BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Kondisi Kerja 2.1.1. Kondisi Kerja Menurut Munandar (2006), kondisi kerja meliputi variabel lingkungan fisik kerja dan kodisi lama waktu kerja. Dapat dijelaskan bahwa variabel-variabel tadi dapat memengaruhi sikap dan prilaku pekerja faktor-faktor yang perlu di pertimbangkan dalam kondisi kerja yang sesuai dengan situasi organisasi tertentu termasuk bagaimana biasanya pekerjaan dilakukan, karakteristik tenaga kerja yang terlibat dan aturan standar ektenal yang sesuai. Menurut Stewart dan Stewart, 2003 kondisi kerja adalah Working condition can be defined as series of conditions of the working environment in which become the working place of the employee who works there. yang kurang lebih dapat diartikan kondisi kerja sebagai serangkaian kondisi atau keadaan lingkungan kerja dari suatu perusahaan yang menjadi tempat bekerja dari para karyawan yang bekerja didalam lingkungan tersebut. Yang dimaksud disini adalah kondisi kerja yang baik yaitu nyaman dan mendukung pekerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik. Meliputi segala sesuatu yang ada di lingkungan karyawan yang dapat mempengaruhi kinerja, serta keselamatan dan keamanan kerja, temperatur, kelambapan, ventilasi, penerangan, kebersihan dan lain–lain.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Newstrom (2006) Work condition relates to the scheduling of workthe length of work days and the time of day (or night) during which people work yang kurang lebih berarti bahwa kondisi kerja berhubungan dengan penjadwalan dari pekerjaan, lamanya bekerja dalam hari dan dalam waktu sehari atau malam selama orang-orang bekerja. Oleh sebab itu kondisi kerja yang terdiri dari faktor-faktor seperti kondisi fisik, kondisi psikologis, dan kondisi sementara dari lingkungan kerja, harus diperhatikan agar para pekerja dapat merasa nyaman dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja. 2.1.2 Jenis Kondisi Kerja 2.1.2.1 Kondisi Fisik dari lingkungan kerja. Kondisi fisik dari lingkungan kerja di sekitar karyawan sangat perlu diperhatikan oleh pihak badan usaha, sebab hal tersebut merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menjamin agar karuyawan dapat melaksanakan tugas tanpa mengalami gangguan. Memperhatikan kondisi fisik dari lingkungan kerja karyawan dalam hal ini berarti berusaha menciptakan kondisi lingkungan kerja yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan para karyawan sebagai pelaksanan kerja pada tempat kerja tersebut. Kondisi fisik dari lingkungan kerja menurut Newstrom (2006) adalah among the more obvious factors that can affect the behavior of workers are the physical conditions of the work environment, including the level of lighting, the usual temperature, the level of noise, the amounts and the types of airbone chemicals and pollutans, and aesthetic features such as the colors of walls and flors, and the
Universitas Sumatera Utara
presence (or absence) of art work, music, plants decorative items yang kira- kira berarti bahwa faktor yang lebih nyata dari faktor-faktor yang lainnya dapat mempengaruhi perilaku para pekerja adalah kondisi fisik, dimana yang termasuk didalamnya adalah tingkat pencahayaan, suhu udara, tingkat kebisingan, jumlah dan macam-macam radiasi udara yang berasal dari zat kimia dan polusi-polusi, ciri-ciri estetis seperti warna dinding dan lantai dan tingkat ada (atau tidaknya) seni didalam bekerja, musik, tumbuh-tumbuhan atau hal-hal yang menghiasi tempat kerja. Menurut Handoko (2005), lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja, yang meliputi temperatur, kelembaban udara, sirkulasi juadara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain yang dalam hal ini berpengaruh terhadap hasil kerja manusia tersebut. Lingkungan kerja bagi karyawan akan mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap jalannya operasi perusahaan. Lingkungan kerja ini yang akan memengaruhi para karyawan perusahaan sehingga dengan demikian baik langsung maupun tidak langsung akan dapat memengaruhi produktivitas perusahaan. Kondisi lingkungan kerja dapat menimbulkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya misalnya udara dan kebisingan, karena beberapa orang sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan. Lingkungan kerja yang kurang nyaman, misalnya panas, berisik, sirkulasi udara kurang, lingkungan kerja yang kurang bersih, membuat perawat mudah lelah dan berpengaruh pada tindakan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
Rancangan kantor memberikan pengaruh pada produktivitas juga, suatu penelitian di Amerika Serikat tentang pengaruh kantor yang dirancang seperti pemandangan alam kantornya terdiri dari ruangan yang luas, tidak ada dindingdinding yang membagi ruangan ke dalam kamar-kamar terpisah. Semua karyawan dari pegawai rendah sampai menengah dikelompokkan ke dalam satuan-satuan kerja fungsional, masing-masing dipisahkan dari satuan-satuan lainnya dengan pohonpohon (pendek) dan tanaman, kaca jendela yang rendah, lemari-lemari pendek dan rak buku, kantor "pemandangan alam ini" dikatakan dapat melancarkan komunikasi dan alur kerja. Disamping itu keterbukaan menunjang timbulnya keikatan dan kerjasama kelompok serta mengurangi rintangan-rintangan psikologis antara management dan karyawan. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial dilingkungan pekerjaan. Sedang faktor berupa tipe kepribadian, peristiwa atau pengalaman pribadi maupun sosial ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri. Faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai sumber atau penyebab tindakan keperawatan kurang optimal (Dwiyanti, 2006). Kondisi kerja yang lingkungannya tidak baik sangat potensial untuk menimbulkan stres kerja. Stres di lingkungan kerja tidak dapat dihindari, yang dapat dilakukan adalah bagaimana mengelola, mengatasi atau mencegah terjadinya stres kerja tersebut, sehingga tidak mengganggu pekerjaan (Notoatmodjo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Faktor-faktor lingkungan kerja Faktor-faktor lingkungan kerja meliputi : a.
Pencahayaan (Illumination) Menurut Newstrom (2005), cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi
para karyawan guna menbdapat keselamatan dan kelancaran kerja. Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: cahaya yang berasal dari sinar matahari dan cahaya buatan berupa lampu. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetpai tidak menyilaukan. Dengan penerangan yang baik para karyawan akan dapat bekerja dengan cermat dan teliti sehingga hasil kerjanya mempunyai kualitas yang memuaskan. Cahaya yang kurang jelas (kurang cukup) mengakibatkan penglihatan kurang jelas, sehingga pekerjaan menjadi lambat, banyak mengalami kesalajhan, dan pada akhirtnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanbkan pekerjaan, sehingga tujuan dari badan usaha sulit dicapai. b. Suhu (Temperature) Menurut Newstrom (2006), bekerja pada suhu yang panas atau dingin dapat menimbulkan penurunan kinerja. Secara umum, kondisi yang panas dan lembab cenderung meningkatkan penggunaan tenaga fisik yang lebih berat, sehingga pekerja akan merasa sangat letih dan kinerjanya akan menurun. c.
Kebisingan (Noise) Menurut Newstrom (2006), bising dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak
disukai, suara yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan suara bising adalah suatu hal yang dihindari oleh siapapun, lebih-lebih dalam melaksanakan suatu
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan,
karena
konsentrasi
perusahaan
akan
dapat
terganggu.
Dengan
terganggunya konsentrasi ini maka pekerjaan yang dilakukkan akan banyak timbul kesalahan ataupun kerusakan sehingga akan menimbulkan kerugian. d. Gerakan (Motion) Menurut Newstrom (2006), kondisi gerakan secara umum adalah getaran. Getaran-getaran dapat menyebabkan pengaruh yang buruk bagi kinerja, terutama untuk aktivitas yang melibatkan penggunaan mata dan gerakan tangan secara terusmenerus. e.
Polusi (Pollution) Menurut Newstrom (2006), pencemaran ini dapat disebabkan karena tingkat
pemakaian bahan-bahan kimia di tempat kerja dan keaneksragaman zat yang dipakai pada berbagai bagian yang ada di tempat kerja dan pekerjaan yang menghasilkan perabot atau perkakas. Bahan baku-bahan baku bangunan yang digunakan di beberapa kantor dapat dipastikan mengandung bahan kimia yang beracun. Situasi tersebut akan sangat berbahaya jika di tempat tersebut tidak terdapat ventilasi yang memadai. f. Keindahan (Aesthetic Factors) Menurut Newstrom (2006), faktor keindahan ini meliputi: musik, warna dan baubauan. Musik, warna dan bau-bauan yang menyenangkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dalam melaksankan pekerjaanya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Kondisi Psikologis dari Lingkungan Kerja Rancangan fisik dan desain dari pekerjaan, sejumlah ruangan kerja yang tersedia dan jenis-jenis dari perlengkapan dapat mempengaruhi perilaku pekerja dalam menciptakan macam-macam kondisi psikologi. Menurut Newstrom (2006) Psychological conditions of the work environment that can affect work performance include feelings of privacy or crowding, the status associated with the amount or location of workspace, and the amount of control over the work environment. Kondisi psikologis dari lingkungan kerja dapat mempengaruhi kinerja yang meliputi perasaan yang bersifat pribadi atau kelompok, status dihubungkan dengan sejumlah lokasi ruang kerja dan sejumlah pengawasan atau lingkungan kerja. 2.1.4.1 Faktor-faktor dari Kondisi Psikologis Faktor-faktor dari kondisi psikologis meliputi: a. Feeling of privacy Menurut Newstrom (2006), privasi dari pekerja dapat dirasakan dari desain ruang kerja. Ada ruang kerja yang didesain untuk seorang pekerja, adapula yang didesain untuk beberapa orang, sehingga penyelia untuk mengawasi interaksi antar karyawan. b. Sense of status and impotance Menurut Newstrom (2006), para karyawan tingkat bawah senang dengan desain ruang yang terbuka karena memberi kesempatan kepada karyawan untuk berkomunikasi secara informal. Sebaliknya para manajer merasa tidak puas dengan desain ruang yang terbuka karena banyak gangguan suara dan privasi yang dimiliki terbatas.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.2 Kondisi Sementara dari Lingkungan Kerja Menurut Newstrom (2006), “The temporal condition-the time structure of the work day. Some of the more flexible work schedules have developed in an effort to give workers a greater sense of control over the planning and timing of their work days”
Kondisi
sementara
meliputi
stuktur
waktu
pada
hari
kerja.
Mayoritas dari pekerja bekerja dengan jadwal 5-9 jam dimana pekerja akan diberi waktu 1 jam untuk istirahat dan makan siang.Faktor-faktor dari kondisi sementara meliputi: a. Shift Menurut Newstrom (2006), dalam satu hari sistem kerja shift dapat dibagi menjadi 3 yaitu shift pagi, shift psore, dan shift malam. Dan berdasarkan banyak penelitian bahwa shift malam dianggap banyak menimbulkan masalah seperti stres yang tinggi, ketidakpuasan kerja dan kinerja yang jelek. b. Compressed work weeks Menurut Newstrom (2006), maksudnya adalah mengurangi jumlah hari kerja dalam seminggu, tetapi menambah jumlah jam kerja perhari. Mengurangi hari kerja dalam seminggu mempunyai dampak yang positif dari karyawan yaitu karyawan akan merasa segar kembali pada waktu bekerja karena masa liburnya lebih lama dan juga dapat mengurangi tingkat absensi dari karyawan. c. Flextime Menurut Newstrom (2006), adalah suatu jadwal kerja dimana karywan dapat memutuskan kapan mulai bkerja dan kapan mengakhiri pekerjaannya selama karywan
Universitas Sumatera Utara
dapat memenuhi jumlah jam kerja yang ditetapkan oleh badan usaha. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan. Kondisi kerja dipandang mempunyai peranan yang cukup penting terhadap kenyamanan, ketenangan, dan keamanan kerja. Terciptanya kondisi kerja yang nyaman akan membantu para karyawan untuk bekerja dengan lebih giat sehingga produktivitas dan kepuasan kerja bisa lebih meningkat. Kondisi kerja yang baik merupakan kondisi kerja yang bebas dari gangguan fisik seperti kebisingan, kurangnya penerangan, maupun polusi seta bebas dari gangguan yang bersifat psikologis maupun temporary seperti privasi yang dimiliki karyawan tersebut maupunpengaturan jam kerja
2.2.
Lama Waktu Kerja Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan peneliti yang
sesuai dengan situasi organisasi tertentu termasuk bagaimana biasanya pekerjaan itu dilakukan. Shift
kerja ternyata berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja
terutama shift kerja siang dan malam. Shift kerja ini nyata lebih menimbulkan kelelahan dibandingkan dengan shift pagi, karena menyebabkan gangguan circadian rhytthm (gangguan tidur) (Ida, 1997). Menurut Wahyu (2004), dampak shift kerja ini bila ditinjau dari fisiologis maka dampak shift kerja malam memengaruhi circadian rhythm atau irama tubuh. Dimana manusia memiliki fungsi-fungsi vital tubuh yang sudah diatur sesuai dengan bioritme tersebut. Apabila bioritme tubuh terganggu karena kondisi lingkungan yang
Universitas Sumatera Utara
berbeda maka akan menimbulkan gangguan-gangguan pada fungsi vital tubuh yang bersangkutan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berfikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalarni beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti: mudah marah dan agresip, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerjasama, perasaan tidak mau terlibat dan kesulitan dalam masalah tidur.
2.3.
Deskripsi kerja Keperawatan Deskripsi kerja dapat di pertimbangkan sebagai berikut :
a. Job Oriented work activities (kegiatan kerja yang berorientasi pada pekerjaan), mengangkat pasien dan peralatan, pengaturan dan pengoperasian peralatan, penulisan, dan pemenuhan permintaan medis/dokter, pembuatan rencana perawatan, pengamatan dan penilaian reaksi pasien terhadap terapi, pengiriman informasi untuk dan dari pemberi perawatan lain, pengarahan kerja pegawai non profesional, mempersiapkan pemberi perawatan utama untuk membantu pasien dengan aktivitas kehidupan sehari-harinya setelah perlepasan, membantu pasien untuk mencapai kemandirian maksimum dalam perawatan sendiri. b. Employee oriented work behavior (perilaku kerja yang berorintasi pada pegawai), pengkajian,
memutuskan,
berkomunikasi,
pengajaran,
demonstrasi,
pengkoordinasian, perundingan, pengontrakan, pengerahan pengacuan, penilaian.
Universitas Sumatera Utara
c. Machines, tools and aids used ( mesin, alat dan bantuan yang dipakai) kursi roda, kereta usungan, alat pengangkat pasien, mesin penghisap, alat pengontrol dan pemompa cairan ke dalam pembuluh darah, pembalut gips, prostetis tangan dan kaki, alat pembantu berjalan dan lain-lain. d. Knowledge used (pengetahuan yang dipakai) : fisiologi dan anatomi normal, neuromuscular-skelet pathophysiology, respon immune abnormal dan normal, respon penyebab radang dan penyembuhan luka. farmakologi, teori peran, dinamis kelompok, sosiologi profesi kesehatan. e. Working conditions (kondisi kerja): lekas marah, cemas, depresi, bergantung dan pasien yang terkadang sulit patuh, gelisah, marah dan membanjirnya kunjungan anggota keluarga : tim rawat multidisipliner, bising, ruang tempat yang penuh dan lain-lain. f. Personal requirement (persyaratan pribadi) : kesabaran, optimisme, kehandalan komunikasi, kemampuan untuk kerjasama secara kooperatif dengan orang yang berbeda usia, pendidikan, sosial dan latar belakang budaya, kemampuan untuk tetap tenang di bawah kondisi tekanan tinggi (stres) (Poernanto, 2008) Kategori lain dari beban kerja, yaitu kombinasi dari beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja berlebih secara fisik maupun mental, yaitu harus melakukan terlalu banyak hal, merupakan kemungkinan sumber stres pekerjaan. Unsur yang menimbulkan beban berlebih ialah desakan waktu, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan cermat. Pada saat-saat tertentu, dalam hal tertentu waktu akhir (dead line) justru dapat meningkatkan motivasi dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Namun, bila
Universitas Sumatera Utara
desakan waktu menyebabkan timbulnya banyak kesalahan atau menyebabkan kondisi kesehatan seseorang berkurang, maka ini merupakan cerminan adanya beban berlebih kuantitatif. Beban kerja terlalu sedikit kualitatif merupakan keadaan di mana tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan keterampilan yang diperolehnya, atau untuk mengembangkan kecakapan potensialnya secara penuh. Beban terlalu sedikit disebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarah ke semangat dan motivasi yang rendah untuk kerja. Tenaga kerja akan merasa bahwa ia “tidak maju-maju" dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan keterampilannya (Supardi, 2007) : a. Overload Overload dapat dibedakan menjadi kuantitatif dan kualitatif. Overload secara kuantitatif, bila target kerja melebihi kemampuan pekerja yang bersangkutan. Akibatnya karyawan tersebut mudah lelah dan berada dalam emosional yang tinggi. Overload kualitatif, bila pekerjaan memiliki tingkat kesulitan atau kerumitan yang tinggi. Overload pada pekerjaan merupakan hal paling utama karena over kapasitas pasien dalam satu ruangan perawatan. b. Pekerjaan yang sederhana Pekerjaan yang tidak menantang dan kurang menarik bagi pekerja, pekerjaan yang rutinitas sehingga menimbulkan kebosanan, ketidakpuasan dan sebagainya. Perasaan bosan dan jenuh inilah yang membuat seorang pekerja tidak menyenangi pekerjaannya atau terasing dari kerja (Supardi, 2007).
Universitas Sumatera Utara
c. Pekerjaan berisiko tinggi Pekerjaan yang berisiko tinggi dan berbahaya bisa mengancam bagi keselamatan jiwanya. Kebutuhan akan rasa aman merupakan faktor utama didalam diri seseorang. Bila seseorang merasa dirinya tidak aman, maka timbul reaksi-reaksi kejiwaan seperti cemas, takut tanpa alasan dan sebagainya (Anoranga, 2006).
2.4.
Definisi perawat Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan
keperawatan, berwenang di negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien. Perawat adalah seorang yang telah mampu menempuh serta lulus pendidikan
formal
dalam bidang
keperawatan yang
program
pendidikannya telah disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, sedangkan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan biopsiko, sosiokultural, dan spiritual yang komprehensif, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Keperawatan berupa bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan atau mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan melaksanakan kegiatan seharihari secara mandiri (PPNI, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Keperawatan juga dapat dipahami sebagai pelayanan/asuhan profesional yang bersifat humanistik, menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan obyektif klien, mengacu pada standar profesional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntunan utama. Sebagai profesi, keperawatan dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual, interpersonal, kemampuan teknis, dan moral. Hal ini dapat ditempuh dengan meningkatkan kualitas perawat melalui pendidikan lanjutan pada program pendidikan Ners (Nursalam, 2007). 2.4.1. Perawat Perawat adalah tenaga profesional di bidang kesehatan. Mereka bertanggung jawab untuk merawat, melindungi, dan memulihkan orang yang luka atau pasien penderita penyakit akut atau kronis, pemeliharaan kesehatan orang sehat, dan penanganan keadaan darurat yang mengancam nyawa. Mereka juga dapat terlibat dalam riset medis dan merawat serta menjalankan beragam fungsi non-klinis yang diperlukan (Yani, 2007). Menurut pendapat Doheny (2003) ada beberapa elemen peran perawat professional antara lain : care giver, client advocate, conselor, educator, collaborator, coordinator change agent, consultant dan interpersonal proses. Pada peran Care Giver, mereka diharapkan mampu (Doheny, 2003): 1. Memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga , kelompok atau masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang kompleks.
Universitas Sumatera Utara
2. Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien, mereka harus memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan signifikan dari klien. Mereka menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi diagnosis, mulai dari masalah fisik sampai pada masalah psikologis. Adapun tugas sebagai Client Advocate (Pembela Klien) maksudnya antara lain: 1. Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concern) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya. 2. Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan mampu membela hak-hak klien. Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien (Disparty, 1998 :140). Hak-Hak Klien antara lain (Depkes RI, 2004) : 1. Hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya 2. Hak atas informasi tentang penyakitnya 3. Hak atas privacy 4. Hak untuk menentukan nasibnya sendiri 5. Hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian tindakan.
Universitas Sumatera Utara
Hak-Hak Tenaga Kesehatan antara lain : 1. Hak atas informasi yang benar 2. Hak untuk bekerja sesuai standart 3. Hak untuk mengakhiri hubungan dengan klien 4. Hak untuk menolak tindakan yang kurang cocok 5. Hak atas rahasia pribadi 6. Hak atas balas jasa Konseling yaitu proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual (Depkes RI, 2004). Adapun peran perawat dalam hal konseling antara lain (As’ad, 2005): 1.
Mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya.
2.
Perubahan pola interaksi merupakan "Dasar" dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.
3.
Memberikan konseling atau bimbingan penyuluhan kepada individu atau keluarga
dalam
mengintegrasikan
pengalaman
kesehatan
dengan
pengalaman yang lalu. 4.
Pemecahan masalah difokuskan pada masalah keperawatan
Universitas Sumatera Utara
2.4.2.
Peran Pelaksana Dikenal dengan istilah “Care Giver“, peran perawat dalam memberikan
asuhan keperawtan secara langsung atau ridak langsung kepada klien sebagai individu keluarga dan masyarakat. Merode yang digunakan adalah pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Dalam melaksanakan peran ini perawat bertindak sebagai Coreforter Protector, dan Advocat, Communicator serta Rahabilitator (PPNI, 2008). 1. Sebagai Comforter, perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa aman pada klien 2. Protector dan advocate lebih terfokus pada kemampuan perawat melindungi dan menjamin agar hak dan kewajiban klien terlaksana dengan seimbang dalam memperoleh asuhan kesehatan 3. Communicator perawat bertindak sebagai mediator antara klien dengan tim kesehatan lainnya 4. Rehabilitator : Perawat mengembangkan fungsi organ/bagian tubuh agar sembuh dan dapat berfungsi normal. 2.4.3. Peranan sebagai Pendidik Perawat berperan mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga keperawatan atau tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung jawabnya (PPNI, 2008). a.
Penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat)
Universitas Sumatera Utara
b.
Desiminasi ilmu kepada peserta didik keperawatan, antara sesame perawat atau tenaga kesehatan lain
2.4.4. Peran sebagai Pengelola Dalam hal ini perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan yang berada di bawah tanggung jawabnya sesuai dengan konsep yaitu (PPNI, 2008) : a. Tingkat atas / top manajer b. Tingkat menengah / middle manajer c. Tingkat dasar / Supper pacial manajer Dalam struktur RS di Indonesia di bedakan menjadi Robbins, 2001) : a. Tingkat atas à Kepala bidang keperawatan b. Tingkat menengah à Kepala seksi keperawatan c. Tingkat dasar à Perawat yang menjabat kepala ruangan Peranan perawat dalam pengelolaan pendidikan meliputi tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan. Dalam hal ini menjaga kualitas pendidikan keperawatan
dengan
menumbuh
kembangkan
iklim
pendidikan
akademik
professional. 2.4.5. Educater Peranan ini dilakukan dalam membantu klien dan keluarga serta masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang kita berikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan(Robbins, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.4.6. Researche Sebagai peneliti dibidang keperawatan diharapkan mampu mengidentifikasi masalah Penelitian, menerapkan prinsip dan metode Penelitian serta memanfaatkan hasil Penelitian untuk menigkatkan mutu asuhan
pelayanan dan pendidikan
keperawatan. Tujuan dilakukan researche (Doheny, 2003) : a. Jawaban terhadap pertanyaan b. Solusi menyelesaikan masalah baik melalui produk tekhnologi dan metode baru dalam keperawatan c. Penemuan dan penafsiran fakta baru d. Pengujian terhadap teori, kondisi, serta fakta baru e. Perumusan teori baru f. Mengembangkan IPTEK keperawatan g. Pengembangan ruang lingkup praktek keperawatan Langkah-langkah untuk mengembangkan kegiatan Penelitian : a. Memodifikasi askep sejalan hasil keperawatan b. Memperluas kesempatan kepada perawat c. Apresiasi terhadap metodologi dan prosedur Penelitian d. Meningkatkan pemanfaatan hasil Penelitian e. Selalu didukung untuk melakukan Penelitian 2.4.7. Manager Perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam mengelola pelayan, maupun pendidikan keperawatan yang berada dibawah tanggung jawabnya sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan konsep managemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan. Sebagai pengelola perawt berperan dalam memantau dan menjamin kualitas asuhan keperawatan serta organisasi dan mengendalikan sistem yankes (Nitisemito, 2003). 2.4.8. Fungsi Perawat Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi tersebut dapat berubah di sesuaikan dengan keadaan yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan fungsi (PPNI, 2008): a.
Fungsi Independen Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain dimana perawat
dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dengan kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis. Pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri. b. Fungsi Dependen Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya pesan atau intruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya di lakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum atau dari primer keperawat pelaksana (PPNI, 2008). c. Fungsi interdependen Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat ketergantungan diantara tim satu dnegan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan
Universitas Sumatera Utara
asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks (PPNI, 2008).
2.5.
Asuhan Keperawatan Asuhan keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh
perawat bersama pasien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnosis, merencanakan asuhan yang akan dilaksanakan, melaksanakan asuhan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan dengan berfokus pada pasien , berorientasi pada tujuan pada setiap tahap saling terjadi ketergantungan dan saling berhubungan (Alimul, 2004). Asuhan keperawatan merupakan suatu sistem dalam merencanakan pelayanan Asuhan keperawatan yang mempunyai empat tahapan, yaitu pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Alternatif lain dari proses keperawatan terdiri dari lima tahab yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan , implementasi dan evaluasi (Lismidar, dkk, 2005). 2.5.1.
Pengkajian Merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. (Keliat, 2008). Data yang didapatkan bisa di kelompokkan menjadi dua macam yaitu data subjektif, merupakan data yang didapatkan melalui wawancara oleh perawat kepada pasien, keluarga atau orang – orang yang dekat dengan pasien
Universitas Sumatera Utara
dan data objektif, merupakan data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat (Depkes, 2000). 2.5.2. Diagnosa Keperawatan Adalah penilaian klinis tentang respon aktual dan potensial dari individu, keluarga
atau
masyarakat
terhadap
masalah
kesehatan/proses
kehidupan.
(Carpenito,1995. dalam Keliat, 2008). Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial (NANDA 1990, dalam Hidayat, 2004). 2.5.3. Perencanaan Merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah,menurunkan atau mengurangi masalah- masalah pasien. Perencanaan ini merupakan langkah ketiga dalam membuat suatu proses keperawatan (Hidayat, 2004). Rencana asuhan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan rencana asuhan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian masalah dari diagnosa tertentu. Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai (Keliat, 2008). 2.5.4.
Implementasi Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (asuhan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana asuhan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada
Universitas Sumatera Utara
pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur asuhan, pemahaman tentang hak-hak pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien. Dalam pelaksanaan rencana asuhan terdapat dua jenis asuhan, yaitu asuhan jenis mandiri dan asuhan kolaborasi (Hidayat, 2004). Asuhan keperawatan yang dilakukan merupakan salah satu bagian dari proses keperawatan secara terapeutik. Ini dilakukan agar dapat membantu pasien mengatasi masalahnya. Dalam pelaksanaannya perawat harus bekerja sama dengan anggota keperawatan lain dan dengan pasien/keluarganya. Perawat harus selalu mengingat prinsip-prinsip terapeutik setiap melakukan asuhan, menyebutkan ada prinsip 6 S yang dikenal membantu perawat dalam melaksanakan prinsip terapeutik, yaitu ; Senyum, salam, saga, sopan sentun, sabar, syukur. Fokus tahapan pelaksanaan asuhan keperawatan adalah kegiatan pelaksanaan implementasi dari perencanaan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien. Pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional adalah bervariasi, tergantung individu dan masalah yang spesifik. Asuhan yang diberikan harus bersifat terapeutik yang ditujukan untuk mengurangi, mencegah dan mengatasi masalah pasien (Nursalam, 2006). Agar asuhan keperawatan yang telah direncanakan dapat berhasil, perawat harus memiliki pengetahuan, hubungan interpersonal dan kemampuan yang baik. Pengetahuan tentang pemecahan masalah, pengambilan keputusan, kemampuan komunikasi verbal dan non verbal, hubungan yang baik dengan pasien maupun mitra kerja dan kemampuan untuk dapat melakukan asuhan keperawatan secara tepat,
Universitas Sumatera Utara
akurat dan terapeutik (Kozier, et al, 2005). 2.5.5. Evaluasi Adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari asuhan keperawatan pada klien.Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon pasien terhadap asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evalusi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan asuhan, evaluasi hasil atau sumatif dilakuakan dengan membandingkan respon pasien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan. (Keliat, 2008).
2.6.
Landasan Teori Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Asuhan keperawatan dilaksanakan menggunakan metodologi pemecahan masalah melalui pendekatan proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawabnya (Potter, 2009). Asuhan keperawatan terbagi menjadi 5 langkah yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Dengan tidak di lakukannya asuhan keperawatan yang benar maka pasien tidak mendapat asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan mencegah masalah kesehatan yang baru bahkan memperlambat proses kesembuhan dari pasien tersebut. Sonontiko
(2002),
menyebutkan
bahwa
faktor
yang
mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan proses keperawatan adalah: kecakapan Intelaktual, kreatifitas perawat, Ilmu pengetahuan, percaya diri perawat, motivasi, sarana, komunikasi, jaminan kesejahteraan karyawan, komunikasi (feed back) antara pimpinan dan bawahan, pasien dan keluarga yang kooperatif, pengalaman kerja, lingkungan yang nyaman, kedisiplinan, kerja sama antar profesi, dan birokrasi yang ditetapkan. Kondisi lingkungan kerja dapat menimbulkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya misalnya udara dan kebisingan, karena beberapa orang sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan (Margiati,2006). Lingkungan kerja yang kurang nyaman, misalnya panas, berisik, sirkulasi udara kurang, lingkungan kerja yang kurang bersih, membuat pekerja mudah menderita stress sehingga berpengaruh pada asuhan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi Fisik dari lingkungan kerja. - Pencahayaan (Illumination) - Suhu (Temperature) - Kebisingan (Noise) - Gerakan (Motion) - Polusi (Pollution) - Keindahan (Aesthetic Factors)
Kondisi kerja
Kondisi psikologis lingkungan kerja - Feeling of privacy -.Sense of status and impotance
Asuhan keperawatan - Pengkajian - Diagnosa keperawatan - Perencanaan - Implementasi - Evaluasi
dari
Gambar 2.1 Kerangka Teori (Adopsi : Margiati (2006), Potter (2009), dan Sonontiko, 2002)
Universitas Sumatera Utara
2.7.
Kerangka Konsep Variabel Independen
Kondisi kerja - Lingkungan fisik kerja - Pencahayaan (Illumination) - Suhu (Temperature) - Kebisingan (Noise) - Gerakan (Motion) - Polusi (Pollution) - Keindahan (Aesthetic Factors) - Kondisi psikologis dari lingkungan kerja - Feeling of privacy - Sense of status and impotance
Variabel Dependen
-
Asuhan Keperawatan Pengkajian Diagnosa keperawatan Perencanaan Implementasi Evaluasi
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara