BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1
Fuel Additive Disini dibahas berbagai informasi tentang additif yaitu definisi additif, komposisi
bahan kimia yang digunakan, kelebihan dan kekurangan yang dihasilkan dan cara penggunaan additif dalam campuran bahan bakar.
3.1.1
Definisi Additif (Migas-Indonesia, 2005). Sesuai namanya, additif adalah suatu senyawa yang
ditambahkan kedalam senyawa lain (dalam hal ini bensin) untuk menjalankan suatu fungsi spesifik, misalnya additif penghilang endapan, additif penghilang kerak/korosi, additif peningkat angka oktana/setana, dan-lain-lain. Fuel additive yang beredar di pasaran mempunyai berbagai fungsi, ada juga yang merupakan multipurpose additive. Yang paling umum adalah octane booster, yang berfungsi untuk mengubah rantai karbon fuel menjadi lebih banyak cabang untuk menghasilkan nilai oktan yang tinggi.
3.1.2
Komposisi Material dan Fungsinya (Migas-Indonesia, 2005). Umumnya material yang digunakan adalah logam,
mangan, iron, dan-lain-lain. Logam bertujuan untuk membuat radikal bebas di rantai karbon fuel, dengan adanya radikal bebas, makin mudah rantai karbon itu untuk membuat cabang baru. Efeknya adalah nilai oktan naik dan nilai kalorinya naik juga.
10 Dalam kemasan, additif tidak pernah dicantumkan komposisi ataupun MSDS (Material Safety Data Sheets), sehingga kita tidak bisa memilah mana yang baik untuk kendaraan dan lingkungan kita. Selain itu, mungkin akan ditemukan banyak deposit di saringan fuel sewaktu pertama kali menggunakan additif. Deposit tersebut hanyalah karat / rust yang terkikis oleh salah satu agent dalam fuel additive (rust remover). Cara penanganannya cukup mudah, yaitu dengan mengganti saringan fuel dengan saringan yang baru. Selain octane booster, masih ada dispersant dan surface barrier function. Dispersant berfungsi untuk mendispersi air dalam minyak (kebalikan dari reverse demulsifier), efeknya adalah mengurangi korosi dan mengurangi kalor yang dibutuhkan untuk memanaskan air yang terdapat dalam fuel. Surface barrier lebih ke arah pelumasan. Sebenarnya dalam tiap pelumas yang (minimal) tersertifikasi nasional sudah terdapat surface barrier agent yang fungsinya untuk mengurangi friksi piston dengan dindingnya, sehingga memastikan pelumas tidak ikut terbakar. Selain itu banyak juga additif yang memakai corrosion inhibitor. Corrosion inhibitor fungsinya jelas untuk menghambat korosi dalam fuel line di mesin (sama halnya yang terjadi dalam oil flow line atau gas flow line). Dan yang paling sering adalah penambahan biocides ke dalam fuel additive, untuk menghindari 'bolong' nya fuel container akibat aktifitas mikrobiologis...(karena menghasilkan asam sulfat yang korosif sekali).
11 3.1.3
Cara Penggunaan Additif (Migas-Indonesia, 2005). Disamping fungsinya yang spesifik, cara penggunaan
dan treatmentnya pun spesifik. Salah satunya mengenai komposisi penambahan additif tersebut dalam fuel. Sebuah additif tentunya sudah memiliki aturan perbandingan additif terhadap fuel, jadi tidak perlu menunggu fuel habis baru diisi dengan fuel + additif baru. Pada saat pengisian fuel baru yang tetap dipegang adalah komposisi perbandingan fuel dan additif yang ditambahkan. Sebuah additif tentunya dihasilkan dari sebuah riset panjang yang untuk mendapatkan perbandingan campuran yang optimal. Efisiensi kerja dari additif tersebut tentunya sangat bergantung dari komposisi tersebut. Penambahan additif tidak membentuk senyawa baru, hanya berupa campuran. Fungsi-fungsi additif ini pertama kali diterapkan di operasi Minyak & Gas, kemudian ke masalah fuel. Penggunaan additif tentu telah diuji coba sebelum dijual secara komersil. Jadi kalau dikatakan additif ini berhasil atau tidak atau cuma lip service penjualan saja, mungkin perlu dilihat record uji cobanya dan beberapa analisis lab terhadap karakter additifnya. Dengan penemuan teknologi baru (GTL, Biodiesel, dan-lain-lain) yang dapat menghasilkan diesel dengan angka setana yang cukup tinggi dan karakter lainnya yang lebih baik, seperti kadar aromatik, dan-lain-lain, apakah additif akan tetap diperlukan di masa mendatang? Negara kita punya banyak batubara. Oleh karena itu perlu adanya planning ke depan untuk menyulap batubara kita menjadi diesel fuel? Pertanyaan besar yang harus dijawab.
12
3.2
Perancangan Percobaan Untuk membantu tercapainya suatu kesimpulan yang tepat dan optimal
diperlukan suatu cara atau metode yang tepat. Perancangan percobaan ini bertujuan untuk memperoleh suatu keterangan yang maksimum mengenai cara pembuatan percobaan dan bagaimana proses perencanaan serta pelaksanaan percobaan yang dilakukan.
3.2.1
Definisi Rancangan Percobaan Menurut Ott (1984,p548), rancangan percobaan adalah suatu proses yang
diperlukan dalam merencanakan percobaan. Sebagian besar dari penjelasan ilmiah terdiri dari pengambilan kesimpulan dari percobaan yang dirancang secara hati-hati, dilaksanakan secara tepat dan dianalisa secara benar. Menurut Montgomery (2005,p12), perancangan percobaan adalah proses dalam merencanakan percobaan sehingga data-data yang tepat yang dapat dianalisa dengan metode statistik dikumpulkan, menghasilkan hasil yang valid dan objektif.
3.2.2
Penggunaan Teknik Statistik Dalam Eksperimen Menurut Montgomery (2005,p21), pada umumnya peneliti di bidang
engineering, ilmiah, dan industri menggunakan percobaan. Metode statistik dapat meningkatkan efisiensi dari percobaan-percobaan ini dan sering menguatkan kesimpulan yang diperoleh. Penggunaan secara tepat mengharuskan para peneliti mengikuti beberapa hal berikut ini : 1. Gunakan pengetahuan nonstatistik terhadap permasalahannya.
13 Para peneliti biasanya mempunyai pengetahuan lebih terhadap bidangnya. Sebagai contoh, seorang civil engineer yang bekerja di hidrologi biasanya mempunyai pengalaman praktis di area tersebut. Pengetahuan nonstatistik ini sangat berharga dalam mencari faktor, menentukan tingat faktor, menentukan berapa replika untuk dijalankan dan seterusnya. 2. Usahakan perencanaan dan analisis sesimpel mungkin. Jangan iri terhadap penggunaan teknik statistik yang kompleks dan rumit. Perancangan dan analisa yang simpel hampir selalu merupakan metode yang terbaik. 3. Kenali perbedaan antara nyata praktis dan nyata statistik (practical and statistical significance). Hanya karena dua kondisi menghasilkan respon nilai tengah yang berbeda secara statistik, tidak pasti perbedaan ini cukup besar dalam praktisnya. 4. Percobaan biasanya iteratif. Dalam situasi biasanya tidak dianjurkan untuk merancang terlalu luas suatu percobaan pada saat memulai suatu kasus. Rancangan yang sukses memerlukan pengetahuan atas faktor-faktor penting, jarak antara faktor-faktor tersebut berbedabeda, metode yang tepat dan unit pengukurannya. Umumnya, kita tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di awal dari percobaan, tetapi kita mempelajari jawaban tersebut saat kita menjalaninya.
3.3
Rancangan Kelompok Teracak Lengkap Rancangan ini merupakan salah satu rancangan percobaan yang digunakan untuk
menguji berbagai macam perlakuan yang dilakukan terhadap unit-unit percobaan dalam
14 blok. Rancangan percobaan ini digunakan untuk mencari kesimpulan apakah terdapat perbedaan dari perlakuan-perlakuan yang akan diuji.
3.3.1
Definisi Menurut Ott (1984,p551), Rancangan Kelompok Teracak Lengkap adalah suatu
rancangan untuk membandingkan t perlakuan yang berbeda dalam b blok. Perlakuan dilakukan secara acak terhadap unit-unit percobaan dalam satu blok, dengan tiap perlakuan muncul tepatnya satu kali di tiap blok. Menurut Montgomery (2005,p120), Rancangan Kelompok Teracak Lengkap merupakan suatu design / rancangan yang dilakukan terhadap blok-blok agar di setiap blok terdapat semua perlakuan. Dalam rancangan ini, semua blok membentuk unit percobaan yang homogen untuk dicek perbedaannya.
3.3.2
Model Statistik dari Rancangan Kelompok Teracak Lengkap Asumsikan bahwa terdapat a level dari faktor A dan b blok. Dalam tiap blok
secara acak tiap unit eksperimen diuji dengan tiap perlakuan, jadi terdapa sebuah perlakuan di dalam tiap blok. Eksperimen ini disebut Rancangan Kelompok Teracak Lengkap karena tiap perlakuan direpresentasi oleh tiap blok. Jadi, jika terdapat 3 perlakuan dan 4 unit eksperimen maka a = 3 dan b = 4. Pada umumnya percobaan RCBD (Randomize Complete Block Design atau Rancangan Kelompok Teracak Lengkap) dengan a tingkat faktor A dan b tingkat faktor B, kita menampilkan data dalam format yang terdiri dari a x b matriks seperti terlihat pada Tabel 3.1.
15 Tabel 3.11Rancangan Kelompok Teracak Lengkap
Treatment(A) 1 2 . . . a
Block(B) 1 y11 y21 . . . ya1
2 y12 y22 . . . ya2
… … … . . . …
b y1b y2b . . . yab
Model Statistik dari RCBD dapat ditulis dengan beberapa cara. Model statistiknya seperti terlihat pada persamaan 3.1.
y ij = μ + τ i + β j + eij
(3.1)
Dimana µ adalah rata-rata keseluruhan, τi adalah pengaruh dari perlakuan ke-i, βj adalah pengaruh dari blok ke-j, dan eij biasanya NID(0,σ2) istilah untuk galat acak. Analisis Ragam dapat dilakukan terhadap RCBD. Misalkan yi. adalah total dari observasi dibawah perlakuan i, y.j adalah total dari semua observasi terhadap blok j, y.. adalah total keseluruhan dari semua observasi, dan N = ab adalah total jumlah dari observasi. dalam rumus matematika, b
y i. = ∑ y ij
i = 1,2,...,a
(3.2)
j = 1,2,...,b
(3.3)
j =1
a
y. j = ∑ yij i =1
dan a
b
y.. = ∑∑ y ij i =1 j =1
(3.4)
16 Dengan cara yang sama, y i. adalah rata-rata observasi di bawah perlakuan i, y. j adalah rata-rata dari observasi blok j, dan y.. adalah rata-rata total dari semua observasi. Ditulis
sebagai berikut: y i. =
yi. b
y. j =
y. j
y.. =
3.3.3
a y.. ab
(3.5)
(3.6)
(3.7)
Hipotesis
Di dalam suatu eksperimen yang menggunakan RCBD, hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut: H0 : µi = µj ( i ≠ j ; i , j = 1,2, ... , n ) H1 : setidaknya terdapat salah satu µi ≠ µj
3.3.4
Prosedur Analisis
Prosedur untuk analisis ragam dua arah dapat dilihat pada Tabel 3.2. Sedangkan untuk mencari Jumlah Kuadrat dapat dilihat pada persamaan 3.8 sampai dengan persamaan 3.11.
17 Tabel 3.22Analisis Ragam untuk RCBD Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
JKPerlakuan
Blok
JKBlok
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
a–1
JK Perlakuan a −1
b–1
JK Blok b −1
JK Galat (a − 1)(b − 1)
Galat
JKGalat
(a – 1)(b – 1)
Total
JKT
N–1
F0
KTPerlakuan KTGalat
Dimana :
JK T =
b
i =1
j =1
∑∑
JK Perlakuan
JK Blok
a
y ..2 y − N 2 ij
1 a 2 y..2 = ∑ yi . − b i =1 N
1 b 2 y..2 = ∑ y. j − a j =1 N
JKGalat = JKT − JKPerlakuan− JKBlok
3.3.5
(3.8)
(3.9)
(3.10)
(3.11)
Penarikan Kesimpulan
Jika nilai F0 yang dihitung lebih kecil atau sama dengan nilai F tabel maka bisa diambil kesimpulan terima H0 artinya tidak ada perbedaan yang signifikan akan adanya pengaruh perlakuan terhadap hasil yang diamati. Terima H0 jika F ≤ Fa-1,(a-1)(b-1)(α)
18 Tolak H0 jika F> Fa-1,(a-1)(b-1)(α) P-value dari tes ini adalah P-value = P(Fa-1,(a-1)(b-1) > F) yang biasanya muncul di hasil perhitungan komputer (software Minitab) seperti terlihat pada Gambar 3.1. Two-way ANOVA: Zooplankton versus Supplement, Lake Source Supplement Lake Interaction Error Total
DF 2 1 2 6 11
SS 1918.50 21.33 561.17 622.00 3123.00
MS 959.250 21.333 280.583 103.667
F 9.25 0.21 2.71
P 0.015 0.666 0.145
Gambar 3.11 Output perhitungan software Minitab
Pengambilan keputusan berdasarkan p-value dari perhitungan Gambar 3.1, dimana pvalue lebih kecil dari 5% yaitu sebesar 0.015 maka bisa disimpulkan tolak H0 dimana terdapat setidaknya sepasang perlakuan yang berbeda nyata.
3.4
Residual
Perhitungan residual diperoleh dari eij = y ij − yˆ ij
(3.12)
Dan penduga nilai y adalah yˆ ij = y i. + y. j − y.. , maka
eij = y ij − y i. − y. j + y..
(3.13)
Residual ini akan digunakan untuk menguji model Rancangan Kelompok Teracak Lengkap untuk kenormalan dan kehomogenan data.
19 3.5
Pengecekan terhadap Model Rancangan Kelompok Teracak Lengkap
Dalam menggunakan Rancangan Kelompok Teracak Lengkap perlu diperhatikan tentang kenormalan, kehomogenan dan keadditifan data. Untuk menggunakan rancangan ini, data yang digunakan harus normal. Kehomogenan berpengaruh pada analisis ragam. Keadditifan dilakukan untuk memeriksa adanya interaksi antara blok dan perlakuan.
3.5.1 Kenormalan
Residual dan normal probability plots sangat berguna dalam memeriksa asumsi model. Plot dengan residual ini sangat berguna dalam mengetahui kenormalan dari datadata yang kita dapatkan. Contoh normal probability plot seperti terlihat pada Gambar 3.2. Normal Probability Test Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-30
-20
-10
0 RESI1
10
20
Gambar 3.22 Normal Probability Plot
30
-7.89492E-16 11.46 54 0.054 >0.150
20 Dari plot yang berbentuk garis lurus dan nilai p-value yang lebih besar dari 15% menyimpulkan bahwa distribusinya bersifat normal.
3.5.2
Kehomogenan
Residual ini juga dapat digunakan untuk plotting terhadap perlakuan untuk melihat kehomogenan antara populasi. Contoh gambar plot residual terhadap nilai penduga dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Residuals Versus the Fitted Values (response is Score) 30
Residual
20 10 0 -10 -20 40
45
50 Fitted Value
55
60
Gambar 3.33 Plot residual dengan nilai penduga Apabila hasil plot tidak menunjukkan penyimpangan yang besar dari tiap nilai populasi, maka dapat disimpulkan antara populasi/perlakuan bersifat homogen.
21 3.5.3
Keadditifan
Menurut Rosenkrantz (1997,p476), hipotesis pengaruh additif menyatakan
μ i ' j − μ ij = α i ' − α i
(3.14)
yang saling bebas dari blok ke-j. Ini artinya perubahan terhadap rata-rata unit karena pengaruh faktor A saling bebas dalam blok tersebut. Jika kondisi ini terpenuhi, kita dapat mengatakan bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan dengan blok. Keadditifan dari perlakuan dan pengaruh blok menyatakan bahwa plot untuk menggambarkan poin ( i , μij ) (i = 1,…,a) berupa garis yang paralel. Karena nilai μij tidak diketahui, disarankan melakukan plotting dengan poin (i,yij) ( i = 1,…,a ) dan dihubungkan dengan sebuah garis. Contoh plotting dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Interaction Plot (data means) for SolveTime 7
Engineer Adams Dixon Erick son Jones May nes Williams
6
Mean
5
4
3
2 New
Old Calculator
Gambar 3.44 Plot interaksi
22
Keterangan: pada Gambar 3.4 dilakukan plotting untuk melihat bagaimana waktu pengerjaan soal tiap individu menggunakan 2 jenis kalkulator yang berbeda dan disimpulkan bahwa dalam menggunakan kalkulator yang lebih tua (old), waktu pengerjaan soal bertambah sebesar n untuk masing-masing individu.
3.6
Uji Beda Rata-rata antar Perlakuan (Kontras Ortogonal)
Setelah dilakukan analisis ragam dan jika ternyata hasilnya menyimpulkan tolak H0, maka perlu dilakukan uji lanjut untuk mengetahui secara spesifik perlakuanperlakuan mana yang berbeda. Metode uji lanjut yang digunakan adalah uji kontras ortogonal.
3.6.1
Kontras
Menurut Montgomery (2005,p88), banyak sekali metode perbandingan berganda menggunakan kontras. Misalnya di suatu model perlakuan menyimpulkan tolak H0 maka kita mengetahui bahwa ada perbedaan antara perlakuan yang satu dengan perlakuan yang lain. Kita mungkin ingin mengetahui apakah ada perbedaan antara perlakuan yang ke-3 dan ke-4, maka dinyatakan kita ingin menguji hipotesis H0 : μ3 = μ4 H1 : μ3 ≠ μ4 atau sama dengan, H0 : μ3 - μ4 = 0 H1 : μ3 - μ4 ≠ 0
23 Jika pada awal dari percobaan kita curiga bahwa rata-rata dari perlakuan 1 dan 2 tidak berbeda dengan rata-rata perlakuan 3 dan 4, maka hipotesisnya dapat menjadi H0 : μ1 + μ2 = μ3 + μ4 H1 : μ1 + μ2 ≠ μ3 + μ4 atau H0 : μ1 + μ2 - μ3 - μ4 = 0 H1 : μ1 + μ2 - μ3 - μ4 ≠ 0 Secara umum kontras adalah kombinasi linier dari parameter dengan bentuk a
Γ = ∑ ci μ i
(3.15)
i =1
a
dimana konstanta kontras c1, c2,…, ca jumlahnya sama dengan nol; yaitu
∑c i =1
i
= 0.
Kedua hipotesis diatas dapat dinyatakan sebagai: a
H 0 : ∑ ci μ i = 0 i =1
a
H 1 : ∑ ci μ i ≠ 0 i =1
3.6.2
Kontras Ortogonal
Menurut Montgomery (2005,p90), dua kontras dengan koefisien-koefisien {ci} dan {di} ortogonal jika a
∑c d i =1
i
i
=0
Atau, untuk rancangan yang tidak seimbang (unbalance) sebagai berikut
(3.16)
24 a
∑n c d i =1
i i
i
=0
(3.17)
Terdapat banyak cara untuk memilih koefisien dari kontras ortogonal untuk beberapa perlakuan. Sebagai contoh, misalnya terdapat a = 3 perlakuan, dengan perlakuan 1 sebagai kontrol dan perlakuan 2 dan 3 adalah faktor yang diuji oleh peneliti, kontras ortogonal yang tepat dapat berbentuk:
Tabel 3.33 Koefisien Kontras Ortogonal
Perlakuan 1 (kontrol) 2 (tingkat 1) 3 (tingkat 2)
Koefisien Kontras ortogonal -2 0 1 -1 1 1
Dinyatakan bahwa kontras 1 dengan ci = -2, 1, 1 membandingkan rata-rata pengaruh faktor yang diuji dengan kontrol, dan kontras 2 dengan di = 0, -1, 1 membandingkan kedua tingkat dari faktor yang diuji. Untuk prosedur pengambilan keputusan dapat digunakan prosedur yang sama dengan Analisis Ragam. Untuk uji hipotesisnya dapat dilihat pada Tabel 3.4.
25 Tabel 3.44 Analisis Ragam untuk Uji Kontras Ortogonal Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F0
Blok
JKBlok
b–1
KTBlok
KTBlok / KTgalat
Perlakuan Kontras Ortogonal C1 C2 …
JKPerlakuan
a–1
KTPerlakuan
KTPerlakuan / KTgalat
JKc1 JKc2
1 1 1
KTc1 KTc2
KTc1 / KTgalat KTc2 / KTgalat
Galat
JKgalat
(a-1)(b-1)
KTgalat
Total
SST
N-1
Dimana perhitungan kontras dapat dilihat pada persamaan 3.18. a
C = ∑ ci μ i
(3.18)
i =1
Dimana ci adalah koefisien kontras ke-i dan μi adalah rata-rata perlakuan ke-i. Untuk mencari Jumlah Kuadrat Kontras seperti terlihat pada persamaan 3.19. JK ci =
(C i )2 a
n∑ c i =1
2 i
(3.19)