BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi 2.1.1 Pengertian Status Gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang merupakan hasil konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan. Status gizi terutama ditentukan oleh ketersediaan dalam jumlah yang cukup dan dalam kombinasi pada waktu yang tepat di tingkat sel semua zat-zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh, berkembang dan berfungsi normal semua anggota badan (Soekirman,1991). Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh yang disebabkan konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Dengan demikian status gizi seseorang di pengaruhi oleh jumlah dan jenis yang dikonsumsi dan penggunaannya dalam tubuh. Apabila konsumsi makanan dalam tubuh terganggu, hal ini dapat mengakibatkan status gizi jelek dan biasanya di sebut kurang gizi (Almatsier,2004). Makanan yang baik untuk anak adalah makanan yang dapat memenuhi kebutuhan zat gizi anak, sehingga adak dalam keadaan gizi baik. Hal ini perlu diperhatikan mulai anak berada dalam kandungan sampai umur dua tahun, yang merupakan saat yang kritis bagi anak terutama pertumbuhan otak (Berg, 1986).
Universitas Sumatera Utara
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak setiap kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan seluruh jaringan tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lain, merupakan indikator tunggal yang terbaik pada waktu ini untuk keadaan fisik dan keadaan tumbuh kembang (Samsudin,1985). Pengukuran berat badan menurut umur pada umumnya untuk anak merupakan cara standar yang digunakan untuk menilai pertumbuhan. Kurang berat tidak hanya menunjukkan konsumsi pangan yang tidak cukup tetapi dapat pula mencerminkan keadaan sakit yang baru dialami (Harper dkk,1989). 2.1.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi Menurut Apriadji (1986), ada dua faktor yang berperan dalam menentukan status gizi seseorang yaitu: 1. Faktor Gizi Eksternal Faktor gizi eksternal adalah faktor-faktor yang berpengaruh diluar diri seseorang, yaitu daya beli keluarga, latar belakang sosial budaya, tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi, jumlah anggota keluarga dan kebersihan lingkungan. 2. Faktor Gizi Internal Faktor gizi internal adalah faktor-faktor yang menjadi dasar pemenuhan tingkat kebutuhan gizi seseorang, yaitu nilai cerna makanan, status kesehatan, status fisiologis, kegiatan, umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh. Secara langsung status gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Kedua penyebab langsung ini sangat terkait dengan pola asuh anak diberikan oleh
Universitas Sumatera Utara
ibu/pengasuh, dan penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketiga faktor ini saling berkaitan dengan pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga (Dinkes Sumatera Utara, 2006). 2.1.3 Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi bertujuan untuk menentukan apakah status gizi anak dalam keadaan baik atau tidak. Ada beberapa penilaian status gizi, yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis dan biofisik, yang disebut dengan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri adalah jenis pengukuran yang paling sederhana dan praktis, karena mudah dilakukan dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. Pengukuran antropometri adalah pengukuran yang dilakukan terhadap berat badan (BB), tinggi badan (TB) dan lingkaran bagian-bagian tubuh serta tebal lemak bawah kulit (Supariasa, dkk, 2001) Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian dari masing-masing adalah sebagai berikut (Supariasa, dkk, 2001): a. Antropometri Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal
Universitas Sumatera Utara
dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut : 1. Umur Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004). 2. Berat Badan Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat
Universitas Sumatera Utara
menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Djumadias Abunain, 1990). 3. Tinggi Badan Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya
hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada
umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI, 2004). Berat badan menurut tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994). Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1 : Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri Menurut WHO 2005
No
Indeks yang Dipakai
1
BB/U
Status Gizi
Keterangan
Berat Badan Normal Zscore ≥ -2 sampai 1 Berat Badan Kurang Zscore < -2 sampai -3 Berat Badan Sangat Kurang Zscore < -3 2 TB/U Normal Zscore ≥ -2 sampai 3 Pendek Zscore < -2 sampai -3 Sangat Pendek Zscore < -3 3 BB/TB Sangat gemuk Zscore >3 Gemuk Zscore >2 sampai 3 Risiko gemuk Zscore >1 sampai 2 Normal Zscore ≥-2 sampai 1 Kurus Zscore <-2 sampai -3 Sangat kurus Zscore <-3 Sumber : Interpretasi Indikator Pertumbuhan Depkes 2008 b.
Klinis Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Gejala klinis balita KEP (Kurang Energi Protein) berat atau gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmickwashiorkor. Ciri-ciri gejala klinis adalah sebagai berikut : 1.
Kwashiorkor a. Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsumpedis) b. Wajah membulat dan sembab
Universitas Sumatera Utara
c. Pandangan mata sayu d. Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok. e. Perubahan status mental, apatis, dan rewel f. Pembesaran hati g. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk. h. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis) i. Sering disertai penyakit infeksi (umumnya akut) j. Anemia k. Diare 2.
Marasmus a. Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit. b. Wajah seperti orang tua c. Cengeng, rewel d. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”) e. Perut cekung f. Iga gambang g. Sering di sertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) h. diare
Universitas Sumatera Utara
3.
Marasmik-kwashiorkor Gambaran klinik merupakan campuran dari gejala klinis marasmus dan
kwashiorkor, disertai edema yang tidak mencolok (Dep.Kes RI Prop.Sumut,2000). c. Biokimia Adalah suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot. d. Biofisik Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya jaringan, dan melihat perubahan struktur jaringan.
2.2 Pola Asuh 2.2.1 Pengertian Pola Asuh Pengasuhan berasal dari kata asuh (to rear) yang mempunyai makna menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil. Mengasuh itu meliputi menjaga serta memberi bimbingan menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan. Pengertian lain yang mengatakan bahwa mengasuh itu membimbing menuju ke pertumbuhan ke arah kedewasaan dengan memberikan pendidikan, makanan dan sebagainya terhadap mereka yang di asuh (Nadesul, 1995). Menurut Soekirman (2000), pola asuh gizi merupakan praktek rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber
Universitas Sumatera Utara
lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan. Pola asuh gizi juga merupakan sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lainnya dalam hal kedekatan dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, disamping harus mengatur pola makan yang baik dan juga harus mengatur pola asuh yang baik pula. Pola asuh yang yang baik bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang penuh serta kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga (Soekirman,2000) Dalam masa pengasuhan, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya. Anak tumbuh dan berkembang dibawah asuhan dan perawatan orang tua. Oleh karena itu orang tua merupakan dasar pertama bagi pembentukan pribadi anak. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya untuk mengenal
dunia
sekitarnya
serta
pola
pergaulan
hidup
yang
berlaku
dilingkungannnya. Dengan demikian dasar pengembangan dari seorang individu telah diletakkan oleh orang tua melalui praktek pengasuhan anak sejak ia masih bayi (Soekirman,2000). Di Indonesia, keluarga besar masih lazim dianut dan peran ibu seringkali di pegang oleh orang lain seperti nenek, keluarga dekat atau saudara serta dapat juga diasuh oleh pembantu (Nadesul, 1995). Pola pengasuhan ibu terhadap anak yang baik merupakan hal yang sangat penting, karena akan mempengaruhi proses tumbuh kembang balita. Pola
Universitas Sumatera Utara
pengasuhan ibu terhadap anaknya berkaitan erat dengan keadaan ibu terutama kesehatan, pendidikan, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan anak (Suharsi,2001). Menurut Rahayu (2001) anak yang diasuh dengan baik oleh ibunya akan lebih berinteraksi secara positif dibandingkan bila diasuh oleh selain ibunya. Pengasuhan anak oleh ibunya sendiri akan terjadi hubungan anak merasa aman, anak
akan
memperoleh
pasangan dalam berkomunikasi
dan ibu sebagai
peran model bagi anak yang berkaitan dengan keterampilan verbal secara langsung. 2.2.2 Jenis Pola Asuh Menurut Rokhana (2005), ada 3 macam pola asuh gizi yaitu : 1. Pola Asuh Demokrasi Pola Asuh Demokrasi adalah pola pengasuhan di mana orang tua mendorong anak untuk menjadi mandiri, tetapi tetap memberikan batasan-batasan (aturan) serta mengontrol perilaku anak. Orang tua bersikap hangat, mengasuh dengan penuh kasih sayang serta penuh perhatian. Orang tua juga memberikan ruang kepada anak untuk membicarakan apa yang mereka inginkan atau harapkan dari orang tuanya. Jadi, orang tua tidak secara sepihak memutuskan berdasarkan keinginannya sendiri. Sebaliknya, orang tua juga tidak begitu saja menyerah pada keinginan anak. Ada negosiasi antara orang tua dengan anak sehingga dapat dicapai kesepakatan bersama. Misalnya, bila anak balita memaksakan keinginannya untuk menggunting baju yang masih bisa dipakai. Orang tua dapat mengambil sikap dengan tetap tidak
Universitas Sumatera Utara
mengizinkannya menggunting baju yang masih terpakai, tetapi memberikan kain perca atau baju lain yang sudah tidak layak pakai. Oleh karena itu, dibutuhkan kepekaan, kesabaran, dan kreativitas orang tua. 2. Pola Asuh Otoriter Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri-ciri kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang serta simpatik, tingkah laku anak dikontrol dengan ketat. 3. Pola Asuh Permisif. Orang tua yang mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali, kurang kontrol, kurang membimbing, kurang tegas, kurang komunikasi, dan tidak peduli terhadap kelakuan anak ( Moh.shochib,1998). 2.2.3 Ruang Lingkup Pola Asuh Menurut Soekirman,2000, yang merupakan ruang lingkup pola asuh yaitu perawatan kesehatan dan pemberian makanan; 1.
Perawatan Kesehatan
a.
Kebersihan/Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Widaninggar (2003) menyatakan kondisi lingkungan anak harus benar-benar
diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan ruang (bermain anak), pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan
Universitas Sumatera Utara
sampah/limbah, kamar mandi dan jamban/ WC dan halaman rumah. Kebersihan perorangan maupun kebersihan lingkungan memegang peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Kebersihan perorangan yang kurang akan memudahkan terjadinya penyakit-penyakit kulit dan saluran pencernaan seperti diare dan cacingan. Sedangkan kebersihan lingkungan erat hubungannya dengan penyakit saluran pernafasan, saluran pencernaan, serta penyakit akibat nyamuk. Oleh karena itu penting membuat lingkungan menjadi layak untuk tumbuh kembang anak sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibu atau pengasuh anak dalam menyediakan kesempatan bagi anaknya untuk mengeksplorasi lingkungan (Nursalam,2003). Menurut Soetjiningsih (1995), keadaan perumahan yang layak dengan konstruksi bangunan yang tidak membahayakan penghuninya akan menjamin keselamatan dan kesehatan penghuninya yaitu ventilasi dan pencahayaan yang cukup, tidak sesak, cukup leluasa bagi anak untuk bermain dan bebas polusi. Sulistijani (2001) mengatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan dan terus menerus. Lingkungan sehat terkait dengan keadaan bersih, rapi dan teratur. Oleh karena itu, anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat seperti berikut : 1. Mandi 2 kali sehari. 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan. 3. Makan teratur 3 kali sehari. 4. Menyikat gigi sebelum tidur. 5. Buang air kecil pada tempatnya / WC.
Universitas Sumatera Utara
Awalnya mungkin anak keberatan dengan berbagai latihan tersebut. Namun, dengan latihan terus-menerus dan diimbangi rasa kasih sayang dan dukungan oarang tua, anak akan menerima kebijaksanaan dan tindakan disiplin tersebut. b. Perawatan Balita dalam Keadaan Sakit Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua yaitu dengan cara segera membawa anaknya yang sakit ketempat pelayanan kesehatan yang terdekat (Soetjiningsih, 1995). Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit seperti flu, diare atau penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita sakit dapat menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembang anak. Ada beberapa penyebab seorang anak mudah terserang penyakit adalah : 1. Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan dan nafsu makan menurun. Akibatnya daya tahan tubuh menurun sehingga anak menjadi rentan terhadap penyakit. 2. Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu diciptakan lingkungan dan perilaku yang sehat. 3. Jika orang tua lalai dalam memperhatikan proses tumbuh kembang anak oleh karena itu perlu memantau dan menstimulasi tumbuh kembang bayi dan anak secara teratur sesuai dengan tahapan usianya dan segera memeriksakan kedokter jika anak menderita sakit. Status kesehatan merupakan salah satu aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi anak kearah membaik. Status kesehatan adalah hal-hal
Universitas Sumatera Utara
yang dilakukan untuk menjaga status gizi anak, menjauhkan dan menghindarkan penyakit serta yang dapat menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak. Status kesehatan ini meliputi hal pengobatan penyakit pada anak apabila anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai terkena suatu penyakit. Status kesehatan anak dapat ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan imunisasinya, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana anak berada, serta upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak apabila anak sakit. Jika anak sakit hendaknya ibu membawanya ketempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, puskesmas dan lain-lain (Zeitlin et al, 1990). 2.
Pemberian Makanan Pola pemberian makan adalah praktek pengasuhan yang diterapkan pengasuh
kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makan. Hal-hal yang berkaitan dengan pemberian makan antara lain cara pemberian makan, kebersihan sebelum makan, pemilihan makanan, cara memperkenalkan makanan, perlakuan terhadap anak yang tidak mau makan dan usaha mengatasi anak sulit makan (Karyadi, 1985). Pemberian makan pada anak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi yang cukup demi kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan, aktivitas pertumbuhan dan perkembangannya. Tujuan lain adalah untuk mendidik anak agar dapat menerima, menyukai, memilih makanan yang baik dan membina kebiasaan yang baik dalam hal waktu dan cara makan (Simamora, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Wahyuni (1991), syarat makanan anak balita disesuaikan dengan kemampuan anak menerima makanan yang diberikan adalah porsi, konsistensi, mudah cerna, tidak berbumbu tajam/merangsang, tidak berlemak/bersantan kental dan dihidangkan dengan cara menarik. Walaupun ada syarat-syarat makanan balita yang sudah dipenuhi, tetapi sering juga terjadi kesulitan makan pada anak balita. Kesulitan makan terjadi karena anoreksia, rewel dan bertingkah. Cara mengatasi kesulitan makan adalah menimbulkan suasana yang menyenangkan, memberikan anak makan sendiri, anak tidak dipaksa, membiasakan makan pada keluarga dan menyediakan alas makan pada anak. Untuk tumbuh dengan baik tidak cukup dengan memberinya makan, asal memilih menu makanan dan asal menyuapi anak nasi. Akan tetapi anak membutuhkan sikap orangtuanya dalam memberi makan. Semasa bayi, anak hanya menelan apa saja yang diberikan ibunya. Sekalipun yang ditelannya itu tidak cukup dan kurang bergizi. Demikian pula sampai anak sudah mulai disapih. Anak tidak tahu mana makanan terbaik dan mana makanan yang boleh dimakan. Anak masih membutuhkan bimbingan seorang ibu dalam memilih makanan agar pertumbuhan tidak terganggu (Nadesul, 1995). Pemberian makanan bergizi dalam jumlah yang cukup pada masa balita merupakan hal yang perlu mendapat perhatikan serius agar anak tidak jatuh ke keadaan kurang gizi. Apalagi dalam masa itu terjadi penyapihan yaitu peralihan antara penyusunan dan makanan dewasa sebagai sumber energi dan zat gizi utama. Pada masa penyapihan biasanya pemberian ASI mulai berkurang atau konsumsi ASI
Universitas Sumatera Utara
berkurang dengan sendirinya sehingga untuk mencukupi kebutuhan gizi anak perlu diberi makanan tambahan.makanan yang dikonsumsi dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan gizi anak khususnya energi dan protein (Sulaeman dan Muchtadi,2003). Pemberian makan yang tidak tepat biasanya mengakibatkan kekurangan gizi. Hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan anak, sehingga anak menjadi lemah, mudah terkena penyakit, otot-ototnya menjadi lemah, dan pertumbuhannya dapat menurun. Karena itu sangat penting memerhatikan kebutuhan gizi balita (Anne Ahira,2007). Masa peralihan antara saat disapih dan mulai mengikuti pola makanan orang dewasa atau bukan anak merupakan masa gawat karena ibu atau pengasuh anak mengikuti kebiasaan yang keliru (Sajogyo,1994). Kebutuhan zat gizi tidak sama bagi semua orang, tetapi tergantung banyak hal antara lain adalah umur anak (Soekirman,2000). Dibawah ini adalah angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan pada balita (per orang per hari). Tabel 2. Angka Kecukupan gizi balita yang dianjurkan menurut AKG 2004 Kelompok Energi Protein Umur (Kkal) (gr) 1-3 tahun 1000 25 4-6 tahun 1550 10 Sumber : Widya karya,2004
Vitamin A (RE) 400 450
Besi/Fe (Mg) 8 9
Kalsium (Mg) 500 500
Universitas Sumatera Utara
Anak balita akan sehat jika sejak awal diberi makanan sehat dan seimbang. Dengan kata lain, kualitas sumber daya manusia hanya akan optimal, jika gizi dan kesehatan pada beberapa tahun pertama kehidupannya dimasa balita baik dan seimbang (Soenardi,2006). 1. Bahan makanan anak balita Gizi seimbang adalah makanan yang dikonsumsi oleh individu sehari-hari yang beraneka ragam dan memenuhi lima kelompok zat gizi dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Gizi seimbang yang beraneka ragam yaitu : a. Golongan sumber tenaga (karbohidrat dan lemak) Terdiri dari nasi, roti, mie, tepung-tepungan, singkong, kentang, gula dan hasilnya. Lemak terdapat dalam mentega, santan dan lain-lain. Diperlukan untuk menunjang aktifitas anak seperti bergerak, berlari dan bermain. b. Golongan sumber zat pembangun Terdiri dari daging, ikan, susu, hati ayam, tahu, tempe, dan kacang-kacangan. Diperlukan untuk pembentukan berbagai jaringan tubuh seperti pertumbuhan gigi, tulang dan lain-lain. c. Golongan sumber zat pengatur Terdiri dari vitamin dan mineral yang ada dalam sayur dan buah-buahan. Vitamin A,D,E,K,B dan C. Mineral seperti zat beri dan kalsium berfungsi untuk mengatur proses metabolism dan pertumbuhan tubuh.
Universitas Sumatera Utara
Ketiga golongan tersebut harus ada dalam menu sehari-hari dan jumlahnya harus sesuai usia anak (Soenardi,2006). Tabel 3. Makanan Pendamping ASI Menurut Umur, Jenis Makanan dan Frekuensi Makanan Umur (bln) 0–6 6–9
Jenis Makanan
- ASI - ASI - Bubur susu, pisang, papaya lumat halus, air jeruk, air tomat saring - Bubur tim lumat ditamabah kuning telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging/ wortel/bayam/santan/minyak 9 – 12 - ASI - Bubur - Nasi tim - nasi lembik - tambahkan telur/ayam/ikan/tempe/daging sapi/wortel/bayam/santan/minyak - buah/biscuit/kue diantara waktu makan 12 – 24 - ASI - Makanan keluarga(nasi,lauk pauk,sayur dan buah) - Buah, biscuit,kue Sumber : Depkes,2003
Frekuensi kapan diminta Kapan diminta 6 bln : 2 x 6 sdm peres 7 bln : 2-3 x 7 sdm peres 8 bln : 3 x 8 sdm peres 1 – 2 kali sehari Kapan diminta
3 x sehari 2 x sehari Kapan diminta 3 x sehari 2 x sehari
2. Syarat makanan yang baik untuk balita Adapun hal-hal yang sering terjadi dalam masa pertumbuhan ini adalah rawannya terhadap masalah gizi misalnya rawan terhadap penyakit dan susah makan. Oleh karena itu dibutuhkan strategi dan upaya-upaya agar anak mau makan : a. Berikan makanan 5 – 6 kali sehari. Pada masa ini lambung anak belum mampu mengakomodasikan porsi makan 3 kali sehari.
Universitas Sumatera Utara
b. Berikan porsi kecil. Batita dikenal sebagai anak yang mempunyai nafsu makan naik turun. Kadang mau makan, kadang hanya makan sedikit. c. Tidak memberikan susu dan jus sampai berlebihan karena minuman bias mempengaruhi nafsu makan balita. d. Tumbuhkan ketrampilan makan. e. Kurangi makanan/minuman lemak secara bertahap dan meningkatkan asupan sereal, sayuran dan buah-buahan. f. Berikan makanan kaya zat besi seperti daging, ikan dan sereal yang diperkaya zat besi (Waryono,2010).
2.3. Konseling Gizi 2.3.1 Pengertian Konseling Gizi Konseling (counseling) terkadang disebut sebagai penyuluhan, yang berarti suatu bentuk bantuan. Konseling merupakan suatu proses pelayanan yang melibatkan kemampuan professional pada pemberi pelayanan dan sekurangnya melibatkan pula orang kedua, penerima layanan, yaitu orang yang sebelumnya merasa ataupun nyatanyata tidak dapat berbuat banyak dan setelah mendapat layanan menjadi dapat melakukan sesuatu (Mappiare,2006). Konseling adalah kegiatan memberikan arahan kepada klien, termasuk membantu klien dalam menyelesaikan permasalahannya. Mortensen dan Schmuller (dalam Tamsuri,2008) merumuskan konseling sebagai proses seseorang membantu orang lain meningkatan pemahaman dan kemampuan mengatasi masalah.
Universitas Sumatera Utara
Konseling gizi adalah suatu proses komunikasi interpersonal/dua arah antara konselor dan klien untuk membantu klien mengenali, mengatasi dan membuat keputusan yang benar dalam mengatasi masalah gizi yang dihadapi (Dep.kes, 2000). Mengacu pada beberapa defenisi, dapat disimpulkan konseling merupakan hubungan antara seorang pemberi konseling (konselor) dan individu yang sedang mengalami masalah atau yang diberi konseling (klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien, dengan karakteristik sebagai berikut : 1. Hubungan antara konselor dan kondisi adalah hubungan tatap muka (face to face) 2. Konseling diselenggarakan untuk membantu menyelesaikan suatu masalah 3. Tujuan konseling adalah klien mengenali diri sendiri, menerima dan secara realitis dan mengembangkan tujuan. 4. Konseling
memberi
bantuan
kepada
individu
untuk
mengembangkan
pengetahuan, kesehatan mental, serta perubahan sikap dan perilaku. 2.3.2 Tujuan Konseling Gizi Tujuan konseling gizi adalah menyelenggarakan pendidikan gizi melalui pendekatan konseling adalah terjadinya pemecahan masalah yang dihadapi oleh seseorang yang akan diatasi sendiri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya setelah melalui konseling yang diberikan oleh tenaga gizi. 2.3.3 Tehnik Konseling Gizi Dalam memberikan konseling kepada ibu yang anaknya mempunyai masalah kurang gizi penting untuk menggunakan tehnik konseling yang baik yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Mendengarkan dan belajar dari ibu 1. Ajukan pertanyaan terbuka 2. Dengarkan dan yakinkan bahwa kita memahami apa yang ibu katakana 3. Gunakan bahasa tubuh dan isyaratkan untuk menunjukkan minat 4. Empati, untuk menunjukkan bahwa kita memahami perasaan ibu. b. Bangun kepercayaan dan berikan dukungan 1. Pujilah ibu jika sudah berbuat baik 2. Hindari kata yang menyalahkan ibu 3. Terimalah apa yang ibu pikirkan dan rasakan 4. Berikan informasi dalam bahasa yang sederhana 5. Memberikann saran yang terbatas, bukan perintah 6. Tawarkan bantuan praktis Menurut Azwar (1995) faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan konseling diantaranya adalah : 1. Sarana konseling Untuk dapat menjamin keberhasilan pelayanan konseling perlu di dukung dengan sarana yang menunjang. Sarana yang perlu diperhatikan dalam konseling yaitu ruangan tempat pelaksanaan konseling harus nyaman dan di dukung dengan sarana bahan-bahan penunjang konseling yang sesuai. 2. Suasana konseling
Universitas Sumatera Utara
Untuk dapat menjamin keberhasilan pelayanan konseling perlu diciptakan suasana konseling yang baik sehingga dapat membantu munculnya kepercayaan dan saling keterbukaan klien kepada konselor. 3. Pelaksanaan konseling Untuk menjamin keberhasilan pelayanan konseling perlu dipersiapkan konselor yang baik sehingga disamping dapat menimbulkan kepercayaan dan keterbukaan klien. Konselor yang baik harus memiliki persyaratan khusus yaitu : a. Mempunyai minat yang besar untuk menolong orang lain. b. Bersikap terbuka dan bersedia menjadi pendengar yang baik terhadap orang lain. c. Mampu menunjukkan empati dan menumbuhkan kepercayaan serta peka terhadap keadaan dan kebutuhan klien. d. Mempunyai daya pengamatan yang tajam serta memiliki kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah yang dihadapi klien. Konseling ditinjau dari jumlah klien yang dilayani dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu konseling individual dan konseling kelompok. Konseling individual berarti konseling yang diberikan kepada seorang klien, sedang konseling kelompok dilakukan terhadap beberapa klien. Konseling secara individu atau perorangan bukan berarti hanya kepada individu atau perorangan saja tetapi mungkin saja termasuk anggota keluarga yang lain (Notoatmojo,2003). Konseling gizi secara individual dengan kunjungan rumah mempunyai keuntungan-keuntungan misalnya bila konseling dilakukan dirumahnya
Universitas Sumatera Utara
maka mereka lebih gembira. Lebih merasa aman lebih mau berbicara dan bila harus melakukan demonstrasi bias menggunakan alat-alat yang biasa digunakan oleh klien, sehingga lebih realitis dan mudah dipelajari. Dalam pelaksanaan konseling gizi dilakukan wawancara dengan ibu yang memiliki anak kurang gizi untuk mengetahui penyebab masalahnya, kemudian memberikan konseling gizi mengenai alternatif pemecahannya. Diskusikan tentang pemberian makanan sesuai umur seperti yang tercantum dalam catatan pertumbuhan dan mendiskusikan juga tentang makanan dan perawatan kesehatan anaknya. Adapun langkah-langkah yang diambil dalam memberikan konseling gizi pada anak balita gizi kurang yaitu ; 1. Langkah Pertama : menentukan apakah anak saat ini sakit atau mempunyai penyakit kronis yang mungkin menjadi penyebab dari anak kurang gizi. 2. Langkah kedua : memberi penjelasan bahwa ada banyak penyebab kurang gizi, menanyakan kepada ibu beberapa pertanyaan untuk mengetahui kondisi anak yang sesungguhnya dan dengan bantuan ibu menentukan penyebab masalahnya. 3. Langkah ketiga : menayakan kepada ibu apakah anak menyusu atau makan lebih sedikit dari biasanya. 4. Langkah keempat : tanyakan kepada ibu tentang cara pemberian makan dan perawatan kesehatan anak 5. Langkah kelima : menanyakan kepada ibu apakah anak sering lelah atau sering sakit (diare, batuk dan demam)
Universitas Sumatera Utara
6. Langkah keenam : kajilah faktor penyebab masalah (sosial dan lingkungan) yang mempunyai pengaruh yang merugikan pada perawatan dan pemberian makanan pada anak. 7. Langkah ketujuh : bersama-sama dengan ibunya, identifikasi penyebab yang paling utama anak mengalami gizi kurang. 8. Langkah kedelapan : memberikan konseling tentang bagaimana mengatasi penyebab kurang gizi. 2.3.4 Media Konseling Media konseling bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat kearah konsumsi pangan yang sehat dan bergizi. Hal ini dicapai dengan penyusunan modelmodel penyuluhan yang efektif dan efisiensi melalui berbagai nedia untuk membantu proses berlangsungnya konseling gizi yang dapat dimengerti dan mudah dipahami antara lain : 1. Poster Poster adalah media lembaran tercetak/sablon yang memuat dua aspek pokok yaitu verbal (teks/naskah) dan aspek visual (ilustrasi/typografi). Adapun kelebihan dari media ini adalah : - Bahasa singkat, sederhana, tidak berbelit-belit sehingga mudah di pahami - Menggunakan komposisi huruf yang cukup besar sehingga dapat dilihat dari jarak yang diperkirakan. - Ilustrasi dapat bervariasi baik berupa foto, gambar, warna, titik, garis, warna dan sebagainya, sehingga dapat menarik.
Universitas Sumatera Utara
- Pesan sederhana namun sangat kuat menunjukkan produk. - Meningkatkan pemilihan lokasi pada wilayah yang diinginkan. Kelemahannya : - Luas jangkauan hanya bersifat lokal - Tidak dapat memilah-milah khalayak secara rinci - Khalayak hanya melihat sepintas lalu. 2. Leaflet Leaflet
bentuk
lembaran,
tanpa
lipatan,
jumlah
satu
lembar/lebih,
distaples/berdiri sendiri atau dimasukkan dalam map yang di rancang khusus.
2.4. Landasan Teori Masalah gizi merupakan masalah yang multi dimensi, dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab. Penyebab langsung gizi kurang adalah makanan yang tidak seimbang, baik jumlah dan mutu asupan gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat adanya penyakit infeksi. (Sunita, 2004). Penyebab tidak langsung adalah tidak cukup tersedianya pangan di rumah tangga, kurang baiknya pola pengasuhan anak terutama dalam pola pemberian makan pada balita, kurang memadainya sanitasi dan kesehatan lingkungan serta kurang baiknya pelayanan kesehatan. Semua keadaan ini berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan kemiskinan. Akar masalah gizi adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk kejadian bencana alam, yang
Universitas Sumatera Utara
pada akhirnya mempengaruhi ketidak seimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita. Dampak
Kurang Gizi
Makanan tidak seimbang
Tidak cukup Persediaan pangan
Infeksi
Pola asuh anak tidak memadai
Sanitasi dan air bersih/pelayanan kesehatan dasar tidak memadai
Penyebab langsung
Penyebab tidak langsung
Kurang pendidikan Pengetahuan dan ketrampilan
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumberdaya k t
Pokok masalah di masyarakat
Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan
Krisis Ekonomi, Politik, dan Sosial
Akar masalah
Gambar 1 Penyebab kurang gizi pada anak balita (Unicef,1998)
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kerangka Konsep Dari tinjauan pustaka yang telah dijabarkan maka peneliti merumuskan kerangka konsep sebagai berikut : Konseling Gizi
Pola Asuh
1. Tentang Pemberian makan
1. Pemberian makan
2. Tentang Perawatan kesehatan
2. Perawatan kesehatan
Status Gizi balita
Gambar 3 Kerangka konsep penelitian Dari kerangka konsep diatas diketahui bahwa status gizi balita dapat di pengaruhi oleh pola asuh sedangkan pola asuh gizi dapat dipengaruhi dengan pemberian konseling gizi.
Universitas Sumatera Utara