BAB 3 LANDASAN TEORI
3.1 Metode Infernsial Bayes Metode Bayes memberikan cara yang mendasar dalam memasukkan informasi eksternal ke dalam proses analisa data. Proses ini diawali dengan distribusi probabilitas yang sudah ada diberikan untuk himpunan data yang dianalisa. Karena distribusi diberikan sebelum ada data yang dipertimbangkan, sehingga disebut distribusi priori. Himpunan data baru menjadikan distribusi priori ini menjadi distribusi posterior. Perubahan yang terjadi dari priori ke posterior merujuk pada Teorema Bayes. Teorema Bayes merupakan latar belakang teoritis untuk pendekatan statistik terhadap masalah pengambilan kesimpulan induktif. Penulis akan terlebih dahulu menjelaskan konsep-konsep dasar yang didefinisikan dalam Teorema Bayes dan kemudian menggunakan teorema ini dalam penjelasan tentang Proses Klasifikasi Bayes Naif, atau Klasifikator Bayes Sederhana. Misalkan x adalah sampel data yang label kelasnya tidak diketahui. Misalkan H adalah hipotesa: sedemikian sehingga sampel data x termasuk dalam kelas khusus c. Penulis ingin menentukan P (H/x), probabilitas bahwa hipotesa H berlaku dengan diberikannya sampel data hasil pengamatan x. P (H/x) adalah probabilitas posterior yang menggambarkan keyakinan kita pada hipotesa setelah x diberikan. Sebaliknya, P (H) adalah probabilitas H sebelumnya untuk sesuatu sampel, terlepas dari bagaimana bentuk data dalam sampel. Probabilitas posterior P (H/x) didasarkan pada lebih banyak informasi daripada probabilitas priori P (H). Teorema Bayes memberikan cara menghitung probabilitas posterior P (H/x) dengan menggunakan probabilitas P (H), P (x) dan P (x/H). Hubungan dasar adalah P (H/x) = [P (x/H)(P (H)]/P (x)
(3.1)
Andaikan sekarang bahwa terdapat suatu himpunan dari m sampel S = {S1 , S2, . . . , Sm } ( himpunan data ) di mana setiap sampel Si digambarkan sebagai vektor dimensi-n 8 Universitas Sumatera Utara
9 {x1 , x2, . . . , xn }. Nilai xi bersesuaian dengan sifat-sifat A1 , A2, . . . , An . Juga, terdapat k kelas c1 , c2 , . . . , ck , dan setiap sampel termasuk ke dalam salah satu kelas ini. Diberikan sampel data tambahan x ( kelasnya tidak diketahui ), dimungkinkan memprediksi kelas untuk x dengan menggunakan probabilitas bersyarat tertinggi P (ct /x), di mana i = 1, . . . , k. Yaitu ide dasar dari klasifikator Bayes Naif. Probabilitas ini dihitung dengan menggunakan Teorema Bayes: P (ct /x) = [P (x/ci )(P (ci )]/P (x)
(3.2)
Karena P (x) adalah konstan untuk semua kelas, maka hanya perkalian P (x/ci )(P (ci ) yang perlu dimaksimalkan. Probabilitas priori dihitung dari kelas sebagai P (ci ) = jumlah sampel dari kelas ct /m, (m adalah jumlah total sampel). Karena penghitungan P (x/ci ) sangat kompleks, terutama untuk himpunan data besar, diajukanlah asumsi naif atas sifat saling lepas bersyarat. Dengan menggunakan asumsi ini, dapat dikatakan P (x/ci ) sebagai perkalian, yaitu: P (x/ci ) = [P (x/ci )(ct/m]/P (x)
(3.3)
di mana xt adalah nilai-nilai untuk sifat-sifat dalam sampel x. Probabilitas P (xt/ci ) dapat ditaksir dari himpunan data. Tabel di atas menunjukkan bahwa klasifikasi Tabel 3.1 Himpunan data untuk suatu pengklasifikasian penggunaan bayes Sampel A1 A2 A3 Kelas c 1 1 2 1 1 2 0 0 1 1 3 2 1 2 2 4 1 2 1 2 5 0 1 2 1 6 2 2 2 2 7 1 0 1 1
bayes adalah suatu proses yang perhitungannya untuk himpunan data besar. Himpunan data diberikan tujuh sampel empat dimensi (Tabel 1), diprediksi klasifikasi sampel baru x = {1, 2, 2, c}. Untuk masing-masing sampel, A1 , A2 dan A3 adalah dimensi input dan c adalah klasifikasi output. Dalam contoh, dimaksimalkan perkalian P (x/ci )(P (ci ) untuk i = 1, 2 karena hanya terdapat dua kelas. Pertama, dihitung probabilitas priori P (ci ) dari kelas: P (c = 1) = 4/7 = 0, 5714
Universitas Sumatera Utara
10 P (c = 2) = 3/7 = 0, 4286 Kedua, dihitung probabilitas bersyarat P (xt/ci ) untuk setiap nilai yang diberikan dalam sampel baru x = {1, 2, 2, c =?}, atau lebih tepatnya, x = {A1 = 1, A2 = 2, A3 = 2, c =?}) dengan menggunakan himpunan data tersebut diperoleh: P (A1 = 1/c = 1) = 2/4 = 0, 50 P (A1 = 1/c = 2) = 1/3 = 0, 33 P (A2 = 2/c = 1) = 1/4 = 0, 25 P (A2 = 2/c = 2) = 2/3 = 0, 66 P (A3 = 2/c = 1) = 1/4 = 0, 25 P (A3 = 2/c = 2) = 2/3 = 0, 66 Dari asumsi saling bebas bersyarat, probabilitas bersyarat P (x/ci ) akan menjadi: P (X/c = 1) = P (A1 = 1/c = 1)(P (A2 = 2/c = 1)(P (A3 = 2/c = 1) = (0, 50)(0, 25)(0, 25) = 0, 03125 P (x/c = 2) = P (A1 = 1/c = 2)(P (A2 = 2/c = 2)(P (A3 = 2/c = 2) = (0, 33)(0, 66)(0, 66) = 0, 14375 Dengan mengalikan probabilitas bersyarat ini dengan probabilitas priori, diperoleh nilai yang sebanding dengan P (ci /x) yang ditentukan, yaitu: P (c1 /x)(P (x/c = 1)(P (c = 1) = 0, 03125(0, 5714 = 0, 0179 P (c2 /x)(P (x/c = 2)(P (c = 2) = 0, 14375(0, 4286 = 0, 0616 Sehingga diperoleh: P (c2 /x) = max P (c1 /x), P (c2/x) = max 0, 0179, 0, 0616 = 0, 0616 Hasil akhir dari klasifikator Bayes, dapat diprediksi sampel baru x yang termasuk ke dalam kelas c = 2. Perkalian probabilitas untuk kelas P (x/c = 2)(P (c = 2) lebih tinggi, dan karena itu P (c = 2/x) lebih tinggi karena berbanding lurus dengan perkalian probabilitas hasil perhitungan.
Universitas Sumatera Utara
11 Dalam teori, klasifikator Bayes mempunyai angka error minimum dibandingkan dengan semua klasifikator lainnya yang dikembangkan dalam penambahan data. Akan tetapi, di dalam praktek tidak selalu demikian halnya karena ketidakakuratan dalam asumsi sifat-sifat dan saling bebas bersyarat.
3.2 Model SIR Standar Sebagai Model Epidemi Dengan mengingat kembali definisi model standar epidemik stokastik SIR (Suspectible-Infected-Recovery atau rentan-terinfeksi-pulih) populasi yang terdiri dari N individu, diasumsikan bercampur secara homogen.
Pada setiap waktu t ≥
0, setiap individu dalam populasi rentan, terinfeksi atau pulih, dengan jumlah dalam masing-masing kategori dinotasikan dengan S(t), I(t) dan R(t), sehingga S(t) + I(t) + R(t) = N. Pada waktu t = 0, populasi hanya mencakup yang terinfeksi dan rentan, sehingga S(0) ≥ 1, I(0) ≥ 1 dan R0 = 0. Setiap individu infektif tetap statusnya demikian selama suatu periode waktu yang disebut masa infeksi dan mempunyai distribusi sebarang tetapi dispesifikasi TI , sebelum menjadi pulih. Individu yang pulih tidak memegang peranan lebih lanjut dalam epidemi. Masa infeksi dari orang-orang yang berbeda diasumsikan saling lepas. Selama masa infeksinya, sewaktu-waktu orang yang terinfeksi mengalami kontak infeksi dengan setiap orang yang rentan mengalami titik-titik proses Poisson homogen dengan laju N , dengan saling lepas. Setiap kontak sedemikian menyebabkan yang rentan menjadi infektif. Karena jumlah pasangan rentan dan infektif pada waktu t ≥ 0 adalah S(t)I(t), maka laju infeksi secara keseluruhan pada waktu t adalah S(t)I(t)/N . Epidemi berakhir setelah tidak ada lagi tersisa orang yang infektif di dalam populasi.
3.3 Basic Reproduction Number Dalam teori epidemi, Basic Reproduction Number (R0 ) didefinisikan sebagai jumlah rata-rata infeksi baru yang disebabkan infektif tunggal dalam populasi rentan yang besar (Dietz, 1993). Kuantitas ini penting karena secara umum, pada populasi yang besar, penyebaran epidemi dalam ukuran besar dapat terjadi jika dan hanya jika R0 > 1. Bila R0 > 1 epidemi disebut berada di atas ambang batas. Pengetahuan tentang nilai R0 memungkinkan dapat dihitung proporsi dari suatu populasi yang harus divaksinasi untuk mencegah terjadinya epidemi. Baik definisi maupun
Universitas Sumatera Utara
12 penafsiran ambang batas R0 dijadikan secara tepat dengan memungkinkan ukuran populasi mendekati takberhingga, sehingga R0 pada pokoknya menjadi ukuran ratarata dari proses percabangan infeksi baru (Andersson dan Britton, 2000). Untuk model SIR standar didefinisikan, R0 = (E[T1]. 3.4 Data dan Notasi Pada perjangkitan epidemi yang menghasilkan sebanyak n yang pulih, di mana 1 ≤ n ≤ N. Pengambilan kesimpulan ditujukan pada parameter-parameter epidemi, dan khususnya R0 , dengan pengamatan atas proses pemulihan. Pengamatan lengkap atas proses epidemi, yaitu mengamati infeksi dan pemulihan. Andaikan bahwa epidemi dimulai dengan infeksi tunggal pada waktu i1 , sehingga (S(i1); I(i1); R(i1 )) = (N − 1; 1; 0). Infeksi selanjutnya terjadi pada waktu i2 ≤ i3 ≤ . . . ≤ in , di mana i2 ≤ i1, dan pemulihan terjadi pada waktu r1 ≤ r2 ≤ . . . ≤ rn . Andaikan bahwa masa pengamatan adalah [i1, rn ], sehingga diasumsikan bahwa epidemi secara keseluruhan diamati, dan didefinisikan ri = rn di mana r = (r1 , r2, . . . , rn ) dan i = (i2 , i3, . . . , in ). Masa infeksi dan pemulihan harus memenuhi ketaksamaan ik+1 ≤ rk untuk k = 1, 2, . . . , n − 1. Batasan ini menjamin agar jumlah infektif tidak mencapai nol sampai waktu pemulihan berakhir, rn . Untuk r tertentu definisikan Er merupakan himpunan semua masa infeksi (i1, i) yang memenuhi ik ≤ ik+1 ≤ rk untuk k = 1, 2, . . . , n − 1. Dengan demikian Er memuat semua konfigurasi masa infeksi yang mungkin untuk himpunan masa pemulihan r.
3.5 Ratio Distribusi Gamma Saling Lepas Bhoj dan Schiefermayr (2001) menotasikan Γ(a, b) variabel acak Gamma dengan parameter bentuk dan skala masing-masing a dan b yaitu, dengan mean dan variansi a/b dan a/b2. Misalkan x ∼ Γ(a, b) dan y ∼ Γ(c, d) saling bebas, dan W = x/y. Dimana W mempunyai distribusi-F dengan fungsi kepadatan probabili-
Universitas Sumatera Utara
13 tas yang diberikan oleh: a Γ(a + c) b Fw (w) = d Γ(a)Γ(c) dan
E Wk =
wa−1 a+c ; w > 0 bw + 1 d
k Γ(a + k)Γ(c − k) d , k = 1, 2, . . . , [c] b Γ(a)Γ(c)
di mana |c| menotasikan bilangan bulat terbesar yang lebih kecil dari atau sama dengan c. Lebih jauh lagi, W mempunyai mode 0 ∨ d(a − 1)/b(c + 1), di mana ∨ menotasikan maksimum, dan fungsi distribusi: a Γ(a + c) wa b Fw (w) = F1 (a + c, a; a + 1; −bw/d) , w > 0 d Γ(a)Γ(c) a2
(3.4)
di mana p Fq (n1, . . . , np ; m1, . . . , mq ; x) menotasikan fungsi hipergeometrik yang didefinisikan dengan: ∞ X xk (n1)k (n2 )k ...(np)k p Fq (n1 , ..., np; m1 , ..., mq; x) = k! (m1)k (m2 )k ...(mq)k k=0
di mana (x)0 = 1 dan untuk k = 1, 2, . . . , (x)k = (x)(x + 1) . . . (x + k − 1). 3.6 Masa Infeksi Eksponensial Andaikan bahwa distribusi masa infeksi adalah eksponensial dengan mean E[T1] = γ −1 . Model ini sering dikenal sebagai epidemi stokastik umum, dan merupakan model epidemi stokastik SIR yang paling banyak dikaji. Model ini juga merupakan analog dari model epidemi SIR deterministik, yang didefinisikan dalam bentuk persamaan diferensial (Bailey,1975), yang merupakan komponen dari banyak model epidemi deterministik.
3.7 Likelihood Likelihood masa infeksi dan masa pemulihan dengan parameter-parameter model β, γ dan i1 dinyatakan dengan: n Q
!
n Q
βN −1 S(ij −)I(ij −) I(rj − π(i, r|β, γ, i1) = j=2 j=1 R t × exp − t1 βN −1 (t)I(t) + γI(t)dt l{(i1,j)∈Er }
! (3.5)
Universitas Sumatera Utara
14 di mana S(t−) = lims↑t S(s), sesuai dengan penelitian ONeill dan Roberts (1999). 3.8 Distribusi Priori Parameter Andaikan bahwa β dan γ, secara apriori, saling bebas dan masing-masing berdistribusi Γ(mβ , λβ ) dan Γ(mγ , λγ ). Pilihan distribusi dalam bentuk inferensi Bayes karena konjugasi (ONeill dan Roberts,1999). Fleksibilitas distribusi Gamma digunakan dalam sebagai distribusi untuk laju parameter dalam model epidemi (Auranen et al.,2000; Cauchemez et al.,2004; Streftaris dan Gibson, 2004). Karena R0 = β/γ, mengaplikasikan hasil pada Bagian (3.4) dihasilkan R0 mempunyai kepadatan: m −1 Γ(mβ + mγ ) R0 β λβ mβ , R0 > 0, f(R0 ) = λγ Γ(mβ )Γ(mγ ) λβ R0 + 1 m + m β γ λγ dan mean, modus dan variansi diberikan oleh: mβ λγ λγ (mβ − 1) ∨ 0, , mode(R0 ) = (mγ − 1)λβ λβ (mγ + 1) 2 mβ (mβ + mγ − 1) λγ var[R0 ] = (mγ − 1)2 (mγ − 2) λβ
E[R0 ] =
di mana distribusi Γ(m, λ) yang non informatif diberikan, (m, λ) = (1, ε) atau (m, λ) = (ε, ε) di mana ε suatu bilangan positip kecil, atau nol. Jika mγ ≤ 1 maka R0 mempunyai mean takberhingga a priori, dan jika mγ ≤ 2 maka R0 mempunyai variansi takberhingga. Dengan kata lain, nilai sebelumnya yang tak jelas atas β dan γ menghasilkan nilai sebelumnya yang tak jelas untuk R0 . Seperti yang telah disebutkan dalam Bagian (3.3), dipertanyaan apakah R0 > 1 penting. Andaikan sekarang bahwa β dan γ diberikan distribusi sebelumnya yang sama, sehingga m = mβ = mγ , λ = λβ = λγ ; dalam kasus yang umum m = 1, λ suatu bilangan positip kecil. Dengan demikian diperoleh E(R0 ) > 1. Ini menunjukkan perlunya kehati-hatian dalam menggunakan mean posterior dari R0 sebagai satu-satunya cara menilai apakah epidemi di atas ambang batas atau tidak. Akan tetapi, juga ada kasus bahwa P (R0 > 1) = 0, 5, sehingga a priori epidemi sama kemungkinannya di atas atau di bawah ambang batas. Tentu saja, mean posterior dari R0 tetap penting. Pertama, pengetahuan tentang R0 penting untuk
Universitas Sumatera Utara
15 menginformasikan ukuran dari epidemi yang memberikan indikasi alami tentang seberapa cepat epidemi menyebar. Kedua, pengetahuan tentang R0 penting untuk menginformasikan ukuran kontrol misalnya cakupan vaksinasi minimum yang dibutuhkan untuk mencegah epidemi merupakan fungsi dari R0 dan juga pengetahuan tentang mean posterior dari R0 berguna dalam menentukan bagaimana ukuran kontrol sedemikian harus diimplementasikan. 3.9 Distribusi Posterior Parameter Dengan Teorema Bayes, kepadatan posterior gabungan dari β dan γ diketahui i, r dan i1 dengan π(β, γ?i, r, i1)απ(i, r?β, γ, ii)π(β)π(γ). Karena itu dari diperoleh: π(β?i, r, i1) ∼ Γ(n + mβ − 1, λβ + N −1 ξSI )
(3.6)
π(γ?i, r, i1) ∼ Γ(n + mγ , λγ + ξI )
(3.7)
di mana, ξI =
Z
t
I(t)dt, ξSI = i1
Z
t
S(t)I(t)dt, i1
Seperti yang dikemukakan oleh ONeill dan Roberts (1999). Selain itu, kepadatan posterior dari β dan γ saling lepas, dengan demikian distribusi dari R0 dengan diketahui i, r dan i1 adalah ratio dari dua variabel acak Gamma yang saling lepas. Karena itu, π (R0 |i, r, i1) =
λβ +N −1 ξSI λγ +ξI
n+mβ −1 n+m −2
×
β R0 Γ(2n+mβ +mγ −1) 2n+m +mγ −1 , R0 β Γ(n+mβ −1)Γ(n+mγ ) λβ N −1 ξSI R0 +1 λ +ξ γ
(3.8)
> 0,
I
λγ + ξI n + mβ − 1 E[R0 |i, r, i1] n + mγ − 1 λβ + N −1 ξSI λγ + ξI n + mβ − 2 Mode E[R0 |i, r, i1] = ∨0 n + mγ − 1 λβ + N −1 ξSI
(3.9) (3.10)
dan untuk n + mγ > 2, (2n + mβ + mγ − 2)(n + mβ − 1) var[R0|i, r, i1] = (n + mγ − 1)2 (n + mγ − 2)
λγ + ξI λβ + N −1 ξSI
2
(3.11)
Dari (3.8) kepadatan posterior dari R0 tergantung pada masa infeksi dan masa pemulihan melalui kuantitas (λγ + ξt )/(λβ + N −1 ξSI ). Ini sesuai dengan estimator
Universitas Sumatera Utara
16 atas R0 diberikan oleh ratio estimator likelihood maksimum dari β dan γ dengan ˆ 0 = N(n − 1)ξt /nξSI (Andersson dan Britton, 2000). i1 , i dan r, yaitu R Karena S(t) ≤ N −1 untuk i1 < 1 ≤ τ , maka diperoleh ξSI ≤ (N − 1)ξI < NξI ketaksamaan mengharuskan i1 < τ , yang diasumsikan benar. Berdasarkan (3.9) jika distribusi sebelumnya dari β dan γ identik maka E[R0 |i, r, i1] > (n+m−2)(n+m+1), ˆ 0 memenuhi R ˆ 0 > (n − 1)/n. di mana m = mβ = mγ , sementara estimator R 3.10 Model Epidemi Model epidemi dapat digunakan untuk mengkaji dampak infeksi di dalam populasi. Model ini sering melibatkan parameter-parameter yang tidak diketahui dengan pasti. Anderson dan May (1979) meneliti model SIRS dengan berbagai mekanisme antara kelas-kelas populasi, tetapi dengan mengasumsikan total populasi konstan yaitu dengan mengasumsikan tidak ada kematian dalam populasi atau jumlah kelahiran orang yang rentan setara dengan jumlah kematian dari seluruh kelas populasi. Penelitiannya membahas penggunaan pemodelan pada berbagai jenis penyakit, termasuk campak, cacar air dan tetanus. Hethcote (1976) meneliti berbagai model antara kelas-kelas populasi dan interaksinya yang merupakan himpunan bagian dari model SEIRS. Asumsi pada model epidemi SIR deterministik adalah jumlah populasi N berukuran tetap (konstan), laju kelahiran dan kematian sama, semua populasi yang baru lahir adalah individu yang rentan. Model epidemi SIR dinyatakan sebagai berikut: Model SIR ini mengasumsikan total populasi konstan n = s + i + r. Karena menentukan populasi yang sembuh dari r = n − s − i, maka hanya membutuhkan keseimbangan populasi atas kelas rentan dan kelas terinfeksi, dan masalah ini dinotasikan dengan: ds = −βsi + γr = −βsi + γ(n − s − i) dt Suku pertama ruas kanan kehilangan individu yang rentan karena infeksi yaitu peralihan dari kelas rentan ke kelas terinfeksi, dan suku kedua pertambahan individu yang rentan disebabkan kehilangan kekebalan yaitu peralihan dari kelas pulih ke kelas rentan. Masalah ini dinotasikan dengan: di = βsi − vi dt
Universitas Sumatera Utara
17 di mana suku kedua ruas kanan menyatakan peralihan dari kelas terinfeksi ke kelas pulih.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Metode Inferensi Bayes Inferensi Bayes adalah kesimpulan statistik, dimana bukti atau observasi yang digunakan untuk memperbaharui atau membuat probabilitas kesimpulan baru dengan hipotesis yang mungkin benar. Teorema Bayes dicetuskan oleh Thomas Bayes. Nama Bayesian digunakan karena teorema Bayes sering digunakan dalam proses pengambilan kesimpulan. Persamaan umum teorena Bayes adalah: p(H0 \E) = p(E\H0 )p(H0 )]/p(E). Dimana metode inferensi H0 merepresentasikan suatu hipotesis, yaitu hipotesis null yang disimpulkan sebelum bukti yang baru dengan dipenuhinya E; p(H0 ) adalah probabilitas priori (priori probability) dari H0 ; p(E\H0 ) adalah probabilitas bersyarat (conditional probability) dari bukti E yang diberikan, bahwa hipotesis H0 adalah benar, ini disebut dengan fungsi likelihood yang diekspresikan dengan fungsi dari H0 yang memenuhi E; p(E) disebut sebagai probabilitas marginal (marginal probability) dari E yang dapat dihitung dari jumlah perkalian antara probabilitas masing-masing hipotesa dengan probabilitas bersyarat, yaitu jumlah p(E\H0 )p(H0 ); dan p(H0 \E) adalah probabilitas posteriori (posteriori probability) dari H0 yang diberikan E. 4.2 Pembatasan Mean Posterior dari R0 Diasumsikan bahwa waktu awal epidemi i1, juga diketahui tetapi asumsi ini diperlonggar kemudian. Tanpa kehilangan keumuman, ditetapkan i1 = 0. Dalam menghitung batas-batas untuk mean posterior R0 . Pertama sekali bahwa, min E[R0 |i, r, i1 ] 6 E[ R0 |r, i1] 6 max E[R0 |i, r, i1], i
i
dengan demikian diperoleh batas-batas meminimalkan atau memaksimalkan (3.9) atas semua masa infeksi yang mungkin i. Hal ini ekuivalen dengan minimisasi atau maksimisasi fungsi h(i) yang didefinisikan dengan r yang diketahui, dan i1 = 0)
18 Universitas Sumatera Utara
19 sehingga, h(i) =
λγ + ξI λβ + N −1 ξSI
(4.1)
Ternyata, maksimisasi h(i) didefenisikan pada sebagian kasus, adalah sebagai berikut: Untuk i1 ≤ t ≤ τ kita peroleh S(t) ≥ N n, sehingga ξSI ≥ (N −n)ξt , karenanya, h(i) =
λγ + ξI λβ + ((N − n)/N )ξI
(4.2)
menunjukkan bahwa ruas kanan tidak naik dalam ξt jika dan hanya jika (λβ /λγ ) ≥ (N − n)/N. Sekarang Ξt termaksimalkan bila semua infeksi terjadi pada waktu i1 = P 0, di mana dalam kasus ini ξt = nk=1 rk . Karena itu, untuk (λβ /λγ ) ≥ (N − n)/N, P λγ + nk=1 rk P (4.3) h(i) = λβ + ((N − n)/N ) nk=1 rk dan batas ini dicapai dalam i2 = i3 = . . . = in = 0. Untuk perhitungan, di mana ik+1 = rk untuk k = 1, 2, . . . , n − 1, akan memberikan nilai minimal dari h(i), setidaknya bila λβ = λγ = 0 yang bersesuaian dengan distribusi sebelumnya yang tidak jelas. Contoh kontra eksplisit dibawah ini: N = 11; n = 7; r = (3, 4, 5, 6, 7, 8, 11); λβ = λγ = 0. Dalam kasus ini masa infeksi i = (3, 4, 5, 6, 7, 8), h(i) = 11 = 7. Jika sebagai gantinya diambil i = (1, 2, 5, 6, 7, 8) maka ditemukan bahwa h(i) = 165 = 106 < 11 = 7. Contoh ini juga menunjukkan bahwa vektor-masa-infeksi minimal tergantung pada masa epidemi, karena proses meminimalkan ratio penting untuk 0 ≤ t ≤ 3. Untuk menentukan nilai minimal dari h(i), ada baiknya mula-mula dinyatakan integral ξt dan ξSI dalam bentuk masa pembersihan dan masa infeksi, yaitu: ξI =
n X
(rk − ik )
k=1
Dengan mendefinisikan in+1 = in+2 = . . . = iN = ∞, seperti ditunjukkan (Neal dan Roberts, 2005) bahwa: ξSI =
N n X X
(rk ∧ ij − ik ∧ ij )
(4.4)
k=1 j=1
Universitas Sumatera Utara
20 di mana penggunaan ∧ untuk menotasikan minimum. Dengan mengingat ik ≤ ik+1 ≤ rk untuk k = 1, 2, . . . , n − 1 dan menggunakan fakta ik = ∞ untuk k ≥ n + 1, Persamaan (4.4) dapat ditulis sebagai berikut: ξSI =
n P n P
=
k=1 j=1 n n−1 P P k+1 P
=
j=1 n P
−
j=1 n P
=
k=1 n P
ij +
k=1
n P
rk ∧ ij +
(N − n)rk −
k=1 n−2 P
ij +
k=1 j=1 n P
i j − i1 +
n P
n P n P k=1 j=1 n P
rk ∧ ij +
k=1 j=k+2
(n − j + 1)ij +
k=1
(n − j + 1)ij −
n P
n−2 P
n P
k=1
k=1 n P
n P N P
ik
k=1 j=1
(N − n)rk −
n P n P
ij −
k=1 k=j
rk ∧ ij +
k=1 j=k+2
n P
n P
(N − k)ik
k=1
(N − n)rk
k=1
(N − n)ik
k=1
(N − n)rk +
ij −
(k + 1 − N )ik +
n−2 P
n P
rk ∧ ij
k=1 j=k+2
karena i1 = 0. Dengan demikian dalam definisi persamaan (4.1) dari h(i), pembilang adalah fungsi affine dari masa infeksi i, sementara penyebut adalah fungsi affine dari i bersama-sama dengan himpunan variabel {rk ∧ ij : k = 1, 2, . . . , n − 2, j = k + 2, k + 3+, . . . , n}. Untuk meminimalkan h(i), maka dapat dinyatakan h(i, a) = P P λγ + nk=1 rk nk=1 ik P P P Pn λβ + ((N − n)/N) nk=1 rk + (1/N )( nk=1 (k + 1 − N )ik + n−2 k=1 j=k+2 akj ) (4.5) di mana a = {akj : k = 1, 2, . . . , n − 2, j = k + 2, k + 3, . . . , n}. Dengan memperhatikan fraksional linier dapatlah dinyatakan: [LFP]: Minimalkan h(i, a) dengan batasan, ik 6 ik+1 , k = 1, 2, . . . , n − 1, ik+1 6 rk , k = 1, 2, . . . , n − 1, akj 6 rk , k = 1, 2, . . . , n − 2, j = k + 2, . . . , n akj 6 ij , k = 1, 2, . . . , n − 2, j = k + 2, . . . , n
(4.6)
dimana i, a memenuhi batasan (4.6) dan sedemikian sehingga akj < rk ∨ tj untuk setiap k, j. Kemudian dari bentuk ruas kanan (4.5) tampak jelas bahwa dapat direduksi nilai h tanpa melanggar salah satu batasan (4.6) dengan meningkatkan akj hingga rk ∧ ij dan i tidak berubah. Karenanya minimum dalam [LFP] haruslah dicapai untuk suatu i, a yang memenuhi akj = rk ∧ ij untuk semua k, j, dan karena itu memberikan minimum h(i) yang didefinisikan oleh (4.1). Sebelum menyelesaikan [LFP], nilai minimal dari h(i) dicapai untuk suatu i dengan ik ∈ A = {i1, r1, r2 , . . . , rn−1 } untuk k = 2, 3, . . . , n. Program fraksional
Universitas Sumatera Utara
21 linear diketahui mencapai nilai minimalnya pada suatu vertex dari daerah layak. Himpunan masa-masa infeksi i dengan ik 6∈ A untuk k ∈ {2, 3, . . . , n}, dan ambil akj = rk ∧ ij untuk semua k, j. Ambil m = min{k : ik 6∈ A}, dan l = max{k : ik = im }. Tetap q = im−1 ∨ max{rk : rk < im } dan p = il+1 ∧ min{rk : im < rk } dengan konvensi bahwa in+1 = ∞. Himpunan masa infeksi i, i didefenisikan sebagai berikut: ik = ik untuk 2 ≤ k ≤ m1; ik = q untuk m ≤ k ≤ l; ik = ik untuk l + 1 ≤ k ≤ n. ik = ik untuk 2 ≤ k ≤ m1; ik = p untuk m ≤ k ≤ l; ik = ik untuk l + 1 ≤ k ≤ n. Dengan demikian diperoleh i 6= i dan i = λi + (1λ)i untuk suatu λ sedemikian hingga 0 < λ < 1 (ternyata, λ = (pim )/(pq). Lebih jauh, dengan menetapkan akj = rk ∧ ij dan akj = rk ∧ ij juga diperoleh a = λa + (1λ)a. Karenanya setiap himpunan masa-masa infeksi dengan ik 6∈ A untuk suatu k bersama-sama dengan nilai akj terkait tidak bisa berada pada suatu vertex dari daerah layak, sehingga minimum [LFP] haruslah dicapai dengan ik ∈ A untuk semua k. Dimungkinkan bahwa untuk setiap nilai λβ , λγ nilai maksimum dari h(i) dicapai dengan ik ∈ A untuk semua k dengan menggunakan model yang berbeda dengan pernyataan langsung yang digunakan sebelumnya berdasarkan syarat bahwa (λβ /λγ ) ≥ (N − n)/N. Pada pokoknya, h(i) dapat dibuktikan konveks semu, dari mana diperoleh dan maksimumnya dicapai pada vertex dari daerah layak. Ada berbagai metode untuk menyelesaikan program fraksional linier. Menurut Charnes dan Cooper (1962) dalam mentransformasikan masalah menjadi masalah linear programming, yang diselesaikan dengan menggunakan metode simplex. Den P ngan memperhatikan masalah berikut: [LP]: Minimalkan g(c, b, t) = (λγ + rk )t − n P
k=1
ck dengan batasan
k=1
λβ + (1 − (n/N))
n P
rk t + (1/N )
k=1
n P
(k + 1 − N )ck
k=1
n−2 P
n P
bkj
!
=1
k=1 j=k+2
c1 = 0 ck ≤ ck+1 , k = 1, 2, . . . , n − 1, ck+1 ≤ rkt , k = 1, 2, . . . , n − 1, bkj ≤ rkt , k = 1, 2, . . . , n − 2, j = k + 2, . . . , n bkj ≤ cj , k = 1, 2, . . . , n − 2, j = k + 2, . . . , n
Universitas Sumatera Utara
22 t ≥ 0, bkj ≤ 0, k = 1, 2, . . . , n − 2, j = k + 2, . . . , n Dengan menotasikan cmin , bmin, tmin , nilai dari c, b, t minimum dari [LP] dicapai, maka nilai minimum dari h(i) dicapai pada i = cmin /tmin oleh g(cmin , bmin , tmin)/tmin . 4.3 Batas-batas Bila Masa Infeksi Awal Tidak Diamati Diasumsikan bahwa masa infeksi awal i1 diketahui, dan menetapkan waktu awal dengan mengambil i1 = 0. Dalam prakteknya ada kemungkinan bahwa kejadian infeksi awal tidak akan diamati. Dengan demikian membolehkan i1 mengambil setiap nilai, dan mengupayakan batas untuk h(i1, i) dengan asumsi-asumsi. Dalam sebagian besar aplikasi, untuk i1 akan tersedia, dan karenanya batas yang ditetapkan sifatnya konservatif. Analisanya tidak memperhitungkan pengaruh dari kepadatan sebelumnya pada i1 , yang menurut (3.5) dibutuhkan untuk menaksir E[R0?r] itu sendiri (ONeill dan Roberts, 1999). Batas atas (4.3) tetap sah, kecuali setiap masa pemulihan rk diganti dengan rk i1. Jika (N − n)λγ ≤ Nλi1 maka (4.3) mengimplikasikan bahwa h(i1, i) ≤ N/(N − n), dan batas ini dicapai apabila i1 → −∞ dengan i2 = i3 = . . . = in = i1. Untuk batas bawah, S(t) ≤ N −1 pada interval (i1 , τ ), sehingga ξSI ≤ (N −1)ξt dan karenanya, h (i1 , i) > =
N N −1
+
λγ +ξI λβ +((N −n)/N )ξI λγ −(N/(N −1))λβ λβ +((N −n)/N )ξI
Untuk (N − I)λγ ≥ Nλβ ini mengimplikasikan bahwa h(i1 , i) ≥ N/(N − 1), dan batas bawah ini dicapai apabila i1 → −∞ dengan i2, i3 , . . . , in tetap. Batas-batas ini tidak tergantung pada masa pemulihan yang diamati. Batas atas hanya tergantung pada ukuran akhir n dari epidemi, sementara batas bawah tergantung hanya pada ukuran jumlah total populasi N. Pada masalah non informatif λβ = λγ = 0, mβ = mγ = 1, diperoleh: N N 6 E[R0—r] 6 N −1 N −n Dinyatakan selalu mempunyai E[R0|r] > 1, jika hanya satu pemulihan diamati, karenanya n = 1, maka E[R0 |r] = N/(N − 1).
Universitas Sumatera Utara
23 4.4 Batas-batas Distribusi Dari persamaan (3.11), tampak jelas bahwa pembatasan ratio integral h(i) memungkinkan dapat membatasi bukan hanya mean posterior dari R0 , tetapi juga variansi posterior. Distribusi posterior keseluruhan dari R0 dalam artian pengurutan ratio likelihood dari distribusi-distribusi dibatasi. Kepadatan posterior dari R0 tergantung pada masa infeksi dan masa pemulihan melalui kuantitas h yang didefinisikan oleh persamaan (4.1). Dengan demikian dapat ditulis kepadatan posterior (3.8) dalam bentuk, n+m −2
h1−n−mβ R0 β Γ(2n + mβ + mγ − 1) π(R0|h) = , R0 > 0 Γ(n + mβ − 1)Γ(n + mγ ) (h−1 R0 + 1)2n+mβ +mγ −1 Untuk R01, R02 > 0, dengan h tetap, diperoleh ratio likelihood (R01 /R02)n+mβ −2 π(R01 |h ) = π(R02 |h ) [(R01 + h)/(R02 + h]2n+mβ +mγ −1 untuk h1 , h2 > 0, maka: 2n+mβ +mγ −1 π(R01 |h1 ) π(R01 |h 2) (R01 + h2 )(R02 + h1 ) = π(R02 |h1 ) π(R02 |h2 ) (R01 + h1 )(R02 + h2 ) Jika R01 > R02 dan h1 > h2 , (R01 + h1 )(R02 + h2) < (R01 + h2 )(R02 + h1 ), karenanya, π(R01 |h 2 ) π(R01 |h1 ) > π(R02 |h1 ) π(R02 |h2 ) Yaitu, R0 |h2 ≤
LR R0 |h1 ,
di mana ≤ LR menotasikan pengurutan ratio likelihood
dari distribusi-distribusi. Pengurutan ratio likelihood mengimplikasikan pengurutan stokastik standar antar distribusi, sehingga untuk setiap r0 > 0 dan h1 > h2 diperoleh, P (R0 6 1|hmax ) 6 P (R0 6 1|r) 6 P (R0 6 1|hmin ) dan untuk setiap fungsi bernilai riil tak naik Θ(R0 ), E[q (R0 ) |h1 ) > E[q (R0) |h2)
Universitas Sumatera Utara
24 Khususnya, jika hmin , hmax masing-masing adalah nilai minimal dan nilai maksimal yang mungkin dari h dengan diberikannya data hasil pengamatan, maka probabilitas epidemi di bawah ambang batas dapat dibatasi oleh, P (R0 6 1|hmax ) 6 P (R0 6 1|r) 6 P (R0 6 1|hmin ) Dari (3.4), dengan mengambil λβ = λγ = 0 dan mβ = mγ = 1 untuk memberikan distribusi sebelumnya yang non informatif, diperoleh, P(R0 6 1—h) =
Γ(2n + 1) 2F1 (2n + 1, n; n + 1; −h−1 ) Γ(n)Γ(n + 1) nhn
Bila masa pemulihan r diamati, tetapi masa infeksi awal i1 tidak diamati, maka dengan distribusi sebelumnya yang non informatif diketahui bahwa hmin = N/(N 1) dan hmax = N/(Nn). 4.5 Masa Infeksi Konstan Dalam bagian ini dikaji model SIR standar di mana masa infeksi hanya konstan, sehingga T1 = c. Pilihan masa infeksi sering lebih realistis daripada masa infeksi eksponensial. Dalam kasus ini, jumlah reproduksi dasar adalah R0 = βc. Untuk model ini, diketahui r1 ≤ r2 ≤ . . . ≤ rn , dan ik = rk − c, k = 1, . . . , n, yang mengimplikasikan ik ≤ ik+1 , k = 1, . . . , n − 1. akan tetapi syarat perlu dan syarat cukup untuk (i1, i) ∈ Er dengan kata lain, epidemi mencakup setidaknya satu individu infektif selama (i1 , τ ) adalah bahwa c ≥ r¯ = max1≤k≤n−1 (rk+1 − rk ). Secara tidak langsung ik+1 = rk+1 − c ≤ rk untuk k = 1, . . . , n − 1, sehingga (i1, i) ∈ Er . Sebaliknya jika c < rk+1 rk untuk suatu 1 ≤ k ≤ n − 1 maka diperoleh ik+1 > rk . Dengan demikian likelihood diberikan oleh: ! R n Q t βN −1 S(ij −)I(ij −) exp − t1 βN −1 (t)S(t)I(t)dt π(i, r|b, c, i1) = j=2
× l{¯r6c} l{ik =rk −c,k=1,...,n} Karena itu, jika r, i dan i1 diamati, maka kesimpulan untuk c adalah trivial. Di mana c nilai yang ditentukan oleh r, i dan i1 , atau kepadatan probabilitas nol dan model tidak tepat. Jika hanya pemulihan diamati, maka β ∼ Γ(mβ , λβ ) a priori menghasilkan c ≥ r¯, π(β—r, c) ≈ Γ n + mβ − I, λβ + N −1 ξSI
Universitas Sumatera Utara
25 di mana di sini ξSI tergantung pada nilai c. Karena itu untuk c ≥ r¯, π(β|r, c) ≈ Γ n + mβ − 1, λβ + N −1 ξSI c−1
(4.7)
Kepadatan posterior π(R0 ?r) pada prinsipnya diperoleh dari (4.7) dengan mengintegrasikan c dari perkalian π(R0?r, c)π(c), di mana π(c) adalah kepadatan sebelumnya untuk c. Secara numerik rumus analitik sulit diperoleh karena cara ξSI tersebut tergantung pada c. Akan tetapi, dimungkinkan untuk menunjukkan bahwa R0 tidak naik secara stokastik dalam c, untuk j = 1, . . . , n diperoleh ij = rj c, sementara jika j ≥ n + 1 maka ij = rj = ∞. disubstitusi ke dalam (4.4) diperoleh bahwa, untuk c ≥ r¯, ξSI (c) = Nnc +
n n X X
{[rk ∧ (rj − c)] − (rk ∧ rj )}
(4.8)
j=1 k=1
dengan, 0 cξSI (c) = N nc −
n n X X
cl{rk >rj −c}
(4.9)
j=1 k=1
kecuali pada himpunan berhingga dari nilai c = rj rk untuk 1 ≤ j, k ≤ n. Untuk c ≥ r¯ definisikan ψ(c) = c/[λβ + N −1 ξSI (c)], jika ψ(c) tidak turun dalam c, maka R0 |r, c akan tidak turun secara stokastik dalam c, untuk setiap λβ ≥ 0, ψ(c) ≥ 0 jika ξSI (c) ≥ cξ SI (c). Berdasarkan (16) dan (17), ketaksamaan terakhir ini berlaku jika dan hanya jika, n n X X
cl{rk >rj −c} >
j=1 k=1
n n X X
{rk ∧ rj ) − [(rk ∧ (rj − c)}
j=1 k=1
Untuk 1 ≤ j, k ≤ n, rk ≤ rj − c mengimplikasikan bahwa (rk ∧ rj ) − [rk ∧ (rj − c)] = rk rk = 0, dengan demikian ξSI (c) ≥ cξ SI (c) sehingga, n n X X j=1 k=1
cl{rk >rj −c} >
n n X X
{rk ∧ rj ) − [(rk ∧ (rj − c)}l{rk >rj −c}
j=1 k=1
Untuk 1 ≤ j, k ≤ n, rk > rj c mengimplikasikan bahwa 0 ≤ (rk ∧rj )−[rk ∧(rj −c)] ≤ c. Jika c > rn − r1, diperoleh rk > rj c untuk semua 1 ≤ j, k ≤ n. Berdasarkan (16) diperoleh, ξSI (c)/c = (N − n)nc +
n X n X
[rk − (rk ∧ rj )]
j=1 k=1
Universitas Sumatera Utara
26 dan ξSI (c)/c → n(N − n) apabila c → ∞. Karena itu, ψ(c) → N/[n(N − n)] apabila c → ∞, dengan fakta bahwa ψ(c) ≥ ψ(¯ r) menghasilkan batas-batas distribusi untuk R0 |r, c. Kepadatan sebelumnya untuk c, diperoleh: N(n + mβ − 1) r¯(n + mβ − 1) 6 E[R0 |r] 6 λβ + N − 1ξSI (¯ r) n(N − n) P (R0 6 1—r, c = ∞) 6 E[R0 6 1—r] 6 P (R0 6 1—r, c = r¯)
(4.10) (4.11)
Batas atas dan batas bawah dalam (4.11) dievaluasi secara numerik melalui persamaan (4.7).
4.6 Analisis Kesetimbangan Model Epidemi SIR Pada pembahasan sebelumnya telah diuraikan bahwa kesetimbangan model epidemi SIR diperoleh dari kesetimbangan mean distribusi probabilitas individu terinfeksi yang menunjukkan ada tidaknya individu terinfeksi pada populasi. Keadaan setimbang mean distribusi probabilitas individu terinfeksi diperoleh jika [R0ξi − 1](β + γ)µi (t) = 0. Diperoleh µi (t) = 0 atau ξi = 1/R0 . Sehingga dapat dinyatakan: a. Ketika nilai µi (t) = 0 disimpulkan bahwa di dalam populasi tidak terdapat individu terinfeksi atau dengan kata lain terjadi kesetimbangan bebas penyakit yang diperoleh ketika R0 < 1. b. Ketika nilai ξi = 1/R0 disimpulkan bahwa nilai µi (t) 6= 0 yang berarti bahwa terdapat individu yang terinfeksi di dalam populasi atau dengan kata lain terjadi kesetimbangan endemik yang terjadi jika R0 > 1
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Basic Reproduction Number (R0 ) dapat dianalisis dan ditentukan dengan Metode Inferensial Bayes. 2. R0 dapat dijadikan sebagai ambang batas (threshold) perjangkitan epidemik atau meredanya infeksi penyakit pada populasi yang besar, jika R0 > 1 maka infeksi meluas hingga mencapai epidemi, jika R0 < 1 maka epidemi tidak terjadi, jika R0 = 1 maka infeksi akan menjadi endemik dalam populasi. 3. R0 memungkinkan dapat menghitung proporsi dari suatu populasi yang harus divaksinasi untuk mencegah epidemi, R0 juga dapat mengestimasi atau memprediksi transmisi penyakit menular pada suatu populasi. Mengingat R0 dapat dipergunakan untuk menentukan ukuran kontrol misalnya cakupan vaksinasi minimum yang dibutuhkan untuk mencegah epidemi, R0 juga dapat dijadikan sebagai ambang batas (threshold) berjangkit atau meredanya infeksi penyakit, R0 juga dapat juga mengestimasi atau memprediksi transmisi penyakit menular pada suatu populasi.
5.2 Saran Untuk penelitian dimasa mendatang penulis menyarankan penggunaan metode Inferensial Bayes untuk model epidemi dengan jumlah populasi yang tidak tetap. Selain itu penulis sarankan kepada stakeholder kesehatan untuk mempelajari pengetahuan tentang Basic Reproduction Number (R0 ).
27 Universitas Sumatera Utara