ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Resesi Gingiva Resesi gingiva merupakan migrasi margin gingiva dari cemento-enamel junction (CEJ) ke arah apikal disertai dengan pemaparan permukaan akar gigi pada rongga mulut (Kotsilkov & Popova, 2008, p. 16). Perawatan resesi gingiva secara bedah dapat menimbulkan luka muko gingiva yang cukup besar karena tarikan gingiva ke arah koronal, sehingga dapat terjadi laserasi (Newman 2002, p. 651). Beberapa faktor lokal dapat mempengaruhi penyembuhan luka seperti lama dan macam perawatan, kolonisasi bakteri pada luka, faktor sulpai oksigen, defisiensi nutrisi, growth factor dan sitokin (Goldman & Ausiello 2004, p. 208).
2.2 Membran Amnion Amnion adalah membran yang menyelubungi fetus dan terdiri dari dua jaringan penunjang. Amnion berfungsi sebagai epitel penutup, sekresi aktif dan transpor intersel. Penggunaan membran amnion dalam bidang kesehatan telah berkembang pesat. Membran amnion dapat berfungsi sebagai scaffold (matrik pendukung pertumbuhan sel dan jaringan) dalam rekayasa jaringan atau Tissue Engineering. Sel epitel dari membran amnion juga berfungsi dalam stem cell (Nicknejad et al., 2008, p. 88). Membran amnion berasal dari jaringan ekstra embrional terdiri dari komponen fetus (chorionic plate) dan komponen maternal (desidua). Komponen
SKRIPSI
PURIFIKASI SECRETORY LEUKOCYTE ...
MEIRIANI PUTRI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
fetus termasuk membran amnion dan membran chorion, memisahkan fetus dengan endometrium. Membran amnion fetus pada kehamilan aterm terdiri atas dua lapisan utama. Lapisan terluar atau chorion berhubungan dengan sel-sel induk. Lapisan terdalam adalah membran amnion terdiri atas selapis sel epitel kuboid, membran basalis yang tebal dan stroma yang avaskuler. Membran basalis merupakan salah satu membran tebal dalam tubuh manusia. Lapisan compact stroma menghubungkan membrana basalis dengan lapisan fibroblas. Kolagen pada lapisan compact dihasilkan oleh sel mesenkim yang berada pada lapisan fibroblas. Kolagen intersisial yaitu tipe I dan tipe III didapatkan lebih banyak dan berfungsi menjaga integritas mekanik dari membran amnion, serta berbentuk bundles parallel. Kolagen tipe V dan VI berbentuk filamen menghubungkan antara kolagen intersisial dengan membran basalis epitel. Lapisan intermediate yaitu zona spongiosa yang berdekatan dengan membran chorion, berisi proteoglikan dan glikoprotein yang terlihat seperti spongy pada preparat histologi (Niknejad et al., 2008, p.89).
Gambar 2.1 Struktur membran amnion (Niknejad et al., 2008, p.89)
SKRIPSI
PURIFIKASI SECRETORY LEUKOCYTE ...
MEIRIANI PUTRI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dewasa ini penggunaan membran amnion dalam proses pembedahan telah berkembang pesat, terkait perannya dalam penyempurnaan penyembuhan luka. Hal ini berhubungan dengan sifat membran amnion sebagai anti-inflamasi, antibakteri, anti-fibrosis dan anti-scarring dengan imunogenitas rendah (Niknejad et al., 2008, p.88). Sifat tersebut salah satunya dikarenakan adanya kandungan SLPI dalam membran amnion yang berfungsi menekan beberapa faktor proinflamatory, seperti serin protease dalam proses penyembuhan luka (Solomon et al., 2001, p. 444; Higa et al,. 2005, p. 715). Sel epitel dari membran amnion juga berfungsi dalam stem cell (Niknejad et al., 2008, p. 88).
2.3 Secretory Leukocyte Protease Inhibitor (SLPI) SLPI adalah protein non glikosilasi yang berat molekulnya 11,7 kDa (Taggart et al., 2005, p. 1659), titik isoelektrik lebih besar dari 9,5 dan stabil dalam kondisi asam (Angelov et al., 2004, p. 288). Perawatan luka bakar (Ley-Chavez et al., 2003, p.46) dan dibidang mata (Nakamura et al., 2004, p. 98). SLPI melindungi jaringan dari degradasi protease melalui pembentukan komplek reversibel dengan enzim serin protease, seperti human leukocyte elastase, chatepsin G dan human trypsin chymase dan chymotrypsin yang dilepaskan dari leukosit selama proses inflamasi (Sallenave 2000, p. 88). Hasil analisis struktur menunjukkan bahwa SLPI merupakan polipeptida rantai tunggal dengan 107 asam amino (Angelov et al., 2004, p. 288), yang terdiri dari dua domain homolog dengan massa dan struktur yang sama, yang masingmasing domain mengandung 8 residu sistein yang membentuk empat ikatan
SKRIPSI
PURIFIKASI SECRETORY LEUKOCYTE ...
MEIRIANI PUTRI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
disulfida dan menstabilkan struktur domain. Domain yang kaya akan sistein ini disebut domain Whey Acidic Protein (WAP) yang jumlahnya melimpah dalam susu rodensia dan domain C-terminal yaang berperan dalam inhibisi elastase (Angelov et al., 2004, p. 288). Ekspresi gen SLPI meningkat secara signifikan dengan adanya progesteron dan cytokine pro-inflammatory TNF-α dan IL1-β (Sallenave et al., 2000, p. 83). 2.3.1 SLPI Rekombinan E.coli sebelumnya telah digunakan sebagai obyek untuk produksi heterolog dari SLPI rekombinan, yang tersedia secara komersial. SLPI rekombinan telah digunakan untuk kedua studi, yaitu struktur fungsi dan aplikasi terapeutik. Uji klinis telah dilakukan menggunakan bakteri yang membawa SLPI untuk mengetahui kemampuannya dalam mempercepat penyembuhan luka. SLPI rekombinan telah diuji sebagai pengobatan pada inflamasi paru-paru, iskemia dan TBC. Meskipun SLPI dapat diproduksi dalam E.coli, kontaminasi potensial yang terjadi dapat membatasi fungsi dari protein karena penekanan dari endotoksin bakteri. Oksidasi dari protein rekombinan kemungkinan dapat mempengaruhi aktivitas biologis protein (Li Zhiguo et al., 2009, p. 176)
2.4 Purifikasi Protein Proses isolasi protein yang spesifik dari campuran ekstrak kasar, diperlukan informasi mengenai sifat fisik dan kimianya. Prosedur dan kondisi yang digunakan dalam proses purifikasi suatu protein dapat menyebabkan protein tertentu menjadi inaktif. Teknik purifikasi protein yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan pemanfaatan protein tersebut, sehingga dapat diperoleh
SKRIPSI
PURIFIKASI SECRETORY LEUKOCYTE ...
MEIRIANI PUTRI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dengan tingkat kemurniaan yang diharapkan. Sebagai contoh, protein yang digunakan dalam terapi penyembuhan luka harus memiliki tingkat kemurnian tinggi. Terdapat beberapa macam teknik purifikasi diantaranya kromatografi filtrasi gel, interaksi hidrofobik, kromatografi penukar ion dan kromatografi afinitas (Amelie & Hober 2002, p. 3-4).
Filtrasi gel
Interaksi hidrofobik
Penukar ion
Afinitas
Gambar 2.2 Teknik purifikasi protein (Amersham pharmacia biotech 2001, p. 1)
Tujuan dari purifikasi protein tidak hanya untuk menghilangkan debris, namun meningkatkan konsentrasinya dan menjaga protein tetap stabil sehingga dapat dimanfaatkan. Protein mampu teradsorbsi ke dalam fase padat yang selektif. Prinsip adsorbsi ini yang kemudian digunakan lebih jauh untuk purifikasi protein dalam kolom kromatografi (Amelie & Horber 2002, p. 3). 2.4.1 Kromatografi Afinitas Kromatografi afinitas dengan cepat menjadi metode pemisahan pilihan dalam bidang biologis, seperti ilmu farmasi dan bioteknologi. Menurut International Union of Pure and Applied Chemistry, kromatografi afinitas didefinisikan sebagai teknik kromatografi cair yang memanfaatkan interaksi biologi untuk pemisahan dan analisis tertentu dalam sampel (Hage 2006, p. 593).
SKRIPSI
PURIFIKASI SECRETORY LEUKOCYTE ...
MEIRIANI PUTRI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Fungsi biologis protein sering melibatkan interaksi molekul dengan molekul spesifik lain, disebut ligan. Sebuah protein yang telah berinteraksi mengikat sisi permukaan ligan. Pengikatan melibatkan kombinasi interaksi elektrostatik atau hidrofobik serta interaksi jarak pendek molekul, seperti gaya van der Waals dan ikatan hidrogen (Amelie & Hober 2002, p.16). Purifikasi menggunakan metode kromatografi afinitas membutuhkan ligan biospesifik yang dapat melekat kovalen pada matrik dan dapat membentuk komplek yang reversibel serta selektif dengan mengikat satu atau sejumlah kecil protein target. Konstanta pengikatan antara ligan dan matrik harus cukup tinggi untuk dapat membentuk komplek yang stabil pada kondisi ideal. Tetapi afinitasnya harus lemah saat proses elusi protein untuk mencegah denaturasi protein target (Amelie & Hober 2002, p.17). Agarosa menjadi dasar yang paling populer untuk matrik afinitas. Alasan memberikan kontribusi untuk popularitas ini adalah bahwa ada metode awal sederhana dan mudah dikembangkan untuk agarosa, dan matrik pra-aktivasi bahkan tersedia secara komersial (Amelie & Hober 2002, p. 17). Salah satu masalah umum yang terjadi saat derivatisasi matrik untuk kromatografi afinitas adalah halangan sterik ketika ligan berada terlalu dekat dengan fase diam, sehingga dapat mengganggu dalam mengikat molekul target. Hal ini dapat diminimalisasi melalui aktivasi matrik dengan penambahan spacer arm. Pada umumnya spacer arm berupa rantai hidrofilik dengan enam atom karbon untuk menjauhkan ligan dari fase diam. Panjang spacer arm dapat dioptimasi untuk tiap matrik. Spacer arm yang lebih panjang menjadikan ketersediaan ligan bertambah besar (Amelie & Hober 2002, p. 17).
SKRIPSI
PURIFIKASI SECRETORY LEUKOCYTE ...
MEIRIANI PUTRI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Protein target yang dikehendaki dapat terelusi dengan melemahkan interaksi antara ligan dengan protein. Hal ini dapat dilakukan secara non-spesifik (mengubah pH) atau dengan penambahan pelarut spesifik untuk melarutkan protein target secara spesifik (penambahan senyawa kompetitif analog dengan protein). Penting untuk bufer elusi bekerja dengan cepat dan tidak mengubah fungsi atau aktivitas dari protein yang diinginkan. Metode paling sering digunakan untuk mengelusi zat yang sangat terikat khusus dengan cara menurunkan pH bufer (Amelie & Hober 2002, p. 20). Elusi dilakukan bergradien dalam kondisi tertentu dimana digunakan ligan group-specific. Metode ini berhasil diterapkan dalam teknik pemisahan antibodi dalam matrik campuran protein. Salah satu penyebab gagalnya memperoleh protein yang aktif dalam kromatografi adalah kondisi elusi. Pada umumnya pH dari bufer tidak boleh mendekati titik isoelektrik (pI) protein, dan disarankan menghindari penggunaan bufer yang mengandung pengkelat, seperti sitrat untuk pemurniaan metaloprotein (Amelie & Hober 2002, p. 20). 1. Komplek reversibel dari ligan biospesifik yang melekat pada matrik.
2. Protein target yang telah berinteraksi mengikat sisi permukaan ligan.
3.
Protein target terelusi dengan melemahkan interaksi antara ligan dengan protein target yang dapat dilakukan secara non-spesifik atau penambahan pelarut spesifik untuk melarutkan protein target secara spesifik.
Gambar 2.3 Tahap purifikasi menggunakan kromatografi afinitas (Amersham pharmacia biotech 2001, p. 10)
SKRIPSI
PURIFIKASI SECRETORY LEUKOCYTE ...
MEIRIANI PUTRI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.5 Tag Afinitas Bidang proteomik telah berkembang pesat dalam penggunaan protein rekombinan telah dalam beberapa tahun terakhir. Hibrida rekombinan yang mengandung mitra fusi polipeptida, disebut dengan tag afinitas, untuk memfasilitasi pemurnian polipeptida secara luas. Protein yang berbeda, domain, atau peptida dapat berikatan dengan protein target. Keuntungan menggunakan protein fusi adalah untuk memfasilitasi pemurnian dan mendeteksi protein rekombinan (Terpe 2003, p. 523). Sistem dari tag afinitas adalah sebagai berikut: (a) satu langkah adsorpsi pemurnian, (b) memiliki efek minimal terhadap struktur tersier dan aktivitas biologis, (c) proses elusi mudah dan khusus dalam menghasilkan protein murni, (d) sederhana dan akurat dari protein rekombinan selama pemurnian, (e) penerapan ke sejumlah protein yang berbeda. Dengan demikian, strategi yang berbeda telah dikembangkan untuk memproduksi protein rekombinan dalam skala besar. Salah satu pendekatan adalah dengan menggunakan tag peptida yang tidak boleh mengganggu ikatan protein. Efek pada struktur tersier dan aktivitas biologis protein fusi dengan tag bergantung pada lokasi dan komposisi asam amino dari tag (Bucher et al. 2002). Tabel 2.1 Matrik dan kondisi elusi pada tag afinitas. (Terpe 2003, p. 524)
SKRIPSI
PURIFIKASI SECRETORY LEUKOCYTE ...
MEIRIANI PUTRI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.5.1 Tag Histidin Metode kromatografi afinitas digunakan untuk memurnikan protein rekombinan yang mengandung tag afinitas yang terdiri dari enam residu histidin. Kromatografi afinitas didasarkan pada interaksi antara Co2+, Ni2+, Cu2+, Zn2+ pada matrik dan rantai samping asam amino spesifik. Histidin adalah asam amino yang menunjukkan interaksi kuat dengan matrik, sebagai kelompok donor elektron pada cincin imidazol histidin mudah membentuk ikatan koordinasi dengan logam transisi bergerak. Setelah washing bahan matrik, peptida yang mengandung urutan polihistidin dapat dengan mudah dielusi dengan mengatur pH bufer kolom atau dengan menambahkan imidazol (Terpe 2003, p.524).
2.6 Kolom Ni-NTA Kolom Ni-NTA memungkinkan purifikasi cepat pada protein rekombinan yang memiliki enam residu histidin. Protein dapat dimurnikan dalam kondisi native, denaturing dan hybrid. Pengikatan protein didasarkan pada interaksi antara tag histidin dari protein rekombinan dan imobilisasi ion Ni2+. Kolom Ni-NTA banyak digunakan untuk purifikasi protein karena afinitas tinggi dan selektivitas untuk protein rekombinan yang ditandai dengan enam residu histidin. Agarosa NiNTA terdiri dari ligan Ni2+(Invitrogen 2006, p.1).
Gambar 2.4 Struktur NTA dengan Ni2+ (www.bioke.com)
SKRIPSI
PURIFIKASI SECRETORY LEUKOCYTE ...
MEIRIANI PUTRI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
NTA adalah chelator tetradentate karena menempati 4 dari 6 sisi pengikat dalam lingkup koordinasi ion Ni2+. Sisanya dua sisi koordinasi biasanya ditempati oleh molekul air dan dapat digantikan dengan tag histidin dari protein rekombinan. Pembentukan sisi koordinasi telah berubah menjadi optimal untuk purifikasi protein tag histidin. Metode purifikasi ini mudah dan sederhana untuk digunakan (Invitrogen 2006, p. 1).
Agaros e bead
Gambar 2.5 Pengikatan Ni-NTA dengan tag histidin (biotechnology.tistory.com)
Elusi dari protein terikat pada kolom Ni-NTA dapat menggunakan bufer pH rendah atau dengan pengikatan molekul secara kompetitif menggunakan imidazol (Invitrogen 2006, p.1). Imidazol memiliki struktur yang sama dengan cincin rantai samping residu histidin. Hal ini menjadikan imidazol dapat menggantikan protein untuk berikatan dengan ligan, sehingga protein target dapat terlepas dari kolom.
Struktur Imidazol
Residu Histidin
Gambar 2.6 Struktur imidazol dengan residu histidin (www.biotechnology.tistory.com)
SKRIPSI
PURIFIKASI SECRETORY LEUKOCYTE ...
MEIRIANI PUTRI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Purifikasi dalam kondisi native jika protein yang diharapkan larut dalam supernatan setelah lisis dan mempertahankan aktivitas protein. Memurnikan dalam kondisi denaturing jika protein tidak larut dalam pelet setelah lisis dan tidak tergantung pada aktivitas protein. Sedangkan memurnikan kondisi hybrid jika protein tidak larut dalam supernatan setelah lisis tetapi penting dalam mempertahankan aktivitas protein (Invitrogen 2006, p.1).
2.7 Bradford Assay Bradford assay adalah metode penentuan protein yang melibatkan pengikatan dari Coomassie Brilliant Blue G-250 sebagai dye dengan protein (Bradford 1976, p. 248). Dye terdapat dalam tiga bentuk, yaitu red cationic, green neutral dan blue anionic (Compton and Jones 1985, p. 369). Pengikatan dye, Coomassie Brilliant Blue G-250, untuk protein menyebabkan pergeseran pada absorbsi maksimum dye dari 470 nm (merah) sampai 595 nm (biru) di cairan asam (Sedmark dan Grossberg 1977, p.544).
Gambar 2.7 Pergeseran pada absorbsi dye (www.carlroth.com)
Dye membentuk kuat kompleks non kovalen dengan protein melalui interaksi elektrostatik dengan gugus amino dan gugus karboksil, dan oleh daya van der Waals. Karena respon warna tidak mempertahankan linearitas atas
SKRIPSI
PURIFIKASI SECRETORY LEUKOCYTE ...
MEIRIANI PUTRI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
berbagai konsentrasi protein, sangat disarankan bahwa kurva standar dilakukan pada masing-masing pengujian. Dye disiapkan sebagai stok larutan dalam asam fosfat. Metode ini adalah satu langkah prosedur sederhana di mana reagen dye ditambahkan ke sampel dan absorbansi diukur pada 595 nm menggunakan spektrofotometer atau microplate reader. Dye uji protein yang kompatibel mengikat bufer yang paling umum. Namun, konsentrasi tinggi dari deterjen dapat mengganggu uji ini. Sebuah dye sangat mirip, yaitu Coomassie Brilliant Blue R250 digunakan untuk stain pita protein dalam elektroforesis gel. Pengikatan dye (atau molibdenum kompleks dengan dye) untuk protein sensitif terhadap berbagai kontaminan dan menampilkan derajat variabel spesifik, seperti dalam metode Bradford. Dan dengan demikian, uji ini menguntungkan dalam keadaan tertentu (Durgawale et al., 2005, p.174)
Gambar 2.8 Struktur Coomassie Brilliant Blue G-250 (Ninfa et al, 2009, p. 114)
SKRIPSI
PURIFIKASI SECRETORY LEUKOCYTE ...
MEIRIANI PUTRI