BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja 2.1.1
Pengertian Kinerja Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok
orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan sacara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika (Prawirosentono, 1999). Kinerja karyawan lebih mengarah pada tingkatan prestasi kerja karyawan. Kinerja karyawan merefleksikan bagaimana karyawan memenuhi keperluan pekerjaan dengan baik. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik. Kinerja seorang karyawan akan baik bila ia mempunyai keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena gaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian dan mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik (Prawirosentono, 1999). Pekerjaan hampir selalu memiliki lebih dari satu kriteria pekerjaan atau dimensi. Kriteria pekerjaan adalah faktor yang terpenting dari yang dilakukan orang di pekerjaannya. Dalam artian, kriteria pekerjaan menjelaskan apa yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
orang di pekerjaannya. Oleh karena itu kriteria-kriteria ini penting, kinerja individual dalam pekerjaan haruslah diukur, dibandingkan dengan standar yang ada, dan hasilnya dikomunikasikan pada setiap karyawan (Mathis dan Jackson, 2002). Menurut Nawawi (1997) kinerja adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan baik bersifat fisik (material) maupun non fisik (non material) dalam suatu tenggang waktu tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kinerja adalah prestasi kerja karena diartikan sebagai hasil pelaksanaan pekerjaan dalam periode tertentu merupakan prestasi yang dicapai oleh karyawan terhadap target atau sasaran yang telah ditentukan dengan berbagai persyaratannya, yang dibebankan kepada karyawan tersebut, dan untuk mengetahui prestasi atau hasil yang telah dicapai oleh karyawan tersebut, tentunya harus dilaksanakan penilaian kinerja, yaitu dengan membandingkan kinerja aktual dengan standar-standar yang telah ditetapkan. Menurut Guilbert (dalam Hasibuan 2001) kinerja adalah sesuatu yang dapat dikerjakan seseorang sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya yang dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Menurut Mangkunegara (2005) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya, dan merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Menurut Notoatmojo (2000) mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yang disingkat menjadi “Achveve” yang artinya Ability (kemampuan pembawaan), Capacity (kemampuan yang dapat dikembangkan), Help
Universitas Sumatera Utara
(bantuan untuk terwujudnya kinerja), incentive (imbalan material maupun non material),
Environment
(lingkungan
tempat
kerja
karyawan),
Validity
(pedoman/petunjuk uraian kerja) dan Evaluation (Adanya umpan balik hasil kerja) Kinerja dihasilkan oleh adanya 3 (tiga) hal, yaitu : a. Kemampuan (ability) dalam wujudnya sebagai kapasitas untuk berprestasi (capacity to perform). b. Kemampuan,semangat,hasrat atau motivasi dalam wujudnya sebagai kesediaan untuk berprestasi (willingness to perform). c. Kesempatan untuk berprestasi (opportunity to perform) Kinerja sebagai hasil kerja (output) yang berasal dari adanya perilaku kerja serta lingkungan kerja tertentu yang kondusif. Dalam menentukan faktor penilaian individu pegawai, maka lingkungan kerja sebagai kesempatan untuk berprestasi yang dapat dipengaruhi oleh adanya peralatan kerja, bahan, lingkungan fiskal kerja, perilaku kerja pegawai yang lain, pola kepemimpinan, kebijakan organisasi, informasi serta penghasilan secara keseluruhan akan dianggap konstan karena bersifat pemberian, berasal dari luar diri pegawai dan bukan merupakan perilaku pegawai.
2.1.2
Determinan Kinerja
Menurut Mangkunegara (2000), bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu: a. Faktor kemampuan secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu
Universitas Sumatera Utara
individu dalam organisasi perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Menurut Ilyas (2001) yang mengutip pendapat Gibson (1987) ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, yaitu faktor individu, faktor psikologis dan organisasi. 1. Faktor individu terdiri dari kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografis. Variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. 2. Faktor Psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks yang sulit untuk diukur. 3. Faktor organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Secara
skematis
determinan
kinerja
individu
dalam organisasi
dapat
digambarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Variabel Individu 1) Kemampuan dan Keterampilan a. Mental b. Fisik (2) Latar Belakang a. Keluarga b. Sosial c. Pengalaman (3) Demografis a. Umur b. Asal-Usul
Perilaku Individu (apa yang dikerjakan Orang) Kinerja Individu (hasil yang diharapkan)
Sumber : Robbin, 2006
Variabel Psikologis (1) Persepsi (2) Sikap (3) Kepribadian (4) Belajar (5) Motivasi
Variabel Organisasi (1) Sumber Daya (2) Kepemimpinan (3) Imbalan (4) Struktur (5) Desain Pekerjaan
Gambar 2.1. Determinan Kinerja Individu dalam Organisasi Menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (2003) indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan dengan dikategorikan dalam beberapa kelompok antara lain : a. Masukan (input) adalah sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan atau dalam rangka menghasilkan output, misalnya sumber daya manusia, dana, material, waktu, dan lain sebagainya. b. Keluaran (output) adalah sesuatu berupa produk /jasa (fisik dan atau non fisik) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dari program berdasarkan masukan yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
c. Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah. Outcomes merupakan ukuran perolehan produk/jasa dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. d. manfaat (benefits) adalah kegunaan suatu keluaran (outputs) yang dirasakan langsung oleh masyarakat, dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses oleh public. e. Dampak (impacts) adalah ukuran tingkat pengaruh sosial ekonomi, lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja setiap indikator dalam suatu kegiatan. Indikator – indikator tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat mengidentifikasikan sejauh mana keberhasilan pencapaian sasaran. Penetapan indikator harus didasarkan pada perkiraan yang nyata dengan memperhatikan tujuan dan sasaran yang ditetapkan serta data dana pendukung yang harus diorganisasi. Indikator kinerja yang dimaksud hendaknya 1) spesifik dan jelas, 2) dapat diukur secara objektif, 3) relevan dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai,dan 4) tidak bias. 2.1.3
Penilaian Kinerja Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor
kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat
Universitas Sumatera Utara
diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Penilaian pelaksanaan pekerjaan atau penilaian prestasi kerja (appraisal of performance) adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui tentang seorang karyawan telah melaksankan pekerjaannya masing-masing secara keseluruhan. (Soeprihanto, 1988). Menurut Hellriegel dan Slocum dalam Aditama (2000), menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah suatu proses sistematik untuk mengevaluasi kelebihan dan kekurangan setiap karyawan serta menemukan jalan untuk memperbaiki prestasi mereka. Menurut Ilyas (2001), penilaian kinerja mencakup faktor-faktor antara lain : a. Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan memiliki perilaku yang ditentukan oleh sistem pekerjaan. b. Ukuran, yaitu untuk mengukur prestasi kerja seorang petugas dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk personel tersebut. c. Pengembangan,yaitu penilaiann yang bertujuan untuk memotivasi personel mengatasi kekurangannya dan mendorong individu untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya. Menurut Ilyas (2001), pada dasarnya metode penilaian kinerja dapat dibedakan atas beberapa metode yaitu a. Penilaian Teknik Essay Pada metode ini, penilai menuliskan deskripsi tentang kelebihan dan kekurangan seorang personel yang meliputi prestasi, kerjasama, dan pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
personel tentang pekerjaannya. Dalam penilaian ini atasan melakukan penilaian secara menyeluruh atas hasil kerja bawahan. b. Metode penilaian komparasi Penilaian ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil pelaksanaan pekerjaan seorang personel yang lain yang melakukan pekerjaan sejenis. Dengan membandingkan hasil pelaksanaan pekerjaan seperti ini akan mudah menentukan personel mana yang terbaik prestasinya sehingga mendapat bobot tinggi, yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan kriteria pemberian tingkat kompensasi, pemberian tanggung jawab yang lebih tinggi dan sebagainya. c. Metode Penggunaan Daftar Periksa Penilaian dilakukan dengan menggunakan daftar periksa (check list) yang telah disediakan sebelumnya. Daftara ini berisi komponen-komponen yang dikerjakan seorang personel yang dapat diberi bobot “ya”, atau “tidak”, “selesai” atau “belum”, atau dengan bobot presentase penyelesaian pekerjaan yang bersangkutan. Setiap personel perlu disediakan daftar checklist sesuai dengan bidang pekerjaannya masingmasing. Sehingga personel yang bekerja di bidang operasi tentu berbeda daftarnya dengan personel yang bekerja di bidang administrasi. d. Metode Penilaian Langsung Penilaian dilakukan dengan melihat langsung pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Petugas yang melakukan penilaian ini adalah orang yang mengetahui apa yang harus dilihat dan dinilai.
Universitas Sumatera Utara
e. Metode Penilaian Berdasarkan Perilaku Penilaian kinerja ini didasarkan pada uraian pekerjaan yang disusun sebelumnya. Biasanya uraian pekerjaan tersebut menentukan perilaku apa yang diperlukan oleh seorang personel yang dinilai untuk melaksanakan pekerjaan itu. f. Metode Penilaian Berdasarkan Kejadian Kritis Penerapan penilaian berdasarkan insiden kritis itu dilaksanakan oleh atasan melalui pencatatan atau perekaman peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan perilaku personel yang dinilai dalam melaksanakan pekerjaan. g. Metode Penilaian Berdasarkan Efektifitas Penilaian berdasarkan efektifitas dengan menggunakan sasaran perusahaan sebagai indikasi penilaian kinerja. Metode ini cukup rumit, karena dalam penilaian yang diukur adalah kontribusi personel, bukan kegiatan atau perilaku seperti pada yang dilakukan dalam metode-metode penilaian lainnya. h. Metode Penilaian Berdasarkan Peringkat Metode penilaian peringkat berdasarkan pembawaan yang ditampilkan oleh personel. Penilaian berdasarkan metode ini dianggap lebih baik, karena keberhasilan pekerjaan yang dilaksanakan seorang personel sangat ditentukan oleh beberapa unsur yang bersangkutan. Oleh sebab itu dalam metode ini yang dinilai adalah unsur-unsur kesetiaan, tanggung jawab, ketaatan, prakarsa, kerja sama, kepemimpinan dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Budaya Organisasi 2.2.1
Pengertian Budaya Organisasi Budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang diciptakan, atau
dikembangkan oleh kelompok tertentu yang digunakan untuk menyesuaikan diri dengan permasalahan internal atau eksternal organisasi (Schein 1997). Pendapat dari beberapa pakar menyatakan bahwa budaya organsasi adalah kepercayaan, norma, nilai, sikap dan keyakinan yang dibentuk oleh para anggota kelompok yang membedakan organisasi itu dengan organisasi lainnya (Robbin, 2006). Budaya organisasi ada disetiap institusi atau lembaga termasuk Rumah Sakit. Budaya
organisasi
Rumah
Sakit
merupakan
pedoman
atau
acuan
untuk
mengendalikan perilaku organisasi dan perilaku perawat, tenaga kesehatan lain dalam berinteraksi antar mereka dan dengan rumah sakit lainnya. Hal yang dapat disimpulkan dari budaya organisasi adalah cara berpikir, bekerja, dan berperilaku anggota organisasi dalam hal ini perawat dalam melakukan tugas dilingkungan kerjanya. Setiap organisasi atau institusi pelayanan termasuk Rumah Sakit memiliki budaya organisasi yang spesifik dan unik yang menjadi pembeda dengan rumah sakit lainnya. Oleh karena itu Setiap komponen pengelola Rumah Sakit diwajibkan memahami budaya organisasi sebagai pedoman perilaku dalam bekerja. Hal ini dipertegas oleh (Robbin, 2006) yang menyatakan bahwa pernyataan puas atau tidak puas pengelola, klien, keluarga dan karyawan pemberi pelayanan ditentukan antara lain oleh faktor budaya organisasi.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2
Fungsi Budaya Organisasi Fungsi budaya organisasi adalah untuk beradaptasi dengan lingkungan
eksternal dan mempertahankan keberlangsungan hidup organisasi, serta dalam melakukan integrasi internal. Menurut Robbin (2006) ada lima fungsi budaya organisasi: 1) Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lainnya. 2) Budaya memberikan rasa identitas keanggotaan organisasi. 3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada suatu yang lebih jelas dari pada kepentingan diri pribadi seseorang. 4) Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial dengan memberikan standarstandar yang tepat mengenai seluruh tugas yang harus dilakukan individu dalam organisasi. 5) Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku individu dalam organisasi. Menurut Kreitner dan Kinicki (2006) membagi fungsi budaya organisasi menjadi empat (1) memberikan identititas kepada karyawannya, (2) memudahkan komitmen kolektif dan (3) mempromosikan stabilitas sistem sosial, membentuk perilaku dengan membantu manajer (top management) dalam menjalankan tugas nya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3
Pembentukan Budaya Organisasi Menurut Robbin (2006) budaya organisasi terbentuk pada dasarnya melalui
beberapa tahap, seperti pada gambar 2.2 berikut ini.
Filosofi Organisasi
Kriteria Seleksi
Manajemen Puncak Budaya Organisasi Sosialisasi
Sumber ; Robbin (2006) Gambar 2.2. Pembentukan Budaya Organisasi
Budaya organiasi terbentuk diawali dengan falsafah dasar pemilik organisasi yang merupakan budaya asli organisasi yang mempunyai pengaruh sangat kuat dalam kriteria yang tepat. Tahap selanjutnya falsafah dasar organisasi yang diturunkan manajer puncak yang bertugas menciptakan suatu iklim organisasi yang kondusif dan dapat diterima oleh seluruh anggota berupa nilai – nilai peraturan, kebiasaan agar dapat dimengerti. Tahap selanjutnya adalah tahap sosialisasi, dengan sosialisasi yang tepat, maka akan terbentuk budaya organisasi yang diharapkan (Robbin, 2006).
2.2.4
Konsep Budaya Organisasi dalam Pelayanan Keperawatan Konsep budaya organisasi dalam pelayanan keperawatan sebagai bagian
organisasi rumah sakit merupakan hal penting. Menurut Mukhlas (2005), budaya organisasi rumah sakit adalah pedoman atau acuan untuk mengendalikan perilaku
Universitas Sumatera Utara
organisasi dan perilaku perawat, tenaga kesehatan lainnya dalam berinteraksi antara mereka dan berinteraksi dengan rumah sakit lain. Keberadaan perawat di rumah sakit merupakan bagian yang penting dari berbagai macam tim kesehatan yang ada, oleh karena itu penciptaan nilai-nilai dasar yang dijadikan pedoman bekerja bagi semua anggota rumah sakit dapat diikutsertakan oleh peran perawat. Selain itu kemampuan perawat dalam pelayanan keperawatan secara profesional dipengaruhi oleh budaya organisasi ditempat perawat bekerja, karena nilai-nilai antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lain berbeda. Menurut Kotter dan Heskett (1992) ada keterkaitan yang erat antara budaya organisasi dengan kinerja. Budaya yang kuat akan menghasilkan kinerja organisasi dalam jangka panjang. Budaya yang kuat akan membantu kinerja dalam menciptkan motivasi dalam diri pekerja,menimbulkan rasa nyaman bekerja, kemudian timbul komitmen yang membuat karyawan lebih meningkatkan hasil kerja.
2.2.5
Instrumen Pengukuran Budaya Organisasi Menurut Ancok (1995) dalam Bijaya (2006), instrumen yang sudah valid di
suatu negara belum tentu valid jika digunakan di negara lain karena nilai budayanya berbeda. Menurut Schein (1985) dalam Veccho (1995) menjelaskan bahwa proses survai
dapat
digunakan
untuk
mendapatkan
data
yang
digunakan
untuk
mempersepsikan budaya organisasi. Salah satu bentuk format survai budaya organisasi yang ada adalah The Denison Organizational Culture Survey (Denison, 2000). Model ini didasarkan pada
Universitas Sumatera Utara
penelitian yang berlangsung lebih dari 15 tahun dan melibatkan 1000 organisasi yang dilakukan oleh Dr. Denison dari Universitas Michigan. Adapun format survai dikembangkan berdasarkan empat karakteristik budaya yaitu keterlibatan, penyesuaian, konsistensi dan misi organisasi. Hal tersebut menggambarkan fokus perhatian organisasi pada faktor internal dan eksternal sebuah organisasi. Kelebihan dari format ini adalah mudah dan cepat diimplementasikan dan dapat dipergunakan untuk semua tingkatan organisasi. Penelitian
Sihombing (2005) juga menggunakan format survei yang
dikemukakan oleh Denisn meliputi
empat
karakteristik
yaitu
keterlibatan,
penyesuaian, konsistensi dan misi sebagai berikut: 1. Keterlibatan adalah faktor kunci dalam budaya organisasi yang merupakan karakteristik nilai dari organisasi dengan menempatkan pandangan tentang pentingnya pentingnya keterlibatan seluruh pegawai yang bekerjasama dalam mencapai tujuan organisasi. Karakteristik ini meliputi nilai dan norma pemberdayaan, orientasi tim dan pengembangan kapabilitas. 2. Penyesuaian adalah kebutuhan organisasi dalam melaksanakan kegiatan dalam lingkungan organisasi tersebut, yaitu organisasi memegang nilai dan kepercayaan
yang
mendukung
kapabilitas
dalam
menerima,serta
menginterpretasikan dan menterjemahkan tanda-tanda dari lingkungan kedalam perubahan prilaku internal dari organisasi. Kemampuan adaptasi meliputi fokus pada pelanggan, menciptakan perubahan serta pembelajaran organisasi.
Universitas Sumatera Utara
3. Konsistensi adalah nilai dan sistem yang mendasari kekuatan suatu budaya. Nilai ini memfokuskan pada integrasi sumber-sumber organisasi, koordinasi dan kontrol dan konsistensi organisasi dalam mengembangkan sistem yang efektif dalam pelaksanan kegiatan organisasi. 4. Karakteristik konsistensi meliputi koordinasi, integrasi, kesepakatan dan nilainilai inti. 5. Misi adalah arahan pada pencapaian tujuan jangka panjang yang bermakna pada organisasi (meaningful long term). Misi menjelaskan tujuan dan arti yang diterjemahkan dalam tujuan eksternal organisasi. Karakteristik misi meliputi tujuan dan visi organisasi, pengarahan serta pencapaian tujuan organisasi.
2.3 Standar Operasional Prosedur Pelayanan Keperawatan Beberapa ahli membatasi pengertian standar antara lain : 1.
Standar adalah satu pedoman yang dijalankan untuk meningkatan mutu menjadi lebih efektif dan efisien.
2.
Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi yang dipergunakan sebagai batas penerimaan hasil suatu kegiatan/produk.
3.
Standar adalah kisaran yang masi bisa diterima.
4.
Standar adalah rumusan penampilan atau nilai yang diinginkan dan yang mampu dicapai, sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, standar adalah ukuran ideal yang ingin dicapai, sesuai dengan indicator atau parameter yang telah ditetapkan. Bila dikaitkan dengan pelaksanaan SOP pelayanan rawat inap, maka SOP yang dimaksud adalah standar berupa pedoman urutan kerja setiap kegiatan pelayanan kesehatan di ruang inap untuk meningkatan mutu lebih efektif dan efisien. Penentuan suatu standar standar dibuat tidak terlalu tinggi karena akan sulit untuk pencapaiannya dan juga tidak terlalu rendah, karena mudah pencapaiannya namun tidak berkualitas. Jadi standar harus dibuat dalam minimal atau maksimal atau kisaran yang telah disepakati (Depkes RI, 1996). Adapun Syarat standar adalah : 1.
Jelas, artinya dapat diukur dengan akurat, termasuk mengukur berbagai penyimpangan yang mungkin terjadi.
2.
Masuk akal, artinya ditetapkan wajar, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.
3.
Mudah dimengerti, artinya suatu standar tidak berbelit-belit, sehingga mudah dimengerti dan dilaksanakan.
4.
Derajat dicapai, artinya suatu standar disesuaikan dengan kemampuan, agar dapat dicapai.
5.
Meyakinkan, artinya mewakili persayaratan yang ditetapkan Terpenuhi atau tidaknya suatu standar dibutuhkan suatu batasan dalam
pencapaiannya. Batasan pencapaian suatu standar disebut indikator. Dalam pelayanan kesehatan indikator dibedakan menjadi dua macam : 1.
Indikator persyaratan minimal artinya terpenuhi tingkat persyaratan minimal unsur yang terkait dalam unsur masukan, unsur proses dan unsur lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
2.
Indikator penampilan minimal (performance) dari pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan (Depkes RI, 1996).
2.4 Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan praktik keperawatan yang diberikan kepada klien pada berbagai tatanan layanan kesehatan dengan proses keperawatan yang berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etika dan etiket keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan (Hamid, 2000). Proses keperawatan adalah metode yang sistematik dan rasional dalam merencanakan dan memberikan pelayanan keperawatan kepada individu dengan tujuan untuk mengidentifikasi status kesehatan klien, kebutuhan atau masalah kesehatan yan aktual atau risiko, membuat perencanaan sesuai dengan kebutuhan yang telah diidentifikasi dan melaksanakan intervensi keperawatan spesifik sesuai dengan kebutuhan (Konzier, 1995 dalam Nursalam, 2001). Menurut Konzier (1995) karakteristik proses keperawatan adalah: a. Merupakan sistem terbuka dan fleksibel untuk memenuhi kebutuhan dari klien, keluarga, kelompok dan komunitas. b. Bersifat siklik dan dinamis, karena semua tahap saling berhubungan dan berkesinambungan. c. Berpusat pada klien, merupakan pendekatan individu dan spesifik untuk memenuhi kebutuhan klien.
Universitas Sumatera Utara
d. Bersifat interpersonal dan kolaborasi. e. Menggunakan perencanaan dan mempunyai tujuan. f. Memperbolehkan adanya kreativitas antara perawat dengan klien dalam mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah keperawatan. g. Menekankan pada umpan balik dan dapat diterapkan secara luas. Tahapan proses keperawatan meliputi pengkajian (pengumpulan data), diganosa keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan dokumentasi asuhan keperawatan.
1.
Pengkajian. Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang respon klien agar dapat mengidentifikasi dan mengenali masalah atau kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien. Area yang termasuk respon klien antara lain kegiatan sehari-hari, emosional, sosio-ekonomi, kultural dan spiritual (Yura dan Wals, 1988). Menurut Kozier et al. (1995) proses pengkajian terdiri atas empat kegiatan, yaitu: pengumpulan data, organisasi data, validasi data, dan pencatatan data. 2.
Diagnosa Keperawatan. Menurut Nursalam (20010, diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis
mengenai seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan yang aktual atau yang potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar-dasar
Universitas Sumatera Utara
pemilihan intervensi untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung jawab perawat. Menurut Craven&Himle (2000), jenis diagnosa keperawatan adalah: a) Diagnosa
keperawatan
actual
(Actual
Diagnoses).
Diagnosa
keperawatan aktual menyajikan keadaan yang secara klinis telah
divalidasi
Nursing
melalui batasan karakteristik mayor yang dapat diidentifikasi. Tipe dari diagnosa keperawatan ini mempunyai empat komponen yaitu label, definisi, batasan karakteristik, dan faktor-faktor yang berhubungan. b) Diagnosa keperawatan risiko dan risiko tinggi (Risk and High-Risk Nursing Diagnoses), adalah keputusan klinis bahwa individu, keluarga dan masyarakat sangat rentan untuk mengalami masalah, dibanding yang lain pada situasi yang sama. c) Diagnosa keperawatan kemungkinan (Possible Nursing Diagnoses), adalah pernyataan tentang masalah-masalah yang diduga masih memerlukan data tambahan. d) Diagnosa keperawatan sejahtera (Wellness Nursing Diagnoses),
adalah
ketentuan klinis mengenai individu, keluarga dan masyarakat dalam transisi dari tingkat kesehatan khusus ketingkat kesehatan yang lebih baik. e) Diagnosa keperawatan sindrom (Syndrome Nursing Diagnoses), terdiri dari sekelompok diagnosa keperawatan aktual atau risiko tinggi yang diduga akan tampak karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
Universitas Sumatera Utara
3.
Perencanaan. Langkah ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan. Menurut
Kozier (1995) perencanaan adalah sesuatu yang telah dipertimbangkan secara mendalam, tahap yang sistematis dari proses keperawatan meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Dalam perencanaan keperawatan, perawat menetapkannya berdasarkan hasil pengumpulan data dan rumusan diagnosa keperawatan yang merupakan petunjuk dalam membuat tujuan dan asuhan keperawatan untuk mencegah, menurunkan, atau mengiliminasi masalah kesehatan klien. Langkah-langkah dalam membuat perencanaan keperawatan meliputi: penetapan prioritas, penetapan tujuan atau hasil yang diharapkan, menentukan intervensi keperawatan secara tepat dan pengembangan rencana asuhan asuhan keperawatan. Setelah diagnosa keperawatan dirumuskan secara spesifik, perawat menggunakan kemampuan berfikir kritis untuk segera menetapkan prioritas diagnosa keperawatan dan intervensi yang penting sesuai dengan kebutuhan klien. Penetapan prioritas bertujuan untuk mengidentifikasi urutan intervensi keperawatan yang sesuai dengan berbagai masalah klien (Carpenito, 1997). Penetapan prioritas dilakukan karena tidak semua masalah dapat diatasi dalam waktu yang bersamaan. Salah satu metode dalam menetapkan prioritas dengan mempergunakan hirarki kebutuhan menurut Maslow. Prioritas dapat diklasifikasi menjadi tiga tingkatan, antara lain high priority, intermediate priority, dan low priority. Dalam menetapkan prioritas perawat
Universitas Sumatera Utara
juga harus memperhatikan nilai dan kepercayaan klien terhadap kesehatan, prioritas klien, sumber yang tersedia untuk klien dan perawat, pentingnya masalah kesehatan yang dihadapi, dan rencana pengobatan medis. 4.
Implementasi. Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997). Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier., 1995). Beberapa pedoman pelaksanaan implementasi keperawatan (Kozier,1995) adalah sebagai berikut: a) Harus berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, dan standar pelayanan profesional. b) Perawat mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana implementasi, c) Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu, d) Dapat menjaga rasa aman/ melindungi
Universitas Sumatera Utara
klien, e) Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan, e) Bersifat holistik. f) Menjaga martabat dan harga diri klien, g) Mengikutsertakan partisipasi aktif klien dalam implementasi keperawatan. 5. Evaluasi. Tahap evaluasi merupakan perbandingan sistematik dan terencana tentang kesehatan
klien
dengan
tujuan
yang
telah
ditetapkan,
dilakukan
secara
berkesinmabungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Evaluasi didefenisikan sebagai keputusan
dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan
keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil. Ada ada beberapa kegiatan dalam proses evaluasi yang harus diikuti oleh perawat, antara lain: a) Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. b) Mengumpulkan data
yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan.
c) Mengukur pencapaian tujuan. d) Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan. e) Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan. 6.
Dokumentasi Keperawatan Dokumentasi keperawatan merupakan informasi tertulis tentang status kesehatan
dan perkembangan kondisi kesehatan klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan
Universitas Sumatera Utara
yang dilakukan perawat. Dokumentasi keperawatan merupakan media komunikasi yang efektif antar profesi dalam suatu dalam suatu tim pelayanan kesehatan untuk melihat dan menganalisa perkembangan kesehatan klien. Selain itu, dokumentasi keperawatan bertujuan untuk: a. Perencanaan keperawatan pasien. b. Sebagai indikator kualitas pelayanan kesehatan. c. Sebagai sumber media data untuk penelitian keperawatan. d. Sebagai bahan bukti tanggung jawab dan tanggung gugat pelaksanaan asuhan keperawatan serta sebagai sarana pendidikan mahasiswa.
2.5 Landasan Teori Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya, dan merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya (Mangkunegara, 2005). Menurut Ilyas (2001) yang mengutip pendapat Gibson (1987) ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, yaitu faktor individu, faktor psikologis dan organisasi. Determinan kinerja dalam penelitian ini adalah budaya organisasi dan penerapan SOP keperawatan. Kedua variabel tersebut merupakan bagian integral dari faktor organisasi yang mempengaruhi kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
1. Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat. Budaya organisasi adalah salah unsur penting yang termasuk dalam faktor organisasi, sehingga berimplikasi terhadap kinerja organisasi. Budaya organsasi adalah kepercayaan, norma, nilai, sikap dan keyakinan yang dibentuk oleh para anggota kelompok yang membedakan organisasi itu dengan organisasi lainnya (Robbin, 1996). Budaya organisasi dalam penelitian ini didasari pada filosofi visi, misi dan motto Rumah Sakit yang dijabarkan dalam aspek pengukuran budaya organisasi yang menjadi pedoman atau acuan untuk mengendalikan perilaku organisasi dan perilaku perawat, tenaga kesehatan lain dalam berinteraksi antar mereka dan dengan rumah sakit lainnya. Menurut Deninson (2000), aspek untuk mengukur budaya organisasi yang berkaitan dengan kinerja didasarkan pada survai budaya organisasi yang ada adalah The Denison Organizational Culture Survey yang mencakup empat karakteristik budaya yaitu keterlibatan, penyesuaian, konsistensi dan misi organisasi.
2. Pengaruh Penerapan SOP terhadap kinerja perawat Penerapan SOP keperawatan adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan kinerja rumah sakit yang mencakup seluruh pelayanan keperawatan yaitu pengkajian (pengumpulan data), diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi, serta menggunakan modifikasi mekanisme umpan balik untuk meningkatkan upaya pemecahan masalah (PPNI, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.6 Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep dalam peneltian ini dapat dilihat pada gambar 2.3. berikut ini Variabel Independen
Variabel Dependen
Budaya Organisasi (1) Keterlibatan (2) Penyesuaian (3) Konsistensi (4) Misi Organisasi
Penerapan SOP (1) Pengkajian (2) Diagnosa Keperawatan (3) Perencanaan (4) Implementasi (5) Evaluasi (6) Dokumentasi Asuhan Keperawatan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kinerja Perawat Kuantitas Kerja Kualitas Kerja Ketepatan Waktu Efektivitas Kemandirian Komitmen Kerja
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan Gambar 2.3 di atas, diketahui variabel independen dalam penelitian ini yaitu variabel budaya organisasi meliputi keterlibatan, penyesuaian, konsistensi dan misi organisasi serta variabel penerapan SOP meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, impelementasi, evaluasi dan dokumentasi asuhan keperawatan. Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah kinerja perawat yang didasari pada kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu, efektivitas, kemandirian dan komitmen kerja.
Universitas Sumatera Utara