BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Line balancing Line Balancing (Rosnani Ginting, 2007:205-212) adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang digunakan untuk pembuatan produk. Line Balancing (Lintasan Perakitan)
biasanya terdiri dari sejumlah area kerja yang dinamakan
stasiun kerja yang ditangani seorang atau lebih operator dan ada kemungkinan ditangani dengan bermacam – macam alat. Adapun tujuan utama dalam menyusun line balancing adalah untuk membentuk dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap stasiun kerja. Jika tidak dilakukan keseimbangan seperti ini maka akan mengakibatkan ketidakefisienan kerja di beberapa stasiun kerja, dimana antara stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain yang lain memiliki beban kerja yang tidak seimbang. Salah satu tujuan dasar dalam menyusun line balancing adalah untuk membentuk dan menyeimbangkan beban yang dialokasikan pada tiap stasiun kerja. Tanpa keseimbangan seperti ini, maka akan terjadi sejumlah ketidakefisienan dan peran beberapa stasiun akan mempunyai beban kerja yang lebih banyak dari stasiun kerja yang lainnya. Waktu yang dibutuhkan menyelesaikan pekerjaan pada masing-masing stasiun kerja biasanya disebut service time atau station time. Sedangkan waktu yang tersedia
Universitas Sumatera Utara
pada masing-masing stasiun kerja disebut waktu siklus. Waktu siklus biasanya sama dengan waktu stasiun kerja yang paling besar. Pengalokasian elemen-elemen pada stasiun-stasiun kerja dibatasi oleh dua kendala yaitu: 1. Precedence Constraint Dalam proses assembling ada dua kondisi yang muncul, yaitu: a. Tidak ada ketergantungan dari komponen-komponen dalam proses pengerjaanya. Jadi setiap komponen mempunyai kesempatan untuk dilaksanakan pertama kali. Dengan kata lain tidak ada precedence untuk setiap item. Batasan praktisnya adalah hanya bahwa ada satu dari komponen-komponen ini yang dikerjakan pertama kali dan disini dibutuhkan prosedur penyeleksian untuk menetukan prioritas. b. Apabila ada satu komponen telah terpilih untuk diassembling urutan untuk assembling komponen lain telah dimulai. Di sini dinyatakan batasan Precedence untuk pengerjaan komponen-komponen. Ada beberapa cara untuk menggambarkan kondisi Precedence tersebut. Alat atau cara yang paling efektif untuk menggambarkan kondisi ini dengan menggunakan diagram Precedence. Maksud dari diagram ini adalah untuk menggambarkan situasi lintasan yang nyata dalam bentuk diagram. Precedence diagram dapat disusun dengan menggunakan dua simbol dasar yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Elemen simbol adalah lingkaran dengan nomor atau huruf dikandung didalamnya. Elemen akan diberi nomor / huruf berurutan untuk menyatakan identifikasi, dapat dilihat pada Gambar 2.1.
3
c
atau
Gambar 2.1 Bentuk Elemen Simbol
b. Hubungan antar simbol Biasa menggunakan anak panah untuk menyatakan hubungan dari elemen simbol yang satu terhadap elemen simbol yang lain. Precedence dinyatakan dengan perjanjian bahwa elemen pada ekor anak panah harus mendahului elemen pada kepala panah. Hubungan antar simbol dapat dilihat pada Gambar 2.2. A
C
B
Gambar 2.2 Hubungan Antar Simbol Gambar
menunjukkan
bahwa
elemen
A
harus
mendahului
(Precedence ) elemen B dan elemen B harus mendahului elemen C.
Universitas Sumatera Utara
2. Zoning Constraint Selain precedence Constraint, pengalokasian dari elemen-elemen kerja pada stasiun-stasiun kerja juga dibatasi oleh Zoning Constraint yang menghalangi atau mengharuskan pengelompokan elemen kerja tertentu pada stasiun tertentu. Zoning Constraint yang negatif menghalangi pengelompokan elemen kerja pada stasiun yang sama, sebagai contoh pengelompokan pada stasiun kerja yang sulit. sebaliknya Zone Constraint yang positif menghendaki pengelompokan elemen-elemen pada stasiun sebagai alasan untuk menggunakan peralatan yang mahal.
2.2
Pendefenisian Masalah Line Balancing Dalam lintas perakitan produksi sebuah produk biasanya ada sejumlah k
elemen kerja. Untuk masing-masing elemen kerja dibutuhkan waktu proses selama t ( k = 1,2,…..., k) dan total waktu yang dibutuhkan untuk merakit sebuah produk adalah: n
K
k =1
k =1
∑ p1 = ∑ tk ..........................................................................
(2.1)
k elemen kerja juga dibatasi oleh hubungan precedence yang biasa diberikan oleh diagram precedence. Gambar 2.3 menunjukkan salah satu bentuk diagram precedence simbol di dalam lingkaran menyatakan elemen kerja dan nomor diluar lingkaran menyatakan waktu pengerjaan elemen.
Universitas Sumatera Utara
Elemen kerja i merupakan predecessor dari elemen kerja j jika proses perakitan menghendaki elemen kerja i dikerjakan terlebih dahulu sebelum elemen j.
Gambar 2.3 Salah Satu Bentuk Diagram Precedence dan juga seandainya
n menyatakan
jumlah stasiun di lintasan perakitan dan
pi (i =1,2,…,n) menyatakan waktu stasiun yaitu jumlah dari waktu yang ditugaskan pada stasiun i, maka: n
K
∑ p = ∑t 1
k =1
k
.............................................................................
(2.2)
k =1
Tujuan dasar dari penyeimbangan lintasan perakitan adalah untuk menugaskan elemen-elemen kerja pada stasiun-stasiun kerja dalam berabagai cara dimana batasan precedence tidak dilanggar dan waktu menganggur (idle time) minimum, yaitu dengan minimisasi: n
min∑ (C − pi) ........................................................................
(2.3)
i =1
dimana C ≥ p i , I = 1,2,…,n
Universitas Sumatera Utara
karena
n
k
k
i =1
i =1
k =1
∑ (C − pi) = nc − ∑ pi = nc − ∑ tk = nc − konstan .............................
(2.4)
Maka minimisasi persamaan diatas sama dengan minimisasi jumlah stasiun atau waktu siklus atau keduanya tergantung mana yang akan memberikan hasil yang lebih baik. Penyeimbangan lintasan perakitan mempunyai kombinasi yang sangat kompleks dengan sejumlah penyelesaian baik yang eksak maupun heuristik.
2.3
Terminologi Lintasan Terminologi atau istilah-istilah yang ditemukan dalam line balancing dapat
diuraikan sebagai berikut (Hari Purnomo, 2004:119-121) : 1. Elemen Kerja Adalah pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu kegiatan perakitan. 2. Stasiun Kerja Adalah lokasi-lokasi tempat elemen kerja dikerjakan. 3. Waktu Siklus / Cycle Time Adalah waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk pada satu stasiun kerja. 4. Waktu Stasiun Kerja (WSK) Adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah stasiun kerja untuk mengerjakan semua elemen kerja yang didistribusikan pada staiun kerja tersebut.
Universitas Sumatera Utara
5. Waktu Operasi Merupakan waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi. 6. Balance Delay Adalah rasio antara waktu idle dalam lini perakitan dengan waktu yang tersedia. Balance Delay dihitung dengan rumus: n
(N . Sm ) − ∑ Si D =
i =1
(N . Sm )
x 100% .................................................
(2.5)
dimana D = balance delay N = jumlah stasiun kerja S m = waktu terbesar dalam stasiun kerja S i = Jumlah waktu operasi dari semua operasi 7. Precedence Diagram Adalah diagram yang menggambarkan urutan dan keterkaitan antar elemen kerja perakitan sebuah produk. Pendistribusian elemen kerja yang dilakukan untuk setiap stasiun kerja harus memperhatikan precedence diagram. 8. Efisiensi Lini Adalah rasio anatara waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia. Berkaitan dengan waktu yang tersedia, lini akan mencapai keseimbangan apabila setiap daerah pada lini mempunyai waktu yang sama. Efisiensi dihitung dengan rumus:
Universitas Sumatera Utara
n
∑ Si Efisiensi
=
i =1
n.C
x100% ................................................
(2.6)
dimana: C = Waktu Siklus n
= jumlah stasiun kerja
Si = Waktu masing-masing stasiun (i=1,2,3,…,n) 9. Indeks Penghalusan (Smoothness Index / SI) Adalah suatu indeks yang mempunyai kelancaran relatif dari penyeimbang lini perakitan tertentu. Formula yang digunakan untuk menentukan besarnya SI adalah sebagai berikut: N
SI =
∑ (WSK max− WSK i)
2
................................................
(2.7)
i =1
Dimana : WSK max = Waktu terbesar dari stasiun kerja terbentuk
2.4
WSK i
= Waktu stasiun kerja ke -i yang terbentuk
N
= Jumlah stasiun kerja yang terbentuk
Teknik Line Balancing Untuk penyeimbangan
lintasan
perakitan
ada
beberapa
teori
yang
dikemukakan para ahli yang meneliti bidang ini. Metode ini secara garis besar dibagi dalam dua bagian, yaitu: 1. Pendekatan analitis
Universitas Sumatera Utara
2. Pendekatan heuristik Pada awalnya teori-teori line balancing dikembangkan dengan pendekatan matematis/ analitis yang akan memberikan solusi optimal, tapi lambat laun akhirnya para peneliti menyadari bahwa pendekatan secara matematis tidak ekonomis. Memang semua problem dapat dipecahkan secara matematis, tetapi usaha yang dilakukan untuk perhitungan terlalu besar. Sudah banyak alternatif baru, tetapi tidak ada yang dapat mengurangi jumlah perhitungan pada tingkat yang dapat diterima. Hal tersebut membuat para ahli mengembangkan metode heuristik. Metode ini didasarkan atas pendekatan matematis dan akal sehat. Batasan heuristik menyatakan pendekatan trial dan eror dan teknik ini memberikan hasil yang secara matematis belum optimal tetapi cukup mudah memakainya. Usaha yang dikeluarkan untuk perhitungan agar mendapatkan solusi yang optimal seringkali sangat besar dan sangat riskan apabila data yang dimasukkan tidak akurat. Pendekatan heuristik merupakan suatu cara yang praktis, mudah dimengerti dan mudah diterapkan. Yang termasuk dalam metode analitis adalah : a.
Metode 0-1 (zero one)
b.
Metode Helgeson dan Birnie
Sedangkan yang termasuk dalam metode heuristik adalah : a. Metode Kilbridge dan Wester (Region Approach) b. Metode Integer c. Metode Moodie Young
Universitas Sumatera Utara
2.5
Metode Helgeson dan Birnie Metode ini dikembangkan oleh W.B.Helgeson dan D.P.Birnie. Metode ini
biasanya lebih dikenal dengan Ranked Positional Weight system atau system RPW. Langkah-langkah penyelesain dengan menggunakan metode bobot posisi ini adalah sebagai berikut: 1) Buat matrik pendahulu berdasarkan jaringan kerja perkaitan. 2) Hitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung berdasarkan jumlah waktu operasi tersebut dan operasi-operasi yang mengikutinya. 3) Urutkan operasi-operasi mulai dari bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil. 4) Lakukan pembebanan operasi pada stasiun kerja mulai dari operasi dengan bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil. 5) Distribusikan elemen kerja pada setiap stasiun kerja dengan aturan bahwa elemen kerja yang memiliki bobot posisi terbesar adalah yang pertama didistribusikan dan total waktu elemen kerja yang terdistribusi pada sebuah stasiun kerja tidak boleh melebihi waktu siklus yang ditetapkan. 6) Ulangi langkah 5 sampai semua elemen kerja terdistribusi.
2.6
Menghitung Waktu Siklus Metode untuk menghitung waktu siklus (Hari Purnomo, 2004:123) ialah
dengan mengambil faktorisasi prima dari waktu total elemen kerja perusahaan dan mengkombinasi bilangan tersebut hingga memenuhi syarat :
Universitas Sumatera Utara
Waktu elemen kerja terbesar ≤ Waktu Siklus ≤ Waktu Total .............
2.7
(2.8)
Pengukuran Waktu Jam Henti Menurut Ifktikar Sutalaksana, 1979:119-120, sesuai dengan namanya, maka
pengukuran waktu ini menggunakan jam henti (stop watch) sebagai alat utamanya. Cara ini tampaknya merupakan cara yang paling banyak dikenal, dan karenanya banyak dipakai. Untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu yang dapat dipertanggungjawabkan maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan jam henti. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain.
2.8
Penetapan Tujuan Pengukuran Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan
kegiatan harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, beberapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut. Misalnya jika waktu baku yang akan diperoleh dimaksudkan untuk dipakai sebagai dasar upah perangsang, maka ketelitian dan keyakinan tentang hasil pengukuran harus tinggi karena menyangkut potensi dan pendapatan buruh
Universitas Sumatera Utara
disamping keuntungan bagi perusahaan itu sendiri. Tetapi jika pengukuran dimaksudkan untuk memperkirakan secara kasar bilamana pemesan barang dapat kembali untuk mengambil pesanannya, maka tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan tidak perlu sebesar tadi.
2.9
Melakukan Penelitian Pendahuluan Yang dicari-cari dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas diberikan
kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Tentu suatu kondisi yang dapat dicari waktu yang pantas tersebut; artinya akan didapat juga waktu yang pantas untuk menyelesaikan pekerjaan denga kondisi yang besangkutan. Suatu perusahaan biasanya menginginkan waktu kerja yang sesingkat-singkatnya agar dapat meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan demikian tidak akan diperoleh jika kondisi kerja dari pekerja-pekerja yang ada di perusahaan tersebut tidak menunjang tercapainya hal tadi. Waktu yang akhirnya diperoleh setelah pengukuran selesai adalah waktu penyelesaian pekerjaan untuk sistem kerja yang dijalankan ketika pengukuran berlangsung. Jadi waktu penyesuaiannya berlaku hanya untuk sistem tersebut.
2.10. Pengujian Data 2.10.1. Keseragaman Data Untuk memastikan bahwa data yang berkumpul berasal dari sistem yang sama, maka sangatlah perlu dilakukan pengujian terhadap keseragaman data
Universitas Sumatera Utara
(Hari Purnomo, 2003: 45-47). Sebagai contoh, pada suatu hari seorang operator malam harinya tidak tidur semalaman dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya, data yang terkumpul pada hari itu akan jelas berbeda. Oleh karena itu diperlukan pengujian keseragaman data untuk memisahkan data yang memiliki karakteristik yang berbeda. Adapun rumus yang digunakan untuk pengujian keseragaman data untuk adalah:
∑ (Xi − X )
2
σ=
n −1
.........................................................................
(2.9)
BKA = X + kσ
...........................................................................
(2.10)
BKB = X - kσ
...........................................................................
(2.11)
dimana: X
= Nilai Rata-rata
σ
= Standar Deviasi
BKA = Batas Kontrol Atas BKB = Batas Kontrol Bawah K
= Tingkat Keyakinan = 99 % ≈ 3 = 95 % ≈ 2
Universitas Sumatera Utara
2.10.2. Kecukupan Data Dalam proses pengukuran waktu kerja, diperlukan kegiatan pengujian terhadap data yang dikumpulkan. Kegiatan pengujian tersebut dimulai dari analisis atas jumlah data yang seharusnya dikumpulkan sampai dengan analisis atas konsistensi kerja operator. Pengujian data yang pertama adalah uji kecukupan data. Uji kecukupan data diperlukan untuk memastikan bahwa data yang telah dikumpulkan adalah cukup secara objektif. Idealnya pengukuran harus dilakukan dalam jumlah yang banyak, bahkan sampai jumlah yang tak terhingga agar data hasil pengukuran layak untuk digunakan. Namun pengukuran dalam jumlah yang tak terhingga sulit dilakukan mengingat keterbatasan-keterbatasan yang ada, baik dari segi tenaga, biaya, waktu, dan sebagainya. Test kecukupan data dapat digunakan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
..........................
(2.12)
dimana : N = Jumlah data pengamatan N’ = Jumlah data teoritis Jika N’ < N, maka data pengamatan cukup Jika N’ > N, maka data pengamatan kurang, dan perlu tambahan data. Nilai K untuk tingkat kepercayaan tertentu dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Tingkat Kepercayaan Tingkat Kepercayaan Nilai K 1 ≤ 68% 2 68% < (1- α ) ≤ 95% 3 95% < (1- α ) ≤ 99%
Nilai S untuk tingkat ketelitian tertentu dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Tingkat Ketelitian Tingkat Ketelitian Nilai S 5% 0,05 10% 0.1 Diasumsikan tingkat keyakinan adalah 95% dan tingkat ketelitian 5%, maka rumus uji kecukupan data menjadi: 40 N N ' =
2.11
(∑ X ) − (∑ X ) (∑ X ) 2
2
..................................
(2.13)
Lini Produksi Lini produksi (Teguh Baroto, 2002:192-202) merupakan penempatan area-
area kerja dimana operasi-operasi diatur secara berurutan dan material yang bergerak secara berkesinmabungan melalui operasi-operasi yang terangkai secara seimbang. Menurut karakteristik proses produksinya, lini produksi dibagi menjadi dua: 1. Lini fabrikasi, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah operasi pekerjaan yang bersifat membentuk benda kerja atau mengubah bentuk benda kerja.
Universitas Sumatera Utara
2. Lini perakitan, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan digabungkan menjadi benda assembly atau subassembly. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari perencanaan lini produksi yang baik adalah sebagai berikut: 1. Jarak perpindahan material yang minimum diperoleh dengan mengatur susunan dan tempat kerja. 2. Aliran benda kerja (material), mencakup gerakan dari benda kerja yang berkesinambungan. Alirannya diukur dengan kecepatan produksi dan bukan oleh jumlah spesifiknya. 3. Pembagian tugas terbagi secara merata yang disesuaikan dengan keahlian masing-masing pekerja sehingga pemanfaatan tenaga kerja semakin lebih efisien. 4. Pengerjaan operasi yang serentak (simultan) artinya setiap operasi dikerjakan pada saat yang sama di seluruh lintasan produksi. 5. Operasi unit lintasan dimaksudkan sebagai penghasil unit tunggal yaitu satu seri operasi atau grup pekerja ditugaskan untuk produk tersebut. Seluruh lintasan merupakan satu unit produksi. 6. Gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set-up dari lintasan dan bersifat tetap. 7. Proses memerlukan waktu yang minimum. Persyaratan yang harus diperhatikan untuk menunjang kelangsungan lintasan
Universitas Sumatera Utara
produksi antara lain sebagai berikut: 1. Pemerataan distribusi kerja yang seimbang di setiap stasiun kerja yang terdapat di dalam suatu lintasan produksi fabrikasi atau suatu lintasan perakitan yang bersifat manual. 2. Pergerakan aliran benda kerja yang kontinyu pada kecepatan yang seragam. Alirannya tergantung pada waktu operasi. 3. Arah aliran material harus tetap sehingga memperkecil daerah penyebaran dan mencengah timbulnya atau setidak-tidaknya mengurangi waktu menunggu karena keterlambatan benda kerja. 4. Produksi yang kontinu guna menghindari adanya penumpukan benda kerja di lain tempat sehingga diperlukan aliran benda pada lintasan produksi secara kontinu.
2.12
Beban Kerja Beban kerja (Anggara, 2006:2-3) adalah banyaknya pekerjaan yang harus
dilakukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Secara ergonomis fisiologis ada 3 jenis beban kerja, yaitu pertama, beban kerja fisik energetis yaitu beban kerja yang ditimbulkan oleh kerja fisik atau otot, beban kerja fisik energetis dibedakan menjadi beban kerja statis dan beban kerja dinamis. Kedua, beban kerja perseptif yaitu beban kerja yang ditimbulkan oleh kerja mental (otak) dan kerja panca indera terutama penglihatan dan pendengaran, keterlibatan kontraksi otot dan dengan sendirinya sumber energi atau kolor yang mendukungnya relatif kecil. Ketiga, beban kerja
Universitas Sumatera Utara
biomekanik yaitu beban kerja yang disebabkan terutama oleh kerja statis dan kerja dinamis yang berhubungan dengan sikap (posisi) tubuh atau bagian tubuh serta berat badan pada waktu kerja yang kurang tepat. Faktor yang mempengaruhi beban kerja antara lain: a. Jenis kelamin Jenis kelamin laki-laki lebih kuat dibandingkan wanita karena ukuran otot laki-laki lebih besar daripada wanita. b. Usia Usia yang lebih muda tentu memiliki tenaga yang lebih banyak dibandingkan dengan usia yang lebih tua. c. Kondisi tubuh Seseorang yang kondisi fisiknya pulih dari penyakit maka tenaganya akan jauh berbeda dibandingkan dengan seseorang yang kondisi tubuhnya yang kurang sehat, begitu juga dengan wanita hamil. d. Kegiatan atau aktifitas pekerjaan Semakin besar otot yang digunakan oleh pekerja maka semakin beratlah beban
pekerjaannyadan ini akan mempengaruhi beban pekerjaannya
selanjutnya. Analisis beban kerja adalah suatu analisis mengenai banyaknya pekerjan yang harus dikerjakan untuk menyelesaikan sesuatu pekerjaan tertentu. Dengan diketahuinya beban kerja maka akan dapat diketahui seberapa besar beban yang
Universitas Sumatera Utara
harus ditanggung oleh masing-masing pekerja. Dari hal ini bisa dianalisi apakah terjadi kelebihan tenaga kerja atau sebaliknya adanya kekurangan tenaga kerja. Data rata-rata waktu operasi yang diperoleh dari pengukuran waktu kerja pada setiap stasiun kerja untuk operator dapat digunakan sebagai data untuk menentukan waktu baku per unit output dari tiap tahapan proses. Sebagai patokannya, dalam kondisi normal beban kerja sebaiknya mendekati 100%. Setelah diperoleh beban kerja maka akan diketahui berapa besar beban kerja yang ditanggung oleh masing-masing pekerja. Terdapat beberapa kondisi yang mungkin terjadi, yaitu: 1. Beban kerja sama dengan 100% Hal ini berarti bahwa pada saat pengukuran, jumlah dan beban kerja operator sudah baik, artinya jumlah tenaga kerja sudah sesuai dengan kebutuhan atau volume pekerjaan. Kondisi kerja ini sering disebut dengan kondisi ideal. 2. Beban kerja besar dari 100% Hal ini berarti pada saat pengukuran, jumlah dan beban kerja operator di atas normal, atau terjadi kekurangan tenaga kerja. 3. Beban kerja kecil dari 100% Hal ini berarti bahwa pada saat pengukuran, jumlah dan kondisi kerja kurang baik, atau terjadi kelebihan tenaga kerja.
Universitas Sumatera Utara
2.13 Resume Jurnal Penelitian Beberapa jurnal penelitian yang relevan dengan keseimbangan lintasan ditunjukkan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Resume Jurnal Penelitian No
Judul
Problem
Variabel
1.
Mixed Model Line Balancing With Smoothed Station Assignments (Nick T.Thomopoulos, 2000)
Bagaimana suatu modifikasi terhadap lintasan keseimbangan mixed model dapat menjadi penugasan stasiun yang lebih konsisten
a. Beban kerja
Mixed Model Assembly Line Design In Make To Order Environment (Joseph Buckin , 2002:405-421, Elsevior)
Bagaimana perancangan yang digunakan untuk jalur perakitan yang sifatnya berdasarkan pesanan pelanggan
a. Annual demand
2.
Metode Pemecahan Masalah a. Algoritma
b. Jumlah produk masing-masing shift c. Waktu operasi
b. Customer leadtime c. Random arrival sequence
a. Formulasi Heuristic b. Algoritma RALB
Hasil Lintasan keseimbangan mixed model dapat dimodifikasi untuk lingkungan penugasan yang lebih konsisten dari stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya.
Perancangan jalur perakitan model campuran dapat diterapkan untuk produksi yang sifatnya make to order dimana kedatangan pesanan didistribusikan secara random berdasarkan proporsi demand.
d. Work station
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. (Lanjutan) No
Judul
Problem
Variabel
3.
Perbandingan Metode Ranked Positional Weight (RPW) dan Kilbridge Wester Pada Permasalahan Keseimbangan Lini Lintasan Produksi Berbasis Single Model (Dyah S.Perwitasari, 2008)
Metode mana yang lebih baik antara metode RPW dan Kilbridge Wester
a. Elemen kerja b. Waktu proses
Perancangan Ulang Metode Kerja di Stasiun Pengeritingan PT. PT. Trisula Ulung Megasurya Kepahiang. (Eva Ramalia Sari, 2008)
Pada stasiun pengertitingan salah satu stasiun produksi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki sehubungan dengan produktivitas tenaga kerja
a. Beban kerja b. Jarak perpindahan material c. Jam kerja pabrik d. Jumlah tenaga kerja e. Jumlah dan spesifikasi mesin serta peralatan
4.
Metode Pemecahan Masalah a. Perangkat lunak antarmuka, dengan bahasa pemrograman Java pada Framework JDK 1.5.0
a. Peta kerja b. Metode RPW
c. Ekonomi gerakan
Hasil Pada kondisi tertentu RPW lebih baik daripada Kilbridge
Wester Demikian sebaliknya. Tidak ada pola yang mengindikasikan bahwa suatu metode lebih baik daripada metode lainnya.
Metode kerja yang baru lebih efektif dan efisien dengan menerapkan ekonomi gerakan. Selain itu terjadi pengurangan tenaga kerja dari 24 orang menjadi 16 orang.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. (Lanjutan) Problem
Variabel
Metode Pemecahan Masalah a. Heijunka
No
Judul
5.
A Review of Assembly Line Balancing and Sequencing Including Line Layouts (Johan Hakansson, 2008)
Keterkaitan antara lintasan keseimbangan dengan penjadwalan
a. Stasiun kerja b. Jumlah produksi c. Distribusi beban kerja d. Waktu siklus
6.
Multi Criteria Decision Making For Assembly Line Balancing (F.Jolai, 2008, Springer)
Bagaimana mengambil solusi yang optimum dari beberapa kriteria pada lintasan keseimbangan
a. b. c. d.
Waktu siklus Stasiun kerja Jumlah elemen Waktu rata-rata stasiun
a. DEA (Data Envelopment Analysis)
Dengan menggunakan DEA dan software FLB mendapatkan solusi yang optimum
7.
Mixed Model Assembly Line Sequencing in MTO System With Available To Promise Consideration (N. Manavizadeh, 2011,Academy)
Bagaimana mengurutkan jalur perakitan mix model dalam sistem MTO secara efisien
a. b. c. d. e.
Processing time Cyclic time Work in process Earliness cost Tardiness cost
a. Simulasi Power Sim
dengan adanya model campuran ini total utility work semakin rendah dan juga dapat mengurangi biaya terbesar dengan cara memprioritaskan konsumen dan melihat perbedaan due date nya.
Hasil Antara lintasan keseimbangan dan penjadwalan merupakan aspek yang penting, dalam hal meminimalkan waktu idle
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. (Lanjutan) No
Judul
Problem
8.
A New Heuristic Method Based On CPM In SALBP (M. Fathi, 2011, Spring)
Bagaimana metode heuristik digunakan untuk Straight Assembly Line Balancing Problem (SALBP)
a. Waktu total di masing-masing stasiun b. Waktu elemen kerja c. Waktu siklus
9.
Balancing of Parallel Assembly Lines With Mixed Model Product (N. Ismail, 2011,IPDR)
Pentingnya jalur perakitan paralel untuk mixed model & mengalokasikan tasks kedalam stasiun kerja
a. Waktu operasi masing-masing elemen
10. A Heuristic Methodology For Assembly Line Balancing Considering Stochastic Time and Validity Testing (Hamed Fazlollahtabar, 2011, Springer)
Variabel
Metode Pemecahan Masalah a. CPM (Critical Path Method)
Hasil Metode ini memberikan hasil yang lebih baik untuk penjadwalan kegiatan dan meminimumkan stasiun kerja.
a. Metaheuristic Algorithm
Dengan metode ini mampu mengalokasikan mixed model pada jalur perakitan paralel.
a. Simulasi Monte Carlo
Metode heuristik digunakan untuk menginvestigasikan tipe lintasan keseimbangan pada teori sentral limit, juga simulasi Monte Carlo untuk memvalidasikan dan capaian yang diperoleh.
b. Jumlah stasiun kerja c. Waktu siklus
Model RPW (Rank Positional Weight) digunakan untuk parameter waktu yang tidak menentu bagi lintasan keseimbangan perakitan yang sifatnya stokastik
a. Waktu siklus b. Beban kerja
b. Metode RPW
Universitas Sumatera Utara