BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN Keberadaan badan usaha milik negara (BUMN) memiliki peran penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Untuk itu, BUMN diharapkan (1) dapat meningkatkan penyelenggaraan kemanfaatan umum, berupa penyediaan barang dan jasa dalam jumlah dan mutu yang memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; (2) memberikan sumbangan kepada penerimaan negara; dan (3) meningkatkan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional. Untuk mengoptimalkan keberadaan BUMN, kebijakan pengembangan dan pembinaan BUMN pada tahun 2007 secara umum adalah melanjutkan secara bertahap sinergi kebijakan industrial dan pasar tempat BUMN tersebut beroperasi dengan kebijakan restrukturisasi dan internal perusahaan sesuai dengan potensi daya saing perusahaan. Kebijakan ini antara lain ditempuh melalui upaya-upaya penciptaan sinergi, transformasi bisnis dan regrouping agar lebih efisien dan berdaya saing, pemisahan fungsi komersial dan pelayanan masyarakat, serta pengoptimalan pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).
I.
Permasalahan yang Dihadapi
Hingga saat ini, jumlah badan usaha milik negara (BUMN) tercatat sebanyak 139 BUMN. Jika dibandingkan dengan tahun 2005, meskipun jumlah BUMN yang memperoleh laba tidak mengalami perubahan, yaitu 103 BUMN, namun terjadi kenaikan total laba BUMN dari Rp42,35 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp53,35 triliun pada tahun 2006. Total rugi dari BUMN yang mengalami kerugian juga mengalami penurunan secara signifikan dari Rp6,68 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp3,38 triliun pada tahun 2006. Walaupun total laba yang dihasilkan telah menunjukkan peningkatan, disadari kinerja BUMN secara keseluruhan masih belum optimal. Permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan pembinaan dan pengelolaan BUMN antara lain: belum sinerginya fungsi operator dan fungsi regulator dalam menetapkan kebijakan; masih adanya pembiayaan yang kurang seimbang pada BUMN-BUMN yang menjalankan fungsi penyedia layanan publik wajib (Public Service Obligation, PSO) sehingga kualitas layanan kepada masyarakat menurun dan sekaligus juga berakibat pada kinerja bisnis BUMN yang bersangkutan juga menurun; dan masih kurangnya pemahaman masyarakat terhadap BUMN sehingga menimbulkan tuntutan dari daerah agar BUMN memberikan kontribusi langsung bagi pendapatan asli daerah yang bersangkutan. II.
Langkah Kebijakan dan Hasil yang Dicapai
Langkah-langkah dan kebijakan pembinaan dan pengelolaan BUMN tahun 2007 meliputi: a)
Melakukan koordinasi dengan departemen/instansi terkait untuk penataan kebijakan industrial dan pasar BUMN terkait. Hal ini diperlukan dalam kerangka reformasi BUMN yang menyeluruh. Langkah-langkah perbaikan internal BUMN saja tidaklah cukup, karena keberhasilan pengelolaan BUMN harus didukung oleh kebijakan secara sektoral,
b)
Memetakan BUMN yang ada ke dalam kelompok BUMN PSO dan kelompok BUMN komersial (business oriented),
21 - 2
yaitu dengan pembuatan pembukuan yang terpisah antara PSO dengan kegiatan yang bersifat komersial. Dengan demikian diharapkan kinerja BUMN dapat terukur dengan jelas serta transparan khususnya BUMN yang mendapat penugasan PSO dan mempunyai aktifitas komersial sekaligus, sehingga kinerja BUMN tersebut dapat meningkat, pengalokasian anggaran pemerintah akan semakin efisien dan efektif, dan kontribusi BUMN dapat meningkat, c)
Melanjutkan langkah-langkah restrukturisasi yang semakin terarah dan efektif terhadap orientasi dan fungsi BUMN tersebut. Dalam rangka restrukturisasi ini, langkah yang akan dilakukan meliputi 5 jenis tindakan yaitu Stand-alone, Merger/Konsolidasi, Holding, Divestasi dan Likuidasi,
d)
Memantapkan penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik yaitu transparansi, akuntabilitas, keadilan dan responsibilitas pada pengelolaan BUMN PSO maupun BUMN komersial, dan
e)
Melakukan sinergi antar BUMN secara terus-menerus agar dapat meningkatkan efisiensi dan diharapkan dapat memberikan multiplier effect kepada perekonomian nasional secara signifikan.
Sesuai dengan arah kebijakan pembinaan dan pengembangan BUMN tersebut diatas, Kementerian Negara BUMN telah melakukan beberapa langkah strategis dengan hasil-hasil yang meliputi: Program restrukturisasi BUMN dilaksanakan dengan tujuan untuk lebih memperbaiki kinerja perusahaan dengan menciptakan jumlah perusahaan yang tepat (rightsizing) dilihat dari nilai usaha yang tercipta (value of the firm). Pada tahun 2006, pelaksanaan program ini dimulai pada 6 sektor dari 36 sektor BUMN yang meliputi kehutanan, perkebunan dan holding RNI, farmasi, konstruksi, industri strategis, dan pertambangan. Pada tahun 2007, dikembangkan menjadi 13 sektor untuk dilakukan penataan yang meliputi perkebunan, kehutanan, pertambangan, aneka industri, perikanan, farmasi, kertas/percetakan/penerbitan, konstruksi,
21 - 3
konsultan konstruksi, angkutan darat, hotel dan pariwisata, perfilman, dan survey/pemotretan udara. Program Privatisasi BUMN merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Program Restrukturisasi BUMN. Hal ini mengingat bahwa dalam rangka pelaksanaan restrukturisasi, privatisasi menjadi salah satu instrumen yang penting untuk mendorong proses restrukturisasi. Privatisasi selain sebagai salah satu sumber penerimaan APBN juga dalam rangka memperluas kepemilikan saham BUMN oleh masyarakat umum melalui pasar modal dan mendorong penerapan GCG dan capital market protocol guna menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme di BUMN. Realisasi Privatisasi BUMN pada tahun 2006 melalui pelepasan saham adalah PT Perusahaan Gas Negara (PGN), Tbk mencapai Rp2,088 triliun dari target APBN-P TA 2006 sebesar Rp3,2 triliun. Dari penerimaan sebesar Rp2,088 triliun tersebut, sebagian digunakan sebagai tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN sebesar Rp1, 972 miliar. Pada tahun 2007, target privatisasi berdasarkan APBN TA 2007 adalah sebesar Rp3,3 triliun. Dalam rangka memenuhi amanat UU No.19 Tahun 2003 mengenai BUMN diperlukan adanya suatu peraturan yang mengatur lebih lanjut mengenai ketentuan-ketentuan teknis yang diatur dalam UU BUMN tersebut. Oleh karena itu selama tahun 2006 dan 2007, 2 (dua) Peraturan Menteri Negara BUMN sebagai pelaksanaan UU No. 19 Tahun 2003 yaitu (i) Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-05/MBU/2006 tentang Komite Audit Bagi Badan Usaha Milik Negara, (ii) Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Dengan adanya Peraturan Menteri Negara BUMN tersebut, pembinaan dan pengelolaan BUMN diharapkan dapat berjalan lebih baik. Selain itu, untuk memantapkan pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) selama tahun 2006 telah dilaksanakan penanda-tanganan Statement of Corporate Intent (SCI) oleh 16 perusahaan yang merupakan wujud dari transparansi pengelolaan usaha oleh BUMN. Sebagai tindak 21 - 4
lanjutnya Kementerian BUMN terus memonitor dan menilai, antara lain melalui assesment terhadap 28 BUMN dan review terhadap pelaksanaan GCG yang dilakukan terhadap 16 BUMN. Dalam rangka meningkatkan efektivitas penilaian terhadap praktik-praktik GCG BUMN dilakukan penyempurnaan indikator dan parameter dalam rangka assessment dan review GCG yang dilaksanakan bersama BPKP yaitu: indikator semula 86 item menjadi 50 item; dan parameter semula 253 item menjadi 160 item. Hal lain yang terkait dalam pemantapan pelaksanaan GCG adalah penyempurnaan Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP117/M-MBU/2002 dengan melibatkan unit internal terkait dan bekerjasama dengan BPKP, National Committee Corporate Governance serta pejabat BUMN dan kegiatan workshop yang diadakan untuk mengumpulkan masukan-masukan yang diperlukan. Proses tersebut menghasilkan penyempurnaan peraturan berupa Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-06/MBU/2007 tanggal 31 Juli 2007 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara. Sementara itu, untuk menata masalah PSO, tengah dilakukan pemetaan dalam rangka pemisahan pengelolaan BUMN yang melaksanakan fungsi PSO dan komersial prinsip-prinsip korporasi antara lain dengan menerapkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat dan bertanggungjawab (pelaksanaan Good Corporate Governance/ GCG), meningkatkan keahlian dan profesionalisme secara terus menerus, dan menerapkan sistem reward and punishment secara konsisten. Kebijakan penambahan penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN ditempuh dalam rangka memperbaiki struktur permodalan BUMN dan/atau meningkatkan kapasitas usaha BUMN, hal tersebut terkait langsung dengan pelaksanaan privatisasi BUMN pada tahun yang bersangkutan, mengingat dana yang digunakan untuk penambahan PMN pada BUMN diambil dari realisasi hasil privatisasi. Kebijakan tersebut diambil dengan mempertimbangkan bahwa privatisasi BUMN dilaksanakan tidak semata-mata untuk
21 - 5
mengejar anggaran pembiayaan APBN namun lebih kepada upaya peningkatan kinerja dan nilai tambah dari BUMN. Pada tahun 2006 telah dilaksanakan penambahan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada 14 BUMN. Penambahan PMN tersebut terkait langsung dengan pelaksanaan privatisasi mengingat dana yang digunakan untuk penambahan PMN berasal dari realisasi hasil privatisasi pada tahun 2006 tersebut. Penambahan dana PMN kepada 14 BUMN tersebut diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan. Total nilai yang dikucurkan untuk penambahan dana PMN pada tahun 2006 adalah sebesar Rp1.972 miliar, yang berasal dari APBN TA-2006 sebesar Rp350 miliar untuk 3 BUMN dan APBN-P TA-2006 sebesar Rp1.622 miliar untuk 11 BUMN. Kinerja pengelolaan BUMN dilihat dari sisi jumlah dividen yang disumbangkan kepada negara terjadi peningkatan yaitu dari realisasi sebesar Rp12,80 triliun (dari target sebesar Rp12,00 triliun) pada tahun 2005 menjadi Rp21,45 triliun (dari target sebesar Rp20,80 triliun) pada tahun 2006 atau mengalami peningkatan sekitar 67,58%. Apabila dibandingkan dengan target berdasarkan APBN-P tahun 2006 yaitu sebesar Rp20,80 triliun, maka penerimaan dividen tersebut mencapai 3,12% di atas target dividen. Nilai realisasi tahun 2006 tersebut termasuk adanya carry over dividen PT Pertamina pada tahun 2003 dan 2004 sebesar Rp3,72 triliun dan dividen interim PT Telekomuniksi Indonesia (Telkom), Tbk sebesar Rp500 miliar. PT Pertamina sendiri pada tahun 2006 menyumbangkan total dividen sebesar Rp11,95 triliun (termasuk carry over). Selanjutnya, sebagai wujud kepedulian BUMN kepada masyarakat, BUMN telah melakukan pembinaan terhadap usaha mikro dan kecil sejak tahun 1990 dengan memberikan pinjaman modal dan bantuan pelatihan/pendidikan serta bantuan pemasaran. Akumulasi nilai pinjaman modal kerja yang telah disalurkan BUMN mencapai Rp5.383,8 miliar yang diserap oleh + 441.000 unit usaha mikro-kecil, sedangkan nilai bantuan pendidikan/pelatihan dan pemasaran kepada usaha mikro-kecil mencapai Rp611 miliar. Di samping memberikan bantuan kepada pelaku usaha, BUMN juga memberikan bantuan untuk memperbaiki kondisi sosial masyarakat 21 - 6
sekitar berupa bantuan pendidikan/pelatihan, kesehatan, sarana umum dan sosial serta bantuan bagi korban bencana alam. Akumulasi nilai bantuan sejak tahun 1999 mencapai Rp689,9 miliar.
III.
Tindak Lanjut yang Diperlukan
Agar program pembinaan BUMN dapat berjalan dengan baik, maka pemerintah akan melaksanakan sosialisasi kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) termasuk masyarakat luas, mengenai kebijakan-kebijakan yang sudah dan akan diterapkan, khususnya kebijakan yang terkait dengan program restrukturisasi dan privatisasi BUMN. Di samping itu pemerintah akan mendorong BUMN untuk: meningkatkan dan mengoptimalkan pengeluaran untuk investasi, yang dapat menciptakan efek pengganda bagi perekonomian nasional; meningkatkan efisiensi, antara lain melalui penerapan eprocurement dan internal control yang lebih ketat; mengembangkan dan mendiversifikasi usaha untuk BUMN yang berbasis sumberdaya alam, guna meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh pangsa pasar yang lebih luas dan penyebaran risiko usaha; dan meningkatkan ekspor untuk menghasilkan devisa negara. Dalam rangka restrukturisasi BUMN yang rugi akan dilakukan pengkajian yang komprehensif guna mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi sehingga dapat dicarikan alternatif solusi terbaik untuk kelangsungan usahanya. Di samping itu, akan dilaksanakan optimalisasi penggunaan aset yang tidak dan atau kurang produktif dengan menjual atau dengan kerja sama operasional baik antar BUMN maupun dengan swasta. Pelaksanaan restrukturisasi keuangan BUMN (rekening dana investasi, pinjaman yang diteruskan ke BUMN, dan bantuan pemerintah yang belum ditetapkan statusnya) akan dilanjutkan, antara lain melalui konversi utang menjadi penyertaan modal negara (PMN) dan atau penghapusan utang sesuai dengan PP Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 33 Tahun 2006.
21 - 7
Selain restrukturisasi keuangan, langkah restrukturisasi juga dilakukan terhadap struktur organisasi perusahaan melalui pemantapan kebijakan right sizing BUMN. Secara bertahap, BUMNBUMN akan dikelompokkan ulang melalui kebijakan Stand-alone, Merger/Konsolidasi, Holding, Divestasi dan Likuidasi. Untuk mendukung pengambilan keputusan dalam pelaksanaan rightsizing policy ini, BUMN harus dipetakan terlebih dahulu. Pemetaan yang pertama dilakukan dengan menentukan mengenai perlu tidaknya kepemilikan mayoritas negara dipertahankan pada BUMN tertentu. Tujuan dari pemetaan ini adalah untuk memusatkan perhatian pada BUMN yang memang benar-benar dibutuhkan oleh negara, dan menentukan orientasi restrukturisasi yang akan dilakukan. Pemetaan yang kedua dilakukan terhadap tindakan yang akan diambil terhadap BUMN dengan tujuan untuk menyusun perencanaan tindakan yang didasari oleh profil sektoral, kinerja perusahaan, potensi penciptaan nilai dan potensi sinergi antar BUMN. Diharapkan melalui pemantapan pelaksanaan rightsizing ini, pada akhir tahun 2009 BUMN dapat mencapai jumlah rasionalnya. Privatisasi sebagai salah satu bentuk restrukturisasi, dilakukan bukan hanya dalam rangka memperoleh dana segar, melainkan untuk menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Privatisasi tidak lagi diartikan secara sempit sebagai penjualan saham pemerintah ke pihak nonpemerintah, tetapi dilakukan sebagai upaya untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus, termasuk di dalamnya adalah peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan pasar modal domestik (privatisasi diupayakan dilakukan melalui Initial Public Offering/IPO). Tindak lanjut penting yang akan dilaksanakan adalah: memantapkan pelaksanaan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan BUMN; melakukan pemisahan yang jelas antara BUMN yang menjalankan fungsi PSO dan BUMN 21 - 8
komersial dalam rangka menetapkan kebijakan yang jelas bagi masing-masing BUMN; menciptakan pola hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan antara BUMN dengan Pemerintah Daerah melalui kerja sama terutama di bidang ekonomi dalam rangka pembangunan daerah; dan meningkatkan kemampuan SDM Kementerian Negara BUMN sehingga mampu melaksanakan program restrukturisasi dan revitalisasi BUMN dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing BUMN.
21 - 9