BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kepatuhan Kepatuhan berasal dari kata patuh, menurut kamus umum Bahasa Indonesia, patuh artinya suka dan taat kepada perintah atau aturan, dan berdisiplin. Kepatuhan berarti sifat patuh, taat, tunduk pada ajaran atau peraturan. Menurut Wikipedia kepatuhan (bahasa Inggris: compliance) berarti mengikuti suatu spesifikasi, standar, atau hukum yang telah diatur dengan jelas yang biasanya diterbitkan oleh lembaga atau organisasi yang berwenang dalam suatu bidang tertentu. Lingkup suatu aturan dapat bersifat internasional maupun nasional, seperti misalnya standar internasional yang diterbitkan oleh ISO (International Standart Organization) serta aturan-aturan nasional yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk sektor perbankan di Indonesia. Kepatuhan adalah sikap mau mentaati dan mengikuti suatu spesifikasi, standar atau aturan yang telah diatur dengan jelas yang diterbitkan oleh organisasi yang berwenang.(Wesiklopedia, 2005). Azwar (2007) menyatakan seseorang dikatakan patuh apabila ia dapat memahami, menyadari dan menjalankan peraturan yang telah ditetapkan, tanpa paksaan dari siapapun. Dari hasil penelitian Widiyanto (2003), dikatakan bahwa kepatuhan seseorang terhadap suatu standar atau peraturan dipengaruhi juga oleh pengetahuan dan pendidikan individu tersebut. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, maka semakin mempengaruhi ketaatan seseorang terhadap peraturan atau standar yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Hasibuan (2008) kepatuhan adalah suatu perilaku dalam menepati anjuran atau aturan. Kepatuhan merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kepatuhan yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan masyarakat. Menurut Badudu dan Sutan (1994) dalam kamus besar bahasa Indonesia, kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Kepatuhan merupakan variabel yang sulit dicari media pengukurannya. Adanya kepatuhan adalah karena ada peraturan atau prosedur yang harus dilaksanakan dengan baik. Menurut Green dalam Notoatmodjo (2012) secara teoritis kepatuhan atau ketidakpatuhan dalam bidang kesehatan dipengaruhi oleh perilaku seseorang, yaitu faktor: pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sikap, anjuran, biaya berobat, jarak pelayanan dan sikap petugas. Petugas pengelola vaksin dalam hal ini akan berperilaku dalam melakukan tindakan melalui pengetahuan, sikap dan dukungan fasilitas dalam mengelola vaksin.
2.2 Imunisasi 2.2.1 Pengertian Imunisasi Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. Sasaran imunisasi adalah Bayi (di
Universitas Sumatera Utara
bawah satu tahun), Wanita Usia Subur (WUS) ialah wanita berusia 15-39 tahun termasuk ibu hamil (Bumil) dan calon pengantin (catin) serta anak usia sekolah tingkat dasar (Kemenkes RI, 2013). 2.2.2 Program Imunisasi Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling effective cost. Dengan upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974 (Depkes RI, 2006). Sejak tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah : Difteri, Pertusis, Tetanus, Tuberculosis, Campak, Poliomelitis dan Hepatitis B (Kemenkes RI, 2013).
2.3 Pengelolaan Cold Chain 2.3.1 Pengertian Cold Chain Vaksin adalah produk biologis yang sensitif yang mungkin menjadi kurang efektif, atau bahkan hancur, bila terkena suhu di luar kisaran yang direkomendasikan. Sistem yang digunakan untuk menyimpan dan mendistribusikan vaksin dalam kondisi yang baik disebut cold chain. Cold chain terdiri atas rangkaian rantai penyimpanan dan transportasi, yang semuanya dimaksudkan untuk menjaga kualitas dan stabilitas vaksin tetap baik sampai digunakan kepada pasien (Grassby, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Sistem cold chain terdiri dari personel (petugas) terlatih yang mengelola dan menangani cold chain, sarana dan peralatan cold chain untuk menjaga vaksin disimpan dan didistribusukan dalam kondisi aman, sampai tempat tujuan untuk dapat diberikan kepada individu (Centers for Disease Control and Prevention, 2012). 2.3.2 Petugas Pengelola Cold Chain Petugas yang memegang peranan dan wewenang dalam hal penyimpanan/ stock obat-obatan serta penyaluran obat harus mempunyai kualifikasi kemampuan serta
pengalaman
untuk
menjamin
produk-produk
tersebut
disimpan
dan
didistribusikan dengan baik. Jumlah karyawan hendaklah cukup serta harus diberikan pelatihan
yang
terkait
dengan
tugasnya,
sehingga
memiliki
pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya (Badan POM, 2007). Sebaiknya ditunjuk satu atau dua orang petugas sebagai koordinator pengelola cold chain. Petugas yang dihunjuk harus sudah pernah mengikuti pelatihan tentang prosedur rutin dan keadaan darurat terkait pengelolaan penerimaan, penyimpanan, penanganan, dan pengiriman vaksin. Petugas lain yang ikut terlibat dalam penanganan vaksin juga harus mengetahui prosedur penanganan dan penyimpanan vaksin. Prosedur penanganan harus tertulis, mudah dimengerti, berdekatan dengan tempat penyimpanan vaksin, sehingga dapat dijadikan acuan bagi setiap petugas. Semua petugas yang bertanggung jawab terhadap vaksin harus mengerti pentingnya pemeliharaan cold chain dan prosedur yang harus diikuti apabila cold chain mengalami gangguan (Centers for Disease Control and Prevention, 2012).
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Sarana Penyimpanan dan Pengiriman Vaksin Fasilitas penyimpanan dan pengiriman merupakan salah satu bagian dari sistem permintaan obat dan vaksin. Penyimpanan merupakan tempat pemberhentian sementara barang sebelum didistribusikan kepada pengguna, sehingga terjamin kelancaran permintaan dan keamanan persediaan. Gudang untuk menyimpan obat harus dirawat untuk melindungi obat dan vaksin yang disimpan. Fungsi gudang ini untuk menghindari dampak dari perubahan temperatur, kelembaban, banjir, rembesan melalui tanah, keberadaan tikus, serangga dan binatang lain. Tempat penyimpanan diupayakan cukup luas, tetap kering dan bersih, memiliki sirkulasi udara yang baik dan penerangan yang cukup (Badan POM, 2007). Vaksin yang diterima harus memiliki tempat yang cukup dan pada waktu mengemas vaksin yang akan dikirim kondisi temperatur harus terkontrol. Pastikan bahwa ruang tersebut dengan temperatur yang sesuai, termonitor selama penanganan vaksin, terlindung dari paparan langsung sinar matahari, terlindung dari debu, kotor, penerangan cukup dan untuk produk kembalian, ditempatkan pada area karantina sedangkan untuk produk yang akan dimusnahkan ditempatkan pada area tanpa temperatur terkontrol. Harus tersedia generator untuk menjamin sarana dan peralatan yang digunakan untuk menyimpan vaksin tetap dapat bekerja walaupun listrik padam. Generator sebaiknya otomatis atau ada petugas khusus yang siap 24 jam untuk mengoperasikan generator bila listrik padam (Public Health Agency of Canada, 2012)
Universitas Sumatera Utara
Kapasitas penyimpanan harus sesuai dengan dengan jumlah produk yang disimpan, untuk memudahkan penanganan FIFO (First In First Out) dan EEFO (Early Expire First Out). Pastikan bahwa vaksin tersimpan pada ruang yang terkontrol temperaturnya, cold room, freezer room, refrigerator, dan freezer, yang sesuai dengan persyaratan antara lain mampu menjaga temperatur yang ditetapkan karena sistem yang diatur sedemikian rupa, tervalidasi dan terkalibrasi, dilengkapi dengan auto-defrost circuit, continuous temperature monitoring system yang terkalibrasi, alarm untuk menunjukkan temperatur penyimpanan mengalami penyimpangan, terhubung dengan generator (Public Health Agency of Canada, 2012). Validasi tempat penyimpanan vaksin dilakukan pada saat peralatan tersebut masih baru, belum dioperasikan, dan setelah digunakan dilakukan validasi kembali secara rutin pada jangka waktu tertentu. Validasi harus terdokumentasi. Cold room dan freeze room merupakan tempat penyimpanan vaksin dalam jumlah besar (kapasitas mulai 5 M3 sampai dengan 100 M3). Temperatur penyimpanan vaksin pada cold room antara 2°C sampai 8°C, sedangkan temperatur penyimpanan vaksin pada freeze room adalah antara – 15°C sampai dengan – 20°C. Untuk menyimpan vaksin dalam jumlah yang tidak terlalu banyak dapat digunakan refrigerator untuk vaksin dengan temperatur penyimpanan antara 2°C sampai 8°C dan freezer untuk vaksin polio. Freezer juga diperlukan untuk pembuatan ice pack (Depkes RI, 2005). Tersedia thermostatic temperature control system yang dapat menjaga secara kontinu temperatur penyimpanan vaksin pada rentang temperatur yang ditentukan, dengan akurasi sensor sampai ± 0,5°C, sensor juga harus terkalibrasi dan diletakkan
Universitas Sumatera Utara
pada lokasi yang dapat mewakili semua lokasi penyimpanan, juga pada posisi dekat pintu penyimpanan vaksin. Sarana untuk pengangkutan atau pengiriman vaksin dalam jumlah besar dan menempuh jarak yang jauh harus dilengkapi ruang penyimpanan vaksin yang terkontrol temperaturnya, tervalidasi, mampu menjaga temperatur penyimpanan sesuai dengan yang direkomendasikan, dilengkapi dengan alat sensor monitoring temperatur diletakkan pada lokasi yang memungkinkan dapat menunjukkan temperatur ekstrim serta dilengkapi alarm untuk mengetahui penyimpangan temperatur. Pengiriman vaksin jarak dekat, gunakan freeze indicator electric atau chemical, electronic loggers untuk memonitor temperatur selama waktu pengiriman vaksin (Public Health Agency of Canada, 2012). Peralatan untuk mengemas dan mengirim vaksin harus dipastikan mampu menjaga vaksin tetap berapa pada rentang temperatur yang dipersyaratkan. Cold box dan vaccine carrier didesain untuk memberikan perlindungan yang cukup terhadap vaksin. Berapa lama cold box atau vaccine carrier dapat mempertahankan temperatur yang sesuai (cold life) tergantung dari beberapa hal antara lain jenis bahan yang digunakan dan ketebalan, jumlah icepack dan temperatur awal icepack yang dimasukkan ke dalam cold box atau vaccine carrier, seberapa sering dan berapa lama cold box atau vaccine carrier dibuka, dan temperatur lingkungan sekitar (Public Health Agency of Canada, 2012). 2.3.4 Peralatan Monitoring Temperatur Untuk memantau temperatur penyimpanan vaksin, tersedia temperature monitoring system yang terkalibrasi dengan akurasi sensor sampai ± 0,5°C, sensor
Universitas Sumatera Utara
diletakkan pada lokasi yang dapat mewakili semua lokasi penyimpanan, juga pada posisi dekat pintu penyimpanan vaksin. Dilengkapi temperature record dan terdokumentasi. Untuk refrigerator dilengkapi termometer pemantau temperatur dan dilakukan pencatatan monitoring temperatur minimal dua kali sehari, tujuh hari dalam seminggu (Public Health Agency of Canada, 2012). Tersedia sistem alarm, apabila temperatur penyimpanan vaksin mengalami penyimpangan maka sistem alarm akan menunjukkan hal tersebut melalui nyala lampu alarm maupun bunyi alarm. Sistem alarm harus memiliki sensor terkalibrasi yang diletakkan sedemikian rupa, sehingga mewakili setiap lokasi penyimpanan, dengan akurasi sampai ± 0,5°C. Lebih disukai lagi apabila dilengkapi dengan warning system secara otomatis melalui telepon atau sms untuk menginformasikan adanya penyimpangan temperatur kepada petugas terutama di luar jam kerja (Public Health Agency of Canada, 2012). Beberapa peralatan monitoring temperatur yang digunakan untuk memantau apakah vaksin pernah terpapar temperatur panas atau temperatur beku baik selama penyimpanan di gudang maupun selama pengiriman antara lain: 1. Termograf, adalah alat pengukur temperatur pada cold room, freezer dan refrigerator untuk memantau temperatur secara terus menerus selama 24 jam dan hasilnya secara otomatis tercatat pada kertas grafik temperatur. Sensor termograf dimasukkan ke dalam cold room, freezer atau refrigerator untuk mengukur temperatur bagian dalam, pembaca temperatur ditempelkan pada dinding luar cold room, freezer atau refrigerator agar petugas dapat membaca temperatur
Universitas Sumatera Utara
bagian dalam tanpa membuka cold room, freezer atau refrigerator (Public Health Agency of Canada, 2012). 2. TTM (Tiny time temperatur monitor), adalah alat pemantau temperatur elektronik, untuk memantau temperatur secara kontinu temperatur cold room, freezer dan refrigerator. Diprogram melalui software computer, kemampuan pengukuran mulai dari -40°C sampai dengan +85°C. Program data logger dan lama waktu perekaman sesuai dengan kebutuhan. Hasil download dapat ditampilkan dalam bentuk grafik atau data angka (Public Health Agency of Canada, 2012). 3. VCCM (Vaccine cold chain monitor card), adalah alat pemantau paparan temperatur panas, untuk memantau temperatur vaksin selama dalam perjalanan maupun dalam penyimpanan. VCCM mempunyai 4 jendela monitor terdiri dari A, B, C dan D. Setiap jendela mempunyai karakteristik pemantau dengan perubahan temperatur sendiri. VCCM digunakan untuk memperkirakan berapa lama vaksin telah terpapar panas. Bila jendela A, B, C dan D semua tetap putih berarti vaksin yang dipantau dalam keadaan baik, tidak terpapar panas, semua vaksin dapat digunakan. Bila jendela A berubah biru, berarti vaksin telah terpapar temperatur 12°C dalam waktu 3 hari atau 21°C dalam 2 hari. Bila jendela A, B biru berarti vaksin telah terpapar temperatur 12°C dalam waktu 8 hari atau 21°C dalam waktu 6 hari. Bila jendela A, B, C biru berarti vaksin telah terpapar temperatur 12°C dalam waktu 14 hari atau 21°C dalam waktu 11 hari. Bila jendela A, B, C, D biru berarti vaksin telah terpapar temperatur di atas 34°C dan sistem pengelolaan cold chain sudah terputus, vaksin tidak dapat digunakan. Bila
Universitas Sumatera Utara
jendela A,B, C putih tetapi D biru berarti vaksin telah terpapar temperatur di atas 34°C selama 2 jam, sistem pengelolaan cold chain sudah pernah terputus, vaksin tidak dapat digunakan. VCCM tidak berfungsi bila lidah pada ujung jendela belum ditarik atau diaktifkan. VCCM tidak dapat memantau temperatur di bawah nol derajat, hanya untuk memantau paparan temperatur panas (Public Health Agency of Canada, 2012). 4. VVM (Vaccine vial monitor), merupakan alat pemantau paparan temperatur panas. VVM ditempelkan pada setiap vial vaksin, berupa lingkaran dengan segi empat pada bagian dalamnya. Kondisi A, warna segi empat bagian dalam lebih terang dari warna lingkaran di sekelilingnya, vaksin dapat digunakan. Kondisi B, warna segi empat bagian dalam masih lebih terang dari warna lingkaran di sekelilingnya, namun sudah mulai berwarna gelap, berarti vaksin segera digunakan. Kondisi C, warna segi empat bagian dalam sama dengan warna lingkaran di sekelilingnya, vaksin ini jangan digunakan lagi. Kondisi D, warna segi empat bagian dalam lebih gelap dari warna lingkaran di sekelilingnya, vaksin jangan digunakan lagi (Public Health Agency of Canada, 2012). 5. Freeze tag, adalah indikator freeze, untuk memantau apakah vaksin pernah mengalami beku. Jika indikator tersebut terpapar temperatur dibawah 0°C ± 0,3°C selama lebih dari 60 menit ± 3 menit, maka display-LCD akan berubah status dari ”OK” (√) menjadi ”alarm” (X) (Public Health Agency of Canada, 2012).
Universitas Sumatera Utara
2.3.5 Prosedur Pengelolaan Cold Chain Standar operasional prosedur (SOP) dalam National Vaccine Storage and Handling Guidelines for Immunization Providers (2007), pada dasarnya adalah pedoman yang berisi tentang prosedur operasional cold chain standar mengacu pada proses yang digunakan untuk mempertahankan kondisi vaksin yang optimal selama transportasi, penyimpanan, dan penanganan vaksin, mulai dari produsen dan diakhiri dengan pemberian vaksin kepada klien.. Definisi SOP menurut pedoman CDOB adalah sekumpulan prosedur tertulis yang mempunyai kekuatan untuk memberikan petunjuk dan mengarahkan bermacammacam kegiatan operasional yang dapat memengaruhi kualitas produk atau aktifitas distribusi seperti, prosedur penerimaan pesanan, prosedur penyimpanan, prosedur pengiriman, prosedur pembersihan dan perawatan sarana dan peralatan, pencatatan kondisi penyimpanan dan pengiriman, dan sebagainya (Badan POM, 2007). SOP pengelolaan cold chain harus dipatuhi, seperti yang direkomendasikan berikut (WHO, 2013): 1. Penanganan vaksin yang aman 2. Monitoring temperatur 3. Kalibrasi alat monitoring temperatur dan sistem alarm 4. Prosedur validasi dan kualifikasi 5. Pemeliharaan sarana penyimpanan dengan temperatur terkontrol 6. Pemeliharaan fasilitas bangunan / gudang 7. Prosedur pembersihan dan pest control
Universitas Sumatera Utara
8. Prosedur penerimaan produk dan pencatatan 9. Prosedur penyimpanan, pengambilan dan pengemasan produk 10. Prosedur stok kontrol dan pencatatan 11. Pengemasan 12. Prosedur penyaluran / pengiriman dan pencatatan 13. Manajemen penyimpangan temperatur 14. Pengoperasian sarana pengangkut / pengiriman 15. Prosedur respon kondisi darurat
2.4. Pengelolaan Vaksin 2.4.1 Pengertian Vaksin Vaksin adalah suatu produk biologik yang terbuat dari kuman, komponen kuman atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dan berguna untuk merangsang timbulnya kekebalan tubuh seseorang. Bila vaksin diberikan kepada seseorang, akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu (Depkes RI, 2005). Vaksin terbuat dari mikroorganisme atau toksin yang sama dengan mikroorganisme atau toksin yang menyebabkan penyakit tersebut, namun telah dimodifikasi sehingga tidak membahayakan manusia. Tiga bahan utama yang digunakan dalam produksi vaksin, yaitu : 1. Mikroorganisme hidup, misalnya campak, virus polio, atau tuberculosis, yang telah dilemahkan
Universitas Sumatera Utara
2. Mikroorganisme yang telah dimatikan, misalnya mikroorganisme pertusis yang digunakan dalam produksi DPT 3. Toxoids, misalnya toksin yang telah diinaktifkan seperti toxoid tetanus dan toxoid diphtheria Ada pula beberapa vaksin yang dibuat menggunakan teknologi rekayasa genetika, misalnya recombinant DNA Hepatitis B vaccine (Centers for Disease Control and Prevention, 2012). 2.4.2 Penyediaan Logistik Vaksin 1. Perencanaan Perencanaan harus disusun secara berjenjang mulai dari puskesmas, kabupaten/kota, provinsi dan pusat (bottom up). Perencanaan merupakan kegiatan yang sangat penting sehingga harus dilakukan secara benar oleh petugas yang profesional. Kekurangan dalam perencanaan akan mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan program, tidak tercapainya target kegiatan, serta hilangnya kepercayaan masyarakat. Sebaliknya kelebihan dalam perencanaan akan mengakibatkan pemborosan keuangan negara. Perencanaan imunisasi wajib, meliputi: 1. Penentuan Sasaran a. Sasaran Imunisasi Rutin 1) Bayi pada imunisasi dasar 2) Anak sekolah dasar pada imunisasi lanjutan 3) Wanita Usia Subur (WUS) pada imunisasi lanjutan
Universitas Sumatera Utara
b. Sasaran Imunisasi Tambahan Sasaran imunisasi tambahan adalah kelompok resiko (golongan umur) yang paling beresiko terkenanya kasus. Jumlah sasaran didapatkan berdasarkan pendataan langsung. c. Sasaran Imunisasi Khusus Sasaran imunisasi khusus ditetapkan dengan keputusan tersendiri (misalnya jemaah haji, masyarakat yang akan pergi ke negara tertentu) (Kemenkes RI, 2013). 2. Perencanaan Kebutuhan Logistik Logistik imunisasi terdiri dari vaksin, Auto Disable Syringe dan safety box. Ketiga kebutuhan tersebut harus direncanakan secara bersamaan dalam jumlah yang berimbang (system bundling). a. Perencanaan Vaksin Dalam menghitung jumlah kebutuhan vaksin, harus diperhatikan beberapa hal, yaitu jumlah sasaran, jumlah pemberian, target cakupan dan indeks pemakaian vaksin dengan memperhitungkan sisa vaksin (stok) sebelumnya. b. Perencanaan Auto Disable Syringe Alat suntik yang dipergunakan dalam pemberian imunisasi adalah alat suntik yang akan mengalami kerusakan setelah sekali pemakaian (Auto Disable Syringe/ADS). Ukuran ADS dan penggunaannya sebagai berikut a). 0,05 ml, pemberian imunisasi BCG b). 0,5 ml, pemberian imunisasi DPT-HB-Hib, Campak, DT, Td dan TT. c).5 ml, untuk melarutkan vaksin BCG dan Campak.
Universitas Sumatera Utara
c. Perencanaan Safety Box Safety box digunakan untuk menampung alat suntik bekas pelayanan imunisasi sebelum dimusnahkan. Safety box ukuran 2,5 liter mampu menampung 50 alat suntik bekas, sedangkan ukuran 5 liter menampung 100 alat suntik bekas. Limbah imunisasi selain alat suntik bekas tidak boleh dimasukkan ke dalam safety box. d. Perencanaan Kebutuhan Peralatan Cold Chain Vaksin merupakan bahan biologis yang mudah rusak sehingga harus disimpan pada suhu tertentu (pada suhu 2-8 ºC untuk vaksin sensitif beku atau pada suhu -15 s/d -25 ºC untuk vaksin yang sensitif panas). Sesuai dengan tingkat administrasi, maka sarana cold chain yang dibutuhkan adalah: Provinsi
: Coldroom, freeze room, lemari es dan freezer
Kabupaten/kota : Coldroom, lemari es dan freezer Puskesmas
: Lemari es
Penentuan jumlah kapasitas coldchain harus dihitung berdasarkan volume puncak kebutuhan vaksin rutin (maksimal stok) ditambah dengan kegiatan tambahan (bila ada). Maksimal stok vaksin provinsi adalah 2 bulan kebutuhan ditambah 1 bulan cadangan, Kabupaten/kota 1 bulan kebutuhan ditambah 1 bulan cadangan, Puskesmas 1 bulan kebutuhan ditambah dengan 1 minggu cadangan. Selain kebutuhan lemari es dan freezer, harus direncanakan juga kebutuhan vaksin carrier untuk membawa vaksin ke lapangan serta cool pack sebagai penahan suhu dingin dalam vaksin carrier
Universitas Sumatera Utara
selama transportasi vaksin. Cara perhitungan kebutuhan cold chain adalah dengan mengalikan jumlah stok maksimal vaksin (semua jenis vaksin) dengan volume setiap jenis vaksin, dan membandingkannya dengan volume lemari es/freezer. Cara menentukan volume lemari es/freezer adalah dengan mengukur langsung pada bagian dalam (ruangan) penyimpanan vaksin. Volume bersih untuk penyimpanan vaksin adalah 70% dari total volume. Kegiatan tambahan seperti BIAS, Crash Program Campak, atau kampanye lainnya juga harus diperhitungkan dalam perhitungan kebutuhan cold chain (Kemenkes RI, 2013). 3. Perencanaan Pendanaan Sumber pembiayaan untuk Imunisasi dapat berasal dari pemerintah dan donor. Pembiayaan yang bersumber dari pemerintah berbeda-beda pada tiap tingkat administrasi yaitu tingkat pusat bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), tingkat provinsi bersumber dari APBN dekonsentrasi dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) provinsi, tingkat kabupaten/kota bersumber dari APBN (tugas perbantuan) dan APBD kabupaten/kota berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) (Kemenkes RI, 2013). 2.4.3 Pengadaan Logistik, Distribusi dan Penyimpanan (1) Pengadaan Logistik Pengadaan vaksin untuk imunisasi wajib dilakukan oleh Pemerintah. Untuk mengatasi keadaan tertentu (Kejadian Luar Biasa, bencana) pengadaan vaksin dapat dilakukan bekerja sama dengan mitra. Pemerintah daerah kabupaten/kota bertanggung jawab terhadap pengadaan Auto Disable Syringe, safety box, peralatan
Universitas Sumatera Utara
cold chain, emergency kit dan dokumen pencatatan status imunisasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah. (2) Pendistribusian Pemerintah bertanggung jawab dalam pendistribusian logistik sampai ketingkat propinsi. Pendistribusian selanjutnya merupakan tanggung jawab pemerintah daerah secara berjenjang dengan mekanisme diantar oleh level yang lebih atas atau diambil oleh level yang lebih bawah, tergantung kebijakan masing-masing daerah. Seluruh proses distribusi vaksin dari pusat sampai ketingkat pelayanan, harus mempertahankan kualitas vaksin tetap tinggi agar mampu memberikan kekebalan yang optimal kepada sasaran. a. Dari Kabupaten/Kota ke Puskesmas 1) Dilakukan dengan cara diantar oleh kabupaten/kota atau diambil oleh puskesmas. 2) Dilakukan
atas
dasar
permintaan
resmi
dari
puskesmas
dengan
mempertimbangkan stok maksimum dan daya tampung penyimpanan vaksin. 3) Menggunakan cold box atau vaksin carrier yang disertai dengan cool pack. 4) Disertai dengan dokumen pengiriman berupa Surat Bukti Barang Keluar (SBBK) dan VAR (Vaccine Arrival Report) 5) Pada setiap cold box atau vaksin carrier disertai dengan indikator pembekuan (Kemenkes RI, 2013). b. Distribusi dari Puskesmas ke Tempat Pelayanan Vaksin dibawa dengan menggunakan vaksin carrier yang diisi cool pack dengan jumlah yang sesuai.
Universitas Sumatera Utara
(3) Penyimpanan Untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima sampai didistribusikan ketingkat berikutnya (atau digunakan), vaksin harus selalu disimpan pada suhu yang telah ditetapkan, yaitu: a. Kabupaten/kota 1) Vaksin polio disimpan pada suhu -15oC sampai dengan -25oC pada freezer. 2) Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2oC sampai dnegan 8oC pada cold room atau lemari es. b. Puskesmas 1) Semua vaksin disimpan pada suhu +2oC sampai dengan +8oC, pada lemari es. 2) Khusus vaksin Hepatitis B, disimpan pada suhu ruangan, terlindung dari sinar matahari langsung. Tabel 2.1. Penyimpanan Vaksin Provinsi Vaksin Polio DPT-HB DT TT BCG Campak TD Hepatitis B
Kabupaten/Kota PKM/Pustu Masa Simpan Vaksin
2 bulan 1 bulan +1bulan +1bulan -15 sampai dengan -250C
BDD/UPK
1 bulan +1 minggu 1 bulan + 1 minggu
+2 sampai dengan +80C
Suhu ruangan
Sumber: Kemenkes RI, 2013
Penyimpanan pelarut vaksin pada suhu +2oC sampai dengan +8oC atau pada suhu ruang terhindar dari sinar matahari langsung. Sehari sebelum digunakan, pelarut disimpan pada suhu +2oC sampai dengan +8oC. Beberapa ketentuan yang harus selalu
Universitas Sumatera Utara
diperhatikan dalam pemakaian vaksin secara berurutan adalah paparan vaksin terhadap panas, masa kadaluwarsa vaksin, waktu pendistribusian/penerimaan serta ketentuan pemakaian sisa vaksin. a. Keterpaparan vaksin terhadap panas Vaksin yang telah mendapatkan paparan panas lebih banyak (yang dinyatakan dengan perubahan kondisi VVM A ke kondisi B) harus digunakan terlebih dahulu meskipun masa kadaluwarsanya masih lebih panjang. Vaksin dengan kondisi VVM C dan D tidak boleh digunakan.
A
Segi empat lebih terang dari lingkaran Gunakan vaksin bila belum kedaluarsa
B
Segi empat berubah gelap tapi lebih terang dari lingkaran Gunakan vaksin lebih dahulu bila belum kedaluarsa
C
D
Batas untuk tidak digunakan lagi : Segi empat berwarna sama dengan lingkaran JANGAN GUNAKAN VAKSIN Melewati batas buang: Segi empat lebih gelap dari lingkaran JANGAN GUNAKAN VAKSIN Gambar 2.1. Kondisi VVM
b. Masa kedaluarsa vaksin Apabila kondisi VVM vaksin sama, maka digunakan vaksin yang lebih pendek masa kadaluwarsanya (Early Expire First Out/EEFO) c. Waktu penerimaan vaksin (First In First Out/FIFO)
Universitas Sumatera Utara
Vaksin yang terlebih dahulu diterima sebaiknya dikeluarkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa vaksin yang diterima lebih awal mempunyai jangka waktu pemakaian yang lebih pendek. d. Pemakaian Vaksin Sisa Vaksin sisa pada pelayanan statis (Puskesmas, Rumah Sakit atau praktek swasta) bisa digunakan pada pelayanan hari berikutnya. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adalah: 1) Disimpan pada suhu +20C sampai dengan 80C 2) VVM dalam kondisi A atau B 3) Belum kadaluwarsa 4) Tidak terendam air selama penyimpanan 5) Belum melampaui masa pemakaian. Tabel 2.2. Masa Pemakaian Vaksin Sisa Jenis Vaksin Polio TT DT Td DP-HB-Hib BCG Campak
Masa Pemakaian (Minggu) 2 4 4 4 4 3 6
Keterangan Cantumkan pertama kali digunakan
tanggal vaksin
Cantumkan waktu vaksin dilarutkan
Vaksin sisa pelayanan dinamis (posyandu, sekolah) tidak boleh digunakan kembali pada pelayanan berikutnya, dan harus dibuang.
Universitas Sumatera Utara
e. Monitoring vaksin dan logistik Setiap akhir bulan atasan langsung pengelola vaksin melakukan monitoring administrasi dan fisik vaksin serta logistik lainnya. Hasil monitoring dicatat pada kartu stok dan dilaporkan secara berjenjang bersamaan dengan laporan cakupan imunisasi (Kemenkes RI, 2013). (4) Sarana Penyimpanan a. Kamar dingin dan kamar beku 1) Kamar dingin (cold room) adalah sebuah tempat penyimpanan vaksin yang mempunyai kapasitas (volume) mulai 5.000 liter (5 M3) sampai dengan 100.000 liter (100 M3). Suhu bagian dalamnya mempunyai kisaran antara +2oC sampai dengan +8oC. Kamar dingin ini berfungsi untuk menyimpan vaksin BCG, campak, DPT, TT, DT, hepatitis B dan DPT-HB. 2) Kamar beku (freeze room) adalah sebuah tempat penyimpanan vaksin yang mempunyai kapasitas (volume) mulai 5.000 liter (5 M3) sampai dengan 100.000 liter (100 M3), suhu bagian dalamnya mempunyai kisaran antara -15oC sampai dengan -25oC. Kamar beku utamanya berfungsi untuk menyimpan vaksin polio. Kamar dingin dan kamar beku umumnya hanya terdapat di tingkat provinsi mengingat provinsi harus menampung vaksin dengan jumlah yang besar dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Secara teknis sistem pendingin kamar dingin dan kamar beku dibagi dalam 3 (tiga) sistem, yaitu: 1) Sistem pendingin dengan menggunakan “Hermatic Compressor”; 2) Sistem pendingin dengan menggunakan “Semi Hermatic Compressor”; dan
Universitas Sumatera Utara
3) Sistem pendingin dengan menggunakan “Open type Compressor”. Aturan pengoperasian kamar dingin dan kamar beku: 1) Kamar dingin/kamar beku harus dioperasikan secara terus menerus selam 24 jam. 2) Listrik dan suhu bagian dalam harus selalu terjaga. 3) Kamar dingin/kamar beku hanya untuk menyimpan vaksin. Setiap kamar dingin/kamar beku mempunyai atau dilengkapi dengan: 1) 2 (dua) buah cooling unit sebagai pendinginnya dan diatur agar cooling unit ini bekerja bergantian. 2) Satu unit generator (genset) automatis atau manual yang selalu siap untuk beroperasi bila listrik padam. 3) Alarm control yang akan berbunyi pada suhu di bawah +2oC atau pada suhu di atas +8oC atau pada saat power listrik padam. 4) Satu buah termograf yang dapat mencatat suhu secara automatis selama 24 jam. 5) Satu thermometer yang terpasang pada dinding luar kamar dingin atau kamar beku. 6) Freeeze watch atau freeze-tag yang harus diletakkan pada bagian dalam kamar dingin untuk mengetahui bila terjadi penurunan suhu dibawah 0oC. Pemantauan kamar dingin dan kamar beku: 1) Periksa suhu pada termograf dan thermometer setiap hari pagi dan sore. Bila terjadi penyimpangan suhu segera laporkan pada atasan; 2) Jangan masuk ke dalam kamar dingin atau kamar beku bila tidak perlu; 3) Sebelum memasuki kamar dingin atau kamar beku harus memberitahu petugas lain;
Universitas Sumatera Utara
4) Gunakan jaket pelindung yang tersedia saat memasuki kamar dingin atau kamar beku; 5) Pastikan kamar dingin dan kamar beku hanya berisi vaksin; 6) Membuka pintu kamar dingin atau kamar beku jangan terlalu lama 7) Jangan membuat cool pack bersama vaksin didalam kamar dingin, pembuatan cool pack harus menggunakan lemari es tersendiri; 8) Jangan membuat cold pack bersama vaksin di dalam kamar beku, pembuatan cold pack harus menggunakan freezer tersendiri (Kemenkes RI, 2013). b. Lemari Es dan Freezer Lemari es adalah tempat menyimpan vaksin BCG, Td, TT, DT, hepatitis B, Campak dan DPT-HB-Hib, pada suhu yang ditentukan +20C sampai dengan +80C dapat juga difungsikan untuk membuat kotak dingin cair (cool pack). Freezer adalah untuk menyimpan vaksin polio pada suhu yang ditentukan antara -15oC sampai dengan -25oC atau membuat kotak es beku (cold pack). Sistem pendinginan: 1) Sistem Kompresi Pada
sistem pendinginan
kompresi, lemari
es/freezer
menggunakan
kompresor sebagai jantung utama untuk mengalirkan refrigerant (zat pendingin) ke ruang pendingin melalui evaporator, kompresor ini digerakkan oleh listrik AC 110 volt/220 volt/380 volt atau DC 12 volt/24 volt. Bahan pendingin yang digunakan pada sistem ini adalah refrigerant type R-12 atau R134a.
Universitas Sumatera Utara
2) Sistem absorpsi Pada sistem pendingin absorpsi, lemari es/freezer menggunakan pemanas litrik (heater dengan tegangan 110 volt AC/220 volt AC/12 Volt DC) atau menggunakan nyala api minyak tanah atau menggunakan nyala api dari gas LPG (Propane/Butane). Panas ini diperlukan untuk menguapkan bahan pendingin berupa amoniak (NH3) agar dapat berfungsi sebagai pendingin di evaporator. Bagian yang sangat penting dari lemari es/freezer adalah thermostat. Thermostat berfungsi untuk mengatur suhu bagian dalam pada lemari es atau freezer. c. Alat Pembawa Vaksin 1) Cold box adalah suatu alat untuk menyimpan sementara dan membawa vaksin. Pada umumnya memiliki volume kotor 40 liter dan 70 liter. Kotak dingin (cold box) ada 2 macam, yaitu terbuat dari plastik atau kardus dengan insulasi poliuretan. 2) Vaccine carrier adalah alat untuk mengirim/membawa vaksin dari puskesmas ke posyandu atau tempat pelayanan imunisasi lainnya yang dapat mempertahankan suhu +2oC sampai dengan +8oC. d. Alat Untuk Mempertahankan Suhu 1) Kotak dingin beku (cold pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi dengan air yang dibekukan dalam freezer dengan suhu -15oC sampai dengan -25oC selama minimal 24 jam.
Universitas Sumatera Utara
2) Kotak dingin cair (cool pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi dengan air kemudian didinginkan dalam lemari es dengan suhu +2oC sampai dengan +8oC selama minimal 24 jam (Kemenkes RI, 2013) e. Pemeliharaan Sarana Cold Chain 1) Pemeliharaan harian a) Melakukan pengecekan suhu dengan menggunakan thermometer atau alat pemantau suhu digital setiap pagi dan sore, termasuk hari libur. b) Memeriksa apakah terjadi bunga es dan memeriksa ketebalan bunga es. Apabila bunga es lebih dari 0,5 cm lakukan defrosting (pencairan bunga es). c) Melakukan pencatatan langsung setelah pengecekan suhu pada thermometer atau pemantau suhu dikartu pencatatan suhu setiap pagi dan sore. 2) Pemeliharaan Mingguan a) Memeriksa steker jangan sampai kendor, bila kendor gunakan obeng untuk mengencangkan baut. b) Melakukan pengamatan terhadap tanda-tanda steker hangus dengan melihat perubahan warna pada steker, jika itu terjadi gantilah steker dengan yang baru. c) Agar tidak terjadi konsleting saat membersihkan badan lemari es, lepaskan steker dari stop kontak. d) Lap basah, kuas yang lembut/spon busa dan sabun dipergunakan untuk membersihkan badan lemari es. e) Keringkan kembali badan lemari es dengan lap kering.
Universitas Sumatera Utara
f) Selama membersihkan badan lemari es, jangan membuka pintu lemari es agar suhu tetap terjaga +2oC sampai dengan 80C. g) Setelah selesai membersihkan badan lemari es colok kembali steker. h) Mencatat kegiatan pemeliharaan mingguan pada kartu pemeliharaan lemari es. 3) Pemeliharaan Bulanan a) Sehari sebelum melakukan pemeliharaan bulanan, kondisikan cool pack (kotak dingin cair), vaksin carrier atau cold box dan pindahkan vaksin ke dalamnya. b) Agar tidak terjadi korsleting saat melakukan pencairan bunga es (defrosting), lepaskan steker dari stop kontak. c) Membersihkan kondensor pada lemari es model terbuka menggunakan sikat lembut atau tekanan udara. Pada model tertutup hal ini tidak perlu dilakukan. d) Memeriksa kerapatan pintu dengan menggunakan selembar kertas, bila kertas sulit ditarik berarti karet pintu masih baik, sebaliknya bila kertas mudah ditarik berarti karet sudah sudah mengeras atau kaku. Olesi karet pintu dengan bedak atau minyak goreng agar kembali lentur. e) Memeriksa steker jangan sampai kendor, bila kendor gunakan obeng untuk mengencangkan baut. f) Selama membersihkan badan lemari es, jangan membuka pintu lemari es agar suhu tetap terjaga +2oC sampai dengan 80C. g) Setelah selesai membersihkan badan lemari es colok kembali steker. h) Mencatat kegiatan pemeliharaan bulanan pada kartu pemeliharaan lemari es.
Universitas Sumatera Utara
Pencairan bunga es (defrosting) a) Pencairan bunga es dilakukan minimal 1 bulan sekali atau ketika bunga es mencapai ketebalan 0,5 cm. b) Sehari sebelum pencairan bunga es, kondisikan cool pack (kotak dingin cair), vaksin carrier atau cold box. c) Memindahkan vaksin ke dalam vaksin carrier atau cold box yang telah berisi cool pack (kotak dingin cair). d) Mencabut steker saat ingin melakukan pencairan bunga es. e) Melakukan pencairan bunga es dapat dilakukan dengan cara membiarkan hingga mencair atau menyiram dengan air hangat. f) Pergunakan lap kering untuk mengeringkan bagian dalam lemari es termasuk evaporator saat bunga es mencair. g) Memasang kembali steker dan jangan merubah thermostat hingga suhu lemari es kembali stabil (+2oC sampai dengan 80C). h) Menyusun kembali vaksin dari dalam vaksin carier atau cold box kedalam lemari es sesuai dengan ketentuan setelah suhu lemari telah mencapai +2oC sampai dengan 80C. i) Mencatat kegiatan pemeliharaan bulanan pada kartu pemeliharaan lemari es (Kemenkes RI, 2013). (5) Tenaga Pengelola Untuk terselenggaranya pelayanan imunisasi dan surveilans KIPI, maka setiap jenjang administrasi dan unit pelayanan dari tingkat pusat sampai tingkat Puskesmas, harus memiliki jumlah dan jenis ketenagaan yang sesuai dengan standar, yaitu
Universitas Sumatera Utara
memenuhi persyaratan kewenangan profesi dan mendapatkan pelatihan kompetensi. Jenis dan jumlah ketenagaan minimal yang harus tersedia di Tingkat Puskesmas adalah sebagai berikut a. Puskesmas Induk; 1 orang koordinator imunisasi dan surveilans KIPI, 1 atau lebih pelaksana imunisasi (vaksinator), 1 orang petugas pengelola vaksin b.Puskesmas Pembantu; 1 orang pelaksana imunisasi, Polindes/Poskesdes di desa siaga 1 orang pelaksana imunisasi (Kemenkes RI, 2013)
2.5 Kinerja 2.5.1 Pengertian Kinerja Kinerja (work performance/job performance) merupakan hasil yang dicapai seseorang sesuai ukuran yang berlaku untuk bidang pekerjaannya. Menurut Robbins (2006), kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Menurut McCormick dan Triffin (1979), kinerja individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan individu akan menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variable adalah variabel yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan, kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan dengan sekerja dan pemberian imbalan.
Universitas Sumatera Utara
Sementara kinerja menurut Mangkunegara (2002), adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja merupakan alat yang sangat berpengaruh untuk mengevaluasi kerja karyawan bahkan dapat memotivasi dan mengembangkan karyawan. 2.5.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). a. Faktor Kemampuan (ability). Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapkan. b. Faktor Motivasi (motivation). Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi. Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasannya. Secara garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu dan situasi kerja. Menurut Gibson et al. (2003), ada tiga perangkat variabel yang memengaruhi perilaku seseorang dalam bekerja , yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1 Variabel individual, terdiri dari: (a) kemampuan dan keterampilan, (b) latar belakang (c) demografis. 2. Variabel Organisasional, terdiri dari: (a) sumber daya, (b) kepemimpinan, (c) imbalan, (d) struktur, dan (e) desain pekerjaan. 3. Variabel Psikologis, terdiri dari: (a) persepsi, (b) sikap, (c) kepribadian, (d) belajar, (e) motivasi Robbins (2006), menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan). Mungkin ada rintangan yang menjadi kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan kerja tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung prosedur yang tidak jelas dan sebagainya.
2.6 Perilaku 2.6.1 Definisi Perilaku Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat dikatakan sebagai totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara beberapa faktor. Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response yang berarti respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu yang disebut reinforcing stimulation atau reinfocer yang akan memperkuat respons. Oleh karena
Universitas Sumatera Utara
itu untuk membentuk perilaku perlu adanya suatu kondisi tertentu yang dapat memperkuat pembentukan perilaku. Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2012). Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2012), bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 (dua) : 1. Perilaku tertutup (covert behavior) Respon atau reaksi terhadap stimulus ini terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. 2. Perilaku terbuka (overt behavior) Respons terhadap stimulus ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2012).
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Aspek-Aspek Perilaku Aspek-aspek perilaku terdiri dari tiga bagian, sebagai berikut: a. Pengetahuan, adalah aspek perilaku yang merupakan hasil tahu, dimana ini terjadi bila seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. b. Sikap, merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan seperti menerima, merespon, menghargai dan bertanggungjawab. c. Tindakan, adalah sesuatu yang dilakukan. Suatu sikap belum terwujud dalam tindakan. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung dari pihak lain. Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, berpikir, sifat, motivasi, reaksi dan sebagainya, namun demikian sulit dibedakan refleksi dan gejala kejiwaan yang mana seseorang itu berperilaku tertentu. Apabila kita telusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan yang tercermin dalam perilaku manusia itu adalah pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012). 2.6.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Notoatmodjo (2012), menyatakan bahwa faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut juga determinan perilaku, yang dapat dibedakan menjadi dua yakni :
Universitas Sumatera Utara
a) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik individu yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan lain-lain. b) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang. Menurut WHO (World Health Organisation) dalam Notoatmodjo (2012), alasan seseorang berperilaku tertentu adalah karena pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap objek. 2.6.4 Pengetahuan Menurut Alwi (2008) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “tahu” berarti mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami atau diajar). Sedangkan arti dari pemahaman adalah hal mengetahui sesuatu, segala apa yang diketahui serta kepandaian. Dalam hal ini, dapat dikatakan efektif bila penerima pesan dapat memperoleh pengetahuan yang didapatnya dari pesan yang disampaikan oleh sumber pengetahuan dan berkenaan dengan sesuatu hal (disiplin ilmu). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2012), dari hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu: a. Awareness ( kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek). b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus. c. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru. e. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. 2.6.5 Sikap Thurstone dalam Azwar (2007), mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis. Sikap atau Attitude senantiasa diarahkan pada suatu hal, suatu objek. LaPierre dalam Azwar (2007) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Definisi Petty & Cacioppo dalam Azwar (2007), menyatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Fishbein & Ajzen dalam Dayakisni & Hudaniah (2003), sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu. Sherif & Sherif dalam Dayakisni & Hudaniah (2003) menyatakan bahwa sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadiankejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku. Azwar (2007), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran: a. Kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood dalam Azwar (2007). Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. b. Kerangka pemikiran ini diwakili oleh ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre, Mead dan Gordon Allport dalam Azwar (2007),. Menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.
Universitas Sumatera Utara
c. Kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi di dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen kognitif, afektif dan konatif. Definisi sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku individu terhadap manusia lainnya atau sesuatu yang sedang dihadapi oleh individu, bahkan terhadap diri individu itu sendiri disebut fenomena sikap. Fenomena sikap yang timbul tidak saja ditentukan oleh keadaan objek yang sedang dihadapi tetapi juga dengan kaitannya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, oleh situasi di saat sekarang, dan oleh harapan-harapan untuk masa yang akan datang (Azwar, 2007). Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. (1) sikap positif adalah apabila timbul persepsi yang positif terhadap stimulus yang diberikan dapat berkembang sebaik-baiknya karena orang tersebut memiliki pandangan yang positif terhadap stimulus yang telah diberikan. (2) sikap negatif apabila terbentuk persepsi negatif terhadap stimulus yang telah diberikan. Struktur sikap menurut Kothandapani (dalam Azwar, 2007) dibagi menjadi 3 komponen yang saling menunjang. Ketiga komponen tersebut pembentukan sikap,
Universitas Sumatera Utara
yaitu sebagai komponen kognitif (kepercayaan), emosional (perasaan) dan komponen konatif (tindakan). Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam berinteraksi sosial, individu beraksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Faktor-faktor yang memengaruhi sikap (Azwar, 2007) terdiri dari: (a) Pengalaman Pribadi Pengalaman
yang
terjadi
secara
tiba-tiba
atau
mengejutkan
yang
meninggalkan kesan paling mendalam pada jiwa seseorang. Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama-kelamaan secara bertahap diserap kedalam individu dan memengaruhi terbentuknya sikap. (b) Pengaruh Orang Lain Dalam pembentukan sikap pengaruh orang lain sangat berperan. Misal dalam kehidupan masyarakat yang hidup di pedesaan, mereka akan mengikuti apa yang diberikan oleh tokoh masyarakatnya. (c) Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap. Dalam kehidupan di masyarakat, sikap masyarakat diwarnai dengan kebudayaan yang ada di daerahnya. (d) Media Massa Media masa elektronik maupun media cetak sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dengan pemberian informasi melalui
Universitas Sumatera Utara
media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap. (e) Faktor Emosional Sikap yang didasari oleh emosi yang fungisnya hanya sebagai penyaluran frustasi, atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego, sikap yang demikian merupakan sikap sementara, dan segera berlalu setelah frustasinya hilang, namun dapat juga menjadi sikap yang lebih persisten dan bertahan lama. Komponen kebutuhan yang ”dirasakan” (perceived need), di ukur dengan perasaan subjektif individu terhadap pelayanan kesehatan. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa faktor kebutuhan (need) merupakan penentu akhir bagi individu dalam menentukan seseorang memanfaatkan pelayanan kesehatan (Andersen, dan Newman, 2005).
2.7 Landasan Teori Seseorang dapat dikatakan patuh apabila dapat mentaati dan mengikuti peraturan yang telah dibuat tanpa paksaan dari siapapun. Hal ini dapat ditunjukkan dengan sikap petugas kesehatan mau mematuhi peraturan dalam mengelola vaksin. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan seseorang terdiri dari 2 faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi individu terdiri dari pengetahuan, pendidikan, masa kerja, motivasi, kemampuan, ketrampilan, dan beban kerja. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh fasilitas, prosedur, supervisi dan kepemimpinan.
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku dalam melakukan tindakan mengacu kepada teori Green (1980), yang menyatakan seseorang akan berperilaku dalam tindakan dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, sikap, kepercayaan, persepsi dan nilai-nilai.
a. b. c. d. e. f. g.
Faktor Internal Pengetahuan Pendidikan Motivasi Masa kerja Beban kerja Kemampuan Ketrampilan
a. b. c. d.
Faktor Eksternal Fasilitas Prosedur Supervisi Kepemimpinan
Kepatuhan
Gambar 2.2 Landasan Teori
Universitas Sumatera Utara
2.8 Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori dan tujuan penelitian, maka sebagai kerangka konsep disajikan pada Gambar 2.3. Variabel Independen Faktor Internal a.Pengetahuan b.Pelatihan
Variabel Dependen
Kepatuhan Petugas Kesehatan dalam Mengelola Vaksin
Faktor Eksternal a. Fasilitas b.Prosedur c. Supervisi
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara