BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Konsep Persepsi 2.1.1. Definisi Persepsi Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimnya stimulus oleh alat indra, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dipersepsikan (Sunaryo, 2004). Sedangkan menurut Rakhmat (2004) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan melampirkan pesan. 2.1.2. Syarat terjadinya persepsi Syarat timbulnya persepsi yakni, adanya objek, adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk megadakan persepsi, adanya alat indra sebagai reseptor penerima stimulus yakni saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak dan dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respons (Sunaryo, 2004). Secara umum, terdapat beberapa sifat persepsi, antara lain bahwa persepsi timbul secara spontan pada manusia, yaitu ketika seseorang berhadapan dengan dunia yang penuh dengan rangsangan. Persepsi merupakan sifat paling asli yang merupakan titik tolak perubahan. Dalam mempersepsikan tidak selalu dipersepsikan secara keseluruhan, mungkin
6 Universitas Sumatera Utara
7
cukup hanya diingat. Persepsi tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi atau bergantung pada konteks dan pengalaman (Baiqhaqi, 2005). 2.1.1. Macam-macam Persepsi Terdapat dua macam persepsi, yaitu External Perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar diri individu dan Self Perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri. Dengan persepsi, individu dapat menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang keadaan diri individu (Sunaryo, 2004). 2.1.2. Faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang Menurut Siagian (1995) ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu : a. Diri orang yang bersangkutan, dalam hal ini orang yang berpengaruh adalah karakteristik individual meliputi dimana sikap, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan. b. Sasaran persepsi, yang menjadi sasaran persepsi dapat berupa orang, benda, peristiwa yang sifat sasaran dari persepsi dapat mempengaruhi persepsi orang yang melihatnya. Hal-hal lain yang ikut mempengaruhi persepsi seseorang adalah gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan lain-lain dari sasaran persepsi. c. Faktor situasi, dalam hal ini tinjauan terhadap persepsi harus secara kontekstual artinya perlu dalam situasi yang mana persepsi itu timbul.
Universitas Sumatera Utara
8
Sementara menurut Walgito (2002) dalam persepsi individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus mempunyai arti individu yang bersangkutan dimana stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam persepsi. Berkaitan dengan hal itu faktor-faktor yang berperan dalam persepsi yaitu : 1. Adanya objek yang diamati Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat indera (reseptor), dan dapat datang dari dalam yang langsung mengenai syaraf penerima (sensori) yang bekerja sebagai reseptor. 2. Alat indera atau reseptor Alat indera (reseptor) merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu harus ada syaraf sensori sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf sensori. 3. Adanya perhatian Perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam suatu persepsi. Tanpa adanya perhatian tidak akan terbentuk persepsi. 2.1.3. Pengukuran Persepsi Mengukur persepsi hampir sama dengan mengukur sikap. Walaupun materi yang diukur bersifat abstrak, tetapi secara ilmiah sikap dan persepsi dapat diukur, dimana sikap terhadap obyek diterjemahkan
Universitas Sumatera Utara
9
dalam sistem angka. Dua metode pengukuran sikap terdiri dari metode Self Report dan pengukuran Involuntary Behavior. 1. Self Report merupakan suatu metode dimana jawaban yang diberikan dapat menjadi indikator sikap seseorang. Namun kelemahannya adalah bila individu tidak menjawab pertanyaan yang diajukan maka tidak dapat mengetahui pendapat atau sikapnya. 2. Involuntary Behaviour dilakukan jika memang diinginkan atau dapat dilakukan oleh responden, dalam banyak situasi akurasi pengukuran sikap dipengaruhi kerelaan responden (Azzahy, 2010). Jika merujuk pada pernyataan diatas, bahwa mengukur persepsi hampir sama dengan mengukur sikap, maka skala sikap dapat dipakai atau dimodifikasi untuk mengungkap persepsi sehingga dapat diketahui apakah persepsi seseorang positif, atau negatif terhadap suatu hal atau obyek.
2.2. Konsep Keluarga 2.2.1
Definisi Keluarga Menurut Departemen Kesehatan RI, 1988 dikutip dari Setiadi
(2008), Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Sedangkan menurut UU No. 10 tahun 1992 dikutip dari Suprajitno (2004) tentang Perkembangan Kependudukn dan Perkembangan Keluarga Sejahtera, Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri
Universitas Sumatera Utara
10
dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Maka disimpulkan bahwa, sebuah keluarga membutuhkan kehadiran sekurangkurangnya dua orang yang terdiri dari seorang kepala keluarga dan satu atau lebih anggota keluarga lain yang mempunyai hubungan dengan kepala keluarga tersebut melalui kelahiran, adopsi atau pernikahan. 2.2.2
Struktur Keluarga Stuktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan
fungsi keluarga dimasyarakat. Menurut Friedman 1998, dalam Suprajitno (2004) strukur keluarga terdiri dari: a. Pola komunikasi dalam keluarga Menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi ayah-ibu, orang tua dengan anak, anak dengan anak, dan anggota keluarga lain dengan keluarga inti (Suprajitno, 2004). Komunikasi dalam keluarga diharapkan terbuka antara satu anggota keluarga dengan anggota keluarga lain, selalu menyelesaikan konflik dengan musyawarah mufakat, selalu berfikir positif terhadap anggota keluarga lain (Akhmadi, 2009). b. Struktur peran dalam keluarga Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. yang dimaksud dengan posisi disini adalah posisi individu dalam masyarakat misalnya sebagai suami, istri, anak dan sebagainya (Setyowati dan Murwani, 2008). Struktur peran disini menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam keluarga sendiri dan peranannya dilingkungan masyarakat (Suprajitno, 2004).
Universitas Sumatera Utara
11
Peranan didalam keluarga, adalah sebagai berikut: 1. Peran ayah, ayah berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya, serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya 2. Peran ibu, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anak, sebagai pelindung, sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya, sebagai anggota dari kelompok sosialnya, sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. 3. Peran anak, anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual (Bahiyatun, 2010). c. Struktur kekuatan keluarga Menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan. d. Nilai-nilai dalam keluarga Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga (Setyowati dan Murwani, 2008).
Universitas Sumatera Utara
12
Sedangkan menurut Setiadi (2008), Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam : a.
Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
b. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu. c.
Matrilokal adalah sepasang suami isteri yang tinggal bersama keluarga sedarah isteri.
d. Patrilokal adalah sepasang suami isteri yang tinggal bersama keluarga sedarah. e.
Keluarga kawin adalah hubungan suami isteri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau isteri.
2.2.3
Fungsi Keluarga Menurut Bobak (2005), adapun fungsi keluarga mencakup lima
bidang dasar yaitu biologi, ekonomi, pendidikan, dan sosio-budaya adalah: a. Fungsi biologis Meliputi reproduksi, upaya merawat anak, dan membesarkan anak, nutrisi,
pemeliharaan
kesehatan,
dan
rekreasi.
Kemampuan
untuk
menjalankan fungsi-fungsi ini sacara tidak langsung membutuhkan prasyarat tertentu: keturunan genetik yang sehat, penatalaksanaan fertilitas perawatan
Universitas Sumatera Utara
13
selama siklus maternitas, perilaku diet yang baik, pemanfaatan pelayanan kesehatan yang optimal, persahabatan, dan perawatan keluarga. b. Fungsi Psikologis Keluarga
diharapkan
memberi
lingkungan
yang
meningkatkan
perkembangan kepribadian, secara alami, keluarga harus memberikan perlindungan psikologis yang optimal yang meningkatkan kemampuan untuk membangun hubungan dengan orang-orang diluar lingkungan keluarga. c. Fungsi sosio-budaya Berhubungan dengan sosialisasi anak-anak. Fungsi ini meliputi penyampaian nilai-nilai yang berhubungan dengan perilaku, tradisi, bahasa, agama, dan sikap moral masyarakat yang sebelumnya atau yang berlaku. d. Fungsi ekonomi Meliputi mencari nafkah yang cukup untuk menjalankan fungsi-fungsi lain, mengembangkan anggaran keluarga, dan memastikan keamanan keuangan anggota keluarga. e. Fungsi pendidikan Meliputi mengajarkan keterampilan, sikap dan pengetahuan yang berhubungan dengan fungsi-fungsi lain. Anggota keluarga harus mempunya akses ke berbagai sumber dan memiliki keterampilan yang diperlukan untuk memanfaatkan sumber-sumber ini agar mempu melaksanakan fungsi ini.
Universitas Sumatera Utara
14
2.2.4
Tipe Keluarga
Tradisional : a. The nuclear family (keluarga inti), keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya. b. Ekstended family (keluarga besar), adalah keluarga inti ditambah dengan anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman-bibi). Non-Tradisional : a. Tradisional nuclear, keluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanki-sanki legal dalam suatu ikatan perkawinan, ssatu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah. b. Recontrustitud nuclear, pembentukan baru dari keluarga ini melalui perkawinan kembali suami/isteri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil perkawinana yang baru. c.
Communer family, suami isteri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu. Keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
d. Niddle age/aging cauple, suami sebagai pencari uang, isteri dirumah, atau kedua-duanya bekerja dirumah, anak-anaknya sudah meninggalkan rumah karena sekolah/perkawinan/meniti karier.
Universitas Sumatera Utara
15
e.
Keluarga Dyad/Dyadie Nuclear, yaitu suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya atau salah satu bekerja diluar rumah.
f.
Single Parent yaitu orang tua (ayah atau ibu) sebagai akibat perceraian atau kematian pasangan dan anak-anaknya dapat tinggal dirumah atau diluar rumah.
g. Dual Carrier yaitu suami istri/keluarga orang karier dan tanpa anak. h. Single Adult yaitu wanita atau pria dewasa hidup sendiri dan tidak ada keinginan untuk kawin i.
Three Generation yaitu tiga generasi atau lebih tinggal bersama dalam satu rumah tangga.
j.
Keluarga Usila yaitu usila dengan atau tanpa pasangan, anak sudah pisah (Setiadi, 2008).
2.2.5
Tahap Perkembangan Keluarga Duval,
1985
dalam
Setiadi
2008
menyebutkan
beberapa
perkembangan keluarga diantaranya. 1. Tahap pembentukan keluarga, tugas pada tahap ini adalah: membina hubungan intim yang memuaskan, membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial, mendiskusikan rencana memiliki anak dan KB, persiapan menjadi orang tua, memahami prenatal care. 2. Tahap keluarga dengan anak pertama, tugas pada tahap ini adalah: adaptasi perubahan anggota keluarga, mempertahankan hubungan yang
Universitas Sumatera Utara
16
memuaskan, membagi peran dan tanggungjawab orang tua terhadap bayi, bimbingan orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, konseling KB post partum 6 minggu, menata ruang untuk anak, mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin. 3. Keluarga dengan anak pra-sekolah, tugas pada tahap disini adalah pemenuhan
kebutuhan
anggota
keluarga,
membantu
anak
bersosialisasi, beradaptasi dengan anak baru lahir, mempertahankan hubungan didalam maupun diluar keluarga, pembagian waktu, individu,
pasangan
dan
anak,
pembagian
tanggung
jawab,
merencanakan kegiatan dan waktu stimulasi 2.2.6
Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehataan Sesuai
dengan
fungsi
pemeliharaan
kesehatan,
keluarga
mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Freeman, 1981 dalam Suprajitno (2004), membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan: a. Mengenal masalah kesehatan keluarga Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan. Orang tua perlu mengenal masalah kesehatan dan perubahan-perubahan yang di alami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang di alami keluarga perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan yang terjadi dan seberapa besar perubahan tersebut. b. Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga
Universitas Sumatera Utara
17
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara keluarga untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan Sering kali keluarga mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah lebih parah tidak terjadi. d. Memodifikasi
lingkungan
keluarga untuk
menjamin
kesehatan
keluarga. e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya.
2.4.Peran Keluarga setelah Kelahiran Anak Pertama Peran sebagai suami isteri atau sebagai
ayah-ibu, merupakan
konsekuensi dari kehidupan perkawinan. Perkawinan merupakan suatu relasi antara dua orang individu yang memutuskan untuk hidup bersama dan membentuk keluarga baru. Di dalam perkawinan, masing-masing individu terikat oleh suatu hak dan kewajiban yang harus dilakukannya dalam kurun waktu yang panjang, dan diharapkan kedua belah pihak saling menyesuaikan diri sejalan dengan tugas perkembangan kehidupan individu dalam keluarga.
Universitas Sumatera Utara
18
Duval dan Miller (1985) memberikan batasan mengenai perkawinan bahwa perkawinan bukan hanya merupakan legitimasi hubungan antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga terdapat seperangkat hak dan kewajiban antara pasangan yang terlibat dalam perkawinan tersebut. Di sini terlihat bahwa dalam perkawinan adanya pembagian tugas dan peran dalam rumah tangga baik sebagai suami atau isteri adalah dalam membesarkan anak secara bertanggung jawab. Pembagian tugas dan peran itu biasanya dilakukan berdasarkan kompromi dengan pasangannya. Sejauh mana suami terlibat dalam kegiatan dalam rumah tangga, tergantung dari hasil kompromi diantara pasangan suami isteri tersebut. Pembagian tugas dan peran dalam rumah tangga disini adalah sebagai berikut: a. The housekeeper role The housekeeper role ialah peran anggota keluarga yang bertanggung jawab dalam kebersihan rumah, mencuci pakaian dan alat-alat makan, berbelanja dan menyiapkan makanan, dan mengatur keuangan rumah tangga. Dari generasi yang ada perempuanlah yang mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, dan mengasuh anak. Pria bertugas melakukan pekerjaan di luar seperti mencari nafkah, melindungi keluarga, memeriksa dan mengawasi ternak, dan sebagainya. Pentingnya peranan suami dalam kegiatan rumah tangga akan membantu menyelamatkan isteri dari kelebihan peran yaitu peran dalam keluarga dan peran dalam masyarakat, sehingga dengan demikian isteri merasa dihargai dan suasana keluarga akan lebih baik. Dari hasil yang didapat menyatakan bahwa para suami yang bersedia membantu tugas-tugas rumah tangga, memilih tugas-tugas yang
Universitas Sumatera Utara
19
dianggap kurang mempengaruhi gambaran maskulinitas suami seperti mengurus mobil.
Pekerjaan
yang
berkonotasi
feminin,
seperti
mengasuh
anak,
membersihkan rumah, mencuci pakaian, memasak dan mencuci piring hanya dipilih oleh suami antara 1 % sampai 13,3% dari sejumlah responden (Femina, 1993 dalam penelitian sri supriyantini 2002). b. The provider role The provider role ialah peran anggota keluarga yang bertanggung jawab untuk mencari uang untuk mendukung keluarga. Seorang istri berperan mengelola rumah tangganya agar tercapai keharmonisan di dalam keluarga. Dalam hal keuangan, istri diharapkan dapat mengatur sedemikian rupa nafkah yang diberikan oleh suami agar mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi jika penghasilan suami tidak seberapa besar. Jika kebutuhan hidup masih belum mencukupi, dengan izin suami seorang istri bisa saja membantu
suami dalam menambah ekonomi
keluarga.
Jika
memungkinkan carilah peluang pemasukan yang tidak banyak menyita waktu ke luar rumah. Yang jelas, istri tidak boleh melalaikan kewajibannya yang lainnya (Harmoko, 2010). c. The child-care role The child-care role ialah peran anggota keluarga untuk merawat anak secara fisik seperti memberi makan, mengenakan pakaian, memandikan dan menjaga anak. Menurut penelitian Gronseth (dalam Dagun, 1990), diharapkan suami ikut terlibat dalam kegiatan pengasuhan seperti merawat anak dan mendidik anak,
Universitas Sumatera Utara
20
membersihkan dan merawat rumah, menyiapkan makanan, belanja, mencuci dan menyetrika, menyiapkan keperluan pribadi dan lain sebagainya sangat diharapkan. Terbukti dalam penelitian nya Gronseth yang meneliti 16 pasang suami-isteri yang bekerja, menemukan bahwa dengan ayah dan ibu yang sama-sama mengambil bagian dalam mengasuh anak, kaum ayah merasa lebih baik dan terbuka dengan anak-anaknya, sehingga anak-anak tumbuh dengan kemampuan diri yang lebih tinggi serta keyakinan diri yang lebih besar, cenderung lebih matang dan dapat bergaul, serta mampu menghadapi berbagai masalah. d. The child socialization role The child socialization role ialah peran keluarga untuk mengajarkan nilainilai moral pada anak, sikap-sikap, ketrampilan-ketrampilan, dan perilaku yang disetujui masyarakat. Sejak lahir sampai umur 1 tahun, kemampuan sosialisasi anak masih terbatas. Pada periode ini, anak memfokuskan kegiatannya pada upaya untuk mengenal benda, memegang dan menggenggam benda, berdiri, berjalan dan upaya-upayanya yang lain untuk memperkuat dan kemampuan tubuh (Supartini, 2004). Kemampuan bersosialisasi sangat menunjang masa perkembangan masa depan anak. Masalah ini harus menjadi perhatian para orang tua. Untuk itu luangkan banyak waktu untuk bertatap muka dengan anak, terutama pada bulanbulan awal setelah kelahirannya. Kemudian undang sebanyak mungkin keluarga dan teman sebayanya, semakin banyak ia mengenal orang maka semakin tinggi pula kemampuan bersosialisasinya. Berikut ini akan di uraikan periode perkembangan anak menjelang usia satu tahun diantaranya sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
21
Usia 1 bulan: menjelang usia satu bulan, bayi belum bisa apa-apa, ia masih banyak tidur. Tetapi mulai minggu-3 ia akan lebih banyak wajah-wajah orang yang ditemuinya. Kadang-kadang tersenyum sendiri, atau menangis. Namun bayi sudah mulai belajar mengenali wajah pengasuhnya dan memperhatikan mimik pengasuhnya kalau bicara.
Usia 3 bulan: pada umur ini, bayi akan lebih banyak menghabiskan banyak waktunya untuk memperhatikan apa saja yang sedang berlangsung disekitarnya. Dia akan lebih banyak tersenyum pada setiap orang yang ditemui. Usia 4 bulan: bayi sudah lebih terbuka pada datangnya orang baru. Ia sudah berani dan tidak menangis kalau digendong orang lain. Bayi sudah mau menyambut interaksinya dengan orang lain melalui senyuman. Usia 7 bulan: pada umur ini, bayi semakin sibuk memperhatikan orangorang yang berada disekitarnya. Usia 12 bulan: menjelang akhir usia satu tahun, bayi terlihat seperti mengalami anti sosial. Dia akan menangis keras jika ditinggalkan. Dan tampak amat kuatir dan gelisah bila ditangan orang yang tidak dikenalinya. Menurut Sobur & Septiawan (1999), dalam pengasuhan anak diharapkan agar suami memiliki kepedulian yang sama dengan isteri. Misalnya pada saat anak masih bayi, seorang ayah harus mau ikut terkena ompolan bayi, ikut terbangun di malam buta dengan mata setengah terpejam dan kepala terasa berputar-putar
Universitas Sumatera Utara
22
karena lengkingan tangis anak yang minta susu serta mau menyingsingkan lengan baju dan menggulung celananya dalam mengurus rumah. e. The sexual role The sexual role ialah peran pasangan untuk bereaksi terhadap kebutuhan sexual dari pasangan. Kehadiran seorang anak dalam keluarga akan menambah aktivitas baru bagi pasangan, dan berdampak pada berkurangnya pendapatan pasangan karena biaya yang harus dikeluarkan (Lefrancois, 1993 dalam Setiadi, 2008). Studi klasik le master menyatakan bahwa dari 46 pasangan dinyatakan 17% tidak bermasalah dan selebihnya memiliki masalah dalam hal suami merasa diabaikan, peningkatan perselisihan dan argumen interupsi dalam jadwal kontinu dan kehidupan sexual menurun serta social terganggu akibat yang ditimbulkan oleh kelahiran anak pertama (Setiadi, 2008). f. The kinship role The kinship role, pada peran ini menilai perasaan dan perhatian pasangan terhadap hubungan kerabat, mertua serta teman-teman dapat dilihat dalam area ini. peran ini merefleksikan harapan dan perasaan senang menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman. Hubungan yang baik antara menantu dan mertua juga dengan saudara ipar dapat terjadi jika individu dapat menerima keluarga pasangan seperti keluarganya sendiri. Pernikahan akan cenderung lebih sulit jika salah satu pasangan menggunakan sebagian waktunya bersama keluarganya sendiri, jika ia juga mudah dipengaruhi oleh keluarganya, dan jika ada keluarga yang datang dan tinggal dalam waktu yang lama (Hurlock, 1999)
Universitas Sumatera Utara
23
dalam penelitian Nye dalam Strong & De Vault, 1989 (penelitian Supriyantini, 2002). g. The recreational role The recreational role, mengorganisir kegiatan rekreasi keluarga. Dalam keluarga perlu diciptakan suasana rekreasi situasi yang menyegarkan pemikiran dan perasaan sehingga anak dapat bergembira dan bersantai dengan saudara dan orang tua mereka, dan dapat menambah keakraban anggota keluarga. Rekreasi tidak identik dengan wisata yang mengeluarkan biaya mahal, tetapi cukup dengan berkumpul di tempat yang santai, bersenda gurau bersama dan melepaskan segala rutinitas yang melelahkan. Kegiatan ini juga bisa dilakukan di rumah, misal dengan berkebun, olahraga, menonton tayangan, bermain air, bahkan sambil mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci atau mengepel. Intinya kegiatan ini dilakukan oleh seluruh anggota keluarga dalam suasana yang santai dan menyenangkan. Kesegaran yang didapatkan, sangat membantu semuanya untuk kembali beraktivitas rutin di hari berikutnya (penelitian Supriyantini, 2002). h. The therapeutic role The therapeutic role yakni mendengarkan, mau mengerti, bersimpati, membantu dan merawat anggota lain dalam keluarga.
2.4.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peran Keluarga Merawat anak sangat bergantung pada nilai-nilai yang dimiliki keluarga. Pada budaya timur seperti indonesia, peran pengasuhan atau merawat anak lebih
Universitas Sumatera Utara
24
dipegang oleh istri atau ibu meskipun mendidik anak merupakan tanggung jawab bersama.
Pada
dasarnya
tujuan
utama
pengasuhan
orang
tua
adalah
mempertahankan kehidupan fisik anak dan meningkatkan kesehatannya, memfasilitasi anak untuk mengembangkan kemampuaan berperilaku sesuai dengan nilai agama dan budaya yang diyakini. Untuk dapat menjalankan peran pengasuhan, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Wong (2001) dalam Supartini (2004) adalah sebagai berikut: a. Usia orang tua Tujuan undang-undang perkawinan salah satunya adalah memungkinkan pasangan untuk siap secara fisik maupun psikososial dalam membentuk rumah tangga dan menjadi orang tua usia antara 17 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk laki-laki mempunyai alasan yang kuat dalam kaitannya dengan kesiapan menjadi orang tua. b. Keterlibatan ayah Pendekatan mutakhir yang digunakan dalam hubungan ayah dan bayi baru lahir, sama pentingnya dengan hubungan antara ibu dan bayi sehingga dalam proses persalinan ibu dianjurkan ditemani suami dan begitu bayi lahir, suami diperbolehkan langsung untuk mengendong langsung setelah ibunya mendekap dan menyusukan (bonding and ettachment). c. Pendidikan orang tua Shifrin (1997) dalam Wong (2001) mengemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjdi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan adalah dengan terlibat aktif dalam setiap upaya pendidikan anak, mengamati segala
Universitas Sumatera Utara
25
sesuatu dengan beroroentasi pada masalah anak, menjaga kesehatan anak dan mencari pelayanan imunisasi, memberikan nutrisi yang ade kuat, memperhatikan keamanan, selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga dalam perawatan anak. d. Pengalaman sebelumnya Hasil riset menunjukkan bahwa orang tua yang telah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam merawat anak akan lebih siap menjalankan peran pengasuhan dan lebih rileks. e. Stres orang tua Stres yang dialami ayah atau ibu atau keduannya akan mempengaruhi kemampuan orang tua dalam menjalankan peran pengasuhan, terutama dalam kaitannya dengan strategi koping yang dimiliki dan menghadapi permasalahan anak. Walaupun demikian, kondisi anak juga dapat menyebabkan stres pada orang tua. f. Hubungan suami istri Hubungan yang harmonis antara suami dan istri akan berdampak pada kemampuan mereka dalam menjalankan perannya sebagai orang tua, merawat serta mengasuh anak dengan penuh rasa bahagia. Pendapat lain yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan dan berakibat pada peran keluarga setelah kelahiran antara lain: kehadiran anak, tingkat pendidikan, latar belakang ekonomi, usia ketika menikah, dan lama pernikahan (penelitian Supriyantini, 2002). a. Kehadiran anak
Universitas Sumatera Utara
26
Duvall (dalam Domikus, 1999) menyatakan bahwa hadirnya anak di kemudian hari terbukti potensial dalam mengurangi kepuasan pernikahan, mengingat keakraban dan perhatian suami istri terbagi dengan anak. Selain itu, anak menuntut banyak energi dan juga uang yang dalam banyak hal akan menambah kompleks beban keluarga. Ditambahkan oleh Kurdek (dalam Bhrem, 2002) bahwa anak adalah pekerjaan yang tidak ada akhirnya, dan sebagian besar orangtua mengalami penurunan yang drastis dan tidak diharapkan dalam menikmati waktu berdua. b. Tingkat pendidikan Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Kurdek (dalam Lefrancois, 1993), ditemukan bahwa bagi pria dan wanita, rendahnya tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan terjadinya persengketaan dalam pernikahan. Hal ini terjadi karena kurangnya pendidikan akan mengurangi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan verbal dan sosial dalam menyelesaikan konflik, dan persiapan yang kurang baik yang terjadi pada awalawal pernikahan. Ditambahkan oleh Hendrick & Hendrick (1992) bahwa pasangan yang memiliki tingkat pendidikan rendah akan merasakan kepuasan yang lebih rendah karena lebih benyak menghadapi stressor seperti pengangguran dan tingkat penghasilan yang rendah. c. Latar belakang ekonomi Status ekonomi yang dirasakan tidak sesuai dengan harapan dapat menimbulkan bahaya dalam hubungan pernikahan (Hendrick & Hendrick, 1992). Umumnya, individu dengan status pekerjaan rendah, kurang pendidikan, dan
Universitas Sumatera Utara
27
pendapatan yang rendah memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk bercerai (Kitson et al; Karney & Brabur y, dalam Bhrem, 2002). d. Usia ketika menikah. Pada wanita, usia ketika pertama kali menikah merupakan faktor penting yang berhubungan dengan kepuasan pernikahan. Pada umumnya, semakin dewasa wanita ketika menikah, maka akan semakin bahagia ia dalam pernikahannya. Selain itu, ditemukan juga bahwa remaja yang menikah memiliki frekuensi dua kali lebih besar untuk bercerai dibandingkan dengan wanita yang lebih dewasa (Lefrancois, 1993). e. Lama Pernikahan Sebagaimana dikemukakan oleh Duvall (dalam Lefrancois, 1993) bahwa tingkat kepuasan tertinggi terjadi pada awal pernikahan, menurun setelah kelahiran anak pertama, dan meningkat kembali setelah anak terakhir meninggalkan rumah.
Universitas Sumatera Utara