BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan
adalah
serangkaian
kegiatan
yang
dilakukan
untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU RI No.24 Tahun 2007). Sedangkan Kesiapsiagaan menurut
Carter
(1991)
adalah
tindakan-tindakan
yang
memungkinkan
pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas, dan individu untuk menanggapi
suatu
situasi
bencana
mampu
secara cepat dan tepat guna. Termasuk
kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil. Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Sebaiknya suatu kabupaten kota melakukan kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat yang baik secara invidu maupun kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen bencana secara terpadu. Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan apabila bencana masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal,
Universitas Sumatera Utara
seperti jauh dari jangkauan banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi. Perubahan paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi memandang penanggulangan bencana merupakan aksi pada saat situasi tanggap darurat tetapi penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada fase prabencana yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana. Sehingga semua kegiatan yang berada dalam lingkup pra bencana lebih diutamakan. Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah: (1) kemampuan menilai resiko; (2) perencanaan siaga; (3) mobilisasi sumberdaya; (4) pendidikan dan pelatihan; (5) koordinasi; (6) mekanisme respon; (7) manajemen informasi; (8) gladi/ simulasi. 2.1.1 Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Banjir Menurut LIPI
UNESCO/ISDR
(2006)
kesiapsiagaan
individu
dan
rumah tangga untuk mengantisipasi bencana alam, khususnya banjir yaitu : (a) pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana; (b) kebijakan dan panduan; (c) rencana untuk keadaan darurat bencana; (d) sistim peringatan bencana dan (e) kemampuan untuk memobilisasi sumber daya. Penjelasan di atas adalah sebagai berikut : 1. Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh individu dan rumah tangga tentang kejadian
Universitas Sumatera Utara
alam dan bencana banjir (tipe, sumber, besaran, lokasi), kerentanan fisik bangunan (bentuk dan fondasi). Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana seperti banjir. 2. Kebijakan keluarga untuk kesiapsiagaan Kebijakan kesiapsiagaan berupa kesepakatan keluarga mengenai tempat evakuasi dalam situasi darurat, kesepakatan keluarga untuk melakukan atau berpartisipasi dalam simulasi evaluasi. 3. Rencana Tanggap Darurat Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen : a. Rencana keluarga untuk merespon keadaan darurat: adanya rencana penyelamatan keluarga (siapa melakukan apa) bila terjadi kondisi darurat. b. Rencana evakuasi meliputi tersedianya peta, tempat jalur evakuasi keluarga, tempat berkumpulkan keluarga saat bencana ; adanya kerabat/keluarga/teman yang menyediakan tempat pengungsian sementara dalam keadaan darurat. c. Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan. 1) Tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting untuk pertolongan pertama keluarga. 2) Adanya rencana untuk penyelamatan dan keselamatan keluarga 3) Adanya anggota keluarga yang mengikuti pelatihan pertolongan pertama 4) Adanya anggota keluarga yang mengikuti latihan dan k eterampilan
Universitas Sumatera Utara
evakuasi. 5) Adanya akses untuk merespon keadaan darurat d. Pemenuhan kebutuhan dasar e. Peralatan dan perlengkapan f. Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana g. Latihan dan simulasi/gladi 4. Sistim Peringatan Bencana Tersedianya sumber-sumber informasi untuk peringatan bencana baik dari sumber tradisional maupun lokal. Adanya akses untuk mendapatkan informasi peringatan bencana. Peringatan dini meliputi penyampaian informasi yang tepat waktu dan efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga memungkinkan setiap individu dan rumah tangga yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi resiko dan mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif. Kepala keluarga dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan dengan peringatan bencana dini untuk itu diperlukan latihan/simulasi bencana yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimaan menyelamatkan diri pada waktu tertentu sesuai dengan lokasi dimana kepala keluarga sedang berada saat terjadinya peringatan.
Universitas Sumatera Utara
5. Mobilisasi Sumber Daya a. Adanya anggota keluarga yang terlibat dalam seminar/ pertemuan/ pelatihan kesiapsiagaan bencana b. Adanya keterampilan anggota keluarga yang berkaitan dengan kesiapsiagaan terhadap bencana c. Adanya tabungan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana d. Kesepakatan keluarga untuk melakukan latihan simulasi dan memantau tas siaga bencana secara reguler. 2.1.2 Mitigasi dalam Menghadapi Banjir Mitigasi untuk menghadapi banjir secara terpadu untuk setiap warga perorangan sangat diperlukan. Jika terjadi banjir pada kategori sedang, tidak dilakukan evakuasi. Namun, jika ketinggian air telah mencapai 1,5 – 2 m maka perlu beberapa langkah untuk menghadapinya (Mistra, 2007). 1. Untuk rumah tidak bertingkat Apabila lokasi rumah berada di wilayah yang sering langganan banjir maka perlu dilakukan beberapa persiapann untuk rumah satu lantai yaitu: a. Merombak ruang rangka atap dan jadikan sebagai tempat tinggal darurat b. Buat bukaan pada atap genteng yang dapat berfungsi sebagai jendela atau pintu keluar penyelamatan diri bila terlihat permukaan air terus meninggi c. Buat lubang tangga darurat pada plafon di tempat tertentu untuk akses naik ke atas atap.
Universitas Sumatera Utara
d. Buat alat pemantau ketinggian air (patok pengamat banjir). Patok ini ditempatkan dekat lubang tempat naik ke ruang bawah atap. e. Buat instalasi listrik darurat, terpisah dari instalasi PLN di atas ruang atap yang dijadikan tempat tinggal. f. Tempatkan generator secara khusus dan dibuatkan cerobong asap untuk pembuangan zat beracun (CO²) hasil pembakaran bahan bakar. g. Buat rakit darurat lengkap dengan dayung dua buah. Rakit dibuat dari bahan lembaran Styrofoam yang disusun untuk mengevaluasi anggota keluarga jika ketinggian air terus meninggi. Rakit ini juga dapat digunakan untuk membawa barang-barang elektronik yang ringan. h. Siapkan pelampung darurat untuk proses penyelamatan diri. i. Malam ini dapat di gunakan lampu minyak goreng bekas (jelantah). Sebelum banjir, minyak
bekas ini dikumpulkan dan disimpan dalam
botol
dan
digunakan untuk kondisi darurat saja. j. Buat sebuah tempat atau wadah yang kuat dan tidak mudah dimasuki air untuk menyimpan barang-barang berharga, seperti ijazah, surat tanah, dan lain-lain. k. Siapkan kantong plastik besar untuk mengamankan pakaian atau barang lain yang tidak mungkin dibawa mengungsi dan terpaksa ditinggal di dalam rumah. Barang-barang ini pasti akan terendam dan selama terendam tetap aman tidak terkena air. Jika terendam pun tidak terlalu parah dan mudah
Universitas Sumatera Utara
dibersihkan. l. Buat alat penjernih atau penyaring air sederhana untuk mengambil air banjir, lalu disaring. Air ini dapat dipakai untuk mencuci dan mandi. Caranya, gunakan tawas dan kaporit untuk mempercepat
pengendapan lumpur dan
membunuh bakteri.1 sendok teh dan setengah sendok teh untuk 20 liter air. Masukkan tawas yang telah ditumbuk halus dan kaporit kemudian aduk sampai merata. m. Jika sulit mendapatkan air bersih untuk minum, simpan air mineral kemasan dalam dus atau air mineral yang dikemas dalam sebuah galon. n. Sediakan obat-obatan seperti obat gosok, obat sakit kepala, obat diare, obat masuk angin, obat batuk, obat flu, dan obat-obatan pribadi. o. Siapkan bendera merah putih, bendera merah, dan tiang bendera dari bambu. Bendera merah-putih adalah symbol siaga satu dan rumah masih ada penghuninya. Jika ketinggian air semakin tinggi (dapat dilihat dari pemantauan patok pengamat banjir), naikkan bendera merah di bawah bendera merahputih, artinya penguhi rumah dalam keadaan SOS (Save Our Soul). Dengan tanda ini diharapkan tim evakuasi, bendera harap dilepas. Para relawan yang membawa makanan dan minuman tidak perlu berteriak-teriak melalui pengeras suara, tetapi langsung mendatangi dan mendata jumlah keluarga lalu membagikan sembako. Itulah gunanya bendera sebagai tanda ada kehidupan di rumah yang terendam banjir.
Universitas Sumatera Utara
p. Mencatat dan menyimpan nomor telepon posko banjir dan posko tim evakuasi yang terdekat di wilayah banjir. 2. Untuk rumah bertingkat Persiapan yang dilakukan sama seperti pada rumah yang tidak bertingkat. Perombakan ruang di bawah atap tidak perlu dilakukan jika ketinggian air tidak menyentuh lantai dua. Masalah yang dihadapi biasanya terletak pada pengadaan air bersih untuk keperluan mencuci dan memasak. Keluarga apabila akan tetap bertahan di dalam rumah, perlu diperhatikan kekuatan struktur rumah. Bangunan melawan tekanan derasnya air yang mengalir Jika strukturnya aman tidak masalah, tetapi jika konstruksinya mengkhawatirkan, dianjurkan untuk segera meninggalkan rumah. Adapun menurut Bakornas (2006), tindakan kesiapsiagaan dirumah tangga adalah sebagai berikut : a. Menyiapkan tas siaga berisi bebagai keperluan dan dokumen penting seperti ijazah, sertifikat tanah, BPKB, buku nikah, obat-obatan, dan senter. Tas siaga tersebut disimpan pada temapt yang mudah dijangkau, sehingga ketika bencana datang tiba-tiba dan harus meninggalkan rumah maka barang-barang tersebut dapat dibawa dengan mudah dan cepat. b. Naikkan alat-alat listrik, barang berharga, buku dan barang yang mudah rusak bila terkena air ke tempat yang tinggi (melebihi ketinggian maksimum banjir) bagi penduduk yang tinggal di kawasan banjir.
Universitas Sumatera Utara
c. Mempelajari peta daerah rawan dari bencana. d. Mempelajari lokasi aman dan jalur aman untuk melakukan evakuasi jika terjadi bencana. e. Mempelajari P3K untuk menolong diri sendiri atau korban seandainya ada cedera. f. Menempatkan kunci rumah di tempat yang aman, mudah diambil dan diketahui (disepakati) oleh semua anggota keluarga. g. Menulis nomor-nomor telepon penting seperti nomor polisi, PAM, PLN, PMI, LSM, Pemadam kebakaran dan menyimpannya kedalam memori handphone atau dalam catatan penting lainnya. h. Menempatkan handphone dan alat tanda bahaya di tempat yang mudah dijangkau ketika menyelamatkan diri. i.
Pemasangan tanda bahaya, yakni jalur-jalur yang tidak dapat digunakan pada saat bencana. Sedangkan persiapan menghadapi banjir dirumah tangga yang dapat
dilakukan oleh kepala keluarga menurut Yulaelawati (2008), seperti di bawah ini: a. Pastikan memiliki persiapan pelampung yang cukup untuk anggota keluarga. b. Pastikan memiliki bekal makanan dan persiapan obat-obatan yang memadai. c. Miliki nomor konteks ketua RT/RW dan instansi penting lainnya d. Simpanlah dokumen-dokumen dan surat-surat penting dalam plastik atau kotak tahan air
Universitas Sumatera Utara
e. Titipkan photo copy dokumen-dokumen dan surat-surat tersebut di tempat kerabat atau orang terpecaya yang tinggal di daerah yang tidak terkena banjir. f. Segera naikkan alat-alat atau kabel-kabel listrik sebelum terkena banjir yang lebih tinggi yang tidak terjangkau oleh air banjir. g. Tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah h. Selalu mendengar informasi tentang perkembangan cuaca i. Ikuti perintah evakuasi yang dikeluarkan oleh pemerintah atau petugas bencana yang ada. 2.1.3
Tindakan-Tindakan yang Dilakukan Pasca Banjir Masyarakat direpotkan setelah banjir reda dengan kondisi rumah yang
kotor, bau, dan berantakan. Membersihkan rumah pasca banjir menurut Mistra (2007) adalah : 1. Banjir sudah reda Rumah dapat dibersihkan jika banjir sudah reda. Artinya, tidak ada banjir susulan lainnya. Informasi mengenai kemungkinan ada atau tidaknya banjir susulan dapat ditanyakan pada pihak-pihak terkait, seperti pemda dan istitusi terkait lainnya. Cara ini untuk mengantisipasi dan menghindari hal-hal yang tidak dinginkan. 2. Gunakan alat pengaman Alat pengaman yang dimaksud adalah sepatu boot, sarung tangan, dan masker. Alat-alat ini untuk melindungi penyakit saat membersihkan rumah akibat banjir. 3. Padamkan listrik
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena dalam membersihkan rumah menggunakan air dalam jumlah banyak, sebaiknya benda-benda kelistrikan di dalam rumah dipadamkan. Jika perlu, sikring juga dimatikan. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa air dapat menghantarkan bahaya jika dinyalakan saat rumah dibersihkan menggunakan air. 4. Maksimalkan udara masuk Agar udara keluar dari dalam rumah dan udara bersih masuk, sebaiknya buka semua ventilasi udara, mulai dari jendela, pintu, dan ventilasi lainnya. Aliran udara dan sinar matahari yang masuk akan mengurangi kadar kelembaban dalam rumah. Cara ini akan mencegah timbulnya jamur dan membuat udara lebih bersih. 5. Buang semua makanan yang terkena air banjir Biasanya banjir membawa“oleh-oleh” berupa sampah yang berceceran. Bersihkan semua sampah tersebut dan makanan yang terkena air banjir karena dikhawatirkan terkontaminasi kuman-kuman penyakit. 6. Keluarkan semua perabotan rumah Agar pembersihan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, sebaiknya barangbarang perabotan rumah dikeluarkan terlebih dahulu. Selain itu, perabotan yang basah dapat dijemur sehingga bisa kering seperti semula. Setelah barang dikeluarkan, bersihkan lantai dari lumpur dengan menggunakan serokan karet. 7. Cat dinding rumah Banjir biasanya meninggalkan jejak di dining, terlebih lagi jika dinding berwarna putih. Jika kotoran yang menempel sedikit, dapat dibersihkan dengan lap basah.
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi banyak, dinding dapat di cat ulang lagi. 8. Sterilkan dengan desinfektan Walaupun seluruh ruangan sudah dibersihkan dari segala macam kotoran dan noda bukan berarti terbebas dari kuman dan bakteri. Oleh karena itu, lakukan penyemprotan dengan desinfektan. Desinfektan adalah zat pembunuh kuman dan bakteri yang banyak digunakan untuk mensterilkan suatu ruangan. Menurut Depkes RI (2006), tindakan-tindakan pasca banjir yang dapat dilakukan keluarga adalah: 1. Bersihkan lingkungan tempat tinggal, kumpulkan dan buanglah sampah yang terbawa arus air ke dalam lubang dihalaman rumah/atau ketempat sampah. Bersihkan lantai & dinding didalam rumah bersihkan dengan cairan desinfektan. 2. Kuburlah lubang-lubang bekas air. 3. Air sumur atau air keran yang berpotensi terkontaminasi, sebaiknya tidak digunakan dulu, meskipun akan dimasak/ direbus dulu sebelum digunakan. Check dahulu air yang akan digunakan secara fisik (warna, rasa, bau dll), sampai dipastikan bahwa air tersebut layak untuk diminum.pake pelindung yang beralas keras (Sandal/sepatu) apabila berjalan dalam genangan air 4. Tingkatkan daya tahan tubuh, minumlah supplemen vitamin, konsumsilah makanan yang bergizi dan teratur, istirahatlah yang cukup. 5. Buanglah makanan yang telah terkontaminasi
Universitas Sumatera Utara
6. Cucilah sayuran terlebih dahulu sebelum dimasak, hindari mengkonsumsi sayuran yang telah terkontaminasi. Tutuplah makanan yang akan disajikan. 7. Obati luka yang terbuka dengan plester tahan air 8. Cucilah tangan dengan sabun sebelum atau sesudah makan 9. Laranglah anak anak anda bermain didaerah banjir, bila melakukannya mandi dan cuci tangan yang bersih. 10. Hindari tempat persembunyian tikus, dengan menutup lobang tikus yang ada. Adapun
menurut
Yulaelawati
(2008),
tindakan-tindakan
pada
saat
terjadinya banjir yang dapat dilakukan masyarakat/perorangan adalah: 1. Periksa apakah diri anda atau orang disekitar anda terluka, beri pertolongan pertama jika perlu. 2. Ingat untuk menolong orang yang memerlukan bantuan khusus, seperti bayi, lanjut usia dan orang cacat. 3. Tidak minum air kecuali setelah di masak, dan tidak menggunakan air yang tercemar untuk mencuci alat-alat dapur dan pakaian. 4. Tidak membiarkan anak-anak bermain di air banjir 5. Dengarkan informasi darurat 6. Ikuti rencana darurat di lingkungan bencana anda. Menurut Efendi (2009), tindakan pada prabencana dalam menghadapi bencana meliputi hal-berikut: 1. Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut).
Universitas Sumatera Utara
2. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga lainnya. 3. Pembekalan
informasi
tentang
bagaimana
menyimpan
dan
membawa
persediaan makanan dan penggunaan air yang aman. 4. Perlu mencatat beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan ambulan. 5. Memberikan informasi tempat alternatif penampungan atau posko-posko bencana. 6. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa seperti pakaian seperlunya, radio portable, senter beserta baterai dan lain-lain
2.2 Bencana Banjir 2.2. 1. Pengertian Banjir Bencana adalah
sebagai
peristiwa
atau
rangkaian
peristiwa
yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam
maupun
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
faktor
kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007). Banjir mengandung pengertian aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang
Universitas Sumatera Utara
semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air. Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Mistra, 2007) Menurut Dibyosaputro (1998) Banjir merupakan satu bahaya alam yang terjadi di alam ini dimana air mengenang lahan- lahan rendah di sekitar sungai sebagai akibat ketidakmampuan alur sungai menampung dan mengalirkan air, sehingga meluap keluar alur melampaui tanggul dan mengenai daerah sekitarnya. Menurut Bakornas PB (2007), berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori: 1. Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem drainase buatan manusia 2. Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai. 3. Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti bendungan, bendung, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir. 4. Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai akibat runtuhnya/longsornya
tebing
sungai.
Ketika
sumbatan/bendungan
tidak
dapat menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang
Universitas Sumatera Utara
terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang. 2.2.2. Faktor-faktor Penyebab Banjir Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal, sehingga sistim pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap. Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, tetapi berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai akibat phenomena alam dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya. Penggundulan hutan di daerah tangkapan air hujan (catchment area) juga menyebabkan peningkatan debit banjir karena debit/ pasokan air yang masuk ke dalam sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan menjadi pemicu terjadinya erosi pada lahan curam yang menyebabkan terjadinya sedimentasi di sistem pengaliran air dan wadah air lainnya. Disamping itu berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit banjir. Pada daerah permukiman yang padat bangunan sehingga menyebabkan tingkat resapan air kedalam tanah berkurang. Pada curah hujan yang tinggi sebagian besar air akan menjadi aliran air permukaan yang langsung masuk kedalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan mengakibatkan banjir (Ma’mun, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Faktor penyebab banjir menurut Yulaelawati (2008), dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) faktor yaitu: 1. Pengaruh aktivitas manusia, seperti: a. Pemanfaatan daratan banjir yang digunakan untuk pemungkiman dan industri. b. Pengundulan hutan dan yang kemudian mengurangi resapan pada tanah dan meningkatkan larian tanah permukaan. Erosi yang terjadi kemudian bisa menyebabkan sedimentasi di terusan-terusan sungai yang kemudian mengganggu jalannya air. c. Permukiman di daratan banjir dan pembangunan di daerah daratan banjir dengan mengubah saluran-saluran air yang tidak direncanakan dengan baik. Bahkan tidak jarang alur sungai diurung untuk dijadikan permungkiman. Kondisi demikian banyak terjadi di perkotaan di Indonesia. Akibatnya adalah aliran sungai saat musim hujan menjadi tidak lancar dan menimbulkan banjir. d. Membuang sampah sembarangan dapat menyumbat saluran-saluran air, terutama di perumahan-perumahan. 2. Kondisi alam yang bersifat tetap (statis) seperti: a. Kondisi geografi yang berada pada daerah yang sering terkena badai atau siklon, misalnya beberapa kawasan di Bangladesh kondisi topografi yang cekung, yang merupakan daratan banjir, seperti Kota Bandung yang berkembang pada Cekungan Bandung.
Universitas Sumatera Utara
b. Kondisi alur sungai, seperti kemiringan dasar sungai yang datar, berkelokkelok, timbulnya sumbatan atau berbentuk seperti botol (bottle neck), dan adanya sedimentasi sungai membentuk sebuah pulau (ambal sungai) 3. Peristiwa alam yang bersifat dinamis, yaitu: a. Curah hujan yang tinggi b.
Terjadinya pembendungan atau arus balik yang sering terjadi di muara sungai atau pertemuan sungai besar.
c. Penurunan muka tanah atau amblesan, misal di sekitar di sekitar Pantai Utara Jakarta yang mengalami amblesan setiap tahun akibat pengambilan air tanah yang berlebihan sehingga menimbulkan muka tanah menjadi lebih rendah. pendangkalan dasar sungai karena sedimentasi yang cukup tinggi. Faktor pertama merupakan dampak langsung dari ulah tangan-tangan manusia
yang
mencari
kenyamanan
hidup
dengan
mengeksploritasi,
membahayakan, dan merusak lingkungan baik di darat, laut dan di udara. Sementara faktor kedua dan ketiga; alam yang statis dan faktor peristiwa alam yang dinamis, merupakan tantangan bagi manusia untuk dapat berusaha mencari alternatif-alternatif yang dapat mengurangi terjadinya banjir dan dampaknya. 2.2.3. Dampak Bencana Banjir Menurut Mistra (2007), dampak banjir akan terjadi pada beberapa aspek dengan tingkat kerusakan berat pada aspek-aspek berikut ini: 1. Aspek Penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut,
Universitas Sumatera Utara
tenggelam, luka-luka,
korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah
dan penduduk terisolasi. 2. Aspek Pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya dokumen, arsip, peralatan dan perlengkapan kantor dan terganggunya jalannya pemerintahan. 3. Aspek Ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan, hilangnya harta benda, ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat. 4. Aspek Sarana/Prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk, jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi. 5. Aspek Lingkungan, antara lain berupa kerusakan eko-sistem, obyek wisata, persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tanggul/jaringan irigasi.
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapsiagaan Rumah Tangga 2.3.1 Faktor Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan objek yang sangat penting untuk terbentuknya prilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Soenaryo, 2002) Menurut Notoadmodjo (2005), Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini
Universitas Sumatera Utara
terjadi
setelah
seorang
melakukan
penginderaan
terhadap
suatu
objek
tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif adalah : 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk dalam pemgetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahanyang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara
lain
menyebutkan,
menguraikan,
mendefinisikan
dan
menyatakan. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek.
Universitas Sumatera Utara
3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil. Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam bentuk konteks atau situasi yang lain. 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen,tetapi masih dalam suatu stuktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan dan mengelompokkan. 5. Sintesis (Synthesis) Sintesis
menunjukkan
pada
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Nasution (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dalam masyarakat antara lain: 1. Sosial Ekonomi Lingkungan Sosial akan mendukung tingginya pengetahuan sosial. Bila ekonomi baik, tingkat pendidikan tinggi maka pengetahuan akan tinggi juga. 2. Kultur (Budaya dan Agama) Budaya
sangat
berpengaruh
terhadap
tingkat
pengetahuan
seseorang
karena informasi yang baru akan sering sesuai atau tidak dengan budaya yang ada atau agama yang dianut. 3. Pendidikan Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal baru dan akan mudah menyesuaikan dengan hal baru tersebut. 4. Pengalaman Pengalaman disinii berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Pendidikan yang tinggi maka
pengalaman
akan
lebih
luas.
Sedangkan
semakin tua umur seseorang maka pengalaman akan semakin banyak. Menurut Triutomo (2007), di Indonesia, masih banyak penduduk yang menganggap bahwa bencana itu merupakan suatu takdir. Pada umumnya mereka percaya bahwa bencana itu adalah suatu kutukan atas dosa dan kesalahan yang telah diperbuat, sehingga seseorang harus menerima bahwa itu sebagai takdir akibat perbuatannya. Sehingga tidak perlu lagi berusaha untuk mengambil langkah-
Universitas Sumatera Utara
langkah pencegahan atau penanggulangannya. Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada masyarakat yang belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana (Priyanto, 2006). Riset yang dilakukan di New Zealand memperlihatkan bahwa perasaan bisa mencegah bahaya gempa bumi dapat ditingkatkan dengan intervensi melalui pengisian kuesioner pengetahuan tentang gempa bumi yang di follow up dengan penjelasan-penjelasan yang ditujukan untuk menghilangkan gap atau miskonsepsi pengetahuan tentang gempa bumi. Hasil riset menunjukkan bahwa pengetahuan partisipan mengenai gempa bumi berhubungan dengan tingkat kesiapannya menghadapi gempa bumi. Dengan pengetahuan akan meningkatkan kemampuan penduduk mempersiapkan diri dengan lebih baik dari gempa bumi atau bencana lain (Priyanto, 2006) Menurut Ma`mun (2007) pengetahuan lingkungan hidup perlu diberikan kepada anak-anak dan keluarga sehingga mereka belajar mencintai alam, contoh menanam pohon dirumah, tidak membuang sampah kesungai, tidak tinggal dibantaran sungai karena dapat menimbulkan permasalahan banjir dan lain-lain. 2.3.1.1. Pengetahuan tentang Kearifan Lokal Menurut Dekens (2007), Pengetahuan tentang kearifan lokal yang dimanfaatkan oleh masyarakat yang berperan meningkatkan kapasitas mereka untuk
Universitas Sumatera Utara
mengurangi risiko bencana mencakup, sekurang-kurangnya, aspek-aspek berikut ini: 1. Pengetahuan sejarah dan lingkungan: Masyarakat setempat memiliki pengetahuan tentang sejarah dan sifat banjir di daerah mereka sendiri dengan mengamati dan mengalami sendiri peristiwa banjir, dengan dasar pengamatan sehari-hari atas lingkungan di sekitar mereka, adanya ikatan erat dengan lingkungan hidup agar dapat bertahan hidup, dan akumulasi pemahaman tentang lingkungan hidup yang disampaikan dari satu generasi ke generasi lainnya. Ini penting karena pengalaman dan pemahaman masa lalu tentang banjir pasti akan mempengaruhi pengalaman dan pemahaman di masa kini. Salah satu contoh berkaitan dengan kapasitas orang untuk mengamati lingkungan sekitarnya di Chitral Pakistan. Di sana, salah satu strategi beradaptasi dengan banjir bandang diperoleh dengan dasar pengetahuan lokal, yakni kemampuan untuk membaca lingkungan alam, dan karenanya membuat interpretasi tentang dimana tempat membangun, atau tidak membangun, rumah, kantor, dsb. Akibatnya, permukiman di Chitral didirikan di daerah yang relatif aman kendati risiko sangat tinggi akibat banjir bandang dan bencana alam lainnya di distrik itu. 2. Pengetahuan organisasional: Kemampuan merencanakan, mengawasi, dan menilai didasari oleh pelbagai transaksi, persepsi, kepercayaan, dan pengalaman masa lalu tentang banjir. Orang sering dapat mengantisipasi banjir dengan cara mengamati tanda-tanda peringatan alam (misalnya
Universitas Sumatera Utara
perubahan warna air, perubahan awan).Mereka juga dapat mengidentifikasi tempat-tempat mana saja yang aman bagi manusia dan ternak peliharaan, serta pengaturan waktu (misalnya, jika tiba saatnya untuk memasukkan kayu bakar dan makanan lebih dulu, singkirkan harta milik yang berharga, lalu tinggalkan rumah). 3. Pengetahuan tentang proyek pembangunan: Kepercayaan orang tentang akan adanya pihak-pihak dari daerah, negara, atau internasional yang akan mengulurkan tangan ketika mereka mengalami bencana akan berpengaruh pada bagaimana orang akan menanggapi keterlibatan pihak-pihak itu. 4. Pengetahuan teknis: Contoh strategi teknis sebagai upaya beradaptasi dengan banjir antara lain langkah-langkah yang berkaitan dengan pembangunan rumah, langkah perlindungan dinding, gudang atas, air minum, dan transportasi, serta langkah-langkah yang diambil untuk mengalihkan aliran sungai. Sebagai contoh, di Terai Timur, Nepal, orang menerapkan berbagai strategi sederhana untuk mendirikan rumah (misalnya meninggikan undakan, memperkuat dan memperkokoh dinding dengan timbunan lumpur, pagar bambu, dsb.), membangun gudang penyimpanan makanan, atau membangun lantai untuk menghindarkan barang-barang kecil, makanan, ternak kecil, dan juga manusia dari air banjir. 5. Pengetahuan non-teknis: Contoh strategi adaptasi yang bersifat non teknis antara lain tindakan yang diambil berkaitan dengan mobilitas ruang dan sosial (misalnya, Kemampuan untuk mengandalkan dukungan sanak saudara dan
Universitas Sumatera Utara
tetangga,
strategi-strategi
diversifikasi
usaha),
keamanan
pangan,
penyelenggaraan sistem keuangan mikro, pengelolaan sumber daya alam (misalnya, peraturan tentang menggembalakan ternak dan penebangan pohon, reorganisasi pola tanam dan pengolahan tanah, penerapan strategi baru bercocok tanam semisal menanam di sepanjang sungai, atau menanam sayuran di tepian sungai untuk mengurangi dampak banjir, kepercayaan dan sikap batin terhadap perubahan sehingga mampu belajar dari kesalahan masa lampau dan dari peristiwa bencana banjir, serta terbangunnya relasi-relasi institusional dengan pihak di luar lingkaran masyarakat setempat). 6. Strategi komunikasi: Ini mencakup komunikasi secara lisan maupun tertulis tentang peristiwa banjir di masa lampau maupun tentang yang akan datang, serta adanya sistem peringatan dini (misalnya, siulan, teriakan, lari menuruni bukit). Semua orang mempunyai pengetahuannya sendiri, yang bersifat keseharian dan lokal, tentang lingkungan sekitar mereka. Tingkat pengetahuan lokal juga bergantung pada sifat suatu masyarakat (misalnya, masyarakat migran mempunyai pengetahuan lebih sedikit daripada masyarakat yang telah tinggal di suatu daerah secara turun-temurun. Namun, kelompok masyarakat nomad bisa jadi mempunyai pengetahuan lokal tentang lebih dari satu daerah saja). Orang-orang yang dianggap ahli dalam kelompok masyarakat dan beberapa kelompok sosial tertentu juga memiliki pengetahuan spesialis lokal, yakni mereka memiliki keahlian penting tertentu yang tidak diketahui semua orang dan yang dapat
Universitas Sumatera Utara
bermanfaat bagi kesiapsiagaan menghadapi bencana. Contohnya antara lain masyarakat nelayan yang setiap hari hidup berdekatan dengan air. Dengan demikian, tak aneh jika mereka mahir berenang dan peka terhadap perubahan air (ICIMOD, 2007) Kelompok lainnya lagi mungkin memiliki pengetahuan tentang perkayuan dan anyaman bambu, keterampilan yang berguna dalam pengerjaan meninggikan lantai demi menghindari banjir seperti yang ditemukan di Terai, Nepal. Beberapa pemimpin adat disegani dan memiliki keterampilan berkomunikasi yang membuat mereka mampu berbicara di depan publik dan menyampaikan pesan peringatan (misalnya “harap Anda meninggalkan rumah sekarang juga!”) yang akan dipercayai dan diikuti semua penduduk (ICIMOD, 2007) Masyarakat di Chitral juga telah menerapkan strategi-strategi untuk meningkatkan ketahanan mereka terhadap serangan banjir bandang. Sebagai contoh, penduduk setempat telah mampu mempelajari tanda-tanda awal akan terjadinya banjir bandang yang merusak. Tanda-tanda itu semisal warna, bau, dan ciri-ciri air sungai pegunungan, disamping juga kemampuan meramalkan berdasarkan konstelasi bintang. Pada tahun 2005, sebanyak 106 rumah di kampung Brep hancur karena Luapan Banjir Danau Es (Glacial Lake Outburst Flood). Kendati demikian, tidak ada korban jiwa satu pun karena penduduk berhasil menafsirkan perilaku aliran sungai sebagai pertanda awal, dan seisi kampung berhasil menyelamatkan diri tepat pada waktunya.
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan tentang kesiapsiagaan menghadapi banjir diwariskan secara lisan dengan cara belajar sambil melakukan (learning by doing), setiap hari mengamati keadaan alam sekitar, menceritakan dongeng, dan internalisasi praktik-praktik tertentu secara turun-temurun. Penyebaran pengetahuan ini berlangsung pada dua tingkatan: di antara anggota masyarakat misalnya, peringatan dini tentang akan datangnya banjir, dan di antara generasi misalnya, menyampaikan pengetahuan dan pelajaran yang dipetik dari peristiwa banjir dimasa lalu (Dekens, 2007) Pada masyarakat yang banyak mengandalkan tradisi lisan, peristiwa masa lampau, termasuk bencana banjir, ditanamkan ke dalam ingatan melalui cerita dongeng, lagu, syair, peribahasa, kegiatan dan upacara ibadat, ritual, dan sebagainya. Sebagai contoh, biasanya, lagu dan puisi merupakan bagian penting dalam kebudayaan Nepal dan Terai. Salah satu contohnya adalah peribahasa: “Ular dan sungai tidak pernah berjalan lurus”. Bentuk sungai di Terai Timur, Nepal, bisa dibandingkan dengan gerak ular, yang merujuk pada sifat sungai di daerah itu: saluran-saluran air sangat tidak stabil, setiap saat bisa berubah arah dan mengubah keadaan (ICIMOD, 2007). Beberapa lagu yang dikumpulkan dalam studi kasus di Nepal seluruhnya bercerita tentang banjir, sementara lainnya menyebut soal banjir di samping masalahmasalah lain yang dihadapi penduduk. Pada beberapa kasus, lagu dan peribahasa menjadi gudang simpanan (atau bisa juga dilihat sebagai relay, penerus) atas peristiwa banjir di masa lampau dan dapat membantu merangsang pembelajaran, ingatan, dan kreativitas penduduk. Lagu dan peribahasa juga berperan dalam
Universitas Sumatera Utara
penyampaian strategi penanganan bencana, membentuk pengetahuan bersama, dan membagikan pemahaman yang sama tentang perubahan sehubungan dengan peristiwa banjir yang kadang sering kadang jarang (ICIMOD, 2007) Lagu dan peribahasa juga dapat membantu membangun kesadaran berkomunitas dan solidaritas di dalam kampung dan/atau dalam beberapa kelompok yang terkait. Para penyanyi dan pengarang lagu setempat adalah tokoh kunci pembawa pengetahuan dan agen perubahan yang memainkan peran vital dalam pembentukan kesadaran kelompok masyarakat. Ibadat, sesaji, dan upacara tertentu membantu mereka dalam memahami dan mengingat kejadian banjir di masa lampau serta meredakan kegelisahan akan bahaya bencana di masa mendatang. Sebagai contoh, masyarakat Kalash, salah satu etnik minoritas di Distrik Chitral, Pakistan, menyelenggarakan upacara bersama yang disebut lavak natek yang agaknya menstimulasikan unsur-unsur peristiwa banjir melalui gerak-gerik dan adegan simbolik (misalnya. berlari menuruni bukit sambil berteriak) sebagai peristiwa katarsis bagi seluruh kelompok masyarakat (Dekens, 2007) Masyarakat Aceh memiliki sejumlah kearifan lokal dalam penanggulangan bencana. Diantaranya, masyarakat Aceh memiliki institusi adat yang bertangung jawab mengelola lingkungan dan memastikan tidak ada pengrusakan yang bisa menimbulkan bencana, seperti institusi adat: Ulee Seneuboek, Ketuha Uteun yang menjaga pengelolaan hutan dalam pemukiman mereka dan Panglima Laot yang bertanggung jawab dalam mengatur penggunaan sumberdaya laut dan menjaga kelestarian alam laut (CSO-NAD, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Beberapa orang yang dituakan di desa mampu memprediksi lebih akurat tentang waktu terjadinya banjir, sehingga musim cocok tanam disesuaikan untuk menghindari bersamaan dengan datangnya banjir. Pengetahuan ini belakangan semakin hilang di desa-desa, terutama pasca tsunami terjadi perubahan besar pada kondisi alam, sehingga ilmu tradisonal yang dimiliki oleh masyarakat di desa-desa di Aceh sudah sulit memperkirakan tanda-tanda alam (CSO-NAD, 2007). 2.3.2. Sikap Menurut Notoadmodjo (2005), Sikap merupakan juga respons tertutup seseorang terhadap simulasi atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap stimulus tertentu (Sunaryo, 2004) Menurut Notoadmodjo (2005), mengemukakan sikap dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Pada sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan pada sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindar, membenci, tidak menyukai objek tertentu. Sikap tersebut mempunyai 3 komponen pokok yaitu: Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu objek; Kehidupan emosional
Universitas Sumatera Utara
atau evaluasi terhadap suatu objek dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh, dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Sedangkan komponen perilaku sikap adalah maksud untuk berperilaku dalam cara
tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Dari
atasan-atasan sikap menurut (Krech et al., 1982), (Cambell, 1950), Allpor, 1954), (Cardno, 1955) dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu
tidak dapat
langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan presdiposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Menurut Notoatmodjo (2005) sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni: (1) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek; (2) kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek; (3) kecenderungan untuk bertindak (tred to behave). Ketiga komponen ini secara
Universitas Sumatera Utara
bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni : 1. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap berita bencana yaitu terlihat dari kesediaan dan perhatiaannya terhadap berita di media serta seminar. 2. Merespons (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut. 3. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan dalam berdiskusi mengenai suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang petugas yang mengajak petugas atau pihak lain untuk menilai resiko bencana yang ada didaerah masing-masing serta melakukan mitigasi terhadap resiko bencana tersebut. 4. Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek.
Universitas Sumatera Utara
Sikap pada fase preparedness, berbentuk adanya perilaku yang berlebih pada masyarakat tersebut karena minimnya informasi mengenai cara mencegah dan memodifikasi bahaya akibat bencana jika terjadi. Berita yang berisi hebatnya akibat bencana tanpa materi pendidikan seringkali membuat masyarakat menjadi gelisah dan memunculkan tindakan yang tidak realistis terhadap suatu isu. Menumbuhkan sikap dan pengetahuan dalam menghadapi bencana ini semakin menjadi bagian penting khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana seperti Indonesia (Priyanto, 2006). Sikap yang baik untuk mencegah banjir yaitu: tidak membuang sampah/ limbah padat ke sungai, saluran dan sistem drainase, tidak membangun jembatan dan atau bangunan yang menghalangi atau mempersempit palung aliran sungai, tidak tinggal dalam bantaran sungai; tidak menggunakan dataran retensi banjir untuk permukiman atau untuk hal-hal lain diluar rencana peruntukkannya, menghentikan penggundulan hutan di daerah tangkapan air, menghentikan praktek pertanian dan penggunaan lahan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah konservasi air dan tanah (Bakornas PB, 2006). Menurut Yusuf (2005), ada empat faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap; (1) faktor pengalaman khusus, (2) faktor komunikasi dengan orang lain, (3) faktor
modal
yaitu
dengan
melalui
mengimitasi,
(4) faktor lembaga sosial
(Instutional) yaitu sumber yang mempengaruhi. Perubahan sikap dipengaruhi (1) pendekatan teori belajar, (2) pendekatan teori persepsi, (3) pendekatan teori konsistensi, (4) perdekatan teori fungsi.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Landasan Teori Menurut Sarwono (2004), perilaku manusia merupakan
hasil
dari
segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Sesuai juga dengan pendapat
Priyanto
(2006),
bahwa
Pengetahuan
terkait
dengan
persiapan
menghadapi bencana pada kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada masyarakat yang belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana, menumbuhkan sikap dan pengetahuan dalam menghadapi bencana ini semakin menjadi bagian penting khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana seperti Indonesia Menurut Green dan Kreuter (2005), faktor perilaku ditentukan oleh tiga kelompok faktor: (1) faktor predisposisi (predisposing factors) mencakup pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial,dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu; (2) faktor pendukung (enabling factors) yaitu tersedianya sumber daya, sarana/prasarana kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya; (3) faktor pendorong (reinforcing factors) berasal dari kelompok atau individu yang dekat dengan seseorang termasuk keluarga, teman, guru, pengambil kebijakan dan petugas/aparat.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan teori yang telah dijelaskan, maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel Independen
Variabel dependen
Pengetahuan KK -
Tentang Banjir Dampak banjir Kearifan lokal Dan sebagainya
Sikap KK
Kesiapsiagaan Rumah Tangga Dalam menghadapi Banjir - Kesiapan dalam menghadapi banjir
- Dalam menghadapi permasalahan banjir
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara