung rata-rata bergerak yang panjangnya (N) sama dengan panjang musiman. Maksud dari rata-rata bergerak adalah menghilangkan unsur musiman dan keacakan. Meratakan sejumlah periode yang sama dengan panjang pola musiman akan menghilangkan unsur musiman dengan membuat rata-rata dari periode yang musimannya tinggi dan periode yang musimannya rendah. Karena galat acak tidak mempunyai pola yang sistematis, maka perata-rataan ini juga mengurangi keacakan. 2. Pisahkan rata-rata bergerak N periode (langkah satu) dari deret data semula untuk memperoleh unsur trend dan siklus. 3. Pisahkan faktor musiman dengan menghitung rata-rata untuk tiap periode yang menyusun panjang musiman secara lengkap.
42 4. Identifikasi bentuk trend yang tepat (linear, eksponensial, kurva-S, dan lain-lain) dan hitung nilainya untuk setiap periode (Tt). 5. Pisahkan hasil langkah empat dari hasil langkah dua (nilai gabungan dari unsur trend dan siklus) untuk memperoleh faktor siklus. 6. Pisahkan musiman, trend dan siklus dari data asli untuk mendapatkan unsur acak yang ada, Et. Metode dekomposisi dapat berasumsi pada model aditif atau multiplikatif dan bentuknya dapat bervariasi. Model aditif berbentuk : Xt = It + Tt + Ct + Et Model multiplikatif berbentuk : Xt = It x Tt x Ct x Et
3.5.8
Statistik Ketepatan Peramalan
3.5.8.1 Ukuran Statistik Standar Jika Xt merupakan data aktual untuk periode t dan Ft merupakan ramalan (atau nilai kecocokan/fitted value) untuk periode yang sama, maka kesalahan didefinisikan sebagai :
et = X t − Ft Jika terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode waktu, maka akan terdapat n buah galat dan ukuran statistik standar berikut dapat didefinisikan :
•
Nilai Tengah Galat Absolut (Mean Absolute Error)
MAE =
1 n ∑ et n t =1
43
•
Nilai Tengah Galat Kuadrat (Mean Squared Error)
MSE = •
1 n et 2 ∑ t =1 n
Deviasi Standar Galat (Standard Deviation of Error) SDE =
1 n et 2 ∑ t =1 n −1
Dua formulasi yang sering digunakan dalam menghitung kesalahan yaitu mean absolute error (yang dalam beberapa buku disebut sebagai mean absolute deviation) dan mean squared error (MSE). Perbedaan keduanya adalah terletak pada bobot kesalahan, satu dalam bentuk angka kesalahan absolut dan yang lainnya dalam bentuk nilai kuadrat. Tujuan optimalisasi statistik seringkali adalah untuk memilih suatu model agar MSE minimal, tetapi ukuran ini mempunyai dua kelemahan. Pertama, ukuran ini menunjukkan pencocokan (fitting) suatu model terhadap data hitoris. Pencocokan seperti ini tidak perlu mengimplikasikan peramalan yang baik. Suatu model terlalu cocok (over fitting) dengan deret data, yang berarti sama dengan memasukkan unsur random sebagai bagian proses bangkitan, berarti tidak berhasil mengenali pola non-acak dalam data dengan baik. Perbandingan nilai MSE yang terjadi selama fase pencocokan peramalan adalah mungkin memberikan sedikit indikasi ketepatan model dalam peramalan. Kedua, sebagai ukuran ketepatan model adalah berhubungan dengan kenyataan bahwa metode yang berbeda akan menggunakan prosedur yang berbeda pula dalam fase pencocokan. Dalam fase peramalan, penggunaan MSE sebagai suatu ukuran ketepatan juga dapat menimbulkan masalah. Ukuran ini tidak memudahkan perbandingan deret berkala yang berbeda dan untuk selang waktu yang berlainan, karena MSE merupakan ukuran
44 para absolut. Lagipula, interpretasinya tidak bersifat intuitif bahkan untuk para spesialis sekalipun, karena ukuran ini menyangkut pengkuadratan sederetan nilai (Makridakis, 1999, p58-61).
3.5.8.2 Ukuran-ukuran Relatif Karena adanya keterbatasan MSE sebagai suatu ukuran ketepatan peramalan, maka muncul usulan alternatif – alternatif lain yang diantaranya menyangkut galat persentase. Tiga ukuran yang sering digunakan (Makridakis, 1999, p61-62) adalah :
•
Galat Persentase (Percentage Error)
⎛ X −F ⎞ PE = ⎜⎜ t t ⎟⎟ *100 ⎝ Xt ⎠ •
Nilai Tengah Galat Persentase (Mean Percentage Error)
MPE = •
1 n ∑ PEt n t =1
Nilai Tengah Galat Persentase Absolut (Mean Absolute Percentage Error) MAPE =
1 n ∑ PEt n t =1
PE dapat digunakan untuk menghitung kesalahan persentase setiap periode waktu. Nilai-nilai ini kemudian dapat dirata-ratakan untuk memberikan nilai tengah kesalahan persentase (MPE). Namun MPE mungkin mengecil karena PE positif dan negatif cenderung saling meniadakan. Dari sana MAPE didefinisikan dengan menggunakan nilai absolut dari PE.
45
3.6
Pengukuran Waktu Menurut pendapat Sutalaksana (1979, p131) pengukuran waktu adalah pekerjaan
mengamati dan mencatat waktu kerja baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan. Teknik pengukuran waktu terbagi atas dua bagian yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Pengukuran secara langsung adalah pengukuran yang dilakukan secara langsung yaitu ditempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dilaksanakan. Dua cara yang termasuk didalamnya adalah cara jam henti dan sampling pekerjaan. Cara tidak langsung melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada ditempat pekerjaan yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemenelemen gerakan. Pengukuran waktu ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik (Sutalaksana, 1979, p117).
3.6.1
Pengukuran Waktu Baku Waktu baku merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang
memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Di sini sudah meliputi kelonggaran waktu yang diberikan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan tersebut. Dengan demikian, maka waktu baku yang dihasilkan dalam aktivitas pengukuran kerja ini akan dapat digunakan sebagai alat untuk membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu kegiatan
46 itu harus berlangsung dan berapa output yang dihasilkan serta berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
3.6.2
Penyesuaian Penyesuaian adalah proses dimana analisa pengukuran waktu membandingkan
penampilan operator (kecepatan atau tempo) dalam pengamatan dengan konsep pengukur sendiri tentang bekerja secara wajar. Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi, misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitan-kesulitan, seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Sebab-sebab seperti ini mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar. Andai kata ketidakwajaran ada, maka pengukur harus mengetahuinya dan menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu diadakan karena berdasarkan inilah penyesuaian dilakukan. Jadi jika pengukur mendapatkan harga rata-rata siklus/elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh operator, maka agar harga rata-rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus menormalkannya dengan melakukan penyesuaian. Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Besarnya harga p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau yang normal. Bila pengukur berpendapat
47 bahwa operator bekerja di atas normal (terlalu cepat), maka harga p-nya akan lebih besar dari satu (p1); sebaliknya jika operator dipandang bekerja di bawah normal, maka harga p akan lebih kecil dari satu (p). Seandainya pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar, maka harga p-nya sama dengan satu (p=1) (Sutalaksana, 1979, p138). Terdapat beberapa metode dalam menentukan faktor penyesuaian (Sutalaksana, 1979, p139-149), yaitu : a. Metode Persentase Merupakan cara yang paling awal digunakan dalam melakukan penyesuaian. Besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya dilakukan oleh pengukur melalui pengamatannya selama melakukan pengukuran. Cara ini adalah cara yang paling mudah dan sederhana tetapi cara ini bersifat subyektif, kurang teliti karena kasarnya penilaian. b. Metode Shumard Cara ini memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas performance kerja dimana setiap setiap kelas tersebut mempunyai nilai sendiri-sendiri. Di sini pengukur diberi patokan untuk menilai performansi kerja operator menurut kelas-kelas Superfast +, Fast, Fast -, Excellent, dan seterusnya. c. Metode Westinghouse Cara ini mengarahkan penilaian pada empat faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu : keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Setiap faktor terbagi dalam kelas-kelas dan nilainya masing-masing.
48 d. Metode Objektif Merupakan metode yang memperhatikan dua faktor, yaitu : kecepatan kerja dan tingkat kesulitan pekerjaan. Kedua faktor inilah yang dipandang bersama-sama untuk menentukan berapa harga penyesuaian untuk mendapatkan waktu normal. e. Metode Bedaux dan Sintesa Cara Bedaux tidak banyak berbeda dengan cara Shumard, hanya saja niali-nilai pada cara Bedaux dinyatakan dalam “B”. Sedangkan cara sintesa waktu penyelesaian setiap elemen gerakan dibandingkan dengan harga-harga yang diperoleh dari tabel-tabel waktu gerakan untuk kemudain dihitung harga rataratanya.
3.6.3
Kelonggaran Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi,
menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan (Sutalaksana, 1979, p149-154).
1) Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi Yang temasauk dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti minum sekadarnya untuk menghilangkan rasa haus, kekamar kecil, becakap-cakap dengan teman sekerja untuk menghilangkan ketegangan dan kejemuhan kerja. Kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak. Besarnya
49 kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti itu berbeda-beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap pekerjaan memiliki karakteristik sendiri-sendiri dengan tuntutan yang berbeda-beda. 2) Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun. 3) Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai “hambatan“. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja ada pula hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Beberapa contoh yang termasuk kedalam hambatan tak terhindarkan adalah : a. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas b. Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin c. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya. d. Mengasah peralatan potong. e. Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.
50
3.6.4
Perhitungan Waktu Baku Kegiatan pengukuran waktu dinyatakan selesai bila semua data yang diperoleh
telah seragam, dan jumlahnya telah memenuhi tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Selanjutnya adalah mengolah data untuk menghitung waktu baku yang diperoleh dengan langkah-langkah: 1. Menghitung waktu siklus
Wr =
∑ Xi N
dimana : Xi = data yang termasuk dalam batas kendali 2. Menghitung waktu normal
Wn = Wr × p dimana : p adalah faktor penyesuaian 3. Menghitung waktu baku
Wb = Wn × (1 + a) dimana : a = kelonggaran yang diberikan pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal.
3.7
Master Production Schedule (MPS)
3.7.1
Pengertian MPS
Menurut Gaspersz (1998, p141-144) pada dasarnya jadwal produksi induk (Master Production Schedulling = MPS) merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir (termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. MPS mendisagregasikan dan mengimplementasikan rencana produksi.
51 Apabila rencana produksi yang merupakan hasil dari proses perencanaan produksi dinyatakan dalam bentuk agregat, jadwal produksi induk yang merupakan hasil dari proses penjadwalan produksi induk dinyatakan dalam konfigurasi spesifik dengan nomor-nomor item yang ada dalam Item Master and BOM (Bill of Material) files. Aktifitas penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana menyusun dan memperbaharui jadwal produksi induk, memproses transaksi MPS, memelihara catatan-catatan MPS, mengevaluasi efektifitas dari MPS, dan memberikan laporan evaluasi dalam periode waktu yang teratur untuk keperluan umpanbalik dan tinjauan ulang. MPS sering didefinisikan sebagai anticipated build schedule untuk item-item yang disusun oleh perencana jadwal produksi induk (master schedule). MPS membentuk jalinan komunikasi antara bagian pemasaran dan bagian manufakturing, sehingga seyogyanya bagian pemasaran juga mengetahui informasi yang ada dalam MPS terutama berkaitan dengan ATP (Available To Promise) agar dapat memberikan janji yang akurat kepada pelanggan. Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan aktifitas melakukan empat fungsi utama berikut : 1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas (material and capacity requirements planning = M&CRP). 2. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (production and purchase orders) untuk item-item MPS.
3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas.
52 4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk (delivery promises) kepada pelanggan.
Gambar 3.7 Proses Penjadwalan Produksi Sebagai suatu aktifitas proses, penjadwalan produksi induk (MPS) yang terlihat pada gambar 3.7, MPS membutuhkan lima input utama yaitu antara lain : •
Data Permintaan Total merupakan salah satu sumber data bagi proses
penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan (sales forecasts) dan pesanan-pesanan (orders). •
Status Inventori berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, stok
yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan-pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released production and purchase orders), dan firm planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa
banyak inventori yang tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus dipesan.
53 •
Rencana Produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus
menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventori, dan sumbersumber daya lain dalam rencana produksi itu. •
Data Perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang harus
digunakan, shrinkage factor, stok pengaman (safety stock), dan waktu tunggu (lead time) dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari item (Item Master File).
•
Informasi dari RCCP berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan
MPS menjadi salah satu input bagi MPS. RCCP menentukan kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS, menguji kelayakan dari MPS, dan memberikan umpan-balik kepada perencana atau penyusun jadwal produksi induk (Master Scheduler) untuk mengambil tindakan perbaikan apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian antara penjadwalan produksi induk dan kapasitas tersedia.
54 3.7.2
Teknik Penyusunan MPS
Tabel 3.1 Contoh Tabel MPS Item No
:
Description
:
Lead time
:
Safety stock
:
On Hand
:
Demand Time Fences
:
Planning Time Fences
:
Period
Past Due
1
2
3
4
5
6
Forecast Actual Order (AO) Project Available Balance (PAB) Available to Promise (ATP) Master Schedule (MS)
Penjelasan mengenai komponen-komponen yang terdapat dalam tabel 3.1 MPS adalah sebagai berikut : a) Item No menyatakan kode produk yang akan diproduksi. b) Lead time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau memanufaktur suatu produk. c) On hand menyatakan jumlah produk yang ada di gudang sebagai sisa periode sebelumnya. d) Description menyatakan deskripsi produk secara umum. e) Safety stock merupakan stok pengaman yang harus ada di tangan sebagai antisipasi terhadap kebutuhan di masa akan datang.
55 f) Demand Time Fences (DTF) adalah periode mendatang dari MPS di mana dalam periode ini perubahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak diterima karena akan menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal. g) Planning Time Fences (PTF) merupakan batas waktu penyesuaian pesanan di mana permintaan masih boleh berubah. Perubahan masih akan dilayani sepanjang material dan kapasitas masih tersedia. h) Forecast merupakan rencana penjualan atau peramalan penjualan untuk item yang dijadwalkan itu. i) Actual Order (AO) merupakan pesanan-pesanan yang diterima dan bersifat pasti. j) Projected Available Balance (PAB) merupakan perkiraan jumlah sisa produk pada akhir periode. PAB dihitung dengan menggunakan rumus: PAB t < DTF = PABt-1 + MSt – AO PAB DTF < t < PTF = PABt-1 + MSt – AO atau Ft (pilih yang besar) k) Available to Promise memberikan informasi tentang berapa banyak item atau produk tertentu yang dijadwalkan pada periode waktu itu tersedia untuk pesanan pelanggan, sehingga berdasarkan informasi ini bagian pemasaran dapat membuat janji yang tepat bagi pelanggan. ATPt = ATPt-1 + MSt – AOt l) Master Schedule merupakan jadwal produksi atau manufakturing yang diantisipasi untuk produk atau item tertentu.
56 3.8
Material Requirement Planning (MRP)
3.8.1
Pengertian MRP
MRP merupakan suatu prosedur logis berupa aturan keputusan dan teknik transaksi berbasis komputer yang dirancang untuk menerjemahkan jadwal induk produksi menjadi “kebutuhan bersih” untuk semua item. Sistem MRP dikembangkan untuk membantu perusahaan manufaktur mengatasi kebutuhan akan item-item dependent secara lebih baik dan efisien. Menurut Schoeder (2000, p368) persediaan untuk independent demand didefinisikan sebagai persediaan yang dipengaruhi atau tunduk pada kondisi-kondisi pasar dan bebas dari operasi misalnya : persediaan barang jadi dan suku cadang pada suatu perusahaan manufaktur yang digunakan untuk memenuhi permintaan konsumen pada suatu perusahaan persediaan ini harus dikelola dengan metoda titik pemesanan. Sebaliknya untuk dependent demand tidak dipengaruhi oleh kondisi -kondisi pasar dan hanya tergantung pada permintaan suku cadang ditingkat atasnya. Beberapa ciri-ciri dependent demand adalah : -
Ada hubungan matematis antara kebutuhan suatu item dengan item yang lain yang berada pada level yang lebih tinggi
-
Kebutuhan diturunkan dari pemakaian item dalam pembuatan item lain
-
Misal kebutuhan akan bahan baku, komponen atau su assembly dalam pembuatan suatu produk jadi
-
Item perlu ada hanya pada saat dibutuhkan
-
Diperlukan MRP untuk menjadwalkan seluruh komponen dependent yang diperlukan dalam rencana MPS/JIP
57 3.8.2
Tujuan dan Manfaat Sistem MRP
Sistem MRP adalah suatu sistem yang bertujuan untuk menghasilkan informasi yang tepat untuk melakukan tindakan yang tepat (pembatalan pesanan, pesan ulang, dan penjadwalan ulang). Tindakan ini juga merupakan dasar untuk membuat keputusan baru mengenai pembelian atau produksi yang merupakan perbaikan atas keputusan yang telah dibuat sebelumnya. Ada empat tujuan yang menjadi ciri utama sistem MRP yaitu sebagai berikut : 1. Menentukan kebutuhan pada saat yang tepat Menentukan secara tepat kapan sutu pekerjaan harus selesai (atau meterial harus tersedia) untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah direncanakan dalam jadwal induk produksi (JIP). 2. Menentukan kebutuhan minimal setiap item Dengan diketahuinya kebutuhan akhir, sistem MRP dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item. 3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan Memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus dilakukan. Pemesanan perlu dilakukan lewat pembelian atau dibuat pada pabrik sendiri. 4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka sistem MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan menentukan
58 prioritas pesanan yang realistik. Jika penjadwalan ulang ini masih tidak memungkinkan untuk memenuhi pesanan, maka pembatalan atas suatu pesanan harus dilakukan.
Beberapa manfaat dari MRP (Render dan Heizer, 1997, p362), adalah: -
Peningkatan pelayanan dan kepuasan konsumen
-
Peningkatan pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja
-
Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik
-
Tanggapan yang lebih cepat terhadap perubahan dan pergeseran pasar
-
Tingkat persediaan menurun tanpa mengurangi pelayanan kepada konsumen
3.8.3
Input MRP
Sebagai suatu sistem, MRP membutuhkan lima input utama (Gaspersz, 2001, p177) seperti pada gambar 3.8 berikut :
Perencanaan Kapasitas (Capacity Planning)
INPUT : 1. 2. 3. 4. 5.
PROSES :
MPS Bill of Materials Item Master Pesanan-pesanan Kebutuhan
Perencanaan Kebutuhan Material (MRP)
OUTPUT : - Primary (orders) Report - Action Report - Pegging Report
Umpan Balik
Gambar 3.8
Proses Kerja dari MRP
59 Kelima sumber input utama pada gambar 3.8 di atas adalah : 1. Master Production Schedule
(MPS) yang suatu rencana terperinci tentang
tentang produk akhir apa yang direncanakan perusahaan untuk diproduksi, berapa kuantitas yang dibutuhkan, pada waktu kapan dibutuhkan, dan kapan produk itu akan diproduksi. 2. Bill of Material (BOM) merupakan daftar jumlah komponen, campuran bahan, dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk. MRP menggunakan BOM sebagai basis untuk perhitungan banyaknya setiap material yang dibutuhkan untuk setiap periode waktu. Bagan bahan dalam komputer harus selalu benar dan dapat menggambarkan bagaimana produk itu dibuat. 3. Item master merupakan suatu file yang berisi informasi tentang material, parts subassemblies, dan produk-produk yang menunjukkan kuantitas on-hand,
kuantitas
yang
dialokasikan
(allocated
quantity),
waktu
tunggu
yang
direncanakan (planned lead times), ukuran lot (lot size), stok pengaman, kriteria lot sizing, toleransi untuk scrap atau hasil, dan berbagai informasi penting
lainnya yang berkaitan dengan suatu item. 4. Pesanan-pesanan (orders) berisi tentang banyaknya dari setiap item yang akan diperoleh sehingga akan meningkatkan stock on-hand di masa mendatang. Pada dasarnya terdapat dua jenis pesanan, yaitu: shop orders or work orders or manufacturing orders berupa pesanan-pesanan yang akan dibuat atau diproduksi di
dalam pabrik, dan purchase orders yang merupakan pesanan-pesanan pembelian suatu item dan pemasok eksternal. 5. Kebutuhan-kebutuhan (requirements) akan memberitahukan tentang banyaknya masing-masing item itu dibutuhkan sehingga akan mengurangi stock on-hand di
60 masa mendatang. Pada dasarnya terdapat dua jenis kebutuhan, yaitu kebutuhan internal dan eksternal. Kebutuhan internal digunakan dalam PABrik untuk membuat produk lain, dan kebutuhan eksternal yang akan dikirim ke luar PABrik berupa: pesanan pelanggan (customer orders), service parts, dan sales forecasts.
3.8.4
Mekanisme Dasar dari Proses MRP
Tabel 3.2 Contoh Tabel MRP Part no :
Description:
BOM UOM :
On hand :
Lead time :
Order policy :
Safety stock :
Lot size :
period gross requirement scheduled receipts projected available balance 1 net requirement planned order receipts planned order release projected available balance 2
Past due
1 2 3 4 5 6 7 8
61 Penjelasan mengenai tabel sebelumnya adalah sebagai berikut : 1. Part no menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit 2. BOM (Bill of Materials) UOM (Unit of Material) menyatakan satuan komponen atau material yang akan dirakit 3. Lead time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk merilis atau mengirim suatu komponen. 4. Safety stock menyatakan cadangan material yang harus ada sebagai antisipasi kebutuhan dimasa yang akan datang. 5. Description menyatakan deskripsi material secara umum. 6. On Hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa periode sebelumnya. 7. Order Policy menyatakan jenis pendekatan yang digunakan untuk menentukan ukuran lot yang dibutuhkan saat memesan barang. 8. Lot Size menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan barang. 9. Gross Requirement menyatakan jumlah yang akan diproduksi atau dipakai pada setiap periode. Untuk item akhir (produk jadi), kuantitas gross requirement sama dengan MPS (Master Production Schedule). Untuk komponen, kuantitas gross requirement diturunkan dari Planned Order Release induknya.
10. Scheduled Receipts menyatakan material yang dipesan dan akan diterima pada periode tertentu. 11. Projected Available Balance I ( PAB I ) menyatakan kuantitas material yang ada di tangan sebagai persediaan pada awal periode. PAB I dapat dihitung dengan menambahkan material on hand periode sebelumnya dengan Scheduled Receipts
62 pada periode itu dan menguranginya dengan Gross Requirement pada periode yang sama. Atau jika dimasukkan pada rumus adalah sebagai berikut : PAB I = (PAB II)t-1 - (Gross Requirement)t + (Scheduled Receipts)t
12. Net Requirements menyatakan jumlah bersih (netto) dari setiap komponen yang harus disediakan untuk memenuhi induk komponennya atau untuk memenuhi Master Production Scheduled. Net Requirements sama dengan nol jika Projected Available Balance I lebih besar dari nol dan sama dengan minus jika Projected Available Balance I kurang sama dengan dari nol.
Net Requirement = -(PAB I)t + Safety stock
13. Planned Order Receipts menyatakan kuantitas pemesanan yang dibutuhkan pada suatu periode. Planned Order Receipts muncul pada saat yang sama dengan Net Requirements, akan tetapi ukuran pemesanannya (lot sizing) bergantung kepada Order Policy-nya. Selain itu juga harus mempertimbangkan Safety stock juga.
14. Planned Order Release menyatakan kapan suatu pesanan sudah harus dilakukan atau dimanufaktur sehingga komponen ini tersedia ketika dibutuhkan oleh induk itemnya. Kapan suatu pesanan harus dilakukan ditetapkan dengan periode Lead time sebelum dibutuhkan.
15. Projected Available Balance II ( PAB II ) menyatakan kuantitas material yang ada di tanagn sebagai persediaan pada akhir periode. PAB II dapat dihitung dengan cara mengurangkan Planned Order Receipts pada Net Requirements. PAB II = (PAB II) t-1 + (Schedule receipt) t – (Gross Requirement) t + (Planned Order Receipt) t
atau dapat disingkat : PAB II = (PAB I)t + (Planned Order Receipt)t
63 3.8.5
Prosedur Sistem MRP
Sistem MRP memiliki empat langkah utama yang selanjutnya keempat langkah ini harus diterapkan satu per satu pada periode perencanaan dan pada setiap item. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut : -
Netting : Perhitungan kebutuhan bersih.
-
Lotting : Penentuan ukuran lot.
-
Offsetting : Penetapan besarnya lead time.
-
Explosion : Perhitungan selanjutnya untuk item level di bawahnya.
3.8.6
Output Sistem MRP Output dari sistem MRP adalah berupa rencana pemesanan atau rencana
produksi yang dibuat atas dasar lead time. Rencana pemesanan memiliki dua tujuan yang hendak dicapai. Kedua tujuan trsebut adalah : -
Menentukan kebutuhan bahan pada tingkat lebih bawah
-
Memproyeksikan kebutuhan kapasitas Rencana pemesanan dan rencana produksi dari output sistem MRP selanjutnya
akan memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut : -
Memberikan
catatan
tentang
pesanan
penjadwalan
yang
harus
dilakukan/direncanakan baik dari panrik sendiri maupun pemasok. -
Memberikan indikasi untuk penjadwalan ulang.
-
Memberikan indikasi untuk pembatalan pesanan.
-
Memberikan indikasi untuk keadaan persediaan.
Output dari sistem MRP dapat pula disebut sebagai suatu aksi yang merupakan tindakan
pengendalian persediaan dan penjadwalan produksi.
64 3.9
Sistem Informasi
3.9.1
Pengertian Sistem
Pengertian sistem menurut McLeod (2001, p11) adalah sekelompok elemenelemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan. Suatu organisasi seperti perusahaan atau suatu area bisnis cocok dengan definisi ini. Organisasi terdiri dari sejumlah sumber daya dan sumber daya tersebut bekerja menuju tercapainya suatu tujuan tertentu yang ditentukan oleh pemilik atau manajemen. Dan menurut Mathiassen (2000, p9), Sistem adalah kumpulan dari komponen yang mengimplementasikan persyaratan model, function dan interface.
3.9.2
Pengertian Informasi
Sedangkan pengertian informasi menurut McLeod (2001, p15) adalah data yang telah diproses, atau data yang memiliki arti. Perubahan data menjadi informasi dilakukan oleh pengolah informasi (information processor). Pengolah informasi dapat meliputi elemen-elemen komputer, elemen-elemen non-komputer, atau kombinasi keduanya.
3.9.3
Pengertian Sistem Informasi
Menurut McLeod (2001, p4), sistem informasi adalah suatu kombinasi yang terorganisasi dari manusia, perangkat lunak, perangkat keras, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mentransformasikan, serta menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi. Sedangkan menurut Alter sistem informasi adalah suatu sistem kerja yang menggunakan teknologi informasi untuk mengumpulkan, meneruskan, menyimpan, mendapatkan kembali, memanipulasi, ataupun menampilkan informasi, sehingga mendukung satu atau lebih sistem kerja. Sedangkan sistem kerja
65 adalah sistem dimana manusia berpartisipasi untuk melakukan proses bisnis dengan menggunakan teknologi informasi dan sumber daya yang lain untuk menghasilkan suatu produk bagi pihak internal maupun eksternal.
3.10
Analisis dan Perancangan Sistem Berorientasi Objek
3.10.1 Analisis Sistem
Analisis sistem adalah penelitian atas sistem yang telah ada dengan tujuan untuk merancang sistem yang baru atau diperbaiki (Mcleod, 2001, p234). Jadi dapat disimpulkan bahwa analisis sistem adalah penelitian sistem yang ada dengan tujuan penyempurnaan sistem yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna sistem.
3.10.2 Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
Menurut Mathiassen (2000, p5), Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek mendeskripsikan dua permasalahan yang berbeda, yakni di dalam sistem dan di luar sistem. Analisis objek mendeskripsikan fenomena di luar sistem, seperti orang dan barang, yang dapat berdiri sendiri. Perancangan objek mendeskripsikan fenomena di dalam sistem yang dapat diawasi. Kita dapat mendeskripsikan behavior mereka sebagai operasi untuk komputer yang menyelesaikannya.
66 3.10.3 Tahapan Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek 3.10.3.1 System Definition
Menurut Mathiassen (2000, p24), System Definition (Definisi Sistem) adalah deskripsi singkat dari sistem yang terkomputerisasi yang ditampilkan dalam bahasa sehari – hari. Sebuah
system
definition
menunjukan
properties
fundamental
untuk
pengembangan dan kegunaan sistem. Menjelaskan sistem dalam konteks, informasi yang harus ada, fungsi yang harus disediakan, dimana akan digunakan, dan kondisi pengembangan mana yang diaplikasikan. Tujuan dari definisi ini untuk menjelaskan interpretasi dan kemungkinankemungkinan yang berbeda. System definition membantu anda untuk menjaga overview dari pilihan yang berbeda, dan anda bisa menggunakannya untuk membandingkan alternative-alternatif. System definition yang akhirnya dipilih harus menyediakan fondasi yang penting untuk analisis lanjut dan aktivitas desain. Sebuah system definition harus singkat dan tepat, dan mengandung sebagian besar keputusan-keputusan fundamental mengenai system. Menciptakan formulasi yang singkat dan tepat menyediakan sebuah overview dan membuatnya mudah untuk membandingkan alternatif.
67
Gambar 3.9 Subactivities in choosing a system
Sebuah system definition menjelaskan sebuah perspektif akan sesuatu. Setiap system definition merepresentasikan persepsi spesifik dari kenyataan yang disaring
melalui ide-ide, konsep, pendidikan, dan latar belakang dari orang-orang yang terkait. Sebuah system definition menjelaskan keseluruhan, sebagai satu kesatuan. Merupakan pandangan keseluruhan sistem yang memfokuskan pada bagaimana bagianbagian dan komponen-komponen berinteraksi. System definition akan menjelaskan pengembangan yang memfokuskan pada property system ketimbang detail property yang berorientasi pada komponen.
The FACTOR criterion (Mathiassen, 2000, p40) berisikan akan 6 elemen:
•
Functionality: fungsi-fungsi sistem yang mendukung tugas application domain.
•
Application domain: bagian dari organsasi yang mengadministrasi, memonitor, atau
mengatur sebuah problem domain. •
Condition: kondisi dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan.
68 •
Technology: kedua teknologi digunakan baik untuk sistem yang dikembangkan dan
juga sistem yang sedang berjalan. •
Objects: objek utama di dalam problem domain.
•
Responsibility: keseluruhan tanggung jawab sistem di dalam hubungannya dengan context.
3.10.3.2 Rich Picture
Sebuah rich picture adalah gambar tidak formal yang menunjukan pengertian illustrator mengenai situasi yang ada. Sebuah rich picture memfokuskan pada aspek penting dari situasi, yang ditentukan oleh illustrator. Meskipun begitu, rich picture harus memberikan penjelasan yang luas akan situasi yang memungkinkan beberapa intepretasi alternatif (Mathiassen, 2000, p26).
Gambar 3.10 Contoh Rich Picture
69 3.10.3.3 Problem Domain Analysis
Menurut Mathiassen (2000, p45), Problem Domain Analysis merupakan bagian dari sebuah konteks yang diadministrasi, dimonitor dan dikontrol oleh sebuah sistem. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan memodelkan sebuah problem domain. Menurut Mathiassen (2000, p46), Problem Domain Modelling mempunyai 3 aktivitas : a. Classes Object adalah suatu entitas dengan identity (identitas), state (pernyataan) dan behavior (perilaku). Sedangkan Event adalah kejadian terus – menerus yang
melibatkan satu atau dua objek. (Mathiassen, 2000, p51). Menurut Mathiassen (2000, p53), Class adalah suatu deskripsi dari sekumpulan objek yang mempunyai structure, behavioral pattern dan attributes.
Gambar 3.11 Main activitities in Object Oriented Design
70 Aktivitas class akan menghasilkan event table. Baris yang horizontal berisikan class-class yang terpilih. Kolom vertikal berisikan event-event yang terpilih. Sebuah
tanda cek menandakan bahwa objek dari class terhubung dengan event tertentu.
Gambar 3.12 Contoh Class Diagram Menurut Mathiassen (2000, p55) ada 3 sub aktivitas dalam memilih Class dan Event, yaitu :
1. Menemukan kandidat untuk classes Pemilihan class merupakan kunci utama dalam membuat problem domain. Pada umumnya yang dilakukan adalah mencari semua kata benda sebanyak mungkin yang terdapat pada system definition. Menurut Mathiassen (2000, p57), penggunaan nama class sebaiknya : -
Sederhana dan mudah dimengerti
-
Sesuai dengan problem domain
-
Menunjukkan satu kejadian
71
Gambar 3.13 Memilih Class dan Event
2. Menemukan kandidat untuk event Selain class, event juga merupakan bagian penting dalam problem domain. Cara untuk mencarinya adalah dengan mencari kata kerja pada system definition sebanyak mungkin.
3. Mengevaluasi dan memilih secara sistematik Jika daftar class dan event telah lengkap, maka mereka dievaluasi secara sistematik. Kriteria umum untuk mengevaluasi adalah : -
class dan event ada dalam system definition
-
class dan event relevan untuk problem domain
b. Structure
Menurut Mathiassen (2000, p69), tujuan structure adalah untuk mendeskripsikan hubungan struktural antara classes dan objects dalam problem domain.
72 Menurut Mathiassen (2000, p72), konsep structure dibedakan atas : 1. Class structure
Menggambarkan hubungan konseptual yang statis antar class. Terdiri atas : -
Generalization Structure :
Merupakan suatu hubungan antara satu atau lebih subclass dengan satu atau lebih superclass. -
Cluster Structure
Merupakan kumpulan dari classes yang saling berhubungan. 2. Object structure
Menggambarkan hubungan yang dinamis antara objects yang ada dalam problem domain.
Terdiri atas : -
Agregation structure
Mendefinisilkan hubungan antara 2 buah objects atau lebih. Menurut Mathiassen (2000, p79), ada 3 tipe aplikasi dari aggregation structure : 1. Whole part Object superior adalah jumlah dari object inferior, jika menambah atau
mengurangi maka akan mengubah pokok object superior. 2. Container content Object superior adalah container bagi object inferior, jika menambah
atau mengurangi object inferior maka tidak akan mengubah object superior.
73 3. Union member Object superior adalah object inferior yang terorganisasi. Tidak akan
terjadi perubahan pada object superior apabila melakukan penambahan atau pengurangan pada object inferior namun tetap memiliki batasan – batasan.
Gambar 3.14 Aggregation Structure -
Association structure
Merupakan relasi antara 2 atau lebih objek. Digambarkan sebagai sebuah garis sederhana antara class yang berhubungan. Association multiplicity diuraikan dengan cara yang sama seperti menguraikan aggregation.
Gambar 3.15 Association Structure
Perbedaan antara association structure dan aggregation structure adalah hubungan antar class pada aggregation mempunyai pertalian yang
74 kuat sedangkan pada association tidak kuat. Dan dalam aggregation dilukiskan hubungan yang definitive serta fundamental sedangkan dalam association dilukiskan hubungan yang tidak tetap.
c. Behavior
Menurut Mathiassen (2000, p89), tujuan behavior adalah untuk memodelkan problem domain yang dinamis. Dan 3 konsep yang terkandung dalam behavior
adalah : •
Event Trace: Merupakan urutan dari events yang melibatkan objek secara
spesifik. •
Behavioral Pattern: Suatu deskripsi dari kemungkinan events traces untuk
semua object dalam class. •
Attribute: Suatu deskripsi dari class atau event.
Gambar 3.16 Activities in Problem Domain
75
Gambar 3.17 Contoh State Chart
3.10.3.4 Application Domain Analysis
Menurut Mathiassen (2000, p115), Application Domain Analysis adalah organisasi yang mengadministrasi, memonitor atau mengontrol sebuah problem domain. Tujuannya adalah untuk menetapkan system usage requirements. Aktivitas dari Application Domain Analysis adalah : Usage, Functions dan Interfaces.
Gambar 3.18 Application Domain Analysis
76 a. Usage
Menurut Mathiassen ( 2000, p119 ), usage untuk menetapkan bagaimana actor berinteraksi dengan sistem. Konsepnya adalah : -
Actor : sebuah abstraksi dari user atau sistem lain yang berinteraksi dengan target system.
-
Use case : urutan kejadian – kejadian antara system dan actor dalam application domain.
Gambar 3.19 Contoh Use Case b. Functions
Menurut Mathiassen (2000, p137), functions merupakan fasilitas untuk membuat sebuah model berguna bagi actor. Tujuannya adalah untuk menetapkan kemampuan berproses sistem informasi. Secara tradisional, sebuah function dianggap sebagai perhitungan, dimana input data diubah menjadi output data. Sebuah function diaktivasikan, dijalankan, dan
77 menyediakan sebuah hasil. Dijalankannya sebuah function dapat mengubah model component state atau menciptakan reaksi di dalam application domain atau problem domain. Sebuah function adalah kebutuhan; merupakan property abstract dari
sebuah sistem.
Gambar 3.20 Function Analysis
Tipe – tipe functions adalah : -
Update functions
Diaktifkan dengan problem domain event dan hasilnya didalam perubahan model state.
-
Signal functions
Diaktifkan dengan merubah model state dan hasilnya pada reaksi di konteks. Reaksi ini mungkin menampilkan actor pada application domain atau intervensi langsung di problem domain. -
Read functions
Diaktifkan oleh kebutuhan akan informasi di lembar kerja actor dan hasilnya tampilan sistem yang relevan dari model.
78 -
Compute functions
Diaktifkan oleh kebutuhan akan informasi di lembar kerja actor melibatkan informasi yang disediakan actor atau model. Hasilnya adalah tampilan dari kegiatan compute tersebut.
c. Interfaces
Menurut Mathiassen (2000, p151), interfaces adalah fasilitas yang membuat system model dan functions dapat digunakan oleh actor. Tujuannya adalah untuk
menetapkan system interfaces. Hasil dari interfaces adalah : -
User interfaces
Tipe dialog dan form presentasi, daftar lengkap dari elemen user interface, window diagram dan navigation diagram.
-
System interfaces Class diagram untuk peralatan luar dan protokol - protokol untuk berinteraksi
dengan sistem lain.
79
Gambar 3.21 Interfaces Analysis
3.10.3.5 Architectural Design
Menurut Mathiassen (2000, p173), tujuan dari architectural design adalah untuk menstruktur sistem yang terkomputerisasi.
Gambar 3.22 Activities in Architectural Design
80 Menurut Mathiassen (2000, p173), 3 aktivitas yang terdapat pada Architectural Design : a. Criteria
Menurut Mathiassen (2000, p177), tujuan dari criteria adalah untuk mengatur prioritas perancangan. Konsepnya adalah : -
Criterion : Properti dari architecture
-
Conditions : kesempatan dan batas technical, organizational dan human yang
telibat dalam suatu tugas.
Menurut Mathiassen (2000, p178) terdapat 12 jenis kriteria software : 1. Usable: kemampuan sistem untuk beradapatasi dengan situasi organisasi, tugas dan hal – hal teknis. 2. Secure: kemampuan untuk melakukan pencegahan terhadap akses yang tidak berwenang. 3. Efficient : penggunaan secara ekonomis terhadap fasilitas technical platform. 4. Correct: sesuai dengan kebutuhan. 5. Reliable: ketepatan dalam melakukan suatu fungsi. 6. Maintainable: kemampuan untuk perbaikan sistem yang rusak. 7. Testable: penempatan biaya untuk memastikan sistem bekerja sesuai dengan yang diinginkan. 8. Flexible: kemampuan untuk modifikasi sistem yang berjalan. 9. Comprehensible: usaha yang diperlukan untuk memperoleh pengertian akan suatu sistem.
81 10. Reusable: potensi untuk menggunakan sistem pada bagian sistem lain yang saling berhubungan. 11. Portable: kemampuan sistem untuk dapat dipindahkan ke technical platform yang lain. 12. Interoperable: kemampuan untuk merangkai sistem ke dalam sistem yang lain.
Selain kriteria – kriteria diatas, menurut Mathiassen (2000, p184), terdapat pula kondisi – kondisi yang harus diperhitungkan : •
Technical
Adalah perangkat keras yang tersedia, perangkat lunak dasar dan sistem; menggunakan kembali bahan – bahan dan komponen – komponen yang telah ada; menggunakan komponen standar yang dapat dibeli. •
Organizational
Adalah perjanjian kontrak; rencana pengembangan dan pembagian kerja antara pengembang. •
Human
Adalah kemampuan untuk mendesain; pengalaman dengan sistem yang serupa; pengalaman dengan technical platform.
b. Component
Sebuah component architecture adalah pandangan sistem structural yang membedakan sistem concern. Sebuah component architecture yang baik membuat sebuah sistem lebih mudah untuk dimengerti, mengatur desain kerja dan
82 merefleksikan stabilitas dari konteks sistem. Juga mengubah design task ke dalam beberapa task yang lebih mudah. Menurut Mathiassen (2000, p189), Component architecture adalah sebuah struktur sistem dari components yang saling berhubungan untuk menentukan keseluruhan struktur system. Bagian program yang menyusun classes disebut component-kumpulan dari bagian sistem yang membentuk keseluruhan dan memiliki
tanggung jawab yang jelas. Tujuan utama dari component architecture adalah agar kedua hal tersebut lengkap dan fleksibel. Berikut beberapa pattern umum yang dapat digunakan secara kreatif mendesain sebuah component architecture: •
the layered architecture pattern
•
the generic architecture pattern
•
the client-server architecture pattern
Gambar 3.23 Contoh component architecture
83 c. Process
Menurut Mathiassen (2000, p209), tujuan process adalah untuk mendefinisikan struktur program secara fisik. Process activity dibuat berdasarkan 2 level abstraksi. Yang pertama, level
kseluruhan dimana kita mendefinisikan distibusi program component dari prosesor sistem yang ada. Kedua level yang berhubungan dengan proses yang membangun kolaborasi diantara objek yang ada ketika dijalankan. Process activity akan cepat selesai apabila kita membuat system administrative yang berdiri sendiri. Meskipun begitu, kerumitan dari process architecture meningkat secara signifikan untuk memonitor dan mengontrol sistem, sistem dengan interaksi yang dekat dengan sistem yang lain. Process activity menghasilkan deployment diagram yang menjelaskan
distribusi dan kolaborasi program component dan active objects pada prosesor. Sebagai tambahan anda mungkin memiliki spesifikasi yang lebih detail untuk mengkoordinasikan resource sharing.
84
Gambar 3.24 Contoh deployment diagram
Menurut Mathiassen (2000, p215-218) terdapat 3 distribution pattern, yaitu: •
The centralize pattern, solusi termudah untuk permasalahan distribusi adalah untuk mendistribusikan sedikit mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan menjaga semua data pada satu central server dan memiliki client hanya untuk mengatur user interface. Beberapa keuntungan untuk proses arsitektur ini, yaitu dapat
mengimplementasikannya dengan client dengan cukup terjangkau. Semua data konsisten karena berada di satu tempat, struktur berbentuk simple untuk dimengerti dan diimplementasikan, dan network traffic moderate. Kerugiannya adalah low level robustness. Access time akan tinggi karena mengaktivasikan setiap client function mencakup pertukaran dengan server. Data hanya ada di satu tempat, sehingga design tidak memfasilitasi backup.
85 •
The distribute pattern, design yang berlawanan dengan centralized pattern. Disini, semua didstribusikan ke client dan server hanya untuk mem-broadcast model update diantara client. Keuntungan dari architecture ini adalah
rendahnya waktu akses; robustness dapat dimaksimalkan, banyak backup. Kelemahannya adalah jumlah dari data yang sama dan yang lebih bermasalahpotensial ketidak-konsistenan data dari client yang berbeda. Kebutuhan teknikal client yang tinggi dan architecture yang lebih rumit dan sulit dimengerti dan diimplementasikan. •
The decentralize pattern, berada di antara kedua pattern di atas. Idenya adalah agar client memiliki data mereka sendiri, sehingga hanya data umum yang ada pada client di luar server. Structural design dari client dan server sama. Isinya yang berbeda. Keuntungannya adalah konsistensi network load rendah, access time low. Kerugiannya adalah semua prosesor harus mampu untuk
menjalankan function yang rumit dan menjaga model yang besar, peningkatan biaya hardware, tidak adanya fasilitas build-in backup.
3.10.3.6 Component Design
Menurut Mathiassen (2000, p231), tujuan component design adalah untuk menetapkan sebuah implementasi pada sebuah architectural framework. Aktivitas pada component design adalah : 1. Model component
Menurut Mathiassen (2000, p235), model component adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan problem domain model.
86 2. Function component
Tujuan function component menurut Mathiassen (2000, p252) adalah untuk menetapkan functions implementation. Function implementation adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan persyaratan functions. 3. Connecting component
Tujuan dari connecting components menurut Mathiassen (2000, p271) adalah untuk menggabungkan system components.
Gambar 3.25 Contoh revised class diagram
87 3.11
Unified Modelling Language (UML)
Pada tahun 1989 sampai dengan 1994, jumlah metodologi berorientasi objek selalu bertambah terus. Banyak user yang menggunakan metodologi-metodologi tersebut mendapat kesulitan untuk mencari bahasa pemodelan yang sesuai. Kemudian muncul beberapa metodologi generasi baru yang lengkap, tetapi masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihan. Pada pertengahan 1990an, Grady Booch (Rational Software Corp), Ivar Jacobson (Objectory) dan James Rumbaugh (General Electric) bergabung untuk menyatukan metodologi mereka.
UML merupakan standar bahasa untuk membuat rancangan software (Booch, Rumbaugh, Jacobson, 1999, p14-16). UML merupakan bahasa untuk:
•
Visualizing : beberapa hal baik untuk dimodel secara tekstual, tetapi beberapa hal
baik untuk dimodel secara grafikal. UML lebih dari sekedar sekelompok simbol grafis. Dibalik setiap notasi UML merupakan suatu semantik yang didefinisikan dengan benar. •
Specifying : UML membahas spesifikasi dari analisis, design, dan implementasi yang
diperlukan dalam mengembangkan software. •
Constructing : UML bukan visual program tapi model-model yang terdapat di dalam
UML dapat dihubungkan dengan berbagai bahasa pemrograman. Dengan demikian UML memperbolehkan eksekusi secara langsung ke model, simulasi sistem dan intrumentation of running system.
•
Documenting : UML mencakup dokumentasi dari arsitektur sistem berserta semua
detailnya. UML menyediakan bahasa untuk menunjukkan kebutuhan sistem dan uji coba. UML juga menyediakan bahasa untuk permodelan perencanaan proyek.
88 UML diperuntukan untuk pemakaian sistem software yang intensif. UML banyak digunakan terutama untuk (Booch, Rumbaugh, Jacobson, 1999, p17) : •
Sistem informasi perusahaan
•
Layanan perbankan dan financial
•
Telekomunikasi
•
Transportasi
•
Pertahanaan / angkasa luar
•
Perdagangan
•
Alat-alat elektronik medis
3.12
Diagram dalam Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
Delapan diagram yang digunakan untuk menggambarkan empat tahapan atau aktivitas utama dalam analisis dan perancangan berorientasi object dengan metode Mathiassen yaitu : 1. Rich picture Rich picture berisi sebuah pandangan menyeluruh dari people, object process, structure, dan problem dalam system problem dan application domain. People dapat
berupa system developer, user, pelanggan, atau pemain lain. Object dapat berupa banyak benda seperti mesin, dokumen, lokasi, departemen, dan yang lainnya. Process menguraikan aspek dari sebuah situasi yang berubah, tidak stabil, atau di
bawah pengembangan. Secara grafik, process diilustrasikan dengan simbol panah. Structure menguraikan aspek dari sebuah situasi yang terlihat stabil atau sulit untuk
diubah. Secara grafik, structure diuraikan dalam satu dari dua cara: menggambar
89 garis antara elemen-elemen atau menempatkan elemen-elemen yang berhubungan dalam sebuah figur umum, seperti segi empat atau lingkaran. 2. Class Diagram Class Diagram berisi kesimpulan dari class dan hubungan strukturalnya yang
saling timbal balik. Class adalah uraian dari kumpulan object yang saling berbagi structure, behavioral pattern, dan attribute.
3. Statechart Diagram Statechart diagram berisi behavioral pattern yang sah untuk semua object dalam
sebuah class, diuraikan oleh state dan event yang berpartisipasi. Statechart diagram dapat juga menguraikan use case, yang transitionnya menyimbolkan action. State dapat berisi substate yang dapat dipisahkan atau bersama-sama. State transition dapat diperluas dengan menggunakan message sebaik spesifikasi dari action yang ditunjukkan pada state transition. 4. Use-case diagram Use-case adalah sebuah model untuk interaksi antara sistem dan actor dalam application domain. Use-case diagram berisi actor eksternal dalam sebuah system context, use case dimana sistem mendukung dan hubungan strukturalnya yang saling
timbal balik. Actor dan use case adalah dua elemen utama dalam deskripsi, yang dapat dihubungkan satu sama lain, karena itu menunjukkan bahwa sebuah actor yang diberikan berpartisipasi dalam sebuah use case yang diberikan. Setiap use case menentukan beberapa urutan yang penting dalam interaksi antara actor dan system, yang diuraikan secara rinci menggunakan use case specification atau statechart diagram.
90 5. Sequence diagram Sequence Diagram berisi interaksi dari waktu ke waktu antara kumpulan objek.
Penekanan utama dapat tepat waktu atau pada hubungan objek. Sequence Diagram dapat menggambarkan perincian tentang sebuah situasi dinamis, kompleks yang melibatkan beberapa dari banyak object yang dihasilkan dari class dalam class diagram. Dalam Sequence Diagram, poros horizontal menunjukkan object yang
berpartisipasi dan poros vertikal menggambarkan urutan waktu, dimana interaksi yang diekspresikan oleh pesan yang dikirim diantara object. Lifeline untuk object adalah sebuah bar, dengan object yang ditunjuk pada bagian atas. 6. Navigation diagram Navigation diagram berisi semua window user interface, dan hubungan
dinamisnya. Navigation diagram adalah sebuah statechart diagram khusus yang memfokuskan pada keseluruhan user interface yang dinamis. Sebuah window digambarkan sebagai sebuah state. State tersebut memiliki nama dan mengandung icon (sebuah miniatur window). State transition menghubungkan ke sebuah switch
antara dua window. Karena navigation diagram secara khusus mengandung hanya window-window dan tidak ada state form yang lain, perincian ini secara khusus
menjadi berlebihan. Dalam sebuah state transition, action yang user harus tunjukkan diindikasikan dalam window untuk mengaktifkan transition tersebut. 7. Component diagram Component adalah sekumpulan dari bagian program yang mewakili keseluruhan
dan memiliki tanggung jawab yang dirumuskan dengan baik. Component architecture adalah sebuah struktur sistem yang disusun dari komponen yang saling
berhubungan.
91 8. Deployment diagram Deployment Diagram berisi komponen system program, external device, dan
sebuah struktural timbal baliknya. Deployment Diagram menguraikan sebuah konfigurasi sistem dalam bentuk processor dan object yang dihubungkan ke processor. Processor adalah sebuah unit yang dapat menunjukkan proses. Ketika
membicarakan tentang konfigurasi konkrit, processor digambarkan sebagai object. External device adalah stereotype khusus dari sebuah processor. Program component adalah sebuah komponen yang berhubungan yang menawarkan fasilitas
yang pasti ke komponen lain dan dilukiskan oleh sebuah interface yang dibuat dari class dan operation yang diimplementasikan. Processor dapat mengandung program component. Processor dan program component adalah objectnya sendiri dan dapat
mengandung object lain. Karena itu, digunakan notasi untuk object dalam deployment diagram.
3.13
Keunggulan dan Kelemahan Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
3.13.1 Keunggulan Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
Terdapat dua kemampuan sistem berorientasi objek (McLeod, 2001, p613-614) yaitu: 1. Reusability Kemampuan untuk menggunakan kembali pengetahuan dan kode program yang ada, dapat menghasilkan keunggulan saat suatu sistem baru dikembangkan atau sistem yang ada dipelihara atau direkayasa ulang. Setelah suatu objek diciptakan, ia dapat digunakan kembali, mungkin hanya dengan modifikasi kecil di sistem lain. Ini
92 berarti biaya pengembangan yang ditanamkan di satu proyek dapat memberikan keuntungan bagi proyek-proyek lain. 2. Interoperability Kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai aplikasi dari beberapa sumber, seperti program yang dikembangkan sendiri dan perangkat lunak jadi, serta menjalankan aplikasi-aplikasi ini di berbagai platform perangkat keras. Reusability dan interoperability menghasilkan empat keunggulan kuat (McLeod,
2001, p614-615) yaitu: -
Peningkatan kecepatan pembangunan, karena sistem dirancang seperti dunia nyata melihatnya.
-
Pengurangan biaya pengembangan, karena pengembangan lebih cepat.
-
Kode berkualitas tinggi memberikan keandalan lebih besar dan ketangguhan yang lebih dibandingkan yang biasa ditemukan dalam sistem berorientasi proses.
-
Pengurangan biaya pemeliharaan dan rekayasa ulang sistem, karena kode yang berkualitas tinggi dan kemampuan pemakaian kembali.
3.13.2 Kelemahan Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
Beberapa kelemahan dari sistem berorientasi objek (McLeod, 2001, p615) adalah: -
Diperlukan waktu lama untuk memperoleh pengalaman pengembangan.
-
Kesulitan metodologi untuk menjelaskan sistem bisnis yang rumit.
-
Kurangnya pilihan peralatan pengembangan yang khusus disesuaikan untuk sistem bisnis.