BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1. Pengertian Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang di sebabkan oleh infeksi virus DEN-1, DE-2, DEN-3, atau DEN-4 yang di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi virus Dengue dari penderita DBD lainnya (Ginanjar, 2008). Demam dengue (DD) adalah penyakit fibris–virus akut, sering kali di sertai dengan sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan leukopenia sebagai gejalanya. demam berdarah dengue (DBD) di tandai oleh empat manifestasi klinis utama demam tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan hepatomegali dan pada kasus berat, tanda-tanda kegagalan sirkulasi, pasien ini dapat mengalami syok hipovolemik yang diakibatkan oleh kebocoran plasma (WHO, 1999). 2.1.2. Epidemiologi Penyakit demam berdarah dengue atau dengue hemorrhagic fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus Dengue yang masih menjadi problem kesehatan masyarakat. Penyakit ini ditemukan nyaris di seluruh belahan dunia terutama di negara-negara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Hasil study epidemiologik menunjukkan bahwa DBD terutama menyerang kelompok umur balita sampai dengan umur sekitar 15 tahun serta tidak di
Universitas Sumatera Utara
temukan perbedaan signifikan dalam hal kerentanan terhadap serangan dengue antar gender. Outbreak (kejadian luar biasa) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnnya musim penghujan. Hal tersebut sejalan dengan peningkatan aktivitas vektor dengue yang
justru terjadi pada musim penghujan.
Penularan penyakit DBD antar manusia terutama berlangsung melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Sehubungan dengan morbiditas dan mortalitasnya, DBD disebut sebagai the most mosquito transmitted disease. a. Distribusi geografis. Penyakit akibat infeksi virus Dengue di temukan tersebar luas di berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 300 Lintang Utara 400 Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Carribean dengan estimasi kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya. Penyakit yang di laporkan pertama kali oleh Benyamin Rush pada Tahun 1789 ini muncul dalam literatur Inggris berupa outbreak suatu penyakit yang terjadi sepanjang tahun 18271829 di Carribean. Berdasarkan data yang di laporkan ke Word Health Organization (WHO) antara Tahun 1991-1995, Indonesia menempati peringkat ke tiga (110.043 kasus) dalam hal insidensi infeksi virus Dengue dengan jumlah kematian menempati peringkat pertama (2.861 kasus) dan angka kematian tersebut menempati peringkat ke empat (2,6%) di antara negara-negara seperti Vietnam, Thailand, India, Mnyanmar, Amerika, Kampuchea, Malaysia, Singapore, Philippines, Sri Lanka, Laos, dan negara-negara di kepulauan Pasifik. Laporan WHO pada tahun 2000 menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa DBD telah menyerang seluruh negara di Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia, Amerika Utara, Tengah dan Selatan, Kepulauan Pasifik, Carribean, Cuba, Venuzuela, Brazil dan Afrika. Meskipun angka kematian akibat DBD di Indonesia menunjukan kecenderungan menurun selama periode tahun 1968-1988, namun insidensi DBD menunjukan kecenderungan meningkat dengan angka kejadian yang tinggi pada tahun 1998. Pada dekade belakangan ini, infeksi virus Dengue dilaporkan endemik di 112 negara. b. Umur dan jenis kelamin. Meskipun semua umur termasuk neonatus dapat terserang DBD , pada saat outbreak DBD pertama di Thailand di temukan bahwa penyakit tersebut menyerang terutama anak-anak berumur antara 5-9 tahun. Pada tahun-tahun awal epidemi DBD di Indonesia, penyakit ini juga menyerang terutama anak-anak berumur antara 5-9 tahun. Selama tahun 1968-1973 sebesar kurang lebih 95% kasus DBD adalah anak di < 15 tahun. Tahun 1993-1998 meskipun sebagian besar kasus DBD adalah anak berumur antara 5-14 tahun , namun nampak adanya kecenderungan peningkatan kasus > 15 tahun.Tahun 1999-2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung pada kelompok umur > 15 tahun (Depkes, 2010). Anak berumur lebih dewasa umumnya terhindar dari DBD meskipun di jumpai laporan adanya DBD pada bayi berumur 2 bulan dan pada orang dewasa. Hal ini nampaknya berkaitan dengan aktifitas kelompok umur yang relatif terhindar dari DBD mengingat peluang terinfeksi virus Dengue berlangsung melalui gigitan nyamuk. Sejauh ini tidak di
Universitas Sumatera Utara
temukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD di kaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). c. Musim Di negara-negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung terutama pada musim panas meskipun di temukan kasus-kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di negara-negara di Asia Tenggara, epidemi DBD terutama terjadi pada musim penghujan. Di Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Philippines epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah datangnya musim penghujan. Epidemi mencapai angka tertinggi pada sebulan setelah curah hujan mencapai puncak tertinggi untuk kemudian menurun sejalan dengan menurunnya curah hujan. Di Malaysia di laporkan peningkatan insidensi DBD sebesar 120% ketika curah hujan perbulan sekitar 300 mm atau lebih. Di Indonesia di laporkan bahwa puncak oubreak umumnya terjadi antara bulan Oktober sampai dengan April, kecuali outbreak pada tahun 1974 yang justru terjadi pada bulan Juli. Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim penghujan erat kaitannya dengan kelembaban tinggi pada musim penghujan yang memberikan lingkungan optimal bagi masa inkubasi (mempersingkat masa inkubasi) dan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit. Kedua vektor tersebut meningkatkan aktifitas vektor dalam mentransmisikan infeksi virus Dengue. Itulah sebabnya di daerah tropik pola kejadian DBD umumnya sejalan dengan pola musim penghujan.
Universitas Sumatera Utara
d. Cara penularan Transmisi virus Dengue dari manusia ke manusia lain atau dari kera ke kera yang lain berlangsung melalui gigitan nyamuk betina Aedes (terutama Aedes aegypti) yang terinfeksi oleh Arboviruses. Itulah sebabnya virus Dengue di sebut sebagai arthropod borne viruses. Sekali nyamuk terinfeksi oleh Arbovirus, sepanjang hidupnya nyamuk tersebut tetap terinfeksi dan dapat mentransmisikan virus kepada manusia atau kera. Nyamuk betina yang terinfeksi juga dapat menyalurkan virus kepada generasi berikutnya melalui proses transmisi transovarian. Namun proses transmisi semacam ini jarang terjadi dan tidak mempunyai arti signifikan bagi penyebaran infeksi dengue kepada manusia. Manusia merupakan host utama bagi virus meskipun temuan penelitian menunjukan bahwa di beberapa belahan dunia jenis kera tertentu dapat pula terinfeksi virus Dengue dan selanjutnya menjadi sumber virus bagi nyamuk ketika nyamuk menghisap darah kera yang bersangkutan. Virus yang masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk selanjutnya beredar dalam sirkulasi darah selama periode sampai timbul gejala demam. Periode di mana virus beredar dalam sirkulasi darah manusia di sebut sebagai periode viremia. Apabila nyamuk yang belum terinfeksi menghisap darah manusia dalam fase viremia, maka virus akan masuk ke dalam tubuh nyamuk dan berkembang selama periode 8-10 hari sebelum virus siap di transmisikan kepada manusia lain. Rentang waktu yang di perlukan untuk inkubasi ekstrinsik tergantung pada kondisi lingkungan terutama temperatur sekitar.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Etiologi a. Virus Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang di sebabkan oleh infeksi virus Dengue. Virus Dengue termasuk Genus Flavivirus dari keluarga Flaviviridae. Ada empat serotipe virus yang kemudian di nyatakan sebagai DEN-1, DEN-2, DE-3, atau DEN-4. Infeksi yang terjadi dengan serotipe manapun akan memicu imunitas seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Walaupun secara antigenik serupa, keempat serotipe tersebut cukup berbeda di dalam menghasilkan perlindungan silang selama beberapa bulan setelah terinfeksi salah satunya (WHO, 2001). b. Vektor Virus Dengue di tularkan oleh satu orang yang terinfeksi virus Dengue ke orang lain oleh nyamuk Aedes aegypti dan subgenus stegomya. Aedes aegypti merupakan vektor epidemik yang paling penting, sementara spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae.poly nesiensi, anggota kelompok Ae.scutellaris, dan Ae.finlaya niveus juga di putuskan sebagai vektor sekunder. Semua spesies tersebut, kecuali Ae. aegypti, memiliki willayah pelebarannya sendiri, walaupum mereka merupakan vektor yang sangat baik untuk virus Dengue, epidemi yang di timbulkannya tidak separah yang di akibatkan oleh Ae.aegypti (WHO, 2001). c. Pejamu Pada manusia masing-masing dari ke empat serotipe virus Dengue mempunyai hubungan dengan DD dan dengan DBD. Infeksi pertama menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap serotipe penginfeksi tetapi merupakan perlidungan
Universitas Sumatera Utara
sementara terhadap ketiga serotipe lainnya, dan infeksi sekunder atau sekuensial mungkin terjadi setelah waktu singkat. Penularan virus Dengue dari manusia terinfeksi ke nyamuk penggigit di tentukan oleh besarnya dan durasi viremia pada hospes manusia, individu dengan viremia tinggi memberikan dosis virus infeksius yang lebih tinggi ke nyamuk penggigit, biasanya menyebabkan presentase nyamuk penggigit yang terinfeksi menjadi lebih besar, meskipun kadar virus yang sangat rendah dalam darah mungkin terinfeksi bagi beberapa nyamuk vektor (WHO, 1992). 2.1.4. Patofisiologi dan Patogenesis Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diabetes hemoragik. Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai hematokrit. Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar menganut "the secondary heterologous infection hypothesis" yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus Dengue yang berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan sampai 5 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Akibat infeksi kedua oleh tipe virus Dengue yang berlainan pada seorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibody yang akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Disamping itu replikasi virus Dengue terjadi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigenantibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5 menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran pencernaan hebat yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari ke10 sejak permulaan penyakit. Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab perdarahan pada penderita DBD. Perubahan faktor koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang terbukti terganggu, juga oleh aktifasi sistem
Universitas Sumatera Utara
koagulasi. Pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM) secara potensial dapat terjadi juga pada penderita DBD tanpa atau dengan renjatan. Renjatan pada PIM akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki renjatan irreversible disertai perdarahan hebat, terlihatnya organ-organ vital dan berakhir dengan kematian (Siregar, 2004). 2.1.5. Gambaran Klinis Demam Berdarah Dengue Menurut Depkes RI (2005) tanda-tanda dan gejala penyakit DBD adalah : a. Demam Penyakit DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus-menerus berlangsung 2-7 hari, kemudianl turun secara cepat. Demam secara mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti: anorexia, lemas, nyeri pada tulang, sendi, punggung dan kepala. b. Manifestasi pendarahan Perdarahan terjadi pada semua organ umumnya timbul pada hari 2-3 setelah demam, sebab perdarahan adalah trombositopenia. Bentuk perdarahan dapat berupa: ptechiae, purpura, echymosis, perdarahan conjunctiva, perdarahan dari hidung (mimisan atau epistaxis), perdarahan gusi, muntah darah (hematenesis), buang air besar berdarah (melena), kencing berdarah (hematuri). Gejala ini tidak semua harus muncul pada setiap penderita, untuk itu diperlukan toreniquet test dan biasanya positif pada sebagian besar penderita demam berdarah dengue.
Universitas Sumatera Utara
c. Pembesaran hati (hepatomegali) Pembesaran hati dapat diraba pada penularan demam. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beberapa penyakit. Pembesaran hati mungkin berkaitan dengan strain serotype virus Dengue. d. Renjatan (syok) Renjatan dapat terjadi pada saat demam tinggi yaitu antara hari 3-7 mulai sakit. Renjatan terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapilar yang rusak. Adapun tanda-tanda perdarahan: kulit teraba dingin pada ujung hidung, jari dan kaki; penderita menjadi gelisah; nadi cepat, lemah, kecil sampai tas teraba; tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang); tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang). Renjatan yang terjadi pada saat demam, biasanya mempunyai kemungkinan yang lebih buruk. 5. Gejala klinis lain Gejala lainnya yang dapat menyertai ialah; anoreksia, mual, muntah, lemah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang. 2.1.6. Mekanisme Penularan Penyakit demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit demam berdarah dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus Dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus Dengue berada dalam darah
Universitas Sumatera Utara
selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypt iyang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus Dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Depkes, 2005). 2.1.7. Tempat Potesial bagi Penularan DBD Penularan demarn berdarah dengue menurut Depkes (2005) dapat terjadi disemua tempat yang terdapat nyamuk penularan. Adapun tempat yang potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah : a. Wilayah yang banyak kasus DBD (endemis). b. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dariberbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus
Dengue
cukup
besar
tempat-tempat
umum antara
lain
sekolah,
RS/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, tempat umum lainnya seperti hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
c. Pemukiman baru dipinggir kota Karena dilokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah dimana kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier. 2.1.8. Morfologi dan Siklus Hidup Nyamuk Vektor DBD a. Nyamuk dewasa: ukuran kecil, warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan, kaki dan sayap. b. Telur: berwarna hitam seperti sarang tawon, dinding bergaris-garis seperti gambaran kain kasa. c. Jentik: ukuran 0,5-1 cm, dan selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas.Pada waktu istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. d. Kepompong (pupa): berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping di dibanding larva. e. Metamorfosis sempurna
Gambar 2.1. Siklus Hidup Nyamuk Vektor DBD
Universitas Sumatera Utara
2.1.9. Sifat-sifat Nyamuk Aedes Aegypti a. Antropofilik dan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat dan mempermudah pemindahan virus. b. Aktivitas menggigit pagi sampai dengan petang dengan puncak aktivitas 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. c. Kemampuan terbang nyamuk betina 40-100 meter. Namun karena angin atau terbawa kendaraan, nyamuk ini bisa berpindah lebih jauh. d. Kebiasaan istirahat serta menggigit dalam rumah (indoor). Tempat hinggap dalam rumah adalah barang-barang bergantungan seperti baju, gorden, kabel, peci dan lain-lain. e. Nyamuk ini lebih senang warna gelap dari pada terang. 2.1.10. Diagnosa Demam Berdarah Dengue Menurut Fadjari (2008) dan Depkes (2005) diagnosa penyakit DBD ditegakkan berdasarkan adanya dua kriteria klinis atau lebih, ditambah dengan adanya minimal satu kriteria laboratories. Kriteria klinis: a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7, yang dapat mencapai 40°C. Demam sering disertai gejala tidak spesifik, seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan, nyeri sendi dan tulang, serta rasa sakit di daerah belakang bola mata dan wajah yang kemerahmerahan.
Universitas Sumatera Utara
b. Manifestasi perdarahan seperti mimisan (epitaksis), perdarahan gusi, perdarahan pada kulit tes rumpeleede (+), ptekiae dan ekimosis, serta buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena). c. Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali). d. Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyit nadi yang teraba lemah dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran dan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian. Kriteria laboratories: a. Penurunan jumlah trombosit (Trombositopenia) < 100.000/mm3, biasanya ditemukan antara hari ke 3 - 7 sakit. b. Peningkatan kadar hematokrit > 20 % dari nilai normal. 2.1.11. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue Menurut WHO (1986) derajat penyakit DBD berbeda-beda menurut tingkat keparahannya yaitu: a. Derajat I (ringan), demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi perdarahan dengan uji truniquet positif. b. Derajat II (sedang), gejala yang timbul pada DBD derajat 1, ditambah perdarahan spontan, biasanya dalam bentuk perdarahan di bawah kulit dan atau perdarahan lainnya. c. Derajat III (berat), penderita dengan gejala kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg) atau hipotensi yang ditandai dengan kulitdingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
Universitas Sumatera Utara
d. Derajat IV (berat), penderita syok berat dengan tekanan darah yang tak dapat diukur dan nadi yang tak dapat diraba. 3.1.12. Bionomik Nyamuk Aedes Aegypti Pengetahuan tentang bionomik vektor sangat diperlukan dalam perencanaan pengendaliannya. Bionomik adalah bagian dari ilmu biologi yang menerangkan pengaruh antara organisme hidup dengan lingkungannya. Pengetahuan bionomik nyamuk meliputi stadium pradewasa (telur, jentik, pupa) dan stadium dewasa. Hal ini menyangkut tempat dan waktu nyamuk meletakkan telur, perilaku perkawinan, perilaku menggigit (bitting behaviour), jarak terbang (fight range) dan perilaku istirahat (resting habit) dari nyamuk dewasa dan faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, iklim, curah hujan, yang mempengaruhi kehidupan nyamuk . a. Tempat Perindukan (Breeding Places) Tempat perindukan Aedes aegypti berupa genangan-genangan air yang tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer (bukan genangan-genangan air tanah) seperti tempayan, drum, bak air, WC/kamar mandi, tempat air burung piaraan, barang-barang bekas, lubang-lubang di pohon, pelepah daun dan sebagainya. Macam kontainer termasuk bahan kontainer, volume kontainer, penutup kontainer dan asal air dari kontainer. b. Kebiasaan Menggigit Kebiasaan menggigit/waktu menggigit nyamuk Aedes aegypti lebih banyak pada waktu siang hari dari pada malam hari, lebih banyak menggigit pukul 08.0012.00 dan pukul 15.00-17.00 dan lebih banyak menggigit di dalam rumah dari pada
Universitas Sumatera Utara
diluar rumah. Setelah menggigit selama menunggu waktu pematangan telur nyamuk akan berkumpul di tempat-tempat di mana terdapat kondisi yang optimum untuk beristirahat, setelah itu akan bertelur dan menggigit lagi. Tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat selama menunggu waktu bertelur adalah tempattempat yang gelap, lembab, dan sedikit angin, nyamuk Aedes aegypti biasa hinggap beristirahat pada baju-baju yang bergantungan atau benda-benda lain di dalam rumah yang remang-remang. c. Jarak Terbang Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan selanjutnya ke tempat untuk beristirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk. Pada waktu terbang nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak, dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air di dalam tubuh dari penguapan maka jarak terbang nyamuk menjadi terbatas. Aktifitas dan jarak terbang nyamuk dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu: faktor eksternal dan faktor internal. Eksternal meliputi kondisi luar tubuh nyamuk seperti kecepatan angin, temperatur, kelembaban dan cahaya. Adapun faktor internal meliputi suhu tubuh nyamuk, keadaan energi dan perkembangan otot nyamuk. Meskipun Aedes aegypti kuat terbang tetapi tidak pergi jauh-jauh, karena tiga macam kebutuhannya yaitu tempat perindukan, tempat mendapatkan darah, dan tempat istirahat ada dalam satu rumah. Keadaan tersebut yang menyebabkan Aedes aegypti bersifat lebih menyukai aktif di dalam rumah, endofilik. Apabila ditemukan nyamuk
Universitas Sumatera Utara
dewasa pada jarak terbang mencapai 2 km dari tempat perindukannya, hal tersebut disebabkan oleh pengaruh angin atau terbawa alat transportasi. d. Lingkungan Biologik Pertumbuhan larva dari instar ke instar dipengaruhi oleh air yang ada di dalam kontainer, pada kontainer dengan air yang lama biasanya terdapat kuman patogen atau parasit yang akan mempengaruhi pertumbuhan larva tersebut. Adanya infeksi patogen dan parasit pada larva akan mengurangi jumlah larva yamg hidup untuk menjadi nyamuk dewasa, masa pertumbuhan larva bias menjadi lebih lama dan umur nyamuk dewasa yang berasal dari larva yang terinfeksi patogen atau parasit biasanya lebih pendek. e. Lingkungan Fisik Lingkungan fisik yang mempengaruhi kehidupan nyamuk Aedes aegypti antara lain jarak antar rumah, macam kontainer, suhu udara, curah hujan, pengaruh angina dan kelembaban. 1) Jarak antar Rumah Jarak antar rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah kerumah yang lain. Semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk menyebar ke rumah yang lain. 2) Suhu Udara Suhu udara merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan Aedes aegypti. Nyamuk Aedes akan meletakkan telurnya pada temperatur udara sekitar 20°C-30°C. Telur yang diletakkan dalam air akan menetas pada 1
Universitas Sumatera Utara
sampai 3 haripada suhu 30°C, tetapi pada suhu udara 16°C dibutuhkan waktu selama 7 hari. Nyamuk dapat hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismanya menurun atau bahkan berhenti apabila suhu turun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu lebih tinggi dari 35°C juga mengalami perubahan dalam arti lebih lambatnya proses-proses fisiologi, rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25°C-27°C. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali pada suhu kurang dari 10°C atau lebih dari 40°C. Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan proses metabolismanya yang sebagian diatur oleh suhu. Karenanya kejadian-kejadian biologis tertentu seperti: lamanya pradewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap dan pematangan indung telur dan frekuensi mengambil makanan atau menggigit berbeda-beda menurut suhu, demikian pula lamanya perjalanan virus di dalam tubuh nyamuk. 3) Kelembaban Udara Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen. Dalam kehidupan nyamuk kelembaban udara mempengaruhi kebiasaan meletakkan telurnya. Hal ini berkaitan dengan nyamuk atau serangga pada umumnya bahwa kehidupannya ditentukan oleh faktor kelembaban. Sistem pernafasan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan menggunakan pipa-pipa udara yang disebut trachea, dengan lubang pada dinding tubuh nyamuk yang disebut spiracle. Adanya spirakel yang terbuka lebar tanpa ada mekanisme pengaturnya, maka pada kelembaban rendah akan menyebabkan penguapan air dalam tubuh nyamuk, dan salah satu musuh nyamuk dewasa adalah penguapan. Pada
Universitas Sumatera Utara
kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek, tidak bisa menjadi vektor karena tidak cukup waktu untuk perpidahan virus dari lambung ke kelenjar ludah. 4) Intensitas Cahaya Cahaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi nyamuk beristirahat pada suatu tempat intensitas cahaya yang rendah dan kelembaban yang tinggi merupakan kondisi yang baik bagi nyamuk intensitas cahaya merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi aktivitas terbang nyamuk, nyamuk terbang apabila intensitas cahaya rendah (< 20 Ft-cd). Larva dari nyamuk Aedes aegypti dapat bertahan lebih baik di ruangan dalam kontainer yang gelap dan juga menarik nyamuk betina untuk meletakkan telurnya. Dalam bejana yang intensitas cahaya rendah atau gelap rata-rata berisi larva lebih banyak dari bejana yang intensitas cahanya besar atau terang. 5) Pengaruh Hujan Hujan akan mempengaruhi kelembaban udara dan menambah jumlah tempat perindukan nyamuk alamiah. Perindukan nyamuk alamiah di luar rumah selain sampah-sampah kering seperti botol bekas, kaleng-kaleng, juga potongan bambu sebagai pagar sering dijumpai di rumah-rumah penduduk serta daun-daunan yang memungkinkan menampung air hujan merupakan tempat perindukan yang baik untuk bertelurnya Aedes aegypti.
Universitas Sumatera Utara
6) Pengaruh Angin Secara tidak langsung angina akan mempengaruhi evaporasi atau penguapan air dan suhu udara atau konveksi. Angin berpengaruh terhadap jarak terbang nyamuk. Kecepatan angin kurang dari 8,05 km/jam tidak mempengaruhi aktivitas nyamuk, dan aktivitas nyamuk akan terpengaruh oleh angin pada kecepatan mencapai 8,05 km/jam (2,2 meter/detik) atau lebih. 2.1.13. Pengamatan Kepadatan Vektor Untuk mengetahui kepadatan vektor di suatu lokasi dapat di lakukan beberapa survei yang di pilih secara acak yang meliputi survei nyamuk, survei jentik dan survei perangkap telur, survei jentik di lakukan dengan cara pemeriksaaan terhadap semua tempat air di dalam dan di luar rumah dari 100 (seratus) rumah yang di periksa di suatu daerah dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik. Menurut Depkes RI (2005) pelaksaaan survei ada 2 (dua) metode yang meliputi: a. Metode single survei Survei ini di lakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang di temukan ada jentiknya untuk identifikasi lebih lanjut jentiknya. b. Metode visual Survei ini di lakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genagan air tanpa melakuan pengambilan jentik. Dalam program pemberantasan pnyakit DBD, survei jentik yang biasa di gunakan adalah cara visual dan ukuran yang di pakai untuk mengetahui kepadatan jentik yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.Angka bebas jentik (ABJ) Angka bebas jentik adalah persentase pemeriksaan jentik yang di lakukan di semua desa/kelurahan setiap 3 (tiga) bulan oleh petugas puskesmas pada rumah rumah penduduk yang diperiksa secara acak. Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik X100% Jumlah rumah/bangunan yang di periksa 2. House indeks (HI) House Indeks (HI) adalah persentasi jumlah rumah yang di temukan jentik yang di lakukan di semua desa/kelurahan oleh petugas puskesmas setiap 3 (tiga) bulan pada rumah-rumah yang di periksa secara acak. Jumlah rumah yang di temukan jentik X100% Jumlah rumah yang diperiksa 3. Container indeks (CI) Container indeks (CI) adalah persentase pemeriksaan jumlah container yang di periksa di temukan jentik pada container di rumah penduduk yang dipilih secara acak. Jumlah rumah yang di temukan jentik X100% Jumlah rumah yang diperiksa 4. Breteau indeks (BI) Jumlah container yang terdapat jentik dalam 100 rumah. Container adalah tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembang biaknya nyamuk Ae.aegypti. Angka bebas jentik dan house index lebih menggambarkan luasnya
Universitas Sumatera Utara
penyebaran nyamuk di suatu daerah. Tidak ada teori yang pasti angka bebas jentik dan house index minimal 1% yang berarti persentase rumah yang di periksa jentikya harus negatip. Ukuran tersebut di gunakan sebagai indikator keberhasilan pengendalian penularan DBD (Depkes RI, 1998). 2.1.14. Cara Melakukan Pemeriksaan Jentik a. Periksalah bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempat-tempat penampungan air lainnya. b. Jika tidak tampak, tunggu 0,5-1 menit, jika ada jentik ia akan muncul kepermukaan air untuk bernafas. c. Ditempat yang gelap gunkan senter/battery d. Periksa juga vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng, plastik, ban bekas, dan lain-lain. Tempat-tempat lain perlu diperiksa oleh jumantik antara lain talang/saluran air yang rusak/ tidak lancar, lubang-lubang pada potongan bambu, pohon, dan tempat-tempat lain yang memungkinkan air tergenang seperti di rumah-rumah kosong, pemakaman dan lain-lain. Jentik-jentik yang di temukan di tempat-tempat penampungan air yang tidak beralaskan tanah (bak mandi/WC, drum, tempayan dan sampah-sampah/barang-barang bekas yang dapat manampung air hujan) dapat di pastikan bahwa jentik tersebut adalah nyamuk Aedes aegypti penular demam berdarah dengue (DBD). Jentik-jentik yang terdapat di got/comberan/selokan bukan jentik nyamuk Aedes aegypti (Depkes, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.1.15. Pemberantasan Vektor DBD Pemberantasan nyamuk Ae.aegypti dan Ae.albopictus bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan hingga ke tingkat yang bukan merupakan masalah kesehatan
masyarakat
lagi.
Kegiatan pemberantasan
nyamuk
Aedes
yang
dengan
cara
dilaksanakan sekarang adalah terhadap nyamuk dewasa dan jentiknya. a. Pemberantasan nyamuk dewasa Pemberantasan
terhadap
nyamuk
dewasa
dilakukan
penyemprotan (pengasapan/pengabutan=fogging) dengan insektisida. Mengingat kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda bergantungan seperti kelambu dan pakaian, maka penyemprotan tidak dilakukan di dinding rumah seperti pada pemberantasan nyamuk penular malaria. Insektisida yang dapat digunakan antara lain golongan: Organophospate, misalnya malathion; Pyretroid sintetik, misalnya lamda sihalotrin, cypermettrin, alfamethrin; Carbamat. Alat yang di gunakan untuk menyemprot adalah mesin Fog atau mesin ultra light volum (ULV) dan penyemprotan dengan cara pengasapan tidak mempunyai efek residu. Untuk membatasi penularan virus Dengue, penyemprotan di lakukan dua siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk yang mengandung virus Dengue (nyamuk infektif) dan nyamuk-nyamuk lainya akan mati. Tetapi akan segera muncul nyamuk-nyamuk baru yang di antaranya akan menghisap darah penderita viremia yang masih ada yang dapat menimbulkan terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu perlu di lakukan penyemprotan siklus kedua, penyemprotan yang kedua dilakukan 1 minggu sesudah penyemprotan yang
Universitas Sumatera Utara
pertama agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain (Depkes RI, 2005). Dalam waktu singkat, tindakan penyemprotan dapat membatasi penularan, akan tetapi tindakan ini harus diikuti dengan pemberantasan terhadap jentiknya yaitu dengan memprioritaskan gerakan pemberantasan sarang nyamuk DBD agar populasi nyamuk penular dapat tetap ditekan serendah-rendahnya. Dengan demikian bila ada penderita DBD atau orang dengan viremia, maka tidak dapat menular ke orang lain. b. Pemberantasan jentik Pemberantasan terhadap jentik Ae.aegypti yang dikenal dengan istilah pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD). Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD) adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular DBD (Aedes aegypti) di tempat-tempat perkembangbiakannya. Tujuan PSN DBD ini adalah untuk mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan DBD dapat di cegah atau di kurangi. Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD) dilakukan dengan cara: 1. Fisik Cara ini dikenal dengan kegiatan “3M”, yaitu menguras dan menyikat tempatempat penampungan air, seperti bak mandi/WC, drum dan tempat lainya seminggu sekali (M1), menutup rapat-rapat penampungan air, seperti gentong air/tempayan dan
Universitas Sumatera Utara
lain-lain(M2), mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampungan air hujan (M3). Selain cara di atas pada saat ini telah dikenal pula dengan istilah “3M” plus (Ditjen P2P dan PL, Depkes RI, 2008) yaitu mengganti atau menyingkirkan air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat yang sejenisnya seminggu sekali, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak, menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain (dengan tanah atau benda sejenisnya), menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air, memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air, memasang kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai, mengunakan kelambu, memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk. 2. Kimia Cara memberantas jentik Ae.aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik dengan (larvasida) yang dikenal dengan istilah larvasidasi. Larvasidasi yang biasa digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasidasi dengan temephosini mempunyai efek risidu 3 bulan. Selain itu dapat pula digunakan golongan insect growth regulator.
Universitas Sumatera Utara
3. Biologi Misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo, dan lain-lain). Dapat juga digunakan Bacillus thurringlensisvar, Israeliensia (Bti).
2.2. Landasan Teori Menurut Murti (2003) yang mengutip dari buku CDC, (2002); Gordis, (2000): Gerstman, (1998); Mausner dan Kramer (1985) penyakit secara klasik digambarkan sebagai hasil dari segitiga epidemiologi. Teori segitiga epidemiologi menjelaskan bahwa timbulnya penyakit di sebabkan oleh adanya pengaruh faktor penjamu (host), penyebab (agent) dan lingkungan (environment) yang di gambarkan sebagai segitiga. Perubahan dari sektor lingkungan akan mempengaruhi host, sehingga akan timbul penyakit secara individu maupun keseluruhan populasi yang mengalami perubahan tersebut. Demikian juga dengan kejadian penyakit DBD yang berhubungan dengan lingkungan. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) di sebakan oleh virus Dengue yang di tularkan melalui nyamuk Ae.aegypti namun dapat juga di tularkan oleh nyamuk Ae. albopictus tetapi peranannya dalam pelebaran penyakit ini sangat kecil sekali, karena nyamuk ini biasanya hidup di kebun-kebun (Depkes RI, 2005). Pada prinsipnya kejadian penyakit yang di gambarkan sebagai segitiga epidemiologi menggambarkan hubungan tiga komponen penyebab penyakit yaitu penjamu, agen dan lingkungan seperti gambar 2.2 berikut:
Universitas Sumatera Utara
AGENT
VEKTOR HOST
ENVIRONMENT
Gambar 2.2. Molekul Klasik Kausasi Segitiga Epidemiologi Sumber: CDC, 2002 Gordis 2000; Gerstman, 1998; Mausner dan Kramer, 1985 dalam Murti (2003) Berdasarkan konsep penyebab penyakit, bahwa penyakit di sebabkan oleh agent, penjamu (host) dan lingkungan (environment), maka pendekatan yang cocok untuk mengetahui penyebab penyakit DBD adalah model segitiga epidemiologi seperti dalam bentuk gambar 2.3. berikut ini yang menjelaskan interaksi agent, host dan environment dalam kejadian infeksi virus dengue.
Universitas Sumatera Utara
-
Gizi Umur Seks Etnis/genetik Penyakit penyerta
Host
Agent
- Type & subtype - Virulensi virus - Galur virus
Environ ment
- Kelembaban nisbi - Cuaca - Kepadatan larva + nyamuk dewasa - Ae.aegypti & Ae.albopictus - Lingkungan diluar rumah - Tempat ibadah - Ketinggian tempat tinggal (pegunungan atau dataran) - Perilaku masyarakat
Gambar 2.3. Bagan Interaksi Agent, Host, Environment (Soegijanto, 2006) Untuk memprediksi pola penyakit, model ini menekankan perlunya analisis dan pemahaman masing-masing komponen lainnya, dengan akibat menaikan atau menurunkan kejadian penyakit. Komponen untuk kejadian penyakit DBD yaitu : (1) Agent Agent penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah virus Dengue yang termasuk kelompok arthropoda borne virus (Arboviruses). Anggota dari genus Flavivirus, famili flaviviridae yang di tularkan oleh nyamuk Ae.aegypti dan juga nyamuk Ae.albopictus yang merupakan vektor infeksi DBD.
Universitas Sumatera Utara
(2) Host (penjamu) Penjamu adalah manusia atau organisme yang rentan oleh pengaruh agent dalam penelitian ini yang di teliti dari faktor penjamu adalah kebiasan keluarga (kebiasaan tidur siang, menggantung pakaian, menggunakan anti nyamuk di siang hari, menggunakan kelambu, kebiasaan dalam PSN). (3) Environment (lingkungan) Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian agent maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan agent penjamu. Dalam penelitian ini yang berperan sebagai faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik (ventilasi, kelembaban, pencahayaan, kondisi tempat penampungan air, keberadaan jentik) dan lingkungan sosial (kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan menggunakan kelambu di siang hari, kebiasaan menggunakan anti nyamuk di siang hari, kebiasaan tidur siang, dan kebiasaan dalam PSN).
Universitas Sumatera Utara
2.3. Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori di atas , maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Variabel Independen
Variabel Dependen
Lingkungan Fisik : - Ventilasi - Pencahayaan - Kelembaban - Kondisi tempat penampungan air/kontainer Tempat penampungan air untuk keperluan sehari – hari Tempat penampungan air tidak untuk keperluan sehari – hari Tempat penampungan air alami - Keberadaan jentik Tempat penampungan air untuk keperluan sehari – hari Tempat penampungan air tidak untuk keperluan sehari – hari Tempat penampungan air alami
Kejadian DBD
Kebiasaan Keluarga: - Tidur siang - Penggunaan kelambu - Pemakaian anti nyamuk - Menggantung pakaian - Kebiasaan dalam PSN
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara