BAB 2 TINJAUAN TEORETIS
2.1
Tinjauan Teoretis Dibagian ini akan dijelaskan teori-teori mengenai opini audit going
concern dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Selain itu dibagian ini juga dijelaskan berbagai aspek penelitian–penelitian yang pernah dilakukan oleh berbagai pihak khususnya penelitian tentang opini audit going concern yang selanjutnya dijelaskan sebagai berikut. 2.1.1
Teori Keagenan Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai
suatu kontrak antara satu atau lebih prinsipal dengan pihak lainnya (agen) untuk melaksanakan sejumlah pekerjaan atas nama prinsipal, yang melibatkan pendelegasian beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen. Prinsipal dan agen diasumsikan sebagai orang ekonomi yang rasional dan umumnya termotivasi oleh kepentingan pribadi tapi mereka dapat membedakan penghargaan atas preferensi, kepercayaan dan informasi, dalam hal ini pihak prinsipal adalah pemegang saham (shareholder) dan pihak agen adalah manajemen. Jika kedua pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut berusaha untuk memaksimalkan utilitas mereka maka ada kemungkinan bahwa agen tidak akan selalu bertindak untuk kepentingan terbaik prinsipal. Principal sebagai pemilik perusahaan selalu ingin mendapatkan berbagai informasi mengenai aktivitas perusahaan, terutama jika aktivitas-aktivitas tersebut terkait dengan investasi atau dana yang mereka
14
15
investasikan dalam perusahaan tersebut. Dengan tujuan memotivasi agen maka prinsipal merancang kontrak sedemikian rupa sehingga mampu mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan (Rahman dan Siregar 2012). Rahman dan Siregar (2012). Menjelaskan kontrak yang efisien merupakan kontrak yang memenuhi dua asumsi, yaitu sebagai berikut ini: (1) Agen dan prinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun prinsipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri; (2) Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.
. Eisenhardt (1989) menyatakan ada tiga asumsi sifat manusia terkait teori keagenan yaitu: (1) Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (selfinterest); (2) Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality); dan (3) Manusia selalu menghindari resiko (risk-averse). Berdasarkan yang disebutkan dalam jurnal diatas bahwa sifat dasar manusia adalah selalu memikirkan keuntungan dan mengutamakan kepentingan pribadinya. Shareholder mendelegasikan dalam pembuatan keputusan atau wewenang sehari-hari diberikan kepada agen. Agen ditugaskan dengan menggunakan dan mengawasi sumber-sumber ekonomi perusahaan. Dengan adanya asumsi sifat dasar manusia, manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan keinginan terbaik pemegang saham (Shareholder). Faktor ini yang akhirnya dapat memicu terjadinya sebuah konflik antara agen dengan pemilik saham, sehingga diperlukan adanya pihak ketiga yaitu audit independen untuk menjadi mediator atau penengah antara kedua pihak yang berkepentingan (yaitu pihak agen dan pihak principle). Auditor dipandang sebagai pihak yang independen dianggap mampu menjembatani kepentingan prinsipal dan agen dalam melakukan
16
monitoring terhadap kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal melalui sebuah sarana yaitu laporan keuangan (Rahman dan Siregar, 2012). Disamping itu dengan adanya audit independen dapat menarik trus investor, kreditur, pemerintah, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya laporan keuangan yang telah di audit oleh auditor independen juga lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Data-data perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh investor dan pemakai laporan keuangan lainnya, apabila laporan keuangan yang mencerminkan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan telah mendapat pernyataan wajar dari auditor (Komalasari, 2004). Para pemakai laporan keuangan merasa bahwa pengeluaran opini audit going concern ini sebagai prediksi kebangkrutan perusahaan (Santosa dan Wedari, 2007). Opini audit going concern merupakan audit report dengan modifikasi mengenai going concern mengindikasikan bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis (Komalasari, 2007). Keharusan untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang ”Perseroan Terbatas” pasal 66 ayat 2 menyebutkan bahwa laporan keuangan harus disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang diberlakukan oleh Ikatan akuntan Indonesia (IAI). Suatu informasi keuangan harus disajikan dengan menggunakan asumsi-asumsi.
17
2.1.2
Opini Audit Opini audit merupakan bagian dari laporan audit yang terdapat pendapat
auditor mengenai kewajaran laporan keuangan dari pemeriksaan audit. Laporan audit terdiri dari tiga paragraf, yaitu paragraf pengantar, paragraf lingkup, dan paragraf pendapat. Opini audit terdapat di paragraf pendapat. Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Auditor bertanggung jawab dalam perencanaan dan pemeriksaan audit untuk memperoleh keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan perusahaan yang diaudit tidak terdapat salah saji material yang dikarenakan kekeliruan atau kecurangan. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat (Sussanto dan Aquariza, 2012). Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya (Rahman dan Siregar, 2012). Pernyataan pendapat atas kewajaran laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit diungkapkan dalam laporan audit yang mencakup paragraf, kalimat, frasa dan kata atau istilah-istilah yang biasa digunakan oleh auditor untuk mengkomunikasikan hasil audit kepada pemakai laporan auditnya. Laporan audit
18
terdiri dari 3 paragraf antara lain: paragraf pengantar (introductury paragraph), paragraf lingkup (scope paragraph), dan paragraf pendapat (opinion paragraph) (Mulyadi,2002). Opini audit terdapat pada paragraf pendapat yang merupakan informasi utama dari laporan audit. Menurut SPAP SA Seksi 508 (PSA No. 29) opini audit terdiri atas lima jenis, yaitu : 1.
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Dalam pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi umum di Indonesia. 2.
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualifie
Opinion with Explanatory Language) Saat keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas (atau bahasa penjelas lain) dalam laporan audit. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf meliputi: a.
Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain.
b.
Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena
keadaan-keadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh IAI. c.
Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor
yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas, namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa
19
rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai. d.
Di antara perioda akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam
penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya. e.
Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan auditor atas laporan
keuangan komparatif. f.
Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh BAPEPAM namun
tidak disajikan atau di-review. g.
Informasi tambahan yang diharuskan oleh IAI-Dewan Standar Akuntansi
Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari panduan yang dikeluarkan oleh dewan tersebut, dan auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan informasi tersebut, atau auditor tidak dapat menghilangkan keragu-raguan yang besar apakah informasi tambahan tersebut sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh dewan tersebut. h.
Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan
auditan secara material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. 3.
Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi umum di Indonesia, kacuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan:
20
a.
Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan
terhadap lingkup audit. b.
Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip
akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar. 4.
Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)
Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. 5.
Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)
Pernyataan tidak memberikan pendapat jika auditor tidak dapat melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila didalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien. 2.1.3 Tanggung Jawab Auditor Tanggung jawab auditor untuk memberikan opini audit going concern diatur dalam dalama SA Seksi 341 ”Pertimbangan Auditor Atas Kemampuan Entitas Dalam Mempertahankan Kelangsungan Hidupnya”. Hal-hal yang menjadi tanggung jawab auditor ada dalam SA Seksi 341 paragraf 03 dan hal-hal yang tidak menjadi tanggung jawab auditor ada dalam SA Seksi 341 paragraf 04. Dalam SA Seksi 341 paragraf 03 menyatakan bahwa auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam perioda waktu
21
pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit dengan cara berikut ini (IAI, 2001). 1.
Auditor mempertimbangkan apakah hasil prosedur yang dilaksanakan
dalam perencanaan, pengumpulan bukti audit untuk berbagai tujuan audit, dan penyelesaian auditnya, dapat mengidentifikasi keadaan atau peristiwa yang secara keseluruhan, menunjukkan adanya kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Mungkin diperlukan untuk memperoleh informasi tambahan mengenai kondisi dan peristiwa beserta bukti-bukti yang mendukung informasi yang mengurangi kesangsian auditor. 2.
Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan
entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, ia harus: a.
memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan
untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut, b.
menentukan apakah kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat secara
efektif dilaksanakan. 3.
Setelah auditor mengevaluasi rencana manajemen, mengambil kesimpulan
apakah ia masih memiliki kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Dalam SA Seksi 341 paragraf 04 menyatakan bahwa Auditor tidak bertanggung jawab untuk memprediksi kondisi atau peristiwa yang akan datang. Fakta bahwa entitas kemungkinan akan berakhir kelangsungan hidupnya setelah
22
menerima laporan dari auditor yang tidak memperlihatkan kesangsian besar, dalam jangka waktu satu tahun setelah tanggal laporan keuangan, tidak berarti dengan sendirinya menunjukkan kinerja audit yang tidak memadai. Oleh karena itu, tidak dicantumkannya kesangsian besar dalam laporan auditor tidak seharusnya dipandang sebagai jaminan mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. 2.1.4 Rasio Likuiditas Rasio likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau membayar hutang jangka pendeknya. Rasio likuiditas mengacu pada ketersediaan sumber daya (kemampuan) perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang jatuh tempo secara tepat waktu. Likuiditas suatu perusahaan diukur dengan Current Ratio yaitu membandingkan aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Current ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, current ratio digunakan untuk mengetahui apakah perusahaan mampu membayar kembali kewajibannya kepada para deposannya dengan menggunakan aset lancar yang dimiliki oleh perusahaan. Hasil koefisien yang negatif menunjukkan semakin kecil rasio likuiditas perusahaan maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk memberikan opini audit going concern dan sebaliknya. Rasio ini dapat memberikan sebuah ukuran likuiditas yang cepat, mudah digunakan dan mampu menjadi indikator terbaik sampai sejauh mana klaim dari kreditor jangka pendek telah ditutupi oleh aktiva yang diharapkan dapat diubah menjadi kas dengan cukup cepat (Brigham & Houston, 2009:95).
23
2.1.5
Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk mengukur berapa besar
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dan biasa disebut sebagai indikator keberhasilan perusahaan untuk dapat menghasilkan laba sehingga semakin tinggi profitabilitas maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bagi perusahaannya. Profitabilitas juga mempunyai arti penting bagi perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan apakah perusahaan tersebut mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang, dengan laba yang dimiliki perusahaan dapat menjamin kelangsungan usaha. Semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka perusahaan tidak akan memperoleh opini audit going concern (Sussanto dan Aquariza, 2012:14). Profitabilitas dapat ditunjukkan dengan ukuran Return On Assets (ROA). ROA merupakan rasio yang diperoleh dengan cara membagi laba atau rugi bersih dengan total aset. Rasio ini digunakan untuk menggambarkan kemampuaan perusahaan dalam memperoleh laba yang dihitung secara keseluruhan dari aset yang dimiliki perusahaan. Rasio ini merupakan variabel penting dalam pengukuran kinerja operasi yang dapat mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dan efisiensi pengelolaan biaya guna mempertahankan kelangsungan usahanya. Semakin tinggi nilai ROA semakin efektif pula pengelolaan aktiva perusahaan (Hani at al. 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Susanto (2009) bahwa semakin besar rasio ini semakin baik, hal ini berate cepatnya perputaran aktiva dan diperolehnya laba.
24
2.1.6
Rasio Solvabilitas Rasio solvabilitas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya. Rasio solvabilitas juga merupakan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan di likuiditas. Solvabilitas dapat diukur dengan Rasio hutang modal atau Debt to Equity Ratio (DER). Debt to Equity Ratio merupakan perbandingan antara hutang yang dimiliki perusahaan dan modal yang dimiliki perusahaan dalam pendanaan perusahaan yang menunjukkan kemampuan modal sendiri, perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Tingginya debt to equity rasio mencerminkan tingginya resiko keuangan perusahaan (Petronela, 2004). Debt to equity ratio yang tinngi menjadi perhatian auditor karena debt to equity ratio yang tinggi mengidentifikasi bahwa perusahaan tidak dapat mempertahankan kelangsungan usahanya (Susanto, 2009:159). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa debt to equity ratio
merupakan perbandingan antara total hutang (hutang lancar dan hutang jangka panjang) dan modal yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal yang ada. 2.1.7
Rasio Pertumbuhan Pertumbuhan Rasio pertumbuhan perusahaan merupakan rasio untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya diukur dengan menggunakan aktivitas penjualan atau banyaknya transaksi penjualan suatu perusahaan. Rudyawan dan Badera (2009) menyatakan pertumbuhan
25
perusahaan mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Jika perusahaan terus mengalami peningkatan penjualan dapat dipastikan perusahaan mampu mempertahankan kelangsungan usahanya. Pertumbuhan perusahaan dapat diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan. Rasio ini mengukur berapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston dan Copeland, 1992 dalam Setyarno et al. 2006). Perusahaan
yang mengalami
pertumbuhan
menunjukkan
aktivitas
operasional perusahaan berjalan dengan semestinya sehingga perusahaan dapat mempertahankan posisi ekonominya dan kelangsungan hidupnya (Rahman dan Siregar, 2012). Perusahaan yang dapat selalu meningkatkan penjualannya akan dapat melangsungkan usahanya ditahun yang akan datang karena perusahaan yang penjualan meningkat dapat disimpulkan bahwa laba perusahaan akan meningkat pula jika perusahaan mengalami peningkatan laba, maka perusahaan akan dapat bertahan ditahun yang akan datang begitu pula sebaliknya karena penjualan merupakan operasi utama perusahaan dapat bertahan dan tetap eksistensi. Perusahaan dengan rasio pertumbuhan penjualan negatif berpotensi besar mengalami penurunan laba sehingga manajemen perlu untuk mengambil tindakan perbaikan agar tetap dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (Rahman Dan Siregar, 2012). Perusahaan dengan negative growth mengindentifikasi kecenderungan yang lebih besar kearah kebangkrutan sehingga perusahaan yang laba tidak akan mengalami kebangkrutan (petronela, 2004). Kebangkrutan merupakan alasan
26
utama auditor menerbitkan opini audit going concern jika perusahaan tidak mampu memperoleh laba yang tinggi dari penjualan akan sangat mudah auditor memberikan opini audit going concern. Oleh karena itu, semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan perusahaan akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern (Setyarno et al. 2006). 2.1.8
Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan penentu sebuah perusahaan dapat terus
melanjutkan usahanya atau tidak dapat melanjutkan usahanya ditahun-tahun yang akan datang. Perusahaan yang lebih besar cenderung akan dapat mempertahankan kelangsungan usahanya daripada perusahaan kecil. Perusahaan yang besar biasnya sudah lama telah mengoperasikan usaha dan perusahaan kecil biasanya baru memulai usaha, perusahaan ukuran kecil biasanya kurang bisa mempertahankan kelangsungan usahanya. Mckeown et al. (1991) dalam Rahman dan Siregar (2012) menjelaskan bahwa perusahaan dengan pertumbuhan positif, memberikan suatu tanda bahwa ukuran perusahaan tersebut semakin berkembang dan mengurangi kecenderungan kearah kebangkrutan. Auditor lebih sering memberikan opini going concern pada perusahaan yang berukuran dari pada perusahaan yang besar. Hal ini dikarenakan auditor berkeyakinan bahwa perusahaan besar pasti dapat mempertahankan usahanya didukung dengan total aset yang dimiliki perusahaan dapat menjalankan operasinal dengan sangat mudah serta dapat bersaing dengan kompetitor dengan nama yang sudah dikenal. Mutchler et al. (1991) dalam Rahman dan Siregar (2012) menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going
27
concern pada perusahaan kecil, karena auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan kesulitan keuangan daripada perusahaan kecil. Machfoedz (1994) dalam Suwito dan Herawaty (2005) menyatakan bahwa ukuran perusahaan adalah suatu skala yang dapat mengklasifikasikan perusahaan menjadi perusahaan besar dan kecil menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva atau total aset perusahaan, nilai pasar saham, rata-rata tingkat penjualan, dan jumlah penjualan. Ukuran perusahaan dapat dilihat dari total aktiva yang dimiliki. Perusahaan dengan total aktiva yang besar menunjukkan bahwa perusahaan telah mencapai tahap kedewasaan karena dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif panjang. Oleh karena itu, perusahaan besar diharapkan akan lebih mampu untuk menyelesaikan masalah keuangan yang dihadapi dan mempertahankan kelangsungan usahanya. 2.1.9
Reputasi Auditor Reputasi auditor adalah auditor yang mempunyai nama baik serta dapat
menunjukkan prestasi dan kepercayaan publik yang disandang oleh seorang auditor atas nama kantor audit yang dimiliki oleh auditor tersebut. Auditor yang berasal dari KAP yang telah memiliki reputasi yang baik mempunyai kecenderungan untuk menerbitkan opini audit going concern jika terdapat masalah kelangsungan usaha pada auditee yang diauditnya (Ulya, 2012). Auditor yang memiliki reputasi yang baik akan cenderung untuk mempertahankan kualitas auditnya agar reputasi dan nama baiknya tetap terjaga dan tidak kehilangan klien.
28
Kantor akuntan publik (KAP) yang lebih besar dapat menghasilkan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan kantor akuntan kecil. Selain itu, KAP skala besar memiliki insentif yang lebih besar untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi dibandingkan KAP skala kecil (De Angelo, 1981). KAP skala besar lebih cenderung untuk mengungkapkan masalah-masalah yang ada karena mereka lebih kuat menghadapi resiko proses pengadilan (Sussanto dan Aquariza, 2012). Argumen ini menunjukkan bahwa KAP besar memiliki insentif lebih untuk mendeteksi dan melaporkan masalah kelangsungan usaha kliennya. Dengan banyaknya kasus perusahaan yang tiba-tiba tidak dapat menjalankan kelangsungan usahanya karena hasil opini audit oleh auditor perusahaannya, maka sebaiknya audit dilakukan oleh KAP yang besar dan berpengalaman hal ini didukung dengan hasil penelitian. Auditor dari kantor akuntan The Big Four lebih akurat dibandingkan kantor akuntan Non Big Four. Sentosa dan Wedari, (2007) menjelaskan bahwa auditor skala besar dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik dibanding auditor skala kecil, termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern. Semakin besar skala auditor maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern. 2.1.10 Opini Audit Going Concern Opini audit going concern merupakan opini audit yang dikeluarkan oleh auditor yang didalamnya terdapat paragaraf penjelas tetang kelangsungan usaha perusahaan yang diaudit ditahun yang akan datang apakah perusahaan mampu mempertahankan usahanya atau tidak. Santosa dan Wedari (2007)
29
mengatakan opini audit dengan paragraf going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. SA Seksi 341, PSA No. 30 (SPAP, 2011) memberikan paragraf penjelasan mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya yang dicantumkan pada laporan auditor jika auditor memberikan opini audit going concern kepada auditee. seperti berikut ini: “Laporan keuangan terlampir telah disusun dengan anggapan Perusahaan akan melanjutkan usahanya secara berkelanjutan. Seperti yang diuraikan dalam Catatan X atas laporan keuangan, Perusahaan telah mengalami kerugian yang berulangkali dari usahanya dan mengakibatkan saldo ekuitas negatif serta pada tanggal 31 Desember 20XX. Tamba 2009 (dalam Ulya, 2012:9) going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha. Dengan adanya going concern maka suatu badan usaha dianggap mampu
mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu
panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. Dalam melaksanakan proses audit, auditor dituntut tidak hanya melihat sebatas pada hal-hal yang ditampakkan dalam laporan keuangan saja tetapi juga harus lebih mewaspadai hal-hal potensial yang dapat mengganggu kelangsungan hidup (going concern) suatu perusahaan. Hal inilah yang menjadi alasan bahwa auditor bertanggungjawab atas kelangsungan hidup suatu perusahaan. Arens (1997) dalam Santosa dan Wedari (2007) menyatakan beberapa faktor yang menimbulkan ketidakpastian kelangsungan hidup perusahaan adalah:
30
1.
Kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan modal kerja.
2.
Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada saat
jatuh tempo dalam jangka pendek. 3.
Kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak diasuransikan
seperti gempa bumi atau banjir atau permasalahan perburuhan yang tidak biasa. 4.
Perkara pengadilan, gugatan hukum atau masalah serupa yang sudah
terjadi yang dapat membahayakan kemampuan perusahaan untuk beroperasi. Bila kesangsian terhadap kelangsungan hidup usaha benar-benar ada, maka auditor harus mempertimbangkan untuk mengeluarkan opini audit going concern. SA Seksi 341, PSA No. 30 (SPAP,2011) memuat pertimbanganpertimbangan bagi auditor dalam menerbitkan opini audit going concern terhadap kelangsungan usaha suatu entitas. Panduan bagi auditor dalam menerbitkan opini going concern dijelaskan sebagai berikut (SPAP, 2011): 1.
Jika auditor yakin terdapat keraguan mengenai kemampuan satuan usaha
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, maka auditor harus memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditunjukkan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut dan menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif dilaksanakan. 2.
Jika manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak
kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka auditor mempertahankan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion).
31
3.
Jika manajemen memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan
peristiwa di atas, maka auditor menyimpulkan (berdasarkan pertimbangannya) atas efektivitas rencana tersebut : a.
Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut tidak efektif, maka
auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion). b.
Jika
auditor
berkesimpulan
rencana
tersebut
efektif
dan
klien
mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion with emphasis of matter paragraph). c.
Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak
mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor memberikan pendapat tidak wajar (qualified/adverse opinion). Chen dan Church (dalam Ulya, 2012:8) Menyatakan bahwa perusahaan yang bermasalah setidaknya memenuhi salah satu kriteria berikut: (1) ekuitas yang negatif; (2) arus kas yang negatif; (3) laba operasi yang negatif; (4) modal kerja yang negatif; (5) laba bersih yang negatif; (6) Laba yang ditahan yang negatif. 2.1.11 Penelitian Terdahulu Dibawah ini merupakan penelitian-penelitian terdahulu mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi opini audit going concern yang diberikan kepada suatu perusahaan. Penelitian empiris mengenai opini audit going concern sebelumnya pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Berikut adalah hasil penelitian mereka mengenai opini audit going concern:
32
Santoso dan Wedari (2007) melakukan penelitian dengan judul “analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan penerimaan opini audit going concern” dalam penelitian ini faktor-faktor yang digunakan adalah kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan, dan ukuran perusahaan. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi logistik yang menghasilkan kesimpulan bahwa kondisi keuangan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going concern sedangkan kualitas audit, dan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Susanto (2009) melakukan penelitian dengan judul “faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern pada perusahaan publik sektor manufaktur” dalam penelitian ini faktor-faktor yang digunakan adalah Kondisi keuangan, current ratio, quick ratio, cash flow from operation, return on asset, debt to equity, long term debt to total asset, kualitas audit, opini audit sebelumnya, debt default, dan opinion on shopping. Dengan variabel dependen opini audit going concern. penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi logistik yang menghasilkan kesimpulan bahwa Kondisi keuangan, return on asset, debt to total asset, opini audit sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern sedangkan Quick ratio, current ratio, cash flow from operation, debt to total equity, long term debt to total asset, kualitas audit, debt default dan opinion on shopping tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern.
33
Wijaya et al. (2009) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh kualitas audit dan proxy going concern terhadap opini audit going concern pada perusahaan non regulasi di bursa efek Indonesia (BEI)” dalam penelitian ini faktor-faktor yang digunakan adalah kualitas audit yang diukur dengan kualifikasi reputasi KAP, likuiditas diukur dengan quick ratio, dan profitabilitas diukur dengan return on asset (ROA). Dengan variabel dependen opini audit dengan going concern. penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi logistik yang menghasilkan kesimpulan bahwa kualitas audit, likuiditas, dan profitabilitas berpengaruh terhadap opini audit dengan going concern. Rahayu dan Pratiwi (2011) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan, leverage, dan reputasi auditor terhadap opini audit going concern” dalam penelitian ini faktor-faktor yang digunakan adalah Opini tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan, leverage, dan reputasi auditor. Dengan variabel dependen opini audit going concern. penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi logistik yang menghasilkan kesimpulan bahwa opini tahun sebelumnya berpengaruh terhadap opini audit going concern sedangkan Pertumbuhan perusahaan, leverage, dan reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Kristiana (2012) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, likuiditas, pertumbuhan perusahaan terhadap
opini
audit going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)” dalam penelitian ini faktor-faktor yang digunakan adalah Ukuran perusahaan, profitabilitas, likuiditas, dan pertumbuhan perusahaan.
34
Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi logistik yang menghasilkan kesimpulan bahwa profitabilitas, likuiditas dan pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh terhadap opini audit dengan going concern, sedangkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern Rahman dan Siregar (2012) melakukan penelitian dengan judul “Faktorfaktor yang mempengaruhi kecenderungan penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia” dalam penelitian ini faktor-faktor yang digunakan adalah Kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, opini auditor, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, dan utang diukur dengan debt to equity ratio. Dengan variabel dependen opini audit going concern. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi logistik yang menghasilkan kesimpulan bahwa pertumbuhan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, dan debt to equity ratio berpengaruh terhadap opini audit going concern sedangkan kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Sussanto dan Aquariza (2012) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh opini audit tahun sebelumnya, kualitas audit, profitabilitas, likuiditas, dan solvabilitas terhadap pemberian opini audit going concern pada perusahaan consumer goods industry yang terdaftar di bursa efek Indonesia” dalam penelitian ini faktor-faktor yang digunakan adalah opini audit tahun sebelumnya, kualitas audit, profitabilitas, likuiditas, dan solvabilitas. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi logistik yang menghasilkan kesimpulan bahwa opini audit tahun sebelumnya dan solvabilitas berpengaruh terhadap opini audit going concern
35
sedangkan kualitas audit, likuiditas, dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Ulya (2012) melakukan penelitian dengan judul “Opini audit going concern: analisis berdasarkan faktor keuangan dan non keuangan” dalam penelitian ini faktor-faktor yang digunakan adalah kesulitan keuangan, debt default, opini audit tahun sebelumnya, reputasi auditor, dan auditor clien tenture. penelitian ini menggunaan teknik analisis regresi logistik yang menghasilkan kesimpulan bahwa debt default, opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap opini audit going concern sedangkan kesulitan keuangan, reputasi auditor, dan auditor clien tenture tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Azizah dan Anisykurlillah (2014) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh ukuran perusahaan, debt default, dan kondisi keuangan perusahaan terhadap penerimaan opini audit going concern” dalam penelitian ini faktor-faktor yang digunakan adalah ukuran perusahaan, debt default, dan kondisi keuangan perusahaan. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi logistik yang menghasilkan kesimpulan bahwa kondisi keuangan perusahaan mempunyai pengaruh terhadap opini audit dengan going concern, sedangkan ukuran perusahaan dan Debt default tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Izzati dan Sularto (2014) melakukan penelitian dengan judul “faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia” dalam penelitian ini faktor-
36
faktor yang digunakan adalah ukuran KAP, opini audit tahun sebelumnya, profitabilitas, leverage, dan pertumbuhan perusahaan. penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi logistik yang menghasilkan kesimpulan bahwa opini audit tahun sebelumnya, profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern sedangkan ukuran KAP, leverage, pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap iponi audit going concern. Ginting dan Suryana (2014) melakukan penelitian dengan judul “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi opini audit going concern pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia” dalam penelitian ini faktor-faktor yang digunakan adalah ukuran perusahaan, kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan, reputasi auditor. penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi logistik yang menghasilkan kesimpulan bahwa kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan, reputasi auditor berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern sedangkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap iponi audit going concern. Suparum (2014) melakukan penelitian dengan judul “Variabel-variabel yang mempengaruhi penerimaan opini audit dengan paragraf going concern” dalam penelitian ini faktor-faktor yang digunakan adalah prediksi kebangkrutan, pertumbuhan perusahaan, leverage, reputasi auditor, quick ratio, dan return on assets. penelitian ini menggunaan teknik analisis regresi logistik yang menghasilkan kesimpulan bahwa prediksi kebangkrutan, leverage, reputasi auditor berpengaruh terhadap opini audit going concern sedangkan pertumbuhan
37
perusahaan, quick ratio, dan return on assets tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. 2.2
Rerangka Pemikiran Teori keagenan menyebutkan bahwa pemilik perusahaan memberikan
kewenangan kepada manajemen untuk dapat menjalankan pekerjaan atas nama pemilik perusahaan. Untuk meminimalkan terjadinya agensi konflik maka manajemen dapat mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada pemilik perusahaan dengan cara menyampaikan informasi mengenai kondisi perusahaan melalui pengungkapan akuntansi yakni sebuah laporan keuangan yang telah diaudit oleh pihak ketiga (auditor independen) yang telah dipercayai oleh pemilik perusahaan maupun manajemen perusahaan. Penyampaian informasi melalui laporan keuangan perlu dilakukan untuk memenuhi sebuah kebutuhan informasi baik untuk pihak internal maupun eksternal perusahaan yang kurang memiliki kewenangan dalam memperoleh informasi terkait perusahaan. Dalam melaksanaan tugasnya, auditor mempunyai sebuah pertanggungjawaban yang sangat besar kepada suatu entitas atau perusahaan yang diaudit. Tanggung jawab auditor tidak hanya pada saat menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang telah diaudit, tetapi juga bertanggung jawab untuk mendeteksi dan melaporkannya sebuah kecurangan yang terjadi didalam sebuah perusahaan. Auditor harus mempunyai independensi, profesionalisme, dan motivasi. Dalam menyatakan pendapatnya, auditor harus mempertimbangkan bahwa pendapat tersebut sudah benar-benar sesuai dengan laporan keuangan dan kinerja suatu perusahaan. Auditor juga bertanggung jawab untuk menilai apakah suatu
38
perusahaan tersebut dapat melanjutkan usaha mereka ditahun yang akan datang. Pada saat auditor menemukan bahwa perusahaan tersebut terdapat sebuah keraguan yang substansial untuk keberlangsungan usaha (going concern) maka auditor dapat menjelaskannya dalam laporan auditor dengan menambahkan paragraf penjelas. Dalam SA Seksi 341 disebutkan bahwa auditor juga bertanggung jawab untuk menilai mengenai kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam perioda waktu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit (IAI, 2001). Rasio
likuiditas
menggambarkan
kemampuan
perusahaan
untuk
menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya dan rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Current ratio. Semakin besar rasio ini maka
menggambarkan kondisi keuangan perusahaan yang baik dan sebaliknya. Dengan current ratio yang besar maka kemungkinan auditor untuk menyatakan opini audit going concern semakin kecil karena dari sisi keuangan perusahaan masih dapat mempertahankan kelangsungan usahanya. Rasio profitabilitas
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
mendapatkan laba. Adapun rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return on Asset (ROA). Jika rasio ROA semakin kecil, maka menunjukkan perusahaan tidak solvabel atau tidak likuid dan dapat menyebabkan perusahaan mengalami kebangkrutan atau tidak dapat melangsungkan usahanya dimasa yang akan datang. Hal ini dapat mempengaruhi auditor untuk memberi opini audit going concern.
39
Rasio solvabilitas menggambarkan hubungan antara utang perusahaan terhadap modal maupun aset. Rasio solvabilitas yang digunakan untuk penelitian ini adalah Debt to Equity Ratio (DER). Rasio DER menunjukkan perbandingan antara hutang dan ekuitas (modal) dalam pendanaan perusahaan serta menunjukkan kemampuan modal perusahaan untuk menutupi seluruh hutangnya. Dalam hubungannya dengan opini audit going concern, apabila tingkat DER semakin besar, maka akan semakin besar kemungkinan auditor mengeluarkan opini audit going concern. Rasio pertumbuhan perusahaan menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisi ekonominya ditengah pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya. Rasio pertumbuhan perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sales growth ratio. Rasio ini menunjukkan penjualan perusahaan terhadap peningkatan laba perusahaan dari tahun sebelumnya. Jika perusahaan mengalami pertumbuhan penjualan yang negatif maka besar kemungkinan laba yang diperoleh perusahaan akan mengalami penurunan. Hal ini akan mempengaruhi auditor akan mengeluarkan opini audit going concern. Ukuran perusahaan diukur melalui pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan dapat dinilai dengan melihat besar atau kecilnya perusahaan tersebut. Perusahaan besar dengan tingkat pertumbuhan positif akan memberikan suatu tanda bahwa perusahaan jauh dari kemungkinan mengalami kebangkrutan atau tidak akan memperoleh opini audit going concern sedangkan perusahaan yang pertumbuhan negatif cenderung memperoleh opini audit going concern.
40
Reputasi auditor dinilai dengan menggunakan ukuran KAP (Kantor Akuntan Publik). Auditor yang memiliki reputasi yang baik cenderung akan menghasilkan opini audit yang berkualitas baik sehingga lebih dipercayai oleh pengguna laporan keuangan perusahaan. Opini audit going concern menurut Belkaoui (2006:271) going concern adalah dalil yang menyatakan bahwa suatu entitas akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab, serta aktivitas-aktivitasnya yang tiada henti. Dengan adanya opini audit going concern akan sangat membantu investor dalam menentukan keputusan untuk berinvestasi dalam perusahaan. Salah satu hal-hal yang perlu diperhatikan seorang auditor dalam memberikan opini audit going concern diantaranya rasio likuiditas, profitabilitas, solvabilitas, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, dan reputasi auditor. Berikut adalah gambar rerangka pemikiran pada penelitian ini.
41
Teori Keagenan
Manajemen (Agen)
Laporan Keuangan
Pemilik Perusahaan (principle)
Auditor Independen
SA Seksi 341 PSA No. 30
Opini Audit
Opini Audit Going Concern
RLKD
RPRF
RSLV
RPTP
Gambar 1. Rerangka Pemikiran Penelitian
SIZE
KAAI
42
2.3
Perumusan Hipotesis Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji
secara empiris. Proporsi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena (Erlina, 2011: 41). Oleh karena itu, hipotesis masih bersifat sementara. Berdasarkan tinjauan teoretis dan penelitian terdahulu seperti yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti mencoba menguji pengaruh rasio likuiditas, profitabilitas, solvabilitas, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, dan reputasi auditor terhadap pemberian opini audit going concern dengan perumusan sebagai berikut: 2.3.1
Pengaruh Rasio Likuiditas Terhadap Opini Audit Going Concern Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau
membayar hutang jangka pendeknya. Rasio likuiditas mengacu pada ketersediaan sumber daya (kemampuan) perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang jatuh tempo secara tepat waktu. Semakin rendahnya nilai current ratio menunjukkan semakin rendah pula kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya. Jika perusahaan tidak mampu membayar hutang jangka pendeknya hal tersebut dapat mempengaruhi kredibilitas perusahaan yang dapat mempengaruhi kelangsungan usaha perusahaan. Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Susanto (2009) dan Sussanto dan Aquariza (2012:17) penelitiannya membuktikan bahwa likuiditas tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya et al. (2009) dan Kristiana (2012) yang menyatakan bahwa
43
variabel likuiditas berhasil membuktikan pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap laporan audit going concern. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Rasio likuiditas berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern. 2.3.2
Pengaruh Rasio Profitabilitas Terhadap Opini Audit Going Concern Rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan dalam meningkat-
kan keuntungan baik dalam bentuk laba perusahaan maupun nilai ekonomis atas penjualan, aset bersih perusahaan maupun modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini maka menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba sehingga tidak menimbulkan keraguaan auditor akan kelangsungan usaha perusahaan. Dalam penelitian yang telah dilkukan oleh Sussanto dan Aquariza (2012:17), dan Suparum (2014) penelitiannya membuktikan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya et al. (2009) yang menyatakan bahwa variabel profitabilitas yang diproksikan dengan ROA menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap laporan audit going concern. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H2: Rasio profitabilitas berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern.
44
2.3.3 Pengaruh Rasio Solvabilitas Terhadap Opini Audit Going Concern Rasio solvabilitas merupakan rasio yang mengukur seberapa jauh kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangannya. Solvabilitas mengacu pada jumlah pendanaan yang berasal dari utang perusahaan kepada kreditor. Semakin tinggi rasio solvabilitas, semakin menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang buruk dan dapat menimbulkan ketidakpastian atau keraguan mengenai kelangsungan hidup perusahaan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan rasio DER. Semakin tinggi debt to equity ratio menunjukkan semakin rendahnya kinerja keuangan sehingga menyebabkan timbulnya ketidakpastian atau keraguan perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan usahanya. Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Rahayu dan Pratiwi (2011), dan Susanto (2009) membuktikan bahwa solvabilitas yang dikur dengan debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sussanto dan Aquariza (2012:18), dan Rahman dan Siregar (2012) membuktikan bahwa Solvabilitas yang dikur dengan debt to equity ratio berpengaruh terhadap opini audit going concern. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H3: Rasio solvabilitas berpengaruh positif terhadap opini audit going concern.
45
2.3.4 Pengaruh Rasio Pertumbuhan perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern Rasio pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan. Weston dan Copeland (1992) dalam Setyarno et al. (2006) mengemukakan
bahwa
rasio
ini
mengukur
seberapa
baik
perusahaan
mempertahankan posisi ekonominya baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Penjualan merupakan kegiatan operasi utama perusahaan. Suatu perusahaan dengan rasio pertumbuhan penjualan yang positif lebih mampu untuk mempertahankan kelangsungan usahanya dan kemungkinan perusahaan terhadap kebangkrutan adalah kecil. Semakin tinggi rasio pertumbuhan perusahaan, maka akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern. Altman (1968) dalam Petronela (2004) mengemukakan bahwa perusahaan dengan negative growth mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar kearah kebangkrutan sehingga perusahaan yang laba tidak akan mengalami kebangkrutan karena kebangkrutan merupakan salah satu dasar bagi auditor untuk memberikan opini audit going concern maka perusahaan yang mengalami pertumbuhan perusahaan yang negatif akan makin tinggi kecenderungan untuk menerima opini going concern.
Dalam penelitian yang telah dilkukan oleh Rahayu dan pratiwi (2011:102), dan Suparum (2014) membuktikan bahwa variabel rasio pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going concern. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahman dan Siregar (2012:30), dan Ginting dan Suryana (2014) membuktikan bahwa variabel rasio pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going concern. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
46
H4: Rasio pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern 2.3.5 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern Perusahaan yang berukuran besar dengan tingkat pertumbuhan positif, memberikan suatu tanda bahwa perusahaan tersebut jauh dari kemungkinan mengalami kebangkrutan. Mutchler (1985) dalam Rahman & Siregar (2012) menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil, karena auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan kesulitan keuangannya dari pada perusahaan kecil. Dengan demikian diharapkan semakin besarnya ukuran perusahaan akan memperkecil kemungkinan pemberian opini going concern. Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Kristiana (2012), dan Rahman dan Siregar (2012:31) Hasil penelitian membuktikan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso dan Wedari (2007) Hasil penelitian membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going concern. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H5: Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern 2.3.6
Pengaruh Reputasi Auditor Terhadap Opini Audit Going Concern Kualitas audit yang baik akan menghasilkan informasi yang sangat
berguna bagi para pemakai laporan keuangan dalam hal pengambilan keputusan, oleh karena itu, auditor bertanggung jawab untuk menyediakan jasa audit yang
47
berkualitas. DeAngelo (1981) dalam Rahman dan Siregar (2012:7) menyimpulkan bahwa KAP yang lebih besar dapat menghasilkan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan kantor akuntan kecil. Semakin besar skala auditor maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern. De Angelo (1981) dalam Setyarno et al. (2006) menyatakan bahwa auditor skala besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi dibandingkan pada auditor skala kecil. Auditor skala besar juga lebih cenderung untuk mengungkapkan masalah – masalah yang ada karena mereka lebih kuat menghadapi resiko proses pengadilan. Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Rahayu dan Pratiwi (2011), dan Ulya (2012) dan Rahman dan Siregar, (2012:31) Hasil penelitian membuktikan bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Suparum (2014), dan Ginting dan Suryana (2014) Hasil penelitian membuktikan bahwa reputasi auditor berpengaruh terhadap opini audit going concern. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H6: Reputasi auditor berpengaruh positif terhadap opini audit going concern. Berdasarkan penjelasan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu telah menguji faktor-faktor yang mempengaruhi opini audit going concern, yaitu rasio likuiditas, , rasio profitabilitas, rasio solvabilitas, rasio pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, dan reputasi auditor. yang mempengaruhi variabel dependen, yaitu opini audit going concern, yang digambarkan dalam kerangka pemikiran.
48
Serta penjabaran pengembangan hipotesis diatas, maka hipotesis tersebut dapat diringkas dalam model penelitian. Berikut gambar model penelitian disajikan dalam gambar 2:
Rasio Likuiditas (RLKD)
Rasio Profitabilitas (RPRF)
H1(-)
H2(-)
H3(+) Rasio Solvabilitas (RSLV)
H4(-) Rasio Pertumbuhan Perusahaan (RPTP) H5(-)
Ukuran Perusahaan (SIZE)
H6(+)
Reputasi Auditor (KAAI) Gambar 2. Model Penelitian
Opini Audit Going Concern (GCOA)