BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Wanita Karir Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu
rumah tangga sebenarnya adalah seorang wanita karir. Namun wanita karir adalah wanita yang bekerja di luar karirnya sebagai ibu rumah tangga (Oetomo, 2007). Pendapat lain wanita karir adalah wanita yang bekerja untuk mengembangkan karir (Munandar, 2001). Menurut Flanders (dalam Mudzhar 2001) wanita karir dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu: a.
Wanita tunggal dan tidak memiliki anak Dalam rangka mengembangkan karir ada beberapa wanita yang
memilih untuk tidak menikah terutama pada usia 20-an dan awal 30. Tetapi kebanyakan melakukan hal tersebut bukan semata-mata agar tidak mengalami hambatan dan rintangan dalam karir mereka melainkan karena merasa pilihan tersebut cocok dengan pribadi mereka. b.
Wanita menikah tanpa anak Wanita karier yang menikah tanpa anak memiliki pasangan yang
saling mendukung dan membantu dalam urusan rumah tangga. Mereka tidak terlalu bermasalah dalam hal keuangan karena adanya pemasukan dari pihak suami dan juga pihak istri, serta belum/tidak mempunyai anak yang dapat
10
11
menyita waktu dan tenaga yang dapat mengurangi kinerja atau prospek karirnya. c.
Wanita menikah dan mempunyai anak Dengan perencanaan keluarga yang baik dan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan serta pekerjaan yang semakin terbuka bagi wanita, maka seorang wanita akan menggabungkan peran mereka dalam pekerjaan di tempat kerja serta peran mereka sebagai ibu rumah tangga di Rumah. Penelitian ini memfokuskan pada kategori wanita menikah dan mempunyai anak, karena dianggap dengan adanya kehadiran seorang anak maka semakin banyak tugas yang harus diemban seorang wanita karir dalam menyeimbangkan perannya di tempat kerja dan di Rumah. Dengan wanita menggabungkan peran mereka dalam pekerjaan dan sebagai ibu dan istri dalam rumah tangga, secara otomatis akan menghadapkan wanita dengan berbagai masalah, seperti: a. Peningkatan tanggung jawab yang menyita waktu dan menimbulkan stress fisik serta emosional b. Rasa bersalah karena kurang dapat memberikan perhatian dan waktu pada anak atau pekerjaan c. Kesempatan karir yang terbatas karena sikap atasan yang meragukan komitmen terhadap keluarga
12
Berdasarkan teori di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa wanita karir adalah seorang wanita yang bekerja selain menjadi ibu rumah tangga, atau berkarir di luar rumah.
2.2
Konflik Peran Ganda (Work-Family Conflict) Menurut Frone (dalam Triaryati, 2003) konflik peran ganda adalah
bentuk konflik peran dimana tuntutan peran pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasa terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarganya dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya. Sedangkan menurut Yang, Chen, Choi (dalam Triaryati, 2003) tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan waktu, seperti; pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru dan deadline. Sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga dan menjaga anak. Tuntutan keluarga ini ditentukan oleh besarnya keluarga, komposisi keluarga, dan jumlah anggota keluarga yang memiliki ketergantungan terhadap anggota yang lain. Greenhaus & Beutel (dalam Triaryati, 2003) mendefinisikan tiga jenis work-family conflict, yaitu:
13
a. Time-based conflict. Waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (keluarga maupun pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya, meliputi pembagian waktu, energi dan kesempatan antara peran pekerjaan da rumah tangga. Dalam hal ini menyusun jadwal merupakan hal yang sulit dan waktu terbatas saat tuntutan dan perilaku yang dibutuhkan untuk memerankan keduanya tidak sesuai. b. Strain-based conflict. Mengacu pada munculnya ketegangan atau keadaan emosional yang dihasilkan oleh salah satu peran membuat seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan perannya yang lain. Sebagai contoh: seorang ibu yang seharian bekerja, ia akan merasa lelah, dan hal itu membuatnya sulit untuk duduk dengan nyaman menemani anak menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Ketegangan peran ini bisa termasuk stress, tekanan darah meningkat, kecemasan, keadaan emosional, dan sakit kepala. c. Behavior-based conflict. Berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola
perilaku
dengan
yang
diinginkan
oleh
kedua
bagian.
Ketidaksesuaian perilaku individu ketika bekerja dan ketika di rumah, yang disebabkan perbedaan aturan perilaku seorang wanita karir biasanya sulit menukar antara peran yang ia jalani satu sama lain. Dalam menjalani segala perannya, wanita memiliki ruang-ruang konfliknya tersendiri, Sekaran (dalam Octaviani, 2011) mengungkapkan empat ruang kehidupan ganda wanita, yaitu:
14
a. Bekerja mengganggu dunia pribadi (work interference with personal world). Diartikan sebagai dunia kerja yang menyangkut masalah tuntutan pekerjaan, tuntutan organisasi, dan tuntutan sosial di tempat kerja. b. Keluarga mengganggu area di luar pekerjaan (family interference with other nonwork world). Menyangkut masalah suami istri, anak, kepengurusan keluarga secara luas dan ikut bertanggung jawab terhaap waktu kerja atau bidang lainnya. c. Keluarga mengganggu dunia pribadi (family interference with personal world). Menyangkut masalah aktivitas individu seperti hobi dan aktivitas waktu senggang, kesehatan, dan pengembangan diri. d. Bekerja mengganggu area di luar pekerjaan (work interference with other nonwork world). Menyangkut masalah keterlibatan komunitas, religius, sosial, dan keterlibatan lainnya. Berbagai hambatan dan kesulitan yang mereka alami dari masa ke masa berasal dari beberapa sumber. Menurut Jacinta (2002) Faktor-faktor yang biasanya menjadi sumber persoalan bagi para ibu yang bekerja terbagi menjadi dua faktor, yaitu faktor internal, faktor eksternal. Dan faktor relasional, Berikut penjelasannya: a. Faktor Internal Pada dasarnya yang dimaksud dengan faktor internal adalah persoalan yang timbul dalam diri pribadi sang ibu tersebut. Ada diantara para ibu yang lebih senang jika dirinya benar-benar hanya menjadi ibu rumah tangga untuk mengatur keperluan rumah tangga. Namun keadaan menuntutnya untuk bekerja
15
dan
menyokong kebutuhan
rumah
tangga.
Kondisi
tersebut
mudah
menimbulkan stress karena keinginannya untuk bekerja tidak timbul dari diri sendiri melainkan karena tidak punya pilihan lain untuk membantu ekonomi keluarga. Selain itu ada pula tekanan yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan peran ganda itu sendiri. Hal ini timbul karena kesadaran akan kewajiban untuk menjadi ibu yang baik, sabar, dan bijaksana untuk anak-anaknya, serta menjadi istri yang baik bagi suami. Namun di sisi lain tidak lupa pula bahwa ia tetap harus memiliki komitmen dan tanggung jawab atas pekerjaan yang dipercayakan pada mereka hingga mereka harus menunjukkan prestasi kerja yang baik. Sementara itu dari dalam diri mereka pun sudah ada keinginan ideal untuk berhasil melaksanakan kedua peran tersebut secara proporsional dan seimbang. b. Faktor Eksternal 1. Dukungan Suami Dukungan suami dapat diartikan sebagai sikap-sikap yang ditujukan dalam bentuk kerja sama yang positif dimana suami ikut membantu dan berkontribusi dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, membantu mengurus anak, serta memberi dukungan moral dan emosional terhadap karir atau pekerjaan istrinya. Indonesia merupakan Negara yang menganut iklim paternalisme dan otoritarian yang memberi kesan dan pemahaman kuat bahwa pria tidak boleh mengerjakan pekerjaan wanita, apalagi mengurus urusan rumah
16
tangga. Masalah rumah tangga adalah sepenuhnya merupakan kewajiban sang istri. Keadaan tersebut akan menjadi sumber tekanan untuk sang istri. Oleh karena itu, kurangnya dukungan suami juga membuat peran sang ibu tidak optimal dan mengakibatkan timbulnya rasa bersalah karena merasa dirinya bukan ibu dan istri yang baik. 2. Kehadiran Anak Masalah pengasuhan anak biasa dialami oleh para wanita bekerja yang memiliki anak kecil atau balita. Rasa bersalah yang timbul ketika kerap harus meninggalkan anak untuk bekerja di kantor seharian. 3. Masalah Pekerjaan Pekerjaan merupakan sumber ketegangan dan stress yang besar bagi wanita karir. Mulai dari peraturan kerja yang kaku, atasan yang tidak bijaksana, beban kerja yang berat, ketidakadilan di tempat kerja, rekan yang sulit bekerja sama, waktu kerja yang panjang, atau pun ketidaknyamanan psikologis yang dialami dari problem sosial-politis di tempat kerja. Situasi demikian akan membuat sang ibu kelelahan dan membuat mereka menjadi sensitif dan emosional di Rumah terhadap suami dan anak. Hal ini juga dapat di tunjang jika kurang dukungan dari suami dan anak (yang sudah besar) untuk bergantian mengurus urusan rumah tangga. c. Faktor Relasional Dengan bekerjanya suami dan istri maka waktu untuk bersama keluarga pun menjadi sangat kurang. Memang ada beberapa hal yang bisa diselesaikan
17
dengan mempekerjakan pembantu rumah tangga, namun ada pula hal-hal yang tidak tergantikan seperti kebersamaan untuk bersantai bersama anggota keluarga yang merupakan kegiatan penting yang tidak bisa diabaikan untuk membina dan mempertahankan keadaan keluarga. Kurangnya waktu untuk bersama keluarga tersebut tidak jarang membuat sang istri menjadi kurang terbuka terhadap suami untuk membahas pikiranpikirannya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan konflik peran ganda (work-family conflict) adalah suatu kondisi dimana terjadi konflik atau pertentangan pada seorang individu yang diharuskan memilih dua peran atau lebih secara bersamaan. 2.3
Kinerja Menurut Dessler (2008) kinerja merupakan prestasi kerja, yaitu
perbandingan antara hasil kerja yang secara nyata dengan standar kerja yang ditetapkan. Menurut Mahsun (2006) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Menurut Rivai & Fawzi (2005) kinerja adalah kesediaan seeorang atau kelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.
18
Sedangkan menurut Payaman Simanjuntak (2005) kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Berdasarkan teori-teori di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja adalah hasil kerja karyawan berdasarkan tugas dan tanggung jawab yang telah ditentukan. Menurut Bonner & Sprinkle (dalam Melati, 2011) terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu: 1. Individu Mencakup atribut yang dimiliki seseorang dalam melakukan tugas seperti konten pengetahuan, pengetahuan organisasi, kemampuan, kepercayaan diri, gaya kognitif, motivasi intrinsic, dan nilai-nilai budaya. 2. Tugas Mencakup faktor-faktor yang bervariasi baik di dalam maupun luar tugas seperti kompleksitas, format presentasi, pengolahan dan respon modus siaga. 3. Lingkungan Meliputi segala kondisi, keadaan, dan pengaruh di sekitar individu yang melakukan tugas tertentu. Sedangkan menurut Gibson et al (2008), faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:
19
1.
Persepsi Persepsi
berarti
bagaimana
individu
memandang
dan
menginterpretasikan pekerjaannya, dan setiap individu memiliki persepsi yang berbeda. 2.
Sikap Sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari, dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, objek, dan keadaan.
3.
Kepribadian Kepribadian merupakan himpunan karakteristik dan kecenderungan yang stabil serta menentukan sifat umum dan perbedaan dalam perilaku seseorang. Kepribadian sulit dikendalikan karena dibentuk di luar organisasi.
4.
Motivasi Motivasi merupakan konsep yang digunakan untuk menggambarkan dorongan-dorongan yang timbul pada atau di dalam seorang individu yang menggerakkan perilaku. Konsep motivasi dapat digunakan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam intensitas perilaku untuk menunjukkan arah tindakan. Karyawan yang termotivasi akan menghasilkan pekerjaan yang menghasilkan pekerjaan dengan kualitas yang tinggi.
20
5.
Kepuasan kerja Kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki individu mengenai pekerjaannya. Hal ini dihasilkan dari persepsi mereka terhadap pekerjaannya, didasarkan pada faktor lingkungan kerja, dan tunjangan.
6.
Stres kerja Stres kerja merupakan suatu persepsi penyesuaian, diperantarai oleh perbedaan-perbedaan
individu
dan
proses
psikologis
yang
merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar atau lingkungan, situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis atau fisik berlebihan kepada seseorang. Stress kerja dapat mempengaruhi kinerja seorang individu. 7.
Organisasi Pada faktor organisasi, variabel pertama yang dibahas adalah kompensasi atau imbalan. Sasaran utama imbalan adalah untuk menarik individu yang berkualifikasi untuk bergabung dalam organisasi, mempertahankan karyawan untuk tetap bekerja, dan memotivasi karyawan untuk mencapai prestasi tinggi. Variabel kedua dalam faktor organisasi adalah kepemimpinan, dimana sistem kepemimpinan dapat mempengaruhi kinerja dan efektivitas suatu kelompok kerja.
Salah satu cara untuk mengukur kinerja karyawan dalam perusahaan adalah dengan melakukan performance appraisal, menurut Leon C.Megginson
21
(dalam Mangkunegara, 2002) penilaian kinerja atau yang dikenal dengan istilah performance appraisal merupakan suatu proses yang digunakan atasan untuk menentukan apakah seorang pegawai melakukan pekerjaan sesuai dengan yang dimaksudkan. Indikator penilaian kinerja menurut Mahsun (2006) adalah: a.
Pelayanan yang tepat waktu dan berkualitas
b.
Tingkat keterampilan pendidikan yang sesuai dengan bidang kerja
c.
Kehadiran atau keterlambatan
Cara pengukuran kinerja menurut Muljadi (2006) terdiri dari: a. Membandingkan kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan b. Membandingkan kinerja nyata dengan hasil yang diharapkan c. Membandingkan kinerja nyata dan standar kinerja. Sedangkan menurut Robbin (2006), penilaian kinerja karyawan diukur melalui: a. Hasil tugas individu Berfokus pada apa yang telah dihasilkan daripada bagaimana sesuatu dicapai atau dihasilkan. Oleh karena itu, dengan menggunakan hasil tugas individu maka pimpinan dapat menilai atas dasar kriteria seperti kuantitas yang diproduksi, bahan buangan yang ditimbulkan, dan biaya per unit produksi. Indikatornya adalah: 1. Kualitas hasil pekerjaan 2. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan
22
b. Perilaku Pengukuran ini berfokus pada perilaku karyawan dalam bekerja pada perusahaan. Dalam hal ini kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, dan efektifitas dalam bekerja menjadi fokus utamanya. Indikatornya adalah: 1. Sikap sungguh-sungguh 2. Mampu menyelesaikan tugas dengan baik c. Ciri kepribadian Alat pengukuran yang berfokus pada cirri kepribadian individu karyawan seperti: sikap baik, kooperatif, percaya diri, mempunyai banyak pengalaman, mudah panik, loyalitas. Indikatornya adalah: 1. Mempunyai banyak pengalaman.