BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Manajemen Keperawatan 1.1
Pengertian Manajemen Keperawatan Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif, karena
manajemen adalah pengguna waktu yang efektif, keberhasilan rencana perawat manajer klinis, yang mempunyai teori atau sistematik dari prinsip dan metode yang berkaitan pada instusi yang besar dan organisasi keperawatan di dalamnya, termasuk setiap unit. Teori ini meliputi pengetahuan tentang misi dan tujuan
dari
institusi
tetapi dapat
memerlukan
pengembangan atau
perbaikan termasuk misi atau tujuan devisi keperawatan. Dari pernyataan pengertian yang jelas perawat manajer mengembangkan tujuan yang jelas dan realistis untuk pelayanan keperawatan (Swanburg, 2000). Menurut
Swanburg
(2000),
ketrampilan
manajemen
dapat
diklasifikasikan dalam tiga tingkatan yaitu: 1) Keterampilan intelektual, yang meliputi
kemampuan
atau penguasaan
teori, keterampilan
berfikir. 2)
Keterampilan teknikal meliputi: metode, prosedur atau teknik. 3) Keterampilan interpersonal, meliputi kemampuan kepemimpinan dalam berinteraksi dengan individu atau kelompok.
Universitas Sumatera Utara
1.2
Peran Manajer Peran Manajer dapat mempengaruhi faktor motivasi dan lingkungan.
Tetapi
faktor
lain yang mungkin mempengaruhi
tergantungnya
tugas,
khususnya bagaimana manajer bekerja dalam suatu organisasi. Secara umum peran manajer dapat dinilai dari kemampuannya dalam memotivasi dan meningkatkan
kepuasan
staf. Kepuasan
kerja
staf
dapat
dilihat
dari
terpenuhinya kebutuhan fisik, psikis, dimana kebutuhan psikis tersebut dapat terpenuhi melalui peran manajer dalam memperlakukan stafnya. Hal ini dapat ditanamkan kepada manajer
agar diciptakan
suasana
keterbukaan
dan
memberikan kesempatan kepada staf untuk melaksanakan tugas dengan sebaik – baiknya. Manajer
mempunyai lima dampak
terhadap faktor lingkungan
dalam tuga professional sebagaimana dibahas sebelumnya: (1) Komunikasi, (2) Potensial perkembangan, (3) Kebijaksanaan, (4) Gaji dan Upah, dan (5) Kondisi kerja (Nursalam, 2002). Menurut Rewland & Rewland (1997), ada dua belas kunci utama dalam kepuasan kerja yaitu: input, hubungan lingkungan tempat
manajer
dengan staf, disiplin kerja,
kerja, istirahat dan makanan yang cukup, diskriminasi,
kepuasan kerja, penghargaan penampilan, klarifikasi kebijaksanaan, prosedur, dan keuntungan, mendapatkan kesempatan, pengambilan keputusan, dan gaya manajer.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Peran Kepala Ruangan Adapun tanggung jawab kepala ruangan menurut Gillies (1994) adalah peran kepala ruangan harus lebih peka terhadap anggaran rumah sakit dan kualitas
pelayanan keperawatan, bertanggung jawab
terhadap
hasil
dari
pelayanan keperawatan yang berkwalitas, dan menghindari terjadinya kebosanan perawat serta
menghindari
kemungkinan
terjadinya
saling
melempar
keperawatan, perlu
melakukan
kesalahan. Kepala
ruangan disebuah
ruangan
kegiatan koordinasi kegiatan unit yang menjadi tanggung jawabnya dan melakukan kegiatan evaluasi kegiatan penampilan kerja staf dalam upaya mempertahankan kualitas pelayanan pemberian asuhan keperawatan. Berbagai metode pemberian asuhan keperawatan dapat dipilih disesuaikan dengan kondisi dan jumlah pasien, dan kategori pendidikan serta pengalaman staf di unit yang bersangkutan (Arwani, 2005).
1.4 Fungsi Kepala Ruangan Adapun fungsi kepala ruangan menurut Marquis dan Houston (2000) sebagai berikut: 1) Perencanaan : dimulai dengan penerapan filosofi, tujuan, sasaran, kebijaksanaan, dan
peraturan – peraturan : membuat
perencanaan
jangka pendek dan jangka panjang untuk mencapai visi, misi, dan tujuan, organisasi, menetapkan
biaya – biaya
untuk
setiap
kegiatan
serta
merencanakan dan pengelola rencana perubahan. 2) Pengorganisasian: meliputi pembentukan struktur untuk melaksanakan perencanaan, menetapkan metode
Universitas Sumatera Utara
pemberian
asuhan
keperawatan
kepada
pasien yang paling
tepat,
mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuan unit serta melakukan peran dan fungsi dalam organisasi dan menggunakan power serta wewengan dengan tepat. 3) Ketenagaan: pengaturan ketegagaan dimulai dari rekruetmen, interview, mencari, dan orientasi dari staf baru, penjadwalan, pengembangan staf, dan sosialisasi staf. 4) Pengarahan : mencangkup tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusia seperti motivasi untuk semangat, manajemen konflik, pendelegasian, komunikasi, dan
memfasilitasi
kolaborasi. 5)
Pengawasan meliputi penampilan kerja, pengawasan umum, pengawasan etika aspek legal, dan pengawasan professional. Seorang manajer dalam mengerjakan kelima fungsinya tersebut sehari – sehari akan bergerak dalam berbagai bidang penjualan, pembelian, produksi, keuangan, personalia dan lain – lain.
1.5 Kepala Ruangan Sebagai Manager Keperawatan Sebagai manajer keperawatan, uraian tugas kepala ruangan menurut depkes (1994), adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan fungsi perencanaan, meliputi: 1) Merencanakan jumlah dan kategori tenaga perawatan serta tenaga lain sesuai kebutuhan. 2) Merencanakan jumlah jenis peralatan perawatan yang diperlukan. 3) Merencanakan dan menentukan jenis kegiatan/ asuhan keperawatan yang akan diselenggarakan sesuai kebutuhan pasien.
Universitas Sumatera Utara
b. Melaksanakan fungsi pergerakan dan pelaksanaan, meliputi: 1) Mengatur dan mengkoordinasi seluruh kegiatan pelayanan di ruang rawat. 2) Menyusun dan mengatur daftar dinas tenaga perawatan dan tenaga lain sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan / peraturan yang berlaku (bulanan, mingguan, harian). 3) Melaksanakan program orientasi kepada tenaga keperawatan satu atau tenaga lain yamg bekerja di ruang rawat. 4) Memberi pengarahan dan motivasi kepada tenaga perawatan untuk melaksanakan asuhan perawatan sesuai standart. 5) Mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang ada dengan cara bekerja sama dengan sebagai pihak yang terlibat dalam pelayanan ruang rawat. 6) Mengenal jenis dan kegunaan barang peralatan serta mengusahakan pengadaannya sesuai kebutuhan
pasien agar tercapainya pelayanan
optimal. 7) Menyusun permintaan rutin meliputi kebutuhan alat, obat, dan bahan lain yang diperlukan di ruang rawat. 8) Mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan peralatan agar selalu dalam keadaan siap pakai. 9) Mempertanggungjawabkan pelaksanaan inventaris peralatan. 10) Melaksanakan
program
orientasi kepada
pasien
dan keluarganya
meliputi tentang peraturan rumah sakit, tata tertib ruangan, fasilitas yang ada dan cara penggunaannya.
Universitas Sumatera Utara
11) Mendampingi dokter selama kunjungan keliling untuk memeriksa pasien dan mencatat program. 12) Mengelompokkan pasien dan mengatur penempatannya di ruang rawat untuk tingkat
kegawatan, injeksi
dan non injeksi, untuk
memudah
pemberian asuhan keperawatan. 13) Mengadakan pendekatan kepada setiap pasien yang mengetahui
keadaan
dan
menampung
keluhan
dirawat serta
untuk
membantu
memecahkan masalah berlangsung. 14) Menjaga perasaan pasien agar merasa aman dan terlindungi selama pelaksanaan pelayanan berlangsung. 15) Memberikan penyuluhan kesehatan terhadap pasien / keluarga dalam batas wewenangnya. 16) Menjaga perasaan petugas agar merasa aman dan terlindungi serlama pelaksanaan pelayanan berlangsung. 17) Memelihara dan mengembangkan sistem pencatatan data pelayanan asuhan keperawatan dan kegiatan lain yang dilakuakan secara tepat dan benar. 18) Mengadakan kerja sama yang baik dengan kepala ruang rawat inap lain, seluruh kepala seksi, kepala bidang, kepala instansi, dan kepala UPF di Rumah Sakit. 19) Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik antara petugas, pasien dan keluarganya, sehingga memberi ketenangan.
Universitas Sumatera Utara
20) Memberi motivasi
tenaga
nonkeperawatan
dalam
memelihara
kebersihan ruangan dan lingkungan. 21) Meneliti pengisian formulir sensus harian pasien ruangan. 22) Memeriksa dan meneliti pengisi daftar pemintaan makanan berdasarkan macam dan jenis makanan pasien kemudian memeriksa / meneliti ulang saat pengkajiannya. 23) Memelihara buku register dan bekas catatan medis. 24) Membuat
laporan harian mengenai pelaksanaan kegiatan asuhan
keperawatan serta kegiatan lain di ruangan rawat. c. Melaksanakan fungsi pengawasan, pengendalian dan penelitian, meliputi: 1) Mengawasi dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah ditentukan, melaksanakan
penilaian
terhadap
uapaya
peningkatan
pengetahuan dan keterampilan di bidang perawatan. 2) Melaksanakan penilaian dan mencantumkan kedalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai (D.P.3) bagi pelaksana keperawatan dan tenaga lain di ruang yang berada di bawah tanggung jawabnya untuk
berbagai kepentingan (naik pangkat / golongan, melanjutkan
sekolah) mengawasi dan mengendalikan pendayagunaan
peralatan
perawatan serta obat – obatan secara efektif dan efisien. 3) Mengawasi
pelaksanaan
system pencatatan dan pelaporan kegiatan
asuhan keperawatan serta mencatat kegiatan lain di ruang rawat.
Universitas Sumatera Utara
2.
Perawat Pelaksana Dalam asuhan keperawatan sebagai perawat yang profesional salah satu
peran sebagai perawat pelaksana. Perawat sebagai pelaksana secara langsung maupun tidak langsung memberikan asuhan keperawatan kepada pasien individu, keluarga, dan masyarakat. Peran perawat sebagai perawat pelaksana perawat sebagai perawat pelaksana disebut Care Giver yaitu perawat menggunakan metode pemecahan masalah dalam membantu pasien mengatasi masalah kesehatan.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan xsecara
langsung atau tidak langsung (Praptianingsi, 2006). Dalam melaksanakan peran sebagai perawat pelaksana bertindak sebagai: a.
Comferter Perawat mengupayakan kenyamanan dan rasa aman pasien (Praptianingsi, 2006). Menurut Potter & Perry (2005), peran sebagai pemberi kenyamanan yaitu memberikan pelayanan keperawatan secara utuh bukan sekedar fisik saja, maka memberikan kenyamanan dan dukungan emosi sering kali memberikan kekuatan kepada klien untuk mencapai kesembuhan. Dalam memberikan kenyamanan kepada klien, perawat dapat mendemonstrasikan dengan klien.
b.
Protector dan Advocat Perawat berupaya melindungi pasien, mengupayakan terlaksananya hak dan kewajiban pasien dalam pelayanan kesehatan (Praptianingsi, 2006). Menurut Potter
&
Perry
(2005),
sebagai
pelindung
perawat
membantu
mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan
Universitas Sumatera Utara
untuk
mencegah terjadinya kecelakaan dan
melindungi klien dari
kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau pengobatan. Utnuk menjalankan tugas sebagai advokat, perawat melindungi hak dan kewajiban klien sebagai manusia secara hukum, serta membantu klien dalam menyatakan hak–haknya bila dibutuhkan. Perawat juga melindungi hak – hak klien melalui cara–cara yang umum dengan penolakan aturan atau tindakan yang mungkin membahayakan kesehatan klien atau menetang hak – hak klien. c.
Communication Perawat sebagai mediator antara pasien dan anggota tim kesehatan, hal ini terkait dengan keberadaan perawatyang mendampingi pasien selama 24 jam untuk memberikan asuhan keperawatan dalam rangka upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit (Praptianingsi, 2006). Menurut Potter & Perry (2005), peran sebagai komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat pelaksana yang lain. Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien, keluarga, antara sesama perawat san profesi kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunitas. Memberikan perawatan yang efektif, pembuatan keputusan dengan klien dan keluarga, memberikan perlindungan pada klien dari ancaman terhadap kesehatannya, mengokordinasi dan mengatur asuhan keperawatan dan lain–lain tidak mungkin dilakukan tanpa komunikasi yang jelas.
Universitas Sumatera Utara
d.
Rehabilitator Perawat memberikan asuhan keparawatan adalah mengembalikan fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh dan berfungsi normal. Rehabilitas merupakan proses dimana individu kembali ketingkat fungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan ketidakberdayaan lainnya. Rentang aktivitas rehabilitas dan restoratif mulai dari mangajar klien berjalan dengan menggunakan alat pembantu berjalan sampai membantu klien mengatasi perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan penyakit kronis (Potter & Perry, 2005)
3.
Kepemimpinan
3.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan
adalah
kemampuan seseorang untuk
memberikan
pengaruh kepada perubahan perilaku orang lain secara langsung maupun tidak. Seorang manajer ingin kepemimpinan lebih efektif, ia harus mampu memotivasi diri sendiri untuk bekerja dan banyak membaca, memiliki kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan organisasi, menggerakkan stafnya agar mereka mampu melaksanakan tuga–tugas pokok organisasi sesuai dengan kewenangan yang diberikan kepadanya dan tanggung jawab yang melekat pada setiap tugas (Muninjaya, 1999). Menurut Gillies (1994), dalam Arwani (2006), mendefinisikan kepemimpinan berdasarkan kata kerjanya, yaitu to lead, yang mempunyai arti beragam, seperti untuk memandu (to guide), untuk menjalankan dalam arah tertentu (to run in a specific direction), untuk mengarahkan (to direct), berjalan
Universitas Sumatera Utara
didepan (to go at the head of), menjadi yang pertama (to be first), membuka permainan (to open play), dan cenderung kehasil yang pasti (to tend toward a de). Pemimpin yang efektif adalah seorang katalisator dalam memudahkan interaksi yang efektif di antara tenaga kerja, bahan, dan waktu. Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pembangkit tenaga (sinergis) yang menyatukan usaha banyak pekerja dengan bermacam – macam ketrampilan. Kepemimpinan adalah sebuah hubungan dimana satu pihak memiliki kemampuan lebih besar untuk menunjukkan dan mempengaruhi perilaku yang lain dibandingkan dengan dia, jadi, fungsi pemimpin berdasarkan pada perbedaan kekuasaan antara pihak– pihak yang terlibat. Dalam setiap perusahaan kerja sama memerlukan usaha banyak orang atau pekerja, pemimpin dibutuhkan untuk meluruskan pegawai dalam rangka mendukung tujuan organisasional. Untuk memulai usaha kelompok kepada akhir yang diinginkan, mencampur dan menipang usaha berbagai tenaga ahli (Gillies, 1989). Weirich dan Koontz (1993) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah seni atau proses untuk mempengaruhi orang lain sehingga mereka bersedia dengan kemampuan sendiri dan secara antusias bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Sementara itu, Hellriegel dan Slocum (1992) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengruhi, memotivasi dan mengarahkan orang lain uantuk mencapai tujuan. Menurut McGregor, dikutip dari swanburg (2001), menyatakan ada empat variabel besar yang diketahui sekarang untuk memahami kepemimpinan: 1) karakteristik pimpinan, 2) sikap, kebutuhan
dan karakteristik lainnya dari
Universitas Sumatera Utara
bawahan, 3) karakteristik dari organisasi, seperti tujuan, sruktur organisasi, keadaan asli, keadaan organisasi yang akan dibentuk, dan 4) keadaan sosial, ekonomi, dan politik lingkungan. McGregor menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan hubungan yang sangat kompleks yang selalu berubah dengan waktu seperti perubahan yang terjadi pada manajemen, serikat kerja, atau kekuatan dari luar. Gardner
(1986),
dikutip
dari
swanburg
(2001)
mendefinisikan
kepemimpinan sebagai “suatu proses persuasi dn memberikan contoh sehingga individu (atau pimpinan kelompok) membujuk kelompoknya untuk mengambil tindakan
yang sesuai dengan usuan pimpinan atau usulan bersama”. Morton
menguraikan kepemimpinan sebagai suatu transakasi masyarakat dimana seorang anggota
mempengaruhi yang lainnya. Ia menyatakan bahwa seseorang yang
berkuasa, tidak perlu menggunakan kepemimpinan. Lebih baik lagi, seorang dengan posisi sedang berkuasa akan lebih efektif sebab dapat dikombinasikan antara kekuasaan dan kepemimpinan untuk membantu suatu orgamisasi untuk membantu mencapai tujuan. Morton menguraikan ada 4 pemimpin yang efektif yaitu: 1) Seseorang akan mengerti apabila menerima suatu komunikasi, 2) Orang ini mempunyai pedoman apa yang harus dilakukan yang diminta oleh komunikasi tadi, 3) Orang ini percaya bahwa perilaku yang diminta adalah sesuai dengan kehendak perorangan dengan nilai yang baik, 4) Orang ini percaya bahwa hal itu sesuai dengan tujuan dan nilai organisasi. Semua definisi kepemimpinan dipandang
bagai suatu proses
interaksi yang dinamis yang mencakup tiga
Universitas Sumatera Utara
dimensi yaitu pimpnan, bwahan, dan situasi. Masing – masing dari dimensi tersebut saling mempengaruhi.
3.2 Teori – teori Kepemimpinan 1) Teori “ Trait “ (Bakat) Teori ini menekankan bahwa setiap orang adalah pemimpin (pimpinan dibawa sejak lahir bukan didapatkan) dan mereka mempunyai karakteristik tertentu yang membuatmereka lebih baik dari orang lain, teori ini disebut dengan “Great Man Theory”. Banyak peneliti tentang riwayat kehidupan Great Man Theory. Tetapi menurut teori kontemporer, kepemimpinan seseorang dapat dikembangkan bukan hanya pembawa sejak lahir, dimana teori trait mengabaikan dampak atau pengaruh dari siapa pengasuh. Situasi, dan lingkungan lainnya (Marqus dan Huston,1998 dalam Arwani 2006). Swanburg (2001) menyatakan ciri – ciri pemimpin menurut teori bakat adalah: a) inteligensi : Sifat yang berhubungan dengan inteligensi termasuk pengetahuan, ketegasan, dan kelancaran berbicara. Menyadari bahwa pengetahuan dan kompetensi dalam pekerjaan tertentu adalah salah satu faktor terpenting dalam keefektifan pemimpin. b) Kepribadian : sifat kepribadian seperti kemampuan beradaptasi, kepercayaan diri, kreativitas dan integritas personal dihubungkan dengan kepemimpinan yang efektif. Seorang pemimpin adalah orang yang efektif mengetahui bagaimana memotivasi semangat kerja para pekerja untuk mencapai tujuan organisasi. c) Kemampuan : Seorang pemimpin mempunyai cukup kepopuleran, kemasyuran, dan keterampilan interpersonal
Universitas Sumatera Utara
untuk memberikan symbol, memperluas, memperdalam kesatuan kolektif diantara anggotanya dalam system tersebut. 2) Teori Perilaku Nursalam (2002) menyatakan bahwa teori perilaku lebih menekankan kepada apa yang dilakukan pemimpin dan bagaimana seorang manajer menjalankan fungsinya. Perilaku sering dilihat sebagai suatu rentang dari sebuah perilaku otoriter ke demokrat atau dari fokus suatu produksi ke fokus pegawai. Tentang teori prilaku terdapat teori X dan teori Y dari McGregor yang dihubungkan dengan motivasi dari Moslow yang menyatakan bahwa setiap manusia merupakan kehidupan individu secara keseluruhan yang mengadakan interaksi dengan dunia individu lain (Swanburg, 2000).
3.3 Kegiatan Kepemimpinan Kegiatan kepemimpinan dalam keperawatan mencakup banyak hal. Kegiatan
tersebut
mencakup
cara
mengarahkan,
menunjukkan
jalan,
mensupervisi, mengawasi tindakan anak buah, mengkoordinasikan kegiatan yang sedang atau akan dilakukan, dan mempersatukan usaha dari berbagai individu yang memiliki karakteristik yang berbeda. Dari semua aktivitas, mengarahkan adalah yang paling sulit. Untuk memimpin bawahan sepanjang jalan tindakan yang telah ditetapkan, seorang pemimpin harus memiliki pandangan gambaran akhir yang jelas, harus terbiasa dengan kemampuan dan memotivasi bawahan, dan harus menghargai pengeluaran waktu dan usaha mengikuti jalan yang telah ditetapkan. Mengarahkan orang lain adalah transaksi yang rumit karena hal ini
Universitas Sumatera Utara
menempatkan si pemimpin di dalam peran otoriter. Mengawasi merupakan kegiatan yang termudah karena tanggung jawab supervisor sendiri mendatangkan keingintahuan dan perhatian mengenai kontribusi bawahan. Akhirnya koordinasi merupakan kegiatan kepemimpinan yang sangat penting karena kecuali usaha semua pegawai disatukan dan difokuskan jelas pada tujuan kelembagaan, tenaga ahli yang bermacam–macam bias bekerja pada maksud yang sama satu sama lain (Gillies, 1989).
3.4 Gaya Kepemimpinan Gaya adalah sebagai cara penampilan karakteristik atau tersendiri / khusus. Follet (1940) mendefinisikan gaya sebagai hak istimewa tersendiri dari si ahli , dengan hasil akhirnya tanpa menimbulkan isu sampingan. Gillies (1970) dalam Nursalam (2000) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dapat diidentifikasikan berdasarkan perilaku pimpinan itu sendiri. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh adanya pengalaman bertahun – tahun dalam kehidupannya. Oleh karena itu, kepribadian seseorang akan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang digunakan. Gaya kepemimpinan cenderung sangat bervariasi dan berbeda – beda. Gaya yang dikembangkan oleh seorang pemimpin dipengaruhi oleh tiga faktor utama. Ketiganya akan menentukan sejauh mana ia akan melakukan pengawasan terhadap kelompok yang dipimpin. Faktor kekuatan yang pertama bersumber pada dirinya sendiri sebagai pemimpin. faktor kedua bersumber pada
Universitas Sumatera Utara
kelompok yang dipempin, dan faktor
yang
ketiga
tergantung pada situasi
(Muninjaya, 1999). Secara mendasar gaya kepemimpinan dibedakan atas empat macam berdasarkan kekuasaan dan wewenang, yaitu otokratik, demokratik, participation, dan laisez – faire atau free rain. Keempat tipe atau gaya kepemimpinan tersebut satu sama lain memiliki karakteristik yang berbeda (Gillies, 1986). a. Gaya
kepemimpinan autokratis : merupakan kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas atau pekaryaan. Menggunakan kekuasaan posisi dan kekuatan dalam memimpin dengan cara otoriter, mempertanggung jawab untuk semua perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan serta memotivasi bawahannya dengan menggunakan sanjungan, kesalahan, dan penghargaan. Pemimpin menetukan semua tujuan
yang akan dicapai
dalam pengambilan keputusan (Gillies, 1986). Seorang pemimpin yang menggunakan gaya ini biasanya akan menentukan semua keputusan yang berkaitan dengan seluruh kegiatannya dan memerintah seluruh anggotanya untuk mematuhi dan melaksanakannya (DepKes, 1990). b. Gaya
kepemimpinan demokratis : merupakan kepemimpinan yang
menghargai sifat dan kemampuan setiap staf. Menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide–ide dari staf, memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat perencanaan, mengontrol dalam penerapannya, informasi diberikan seluas – luasnya dan terbuka (Nursalam, 2002). Prinsipnya pemimpin melibatkan kelompok
Universitas Sumatera Utara
dalam pengambilan keputusan dan memberikan tanggung jawab pada karyawannya (La Monica, 1986). c. Gaya kepemimpinan Partisipatif : merupakan gabungan bersama antara gaya kepemimpinan otoriter dan demokratis. Dalam pemimpin partisipatif manajer menyajikan analisa masalah dan mengusulkan tindakan kepada para anggota kelompok, mengundang kritikan dan komentar mereka. Dengan
menimbang
jawaban
bawahan
atas
usulannya,
manajer
selanjutnya membuat keputusan final bagi tindakan oleh kelompok tersebut (Gillies, 1986). d. Gaya kepemimpinan Laisserz Faire : disebut juga bebas tindak atau membiarkan. Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa pangarah, supervisi, dan koordinasi. Staf / bawahan mengevaluasi pekaryaan sesuai dengan cara sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber informasi dan pengendali secara minimal atau sebagai fasilitator (Nursalam. 2002).
4.
Semangat Kerja
4.1 Pengertian Semangat Kerja Moekijat ( 1997 ) menyatakan bahwa semangat kerja menggambarkan perasaan berhubungan dengan jiwa semangat kelompok
kegembiraan dan
kegiatan. Apabila pekerjaan tanpa merasa senang optimis mengenai kegiatan tugas serta ramah satu sama lain maka karyawan itu dinyatakan mempunyai semangat kerja tinggi. Sebaliknya, apabila karyawan tanpak tidak puas , lekas
Universitas Sumatera Utara
marah, sering sakit, suka membantah, gelisah dan pesimis, maka reaksi itu dikatakan sebagai bukti semangat kerja rendah. Menurut Gondokusumo (1995), semangat kerja adalah refleksi dari sikap pribadi atau sikap kelompok terhadap seluruh lingkungan kerja dan terhadap kerja sama dengan orang lain untuk mencapai hasil maksimal sesuai dengan kepentingan bersama. Semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat dengan jalan memperkecil kekeliruhan dalam pekerjaan, mempertebal rasa tanggung jawab, serta dapat menyelesaikan tugas tapi waktunya sesuai dengan rencana yang ditetapkan ( Nitisemito, 2000 ) Semangat (moril) kerja adalah kemampuan sekelompok orang-orang untuk bekerja sama dengan giat dan konsekuen dalam mengejar tujuan bersama (Moekijat, 2002 : 130). Semangat
kerja sangat
penting
bagi organisasi karena (1)
semangat kerja yang tinggi tentu dapat mengurangi angka absensi atau tidak bekerja karena malas, (2) dengan semangat kerja yang tinggi dari buruh dan karyawan maka pekerja yang
diberikan atau ditugaskan
kepadanya akan dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih cepat, (3) dengan semangat kerja yang tinggi pihak organisasi memperoleh keuntungan dari sudut kecilnya angka kerusakan karena semakin tidak puas dalam bekerja, semakin tidak
bersemangatdalam bekerja, maka semakin besar
angka kerusakan, (4) semangat kerja yang tinggi otomatis membuat karyawan akan merasa senang bekerja sehingga kecil kemungkinan karyawan akan pindah bekerja ketempat lain, (5) semangat
kerja yang tinggi dapat
Universitas Sumatera Utara
mengurangi angka kecelakaan karena karyawan yang mempunyai semangat kerja yang tinggi ncenderung bekerja dengan hati – hati dan teliti sehingga bekerja sesuai dengan prosedur yang ada (Tohardi, 2002).
4.2 Dimensi Semangat Kerja Semangat kerja merupakan kesepakatan batiniah yang muncul dari dalam diri pekerja yang sifatnya abstrak, tetapi sangat esensial dalam dunia kerja. Semangat kerja dapat dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu semangat kerja tinggi dan semangat kerja rendah. Semangat kerja karyawan yang tinggi akan membawa sumbangan positif bagi temapt dia kerja. Pekerja yang mempunyai
semangat
kerja yang tinggi
karakteristiknya
seperti manusia
dewasa. Ciri–cirinya adalah bekerja dengan senang hati, menyelesaikan tugas dengan tepat waktu, interaksinya sangat dinamis, partisipasi maksimal, dapat bekerja sama dengan teman sejawat dan inovatif. Sebaliknya, pekerja dengan semangat rendah akan membawa dunia tempat kerjanya kepada kehancuran. Semangat kerja yang rendah ditandai dengan kegelisaan yaitu perpindahan bekerja, ketidakhadiran, keterlambatan, ketidakdisiplinan, dan menurunnya hasil kerja. Selain itu, karakteristiknya tidak jauh berbeda dengan sifat kekanak – kanakan
dengan
ciri–ciri bekerja
tidak
tenang, menunda
pekerjaan,
menghambat, bersifat menunggu perintah, tidak kreatif, dan bekerja dengan pola kaca mata kudaang hanya dapat memandang diri sendiri tanpa mau bekerja sama dengan orang lain. Semangat kerja berada pada satu rentang yang positif kesuasana batin negatif. Semangat kerja dapat berubah dari semangat kerja
Universitas Sumatera Utara
rendah menjadi semangat kerja tinggi atau sebaliknya sesuai dengan faktor – faktor yang mempengaruhi dan upaya untuk membangun semangat kerja (Adnyani, 2008).
4.3 Indikator Semangat Semangat kerja membutuhkan perhatian yang teratur, diagnostik dan pengobatan yang layak seperti halnya dengan kesehatan. Semangat agak sukar diukur karena abstrak. Semangat kerja merupakan gabungan dari kondisi fisik, sikap, perasaan, dan sentiment. Untuk mengetahui semangat kerja yang rendah dapat
dilihat
dari beberapa
indikasi. Dengan
demikian, perusahaan dapat
mengetahui faktor penyebab dan berusaha untuk mengambil suatu keputusan yang lebih dini (Nitisemito, 1996). Indikator turunnya semangat oleh setiap pekerjaan sangat penting untuk diketahui, dengan adanya pengetahuan tentang indikator tersebut akan dapat diketahui sebab turunnya semangat dan kegairahan kerja. Dengan demikian perusahaan akan dapat mengambil tindakan-tindakan pencegahan atau pemecahan masalah seawal mungkin dengan mengadakan penelitian terlebih dahulu (Jaya, 2008). Indikator-indikator turunnya semangat antara lain: a) Turun/rendahnya produktivitas kerja Salah satu indikasi turunnya semangat
kerja ditunjukkan dari
turunnya produktivitas kerja, ini dapat terjadi karena karyawan cenderung malas dalam melaksanakan tugas dan sengaja menunda-
Universitas Sumatera Utara
nunda pekerjaan, dan dapat diukur atau dibandingkan dengan waktu sebelumnya. b) Tingkat absensi yang naik/tinggi Sebenarnya tingkat absensi yang naik juga merupakan salah satu indikator turunnya kegairahan kerja, maka perlu dilakukan penelitian bila ada gejala-gejala absensi naik. Pada umumnya bila kegairahan kerja turun, maka mereka akan malas untuk setiap hari datang bekerja dan setiap ada kesempatan untuk tidak bekerja akan mereka pergunakan, apabila waktu yang luang tersebut dapat digunakan mendapatkan hasil yang lebih tinggi meskipun untuk sementara ada hal-hal lain yang menyebabkan kegairahan kerja menurun. c) Labour turn-over (tingkat perpindahan) yang tinggi Dalam suatu perusahaan tidak jarang terjadi perubahan dari sumber daya manusia yang ada, karena ada yang keluar akibat pindah, meninggal, dipecat, pensiun, pengurangan terpaksa, ketidakpuasan mereka bekerja di perusahaan tersebut. Tingkat keluar masuknya yang tinggi selain dapat menurunkan produktivitas kerja juga dapat menghambat kelangsungan hidup perusahaan. d) Tingkat kerusakan yang tinggi Indikator lain yang menunjukkan turunnya kegairahan kerja adalah naiknya tingkat kerusakan baik terhadap bahan baku, barang jadi maupun mesin dan peralatan.
Universitas Sumatera Utara
e) Kegelisahan di mana-mana Sebagai seorang pemimpin harus mengetahui kegelisahan yang timbul pada
bawahannya.
Kegelisahan
yang
timbul
dapat
berwujud
ketidaktenangan dalam bekerja, perasaan tidak aman menghadapi masa depan serta hal-hal lainnya. Kegelisahan pada tingkat terbatas dengan dibiarkan begitu saja pada tingkat tertentu bukanlah tindakan yang bijaksana karena akan merugikan perusahaan dengan segala akibatnya. f) Tuntutan yang sering kali terjadi Tuntutan yang sering terjadi pada perusahaan merupakan perwujudan dari ketidakpuasan para karyawannya, di mana semakin seringnya terjadi tuntutan merupakan indikasi yang kuat adanya kegairahan kerja yang menurun dari karyawannya. g) Pemogokan Pemogokan merupakan perwujudan ketidakpuasan atau kegelisahan yang juga merupakan tingkat indikasi yang paling kuat tentang turunnya kegairahan kerja ( Nitisemito, 2002 ). Dalam hal ini setiap perusahaan selalu berusaha agar timbulnya pemogokan dapat dicegah karena hal ini bukannya sekedar indikasi turunnya semangat dan kegairahan kerja tetapi juga akan dapat menimbulkan kelumpuhan bagi perusahaan dengan segala akibatnya sehingga menyebabkan jalannya proses produksi menjadi kurang lancar.
Universitas Sumatera Utara
Menurut menunjukkan karakteristik
Nitisemito kecenderungan
semagat
kerja
(1996),
berdasarkan
rendahnya
semangat
dapat diketahui dari tiga
indikasi kerja,
yang maka
indikator yaitu
disiplin, kerja sama, dan kepuasan kerja. Disiplin merupakan suatu keadaan tertip karena orang – orang yang bergabung dalam suatu organisasi tunduk dan taat kepada aturan yang ada serta melaksanakan dengan senang hati. Dalam disiplin ada 2 faktor yang mendukung yaitu faktor waktu dan faktor perbuatan. Usaha – usaha untuk menciptakan disiplin selain melalui tata tertib atau peraturan yang jelas juga harus ada pencabaran tugas dan wewenang yang jelas, tata cara, tata kerjayang sederhana dapat dengan mudah diketahui oleh pekerja. Disiplin dapat diukur dengan kepatuhan karyawan dengan kehadiran dalam bekerja, kepatuhan pekerja kepada jam kerja, kepatuhan pada perintah atasan, taat kepada peraturan dan tata tertip yang berlaku, berpakaian
yang
baik
dan sopan di tempat kerja,
menggunakan di dentitas atau tanda pengenal. Kerja sama diartikan sebagai tindakan kolektif seseorang dengan orang lain yang
dapat
dilihat
dari kesediaan
para
karyawan
untuk
bekerja sama dengan teman – teman sekerja dan atasan mereka sehubung dengan tugas masing – masing. Kerja sama adalah refleksi dari semangat dan akan baik jika semangat tinggi. Proses kerja sama mengandung segi relasi, interaksi, partisipasi, kontribusu setiap individu, dan masing – masing mereka menyumbangkan ide pikirnya.
Universitas Sumatera Utara
Kepuasan
mempunyai kontribusi
yang
sangat
besar terhadap
produktivitas kerja. Setiap pekerja mempunyai dorongan untuk bekerja adalah kerja adalah pusat dari kehidupan dan kerja adalah sejumlah aktivitas fisik dan mental untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Kepuasan kerja berhubungan dengan sikap
pekerja
terhadap pekerjaanya, situasi
kerja, serta kerja sama dengan pimpinan dan sesama pekerja. Pekerja yang tidak memperoleh kepuasan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat
lelah dan bosan, emosi
tidak
stabil, sering singgah, dan
melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Oleh karena itu, pekerja akan merasa puas atas kerja yang telah dilaksanakan jika yang dikerjakan dianggap memenuhi harapan sesuai dengan tujuan.
4.4 Faktor – faktor Mempengaruhi Semangat Kerja Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya semangat kerja karyawan (Jaya, 2008), yaitu antara lain: a. Gaji yang cukup Setiap perusahaan seharusnya memberikan gaji yang cukup kepada karyawan/pegawainya. Pengertian “cukup” ini adalah sebenarnya sangat relatif sifatnya. Oleh karena itu cukup di sini adalah jumlah yang mampu dibayar tanpa menimbulkan kerugian bagi perusahaan tersebut. Dan dengan sejumlah gaji yang diberikan tersebut akan mampu memberikan kegairahan kerja atau semangat kerja para
Universitas Sumatera Utara
pegawainya. Dengan gaji yang rendah, para pekerja akan malas bekerja dan kurang bergairah untuk melakukan tanggung jawabnya dalam tugas. Akibatnya pekerjaan terjadi terlambat, banyak pekerjaan yang harus dilakukan tidak dilaksanakan. Perlu dicatat disini bahwa yang dimaksud gaji bukanlah imbalan jasa dalam bentuk uang semata, tetapi dalam bentuk yang lain. Misalnya: jatah beras, perawatan kesehatan, fasilitas perumahan, adanya penilaian terhadap kerja dan sebagainya. b. Memperhatikan kebutuhan rohani Selain kebutuhan materi yang berbentuk gaji yang cukup, mereka juga membutuhkan kebutuhan rohani. Kebutuhan rohani ini antara lain adalah menyediakan tempat untuk menjalankan ibadah, rekreasi, partisipasi dan sebagainya. Meskipun dengan kebutuhan rohani yang dimaksudkan terutama adalah menyediakan tempat ibadah, tetapi jauh lebih luas lagi yaitu kebutuhan untuk dihargai, kebutuhan berpartisipasi, kebutuhan ketentraman jiwa. c. Sekali – sekali perlu menciptakan suasana santai Suasana kerja yang rutin sering kali menimbulkan kebosanan dan ketegangan kerja bagi karyawan. Untuk menghindari hal-hal seperti itu maka perusahaan perlu sekali kadang-kadang (dalam kurun waktu tertentu) menciptakan suasana santai.
Universitas Sumatera Utara
Banyak sekali cara-cara yang dapat dijalankan oleh perusahaan, misalnya dengan jalan mengadakan rekreasi/ piknik bersama-sama, mengadakan pertandingan olah raga antar karyawan dan sebagainya. Pengaruh yang diakibatkan karena itu cukup besar, kegairahan kerja para karyawan akan timbul karenanya. Mereka akan saling merasa dalam satu kesatuan dan masa satu naungan di bawah nama perusahaan. d. Harga diri perlu mendapat perhatian Institusi yang baik biasanya mempunyai karyawan yang hasil kerjanya dapat diandalkan. Dengan keadaan seperti itu institusi akan cepat maju karena cara kerja karyawan cukup baik. Jika prestasi karyawan itu cukup menonjol apa salahnya bila pemimpin memberikan penghargaan baik berupa surat penghargaan maupun dalam bentuk hadiah materi. Setiap orang pasti menghendaki dirinya dihormati orang lain. Seorang pekerja akan merasa harga dirinya diperhatikan jika ia sekali – sekali diajak berunding dalam memecahkan masalah atau persoalan. Dengan diajaknya berunding dalam memecahkan masalah akan tanggung jawabnya akan semakin besar. e. Tempatkan para karyawan/pegawai pada posisi yang tepat Setiap perusahaan harus mampu menempatkan para karyawannya pada posisi yang tepat. Artinya tempatkan mereka pada posisi yang sesuai dengan keterampilan masing-masing. Jadi sesungguhnya masalah
Universitas Sumatera Utara
ketepatan menempatkan para karyawan pada posisi yang telah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam usaha membangkitkan kegairahan kerja karyawan. f. Berikan kesempatan untuk maju Kegairahan kerja karyawan akan timbul jika mereka mempunyai harapan untuk maju. Jika hendaknya setiap perusahaan memberikan kesempatan kepada karyawannya. Berikanlah penghargaan kepada karyawan yang berprestasi. Bagi
perusahaan
yang
baik
bukan
saja
hanya
memberikan
penghargaan akan tetapi bahkan pihak perusahaan mengadakan program pendidikan tambahan bagi karyawannya. Tentu saja para karyawan akan menyambutnya dengan hati gembira dan kegembiraan inilah salah satu pendorong kegairahan kerja. g. Perasaan aman menghadapi masa depan perlu diperhatikan Kegairahan kerja para karyawan akan terpupuk
jika
mereka
mempunyai perasaan aman terhadap masa depan profesi mereka. Untuk menciptakan rasa aman menghadapi masa depan, ada sementara perusahaan yang melaksanakan program pensiun bagi karyawannya. Kalau sekiranya pemberian tunjangan pensiun dirasakan sebagai suatu tindakan yang erat bagi perusahaan, maka sebenarnya ada jalan lain yang
cukup
baik.
Misalnya
dengan
cara
mewajibkan
para
karyawannya untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabung dalam bentuk polis asuransi.
Universitas Sumatera Utara
h. Usahakan agar para karyawan mempunyai loyalitas Kesetiaan/loyalitas para karyawan terhadap perusahaan akan dapat menimbulkan
rasa
tanggungjawab.
Tanggung
jawab
dapat
menciptakan kegairahan kerja. Untuk dapat menimbulkan loyalitas para karyawan terhadap perusahaan maka pihak pimpinan harus mengusahakan agar para karyawan merasa senasib dengan perusahaan. Dengan merasa senasib seperti ini kemajuan dan kemunduran perusahaan akan dapat dirasakan juga oleh mereka. Sebenarnya loyalitas dapat juga ditimbulkan dengan cara pemberian gaji yang cukup, perhatian terhadap kebutuhan rohani dan hal-hal positif lain seperti yang dijelaskan dimuka. i. Sekali-kali para karyawan/pegawai perlu juga diajak berunding Di dalam perusahaan merencanakan sesuatu yang agak penting sebaiknya para karyawan diajak berunding. Misalnya kita akan merencanakan menaikkan penjualan sebanyak 25% untuk tahun depan. Maka setiap karyawan yang bertugas dibidang penjualan, produksi, pembelian dan keuangan sebaiknya diajak berunding. Dengan
mengikut
sertakan
mereka
berunding
maka
perasaan
bertanggungjawab akan timbul sehingga mereka dalam melaksanakan kebijaksanaan baru tersebut akan lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
j. Pemberian insentif yang terarah Agar perusahaan memperoleh hal secara langsung maka selain caracara yang telah disebutkan di atas, dapat pula ditempuh sistem pemberian insentif kepada para karyawan. Perusahaan akan memberikan tambahan penghasilan secara langsung kepada para karyawan yang menunjukkan kelebihan prestasi kerjanya. Cara seperti ini sangat efektif untuk mendorong gairah kerja para karyawan.
Tentu
saja
cara
itu
harus
juga
disertai
dengan
kebijaksanaan yang tepat. k. Fasilitas yang menyenangkan Setiap perusahaan bila mana memungkinkan hendaknya menyediakan fasilitas yang menyenangkan bagi para karyawan. Apabila dengan fasilitas tersebut ternyata mampu menambah kesenangan pada karyawannya
maka
berarti
kegairahan
kerjanya
dapat
pula
ditingkatkan. Fasilitas yang menyenangkan janganlah diartikan secara sempit, sebab banyak menafsirkan bahwa fasilitas menyenangkan antara lain rekreasi, cafetaria sampai olah raga dan sebagainya. Sebenarnya fasilitas yang menyenangkan sangat luas, sehingga termasuk juga pengobatan, tempat ibadah, kamar kecil yang bersih, pendidikan untuk anak dan sebagainya. Tempat ibadah akan menimbulkan ras kesenangan batiniah, sebab dengan penyediaan
Universitas Sumatera Utara
tempat ibadah akan memudahkan mereka yang akan menjalankan ibadah (Nitisemito, 2002 : 108). Apabila kegairahan kerja karyawan menurun, akan berdampak negatif terhadap perkembangan suatu perusahaan. Hal ini disebabkan oleh menurunnya moral kerja dari karyawan karena adanya perasaan tidak puas terhadap cara-cara yang dipergunakan oleh pemimpin untuk menggerakkan bawahannya. Ketidakpuasan ini dapat dilihat dalam bentuk: a) Labour turn over (pergantian pegawai) yang tinggi. b) Sering terjadi pertikaian perburuhan (labaur disputes) yang dapat
mengakibatkan
showdown
atau
bentuk-bentuk
lainnya. c) Tingkat kebiasaan absen (abseniesme) yang tinggi, artinya terlalu banyak jumlah pegawai yang tidak masuk atau sering datang terlambat d) Moral yang rendah dalam bentuk kenakalan, perbuatan yang merugikan nama baik organisasi, dan lain sebagainya. e) Tidak adanya loyalitas kepada organisasi. f) Pessimisme g) Appatisme
Universitas Sumatera Utara
4.5 Upaya Membina Semangat Kerja Membina semangat kerja perlu dilakukan secara terus–menerus agar mereka menjadi terbiasa mempunyai semangat kerja yang tinggi. Dengan kondisi yang demikian, pekerja diharapkan dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan kreatif. Pembinaan semangat kerja dalam suatu pekerjaan tentulah pimpinan sebagai atasan. Pembinaan semangat kerja akan dapat berhasil jika pimpinan benar – benar menempatkan dirinya bersama – sama
dengan
pekerja
dan berusaha
memperbaiki kondisi kerja
agar
kondusif sehingga suasana kerja turut mendukung terbinanya semangat kerja (Adnyani, 2008). Menurut Saydam (2000), keberhasilan pembinaan semangat kerja sangat tergantung pada
supervisi yang
bermutu, kondisi
kerja yang
menyenangkan, adanya kesempatan untuk berparisipasi, hubungan
yang
harmonis, dan adanya aturan mainan yang jelas. Selain itu teknik pengawasan dan kebijakan menajemen meliputi pengawasan berusaha agar pekerja mempunyai minat kerja yang besar, memberi pujian. Menurut Zainun (2004), beberapa menyelenggarakan motivasi untuk
usaha positif
meningkatkan
dalam rangka
semangat
kerja, yaitu
orientasi, supervisi, partisipasi, komunikasi, rekognasi, delegasi, kompesi, integrasi, dan motivasi silang. Sastrohadiwiryo (2002), menunjukkan bahwa cara yang ditempuh untuk meningkatkan semangat kerja adalah memberi kompensasi
kepada tenaga
kerja dalam porsi yang wajar, tetapi
tidak
memaksakan kemampuan , menciptakan kondisi kerja yang menggirahkan
Universitas Sumatera Utara
semua pihak, memperhatikan kebutuhan yang berhubungan dengan spiritual tenaga kerja. Untuk meningkatkan semangat kerja dilakukan pemberian gaji yang cukup, memperhatikan kebutuhan rohani, menciptakan suasana kerja yang santai, memperhatikan harga diri, menempatkan posisi pekerja pada tempatnya, dan memberikan fasilitas yang menyenangkan.
Universitas Sumatera Utara