BAB 2 TINJAUN PUSTAKA
2.1.1 Peran Kepala Ruangan Kepala
Ruangan
diberi
tanggung
jawab
untuk
memperkerjakan,
mengembangkan dan mengevaluasi stafnya. Mereka di berikan tanggung jawab untuk pengembangan anggaran tahunan unit yang di pimpinnya dan memegang kewenangan untuk mengatur unit sesuai tugas dan tanggung jawabya, memantau kualitas perawatan, menghadapi masalah tenaga kerjanya, dan melakukan hal-hal tersebut dengan biaya yang efektif (Potter & Perry, 2005). Menurut Arwani (2006) Kepala ruangan disebuah ruangan keperawatan, Perlu melakukan kegiatan koordinasi, kegiatan unit yang menjadi tanggung jawabnya dan melakukan kegiatan evaluasi, kegiatan penampilan kerja staff dalam upaya mempertahankan kualitas pelayanan pemberian asuhan keperawatan dapat dipilih disesuaikan dengan kondisi dan jumlah pasien, dan kategori pendidikan serta pengalaman staf di unit yang bersangkutan. 2.1.1 Fungsi Kepala Ruangan Adapun fungsi kepala ruangan menurut Marquis dan Houston (2000) sebagai berikut: 1. Perencanaan Dimulai dengan penerapan filosofi, tujuan, sasaran, kebijaksanaan, dan peraturan - peraturan, membuat perencanaan jangka panjang dan jangka pendek untuk mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi, menetapkan biaya -
Universitas Sumatera Utara
biaya untuk setiap kegiatan serta merencanakan dan pengelolaan rencana perubahan. 2. Pengorganisasian Meliputi pembentukan struktur untuk melaksanakan perencanaan, menetapkan metode pemberian asuhan keperawatan kepada pasien yang paling tepat, mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuaan unit, serta melakukan peran dan fungsi dalam organisasi dan menggunakan power serta wewenang dengan tepat, 3.
Ketenagaan Pengaturan ketenagaan dimulai dari rekrutmen, interview, mencari, orientasi dari staf baru, penjadwalan, pengembangan staf, dan sosial isasi staf, dan sosialisasi staf.
4. Pengarahan Mencakup tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusia seperti motivasi untuk semangat, manajemen konflik, pendelegasian, komunikasi dan memfasilitasi kolaborasi. 5. Pengawasan Meliputi penampilan kerja, pengawasan umum, pengawasan etika aspek legal, dan pengawasan pofesional. Seorang manejer dalam mengerjakan kelima fugsinnya tersebut sehari-hari akan bergerak dalam berbagai bidang penjualan, pembelian, produksi, personalia dan lain - lain.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Kepala Ruangan Sebagai Manager Keperawatan Sebagai manajer keperawatan, uraian tugas kepala ruangan menurut Depkes (1994) adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan fungsi perencanaan, meliputi: 1) Melaksanakan jumlah dan kategori tenaga serta tenaga lain sesuai kebutuhan. 2) Merencanakan jumlah jenis peralatan perawatan yang diperlukan 3) Merencanakan dan menentukan jenis kegiatan/ asuhan keperawatan yang akan diselenggarakan sesuai kebutuhan pasien. b. Melaksanakan fungsi pergerakan dan pelaksanaan, meliputi: 1) Mengatur dan mengkoordinasi seluruh kegiatan pelayanan di ruang rawat. 2) Menyusun dan mengatur daftar dinas tenaga perawatan dan tenaga lain sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan/ peraturan yang berlaku (Bulanan, Mingguan, harian). 3) Melaksanakan program orientasi kepada tenaga keperawatan satu atau tenaga lain yang bekerja di ruang rawat. 4) Memberi
pengarahan
dan
motivasi
kepada
perawatan
untuk
melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standart. 5) Mengkoordinasi seluruh kegiatan yang ada dengan cara bekerja sama dengan pihak yang terlibat dalam pelayanan ruang rawat. 6) Mengenal jenis dan kegunaan barang peralatan serta mengusahakan pengadaan sesuai kebutuhan pasien agar pelayanan optimal. 7) Menyusun permintaan rutin meliputi kebutuhan alat, obat, dan bahan lain yang diperlukan di ruang rawat.
Universitas Sumatera Utara
8) Mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan peralatan agar selalu dalam keadaan siap pakai. 8) Mempertanggung jawabkan pelaksanaan inventaris peralatan. 9) Melaksanakan program orientasi kepada pasien dan keluarganya meliputi tentang peraturan rumah sakit, tata tertib ruangan, fasilitas yang ada dan cara penggunaannya. 10) Mendampingi dokter selama kunjungan keliling untuk memeriksa pasien dan mencatat program pengobatan. 11) Mengelompokan pasien dan mengatur penempatannya di ruang rawat untuk tingkat kegawatan, infeksi dan non infeksi, untuk memudahkan pemberian asuhan keperawatan. 12) Mengadakan pendekataan kepada setiap pasien yang dirawat untuk mengetahui
keadaan
dan menampung keluhan
serta membantu
memecahkan masalah yang sedang dialami pasien. 13) Menjaga perasaan pasien agar merasa aman dan terlindung selama pelaksanaan pelayanan berlangsung. 14) Memberikan penyuluhan kesehatan terhadap pasien/ keluarga dalam batas wewenangnya. 15) Menjaga perasaan petugas agar merasa aman dan terlindung selama pelaksanaan pelayanan kesehatan. 16) Memelihara dan mengembangkan sistem pencatatan data pelayanan asuhan keperawatan dan kegiatan yang dilakukan secara tepat dan benar. 17) Mengadakan kerja sama yang baik dengan kepala ruang lain, seluruh kepala seksi, kepala bidang, kepala instansi, dan kepala UPF di Rumah
Universitas Sumatera Utara
Sakit 18) Menciptakan dan memelihara suasana kerja antara petugas kesehatan lain, pasien dan keluarga pasien yang dirawat. 19) Memberi motivasi tenaga
non keperawatan
dalam memelihara
kebersihan ruangan dan lingkungan. 20) Meneliti pengisian formulir sensus harian pasien di ruangan. 21) Memelihara
dan
meneliti
pengisian
daftar pemintaan
makanan
berdasarkan macam dan jenis makanan pasien kemudian memeriksa/ meneliti ulang saat pengkajianya. 22) Memeiihara buku register dan bekas catatan medis. 23) Membuat laporan harian mengenai pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan serta kegiatan Iain di ruang rawat. c. Melaksanakan fungsi pengawasan, pengendalian dan penelitian, meliputi: 1. Mengawasi dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah ditentukan, melaksanakan penilain terhadap upaya peningkatan pengetahuan keterampilan di bidang perwatan. 2. Melaksanakan penilaian dan mencantumkan kedalam daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai (D.P.3) bagi pelaksanaan keperawatan dan tenaga lain di ruang yang berada di bawah tangung jawabnya untuk berbagai kepentingan (naik pangkat/ golongan, melanjutkan sekolah). 3. Mengawasi dan mengendalikan pendaya gunaan peralatan perawatan serta obat - obatan secara efektif dan efisien. 4. Mengawasi pelaksanaan system pencatatan dan pelaporan kegiatan asuhan keperawatan serta mencatat kegiatan lain di ruang rawat.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Perawat Pelaksana Dalam memberikan asuhan keperawatan sebagai perawat yang profesional perawat pelaksana dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang perawatan, perawat pelaksana secara langsung maupun tidak langsung memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, keluarga, dan masyarakat. Peran perawat sebagai perawat pelaksana disebut care giver yaitu perawat menggunakan metode pemecahan dalam membantu pasien mengtasi masalah kesehatan, menurut Potter & Perry (2005) dalam melaksanakan asuhan keperawatan peran perawat pelaksana bertindak sebagai berikut: 1. Pemberi Perawatan Perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan, proses penyembuhan lebih dari sekedar sembuh dari penyakit tertentu, sekalipun keterampilan tindakan yang meningkatkan kesehatan fisik merupakan hal yang penting bagi pemberi asuhan keperawatan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik, meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual, dan sosial. 2. Pembuat keputusan klinis Untuk memberikan perawatan yang efektif, perawat menggunakan keahliannya berpikir kritis melalui proses Keperawatan sebelum mengambil tindakan keperawatan, baik dalam pengkajian kondisi klien, pemberian perawatan dan mengevaluasi hasil, perawat menyusun rencana tindakan dengan menetapkan pendekatan terbaik bagi tiap klien.
Universitas Sumatera Utara
3. Pelindung dan advocat klien Perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau pengobatan. Dalam menjalankan perannya sebagai advocath, perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukutn, serta membantu klien dalam menyatakan hak-haknya dibutuhkan. 4. Manajer kasus Perawat mengoordinasikan aktivitas anggota tim kesehatan lain, misalnya ahli gizi dan ahli terafi fisik, ketika mengatur kelompok yang memberikan perawatan pada klien, Selain itu perawat juga mengatur waktu kerja dan sumber yang tersedia di tempat kerja. 5. Rehabilitator Merupakan proses dimana individu kembali ke tingkat fungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan ketidak berdayaan lainnya, sering kali klien mengalami gangguan fisik dan emosi yang mengubah kehidupan mereka dan perawat membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dengan keadaan tersebut. 6. Pemberi kenyamanan. Merawat klien sebagai seorang manusia, merupakan peran tradisional dan historis dalam keperawatan dan telah berkembang sebagai sesuatu peran yang penting dimana perawat melakukan peran baru. Selama melakukan tindakan keperawatan,
perawat
dapat
memberikan
kenyamanan
dengan
Universitas Sumatera Utara
mendemonstrasikan perawatan kepada klien sebagai invidu yang memiliki perasaan dan kebutuhan yang unik. 7. Komunikator Peran sebagai komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat yang lain, Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antara sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunikasi 8. Penyuluhan Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan data data tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri, menilai apakah klien memahami hal-hal yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam pembelajaran. 9. Peran karier Sejumlah peran dan fungsi di bebankan pada perawat di berbagai lingkungan kerja. Berkarier, merupakan kebalikan dari semuanya, dimana perawat ditempatkan posisi jabatan tertentu. Karena kesempatan bekerja bagi perawat meningkat, perkembangan perawat sebagai profesi dan meningkatnya perhatian pada keahlian dalam pekerjaan, maka profesi perawat menawarkan peran tambahan dan kesempatan dan kesempatan berkarier yang lebih luas. 10. Perawat pendidik Perawat pendidik bekerja terutama di sekolah keperawatan, departemen pengembangan staf dari suatu lembaga perawatan kesehatan, dan departemen pendidikan klien.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kepemimpinan 2.3.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan faktor terpenting pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam sebuah organisasi. SDM sebagai aset terpenting yang di miliki sebuah organisasi perlu dikelola secara efektif untuk memberikan nilai tambah, sebuah organisisasi perlu di kelola secara efektif untuk memberikan nilai tambah pada organisasi, menurut Giellies (1994) didalam Arwani (2006) mendefenisikan kepemimpinan berdasarkan kata kerjanya, yaitu to lead, yang mempunyai arti beragam, seperti untuk memandu ( to guide), untuk menjalankan dalam arah tertentu (to run in a specifik direction), untuk mengarahkan (to direct), berjalan didepan (to go at the head of), menjadi yang pertama (to be first), membuka permainan (to open play) dan cenderung ke hasil yang pasti (to tentd toward a definite result). Sedangkan Fleisman (1973) mengartikan kepemimpinan (leadership) sebagai suatu kegiatan yang menggunakan proses komunikasi untuk mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok ke arah pencapain tujuan dalam situasi tertentu. Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu seni dan proses untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain supaya mereka memiliki motivasi untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai dalam situasi tertentu. kepemimpinan juga merupakan suatu inti kegiatan kelompok, hasil timbal balik dari hubungan antar-pribadi dan sebuah kepribadian yang memiliki pengaruh tertentu terhadap orang lain untuk berpikir, bersikap, dan berperilaku dalam merumuskan cita-cita kelompok atau organisasi dalam situasi yang sangat khusus.
Universitas Sumatera Utara
Didalalam
keperawatan
kepemimpinan
merupakan
penggunaan
keterampilan seorang pemimpin (perawat) dalam mempengaruhi perawat lain yang berada di bawah pengawasan untuk pembagian tugas dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai,
menurut
Muninjaya
(2012)
seorang
pemimpin
yang
ingin
kepemimpinannya lebih efektif harus mampu: 1. Memotivasi dirinya sendiri untuk bekerja lebih tekun dan membaca lebih banyak. 2. Memiiliki kepekaan tinggi terhadap permasalahan organisasi, termasuk komitmennya untuk segera memecahkannya, ia harus selalu merasa tertantang untuk mengatasi hambatan yang menjadi penghalang proses pencapain tujuan organisasi yang di pimpinnya. 3. Mengerakkan atau memotivasi staf agar mereka mau dan sadar melaksanakan tugas - tugas pokoknya, pada setiap tugas tersebut sudah melekat kewenangan dan tanggung jawab. 2.3.2 Teori Kepemimpinan 1. Teori orang besar atau teori bakat Teori orang besar (the great men theory) atau teori bakat (Trait theory) ini adalah teori klasik dari kepemimpinan. Disini disebutkan bahwa seorang pemimpin dilahirkan, artinya bakat - bakat tertentu yang diperlukan seseorang untuk menjadi pemimpin diperolehnya sejak lahir. 2. Teori situasi Bertolak belakang dengan teori bakat ialah teori situasi (situasi theory).teori ini muncul sebagai hasil pengamatan, dimana seseorang sekali
Universitas Sumatera Utara
pun bukan keturunan pemimpin, ternyata dapat pula menjadi pemimpin yang baik, Hasil pengamatan tersebut menyimpulkan bahwa orang biasa yang jadi pemimpin tersebut adalah karena adanya situasi yang menguntungkan dirinya, sehingga ia memiliki kesempatan untuk muncul sebagai pemimpin. 3. Teori Ekologi Sekalipun teori situasi kini banyak dianut, dan karena itu masalah kepemimpinan banyak menjadi bahan studi, namun dalam kehidupan sehari hari sering ditemukan adanya seorang yang setelah berhasil dibentuk menjadi pemimpin, ternyata tidak memiliki kepemimpinan yang baik. Hasil pengamatan yang sperti ini melahirkan teori ekologi, yang menyebutkan bahwa seseorang memang dapat dibentuk untuk menjadi pemimpin, tetapi untuk menjadi pemimpin yang baik memang ada bakat -bakat tertentu yang terdapat pada diri seseorang dari alam. 2.3.3 Ciri-ciri Pemimpin dan Kepemimpinan yang Ideal Menurut Nasir, dkk (2009) Ciri-ciri pemimpin dan kepemimpinan yang ideal adalah sebagai berikut: 1) Pengetahuan umum yang luas, semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hierarki kepemimpinan organisasi, ia semakin dituntut untuk mampu berpikir dan bertindak secara generalis. 2) Kemampuan bertumbuh dan berkembang. 3) Sikap yang inquistive atau rasa ingin tahu, merupakan suatu sikap yang mencerminkan dua hal: pertama, tidak merasa puas dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki; Kedua, kemauan dan keinginan untuk mencari dan menemukan hal-hal baru. Seorang pemimpin yang
Universitas Sumatera Utara
inquistive selalu belajar dan belajar. Pengalaman yang dia alami saat menjalanankan tugas merupakan pijakan untuk perbaikan diri, dianalisa, dan dijadikan standart minimal untuk tindakan selanjutnya. 4) Kemampuan Analitik, Efektivitas kepemimpinan seseorang tidak lagi pada kemampuaan dalam melaksanakan kegiatan yang bersifat teknis operasional, melainkan pada kemampuannya untuk berpikir. Cara dan kemampuan berpikir yang diperlukan adalah yang integralistik, strategi, dan berorientasi pada pemecahan masalah, Seorang pemimpin tidak lagi berpikir worker melainkan managerial. 5) Daya ingat yang kuat, pemimpin harus mempunyai kemampuan intelektual yang berbeda di atas kemampuan rata- rata orang –orang yang di pimpinnya, Salah satu bentuk kemampuan intelektual adalah daya ingat yang kuat. 6) Kapasitas integratif, pemimpin harus menjadi seorang integrator dan memiliki
pandangan
holistik
mengenai
organisasi.
Seorang
pemimpinan harus bisa dipercaya dan sebagai panutan bawahannya dalam memimpin organisasi dan ini merupakan karakter yang paling kuat dalam organisasi. 7) Keterampilan komunikasi secara efektif, fungsi komunikasi dalam organisasi antara lain fungsi motivasi, fungsi ekspresi emosi, fungsi penyampain informasi, dan fungsi pengawasan. 8) Keterampilan
mendidik,
memiliki
kemampuan
menggunakan
kesempatan untuk meningkatkan kemampuan bawahan, mengubah sikap dan perilakunya, serta meningkatkan dedikasi kepada organisasi.
Universitas Sumatera Utara
9) Rasionalitas, semakin tinggi kedudukan manajerial seseorang semakin besar pula tuntutan kepadanya untuk membuktikan kemampuannya untuk berpikir. hasil pemikiran itu akan terasa dampaknya tidak hanya dalam organisasi, akan tetapi juga dalam hubungan organisasi dengan pihak - pihak yang berkepentingan di luar organisasi tersebut. 10) Objektivitas, pemimpin diharapkan dan bahkan dituntut berperan sebagai Bapak serta penasehat bagi para bawahannya. Salah satu kunci keberhasilan seorang pemimpin dalam mengemudikan organisasi terletak pada kemampuan bertindak secara objektif. 11) Pragmatisme, Dalam kehidupan organisasi, sikap yang pragmatis biasanya terwujud dalam bentuk sebagai berikut: pertama, kemampuan menentukan tujuan dan sasaran yang berada dalam jangkauan kemampuan untuk mencapainya yang berarti menetapkan tujuan dan sasaran yang realistik tanpa melupakan idealisme. Kedua, menerima kenyataan apabila dalam perjalanan hidup tidak selalu meraih hasil yang di harapkan. 12) Kemampuan menentukan prioritas, biasanya yang menjadi titik tolak strategik organisasional adalah "SWOT". 13) Kemapuan membedakan hal yang darurat dan kurang penting. 14) Naluri yang tepat, kemampuannya ntuk memilih waktu yang tepat untuk melakukaan sesuatu atau tidak melakukaan sesuatu. 15) Rasa kohesi yang tinggi, "senasib sepenanggungan" keterikatan satu sama lain. 16) Kemapuan membedakan hal yang darurat dan kurang penting.
Universitas Sumatera Utara
17) Naluri yang tepat, kemampuannya ntuk memilih waktu yang tepat untuk melakukaan sesuatu atau tidak melakukaan sesuatu. 18) Rasa relevansi yang tinggi, pemimpin tersebut mampu berpikir dan bertindak sehingga hal-hal yang dikerjakannya mempunyai relevensi tinggi dan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi. 19) Keteladanan, seseorang yang dinilai pantas dijadikan sebagai panutan dan teladan dalam sikap, tingkah laku dan perilaku. 20) Menjadi pendengar yang baik 21) Fleksibilitas, mampu melakukan perubahan dalam cara berpikir, cara bertindak, sikap dan perilaku agar sesuai dengan tuntutan situasi serta kondisi tertentu yang dihadapinya tanpa mengorbankan prinsip-prinsip hidup yang dianut oleh seseorang. 22) Ketegasan. 23) Adaptasi, kepemimpinan
selalu bersifat situasioanal, kondisional,
temporal, dan spasial. 24) Keberanian. 25) Orientasi masa depan. 26) Sikap yang antisipatif dan proaktif.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Gaya Kepemimpinan 2.4.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Gaya (style) kepemimpinan adalah pola tinggkah laku yang direncanakan untuk mengintegrasi tujuan organisasi dengan tujuan individu, untuk mencapai suatu tujuan. (suarli,2012) menurut Muninjaya (2012) ada tiga faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan pertama, faktor kekuatan yang ada pada diri pemimpin, faktor kedua, bersumber dari kelompok yang dipimpin, dan faktor ketiga tergantung pada situasi, selain itu ada dasar yang sering di gunakan untuk mengelompokkan gaya kepemimpinan adalah (1) Tugas yang harus dilakukan oleh pemimpin kewajiban pemimpin, dan (3) falsafah yang dianut oleh pemimpin (Suali, 2012) 2.4.2 Model Gaya Kepemimpinan Menurut Gillies, (1994) Dalam Suarli (2012) di bedakan atas empat: 1. Gaya kepemimpinan Autokratis (autocratic leadership style) Pada gaya kempemimpinan ini segala keputusan ditangan pemimpin. Pendapat atau kritik dari bawahan tidak pernah dibenarkan. Pada dasarnya sifat yang dimiliki sama dengan gaya kepemimpinan diktator tetapi dalam bobot yang agak kurang. 2. Gaya Kepemimpinan demokratis (democratic leadership style) Pada Gaya kepemimpinan demokratis ditemukan peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah. Hubungan dengan bawahan dibangun dengan baik, segi postif dari gaya kepemimpinan ini mendatangkan keuntungan antara lain: keputusan serta tindakan yang lebih obyektif, tumbuhnya rasa ikut
Universitas Sumatera Utara
memiliki,
serta
terbinannya
moral
yang
tinggi,
sedangkan
kelemahannya: keputusan serta tindakan kadang - kadang lamban, rasa tanggung jawab kurang, serta keputusan yang dibuat terkadang bukan suatu keputusan yang baik 3. Gaya kepemimpinan santai (Laissserz-faire leadership style) adalah gaya kemepimpinan santai, peranan penting pimpinan hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan kepada bawahan masing- masing sesuai dengan kehendak masing - masing pula. 4. Partispatif Dimana pada gaya ini seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya secara konsultatif dimana ia tidak mendeklarasikan wewenangnya untuk membuat keputusan akhir dan untuk memberikan pengarahan tertentu kepada staff/ bawahannya, akan tetapi ia mencari berbagai pendapat dan pemikiran dari bawahan mengenai keputusan yang akan diambil. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan secara serius mendengarkan dan menilai pemikiran para bawahannya dan menerima sumbangan pemikiran mereka sejauh pemikiran itu dapat di praktekkan. 2.5 Stres Psikologis 2.5.1
Pengertian Stres Sejak lahir atau bahkan sejak pembuahan, setiap makhluk sudah berada
dalatn situasi yang menggambarkan adanya dua pihak yang saling bertentangan, yaitu pihak pertama berupa kondisi dari makhluk itu sendiri dan pihak kedua ialah lingkungan, untuk dapat mempertahankan kehidupan, perlu adanya perjuangan
Universitas Sumatera Utara
dari makhluk tersebut untuk dapat mempertahankan jenis dan selanjutnya bahkan untuk mengembangkan. Oleh karena itu ada dua kejadian penting disini, yaitu: adanya situasi sress (stress situation) pada invividu dan adanya adaptasi terhadap lingkungannya, Sehingga banyak ahli mengatakam stres identik dengan perilaku adaptasi (Wiramihardja, 2005). Stres bukanlah sesuatu yang buruk dan menakutkan tetapi merupakan bagian kehidupan. dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari stress menurut Hans Selye (1993) dalam Hidayat (2009) stres adalah suatu respon umum non spesifik yang tibul akibat situasi lingkungan yang tidak menentu. 2.5.2 Sumber-Sumber Stres Kondisi stres dapat disebabkan oleh berbagai penyebab atau sumber, dalam istilah yang lebih umum disebut stressor. Stressor adalah keadaan atau situasi, obyek atau individu yang dapat menimbulkan stres. Secara umum stressor dapat dibagi menjadi tiga, yaitu stressor fisik, sosial dan psikologis. 1. Stressor fisik Bentuk dari stressor fisik adalah suhu (panas dan dingin); suara bising, polusi udara, keracunan, obat-obatan (bahan kimiawi) 2. Stressor sosial a. Stressor sosial, ekonomi dan politik, misalnya tingkat inflamasi yang tinggi, tidak ada pekerjaan, pajak yang tinggi, perubahan teknologi yang cepat, kejahatan. b. Keluarga, misalnya peran seks, iri, cemburu, kematian anggota keluarga, masalah keuangan, perbedaan gaya hidup dengan pasangan atau anggota keluarga yang lain.
Universitas Sumatera Utara
c. Jabatan dan karir, misalnya kompetisi dengan teman, hubungan yang kurang baik dengan atasan atau sejawat, pelatih, atau aturan kerja.
d. Hubungan interpersonal dan lingkungan, misalnya harapan sosial yang terlalu tinggi, pelayanan yang buruk, hubungan sosial yang buruk. 3. Stressor psikologis a. Frustasi Frustasi adalah ketidak tercapainya keinginan atau tujuan karena ada hambatan. b. Ketidak pastian Apabila seseorang sering dalam keraguan dan merasa tidak pasti mengenai masa depan atau pekerjaan. Atau merasa bingung dan tertekan, rasa bersalah, perasaan khawatir dan inferior. 2.5.3 Respon tubuh terhadap stres Menurut
Hawari
(2001)
di
dalam
Sumiati,
dkk
(2010)
mengemukakan bahwa stres dapat berakibat terhadap hampir seluruh tubuh, seperti: 1. Perubahan warna rambut dari hitam jadi kecoklatan, ubanan atau kerontokan. 2. Gangguan ketajaman penglihatan. 3. Pendengaran berdenging. 4. Wajah tegang, serius, tidak santai, sulit tersenyum dan kedutan pada
Universitas Sumatera Utara
kulit wajah ( Tic Facialis ). 5. Bibir dan mulut terasa kering, tenggorokan terasa tercekik. 6. Kulit dingin atau panas atau banyak berkeringat, kulit kering, eksim, biduran atau urtikaria, gata-gatal, tumbuh jerawat (acne), telapak tangan dan kaki sering berkeringat dan kesemutan. 7. Nafas terasa berat dan sesak. 8. Jantung berdebar-debar, muka merah/ pucat. 9. Lambung perih, kembung dan pedih, mulas sulit defekasi atau diare. 10. Sering berkemih. 11. Otot sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. 12. Kadar gula darah meningkat, pada wanita terjadi gangguan menstruasi. 13. Libido menurun atau bisa juga meningkat. 2.5.4 Reaksi Psikologis Terhadap Stres Menurut Hawaii (2001) dalam Sumiati, dkk (2010) mengatakan bahwa selain mengganggu sistem tubuh, stres juga dapat menyebabkan hal - hal sebagai berikut: 1. Menganggu perasaan, seperti; gelisah, sedih, merasa rendah diri, iri hati, pemarah, bimbang, dan ragu serta cemas. 2. Mengganggu pikiran, seperti tidak dapat berpikir secara jernih, sering lupa, daya pikir rendah, tidak dapat berkonsentrasi, sehingga merasa seolah-olah tidak cerdas, sehingga tidak mampu membuat keputusan secara cepat dan sistematis. 3. Berpengaruh
terhadap
perilaku,
perilaku
tersebut
diantaranya
menyakiti diri sendiri dan menyakiti orang lain.
Universitas Sumatera Utara
4. Memacu beragam penyakit, seperti; jenis penyakit yang sering disebut psikosomatik, misalnya maag, sesak nafas, darah tinggi, dsb. 5. Menimbulkan
depresi,
depresi
adalah
suatu
gangguan
yang
berlangsung lama, disertai gejala dan tanda - tanda spesifik yang secara substansial mengganggu kewajaran sikap dan tindakan seseorang merasa sedih yang amat sangat. Sementara itu Hans Selye (1996) mengatakan bahwa stres dapat menimbulkan : 1. Kecemasan Respon yang paling umum merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan adalah emosi yang tidak menyenangkan istilah kuatir, prihatin, takut, jantung berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur. 2. Kemarahan dan agresi Adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman, merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stres yang mungkin dapat menyebabkan agresi. Agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan serangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar, kadang-kadang disertai perilaku kegilaan, tindak safis dan usaha membunuh orang. 3. Depresi Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang disertai rasa sedih.
Universitas Sumatera Utara
2.5.5 Gejala Stress Gejala terjdinya stres secara umum terdiri dari 2 (dua) gejala, yaitu 1. Gejala fisik: Beberapa bentuk gangguan fisik yang sering muncul pada stress adalah nyeri dada, diare selama berapa hari, sakit kepala, mual, jantung bedebar, lelah, sukar tidur, dll 2. Gejala Psikis Sementara bentuk gangguan psikis yang sering terlihat adalah: cepat marah, ingatan melemah, tak mampu berkonsentrasi, tidak mampu menyelesaikan tugas, perilaku impulsive, reaksi berlebihan terhadaphal sepele, daya kemampuan berkurang, tidak mampu santai pada saat yang tepat, tidak tahan terhadap suara atau gangguan lain, dan emosi tidak terkendali. 2.5.6 Tingkat Respon Terhadap Stres Sebenarnya stres tidak selalu bersifat negatif Hans sely, 1990 dalam Hidayat, 2006 membagi stress menjadi tiga, yaitu: 1. Eustres Eustres adalah respon stres ringan yang menimbulkan rasa bahagia, senang, menantang dan menggairahkan. Dalam hal ini tekanan yang terjadi bersifat positif, misalnya lulus dari ujian, atau kondisi ketika menghadapi perkawinan. 2. Distress Distress merupakan respon stress yang buruk dan menyakitkan, sehinga tidak mampu lagi diatasi.
Universitas Sumatera Utara
3. Optimal stress Optimal stres atau neustress adalah stres yang berada antara stres dengan distress, merupakan respon stres yang menekan namun masih seimbang sehingga seorang merasa tertantang untuk menghadapi masalah dan memacu untuk lebih bergairah, berprestasi, meningkatkan produktivitas kerja dan berani bersaing. Menurut prosesnya setiap orang dalam menghadapi stress memiliki respon yang berbeda – beda, tetapi secara umum respon terhadap stress memiliki beberapa tingkatan: 1.
Tingkat peringatan Setelah mengetahui adanya stress tubuh akan segera bereaksi. Kecepatan tubuh dalam bereaksi dikenal sebagai alarm stage, apabila rasa takut atau cemas muncul maka tubuh akan mengeluarkan katabolisme
adrenalin. untuk
Hormon
menghasilkan
ini
akan
energi
mempercepat
untuk
persiapan
menghadapi bahaya yang mengancam, yang di tandai dengan denyut jantung bertambah cepat dan otot berkontraksi. 2. Tingkat Resistensi Pada Tingkat ini individu berada pada mekanisme bertahan, biasanya disebutcoping mechanism. Coping berarti kegiatan untuk mengatasi masalah, misalnya rasa kecewa diatasi dengan humor, rasa tidak senang dihadapi dengan sikap ramah bukan dengan marah yang tidak terkendali.
Universitas Sumatera Utara
3. Tingkat ketelitian (Exhausted) Jika Stres berlangsung lama, akan memasuki tingkat ketiga, tbuh tidak lagi mempunyai senjata untuk melawan stres. Fisik dan pikiran sudah lelah, sehingga tidak tahan membendung stres. Pada keadaan ini Orang biasanya jatuh sakit. Gejala psikosomatis antara lain gangguan pencernaan, mual, diare, gatal – gatal, impotensi, dan berbagai bentuk gangguan lainnya. Kadang – kadang muncul gejala lain seperti tidak mau makan atau makan terlalu banyak. 2.6 Stres Kerja Pada Perawat 2.6.1 Defenisi Stres adalah tekanan yang terlalu besar bagi individu, terjadi stres ditempat kerja hampir tidak dapat dihindari dalam banyak jenis pekerjaan, perawat sebagai sumber daya manusia yang bekerja di Rumah Sakit dalam melaksanakan pekerjaanya dihadapkan pada kondisi - kondisi (karakteristik organisasi) yang dapat menimbulkan stres kerja Menurut Hamdani dan Handoyo, (2012) Stres psikologi Perawat ialah tekanan psikologi yang dialami oleh perawat pelaksana selama bekerja yang datang dari lingkungan sekitarnya, menurut Cooper di dalam Towner (2002) stres kerja ialah tekanan yang terlalu besar bagi perawat pelaksana yang bersifat personal, dimana setiap orang memiliki tingkatan toleransi tertentu tekanan disetiap waktunya.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Ciri - Ciri Situasi Kerja yang Penuh dengan Stres Dalam dunia bekerja bayak hal yang dapat meyebabkan stres dalam bekerja dimana menurut Towner (2002) Ciri – ciri situasi kerja yang penuh dengan stres ialah: 1) bekerja dengan kebutuhan - kebutuhan yang menimbulkan ancaman: pengetahuan dan kemampuan yang tidak sesuai untuk mengatasi masalah keperawatan. 2) pekerjaan tidak sesuai kebutuhan,. 3) situasi dimana perawat memiliki sedikit kontrol terhadap pekerjaan yang berlebih. 4) situasi dimanan perawat menerima sedikit dukungan pekerjaan dan di luar pekerjaan. Banyak hasil penelitian membuktikkan bahwa stressor perawat sangat bervariasi, antara lain sperti tersebut dibawah ini: menurut Umi (2005) stresor kerja pada perawat sesuai urutannya adalah beban kerja berlebihan sebesar 82%, pemberian upah yang tidak adil 58%, kondisi kerja 52%, tidak diikutkan dalam pengambilan keputusan 45%. 2.6.3 Penyebab Stres Psikologis Perawat Pelaksana di Tempat Kerja Menurut National Safety Council (2004) di Amerika serikat di dalam Rosmawar (2009) penyebab stres kerja dikelompokan dalam tida kategori yaitu: 1. Penyebab Organisasi yang terdiri dari: a) Otonomi yaitu kemandirian perawat dalam menjalankan tugasnya serta pengawasan yang ketat dari atasannya. b) Relokasi pekerjaan (mutasi) yaitu perpindahan tempat kerja seorang
Universitas Sumatera Utara
dari satu bagian/ unit ke bagian / unit lain c) Karier yaitu jabatan yang diduduki seseorang dalam pekerjaan. d) Beban kerja yaitu pekerjaan yang diterima atau yang diemban seseorang yang didukung dengan tanggung jawab dari pekerjaan tersebut. e) Interaksi dengan pasien yaitu kontak langsung antara pasien dengan perawat dalam asuhan keperawatan yang dilaksanakan oleh seseorang perawat. 2. Penyebab individu yang terdiri dari: a) Keluarga yaitu dukungan yang berasal dari suami/ isteri, anak-anak serta sanak saudara dalam melaksanakan suatu pekerjaan. b) Kejenuhan atau adanya kebosanan dengan pekerjaan yang selalu sama sepanjang tahun dan sudah tidak suka lagi karena sudah terlalu sering atau banyak. c) Konflik dengan rekan kerja yaitu ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota atau kelompok di tempat kerja. 3. Penyebab lingkungan a) Mengahadapi
pasien
yang
menderita,
sekarat,
lumpuh,
Kematian pasien. b) Harus selalu bersikap baik kepada orang yang mungkin tidak disukai. c) Berbicara dengan kerabat pasien, bertatap muka langsung dengan orang lain. d) Waktu kerja yang lama dan kerja shift.
Universitas Sumatera Utara
e) Melakukan pekerjaan yang bersifat traumatis. f) Kemajuan tehnologi. g) Pertanggungjawaban terhadap manusia. h) Akibat yang sangat besar dari keputusan yang salah. i) Resiko penularan penyakit akibat pekerjaan. j) Pengharapan dan tuntutan masyarakat. k) Resiko kekerasaan fisik. l)
Pengembangan karir yang tidak dapat diramalka.
Universitas Sumatera Utara