BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jaminan Persalinan (Jampersal) 2.1.1. Pengertian Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB paska persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Pengelolaan Jaminan Persalinan dilakukan pada setiap jenjang pemerintahan (pusat, provinsi, dan kabupaten/kota) menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan Jamkesmas. Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan rujukan (Kemenkes RI, 2011). 2.1.2. Sasaran Jampersal Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan adalah : a. Ibu hamil b. Ibu bersalin c. Ibu nifas (sampai 42 hari pasca melahirkan) d. Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari). 2.1.3. Ruang Lingkup Jampersal Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan rujukan. Adapun ruang lingkup pelayanan jaminan persalinan terdiri dari: 1. Pelayanan persalinan tingkat pertama
Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh dokter atau bidan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan KB pasca salin, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir serta KB paska salin) tingkat pertama. Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi: a. Pelayanan ANC sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali; b. Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir c. Pertolongan persalinan normal d. Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam yang merupakan kompetensi Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED). e. Pelayanan Nifas atau Post natal care (PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali; f. Pelayanan KB paska persalinan serta komplikasinya. g. Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan janin/ bayinya. 2. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik untuk pelayanan kebidanan dan bayi baru lahir kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan atau dengan
komplikasi yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dilaksanakan berdasarkan rujukan atas indikasi medis. Pada kondisi kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal tidak diperlukan surat rujukan. Pelayanan tingkat lanjutan menyediakan pelayanan terencana atas indikasi ibu dan janin/bayinya. Jenis pelayanan persalinan di tingkat lanjutan meliputi: a. Pemeriksaan kehamilan atau Ante Natal Care (ANC) dengan risiko tinggi. b. Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama. c. Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat persalinan. d. Pemeriksaan paska persalinan atau (PNC) dengan risiko tinggi. e. Penatalaksanaan KB paska salin dengan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) atau Kontrasepsi Mantap (Kontap) serta penanganan komplikasi. f. Pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan dimana terjadi kondisi yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga perlu dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut. 2.1.4. Kebijakan Operasional Jampersal Kebijakan operasional Jampersal dilaksanakan sesuai dengan petunjuka teknis yang dikeluarka oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI, 2011) sebagai berikut :
1. Pengelolaan Jaminan Persalinan dilakukan pada setiap jenjang pemerintahan (pusat, provinsi, dan kabupaten/kota) menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan Jamkesmas. 2. Kepesertaan Jaminan
Persalinan
merupakan perluasan kepesertaan dari
Jamkesmas, yang terintegrasi dan dikelola mengikuti tata kelola dan manajemen Jamkesmas 3. Peserta program Jaminan Persalinan adalah seluruh sasaran yang belum memiliki jaminan persalinan. 4. Peserta Jaminan Persalinan dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh jaringan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan (Rumah Sakit) di kelas III yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota. 5. Pelaksanaan pelayanan Jaminan Persalinan mengacu pada standar pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). 6. Pembayaran atas pelayanan jaminan persalinan dilakukan dengan cara klaim oleh fasilitas kesehatan. Untuk persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan pemerintah (Puskesmas dan Jaringannya) dan fasilitas kesehatan swasta yang bekerjasama dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. 7. Pada daerah lintas batas, fasilitas kesehatan yang melayani ibu hamil/persalinan dari luar wilayahnya, tetap melakukan klaim kepada Tim Pengelola/Dinas Kesehatan setempat dan bukan pada daerah asal ibu hamil tersebut.
8. Fasilitas kesehatan seperti Bidan Praktik, Klinik Bersalin, Dokter praktik yang berkeinginan ikut serta dalam program ini melakukan perjanjian kerjasama (PKS) dengan Tim Pengelola setempat, dimana yang bersangkutan dikeluarkan ijin prakteknya. 9. Pelayanan Jaminan Persalinan diselenggarakan dengan prinsip Portabilitas, Pelayanan terstruktur berjenjang berdasarkan rujukan dengan demikian jaminan persalinan tidak mengenal batas wilayah (lihat angka 7 dan 8). 10. Tim Pengelola Pusat dapat melakukan realokasi dana antar kabupaten/kota, disesuaikan dengan penyerapan dan kebutuhan daerah serta disesuaikan dengan ketersediaan dana yang ada secara nasional (Kemenkes RI, 2011). 2.1.5. Pendanaan Jaminan Persalinan Pendanaan Persalinan dilakukan secara terintegrasi dengan Jamkesmas. Pengelolaan dana Jaminan Persalinan, dilakukan sebagai bagian dari pengelolaan dana Jamkesmas pelayanan dasar. Pengelolaan dana Jamkesmas dilakukan oleh Dinas Kesehatan selaku Tim Pengelola Jamkesmas Tingkat Kabupaten/Kota. 1. Ketentuan Umum Pendanaan a. Dana Jaminan Persalinan di pelayanan dasar disalurkan ke kabupaten/kota, terintegrasi dengan dana Jamkesmas di pelayanan kesehatan dasar, sedangkan untuk jaminan persalinan tingkat lanjutan dikirimkan langsung ke rumah sakit menjadi satu kesatuan dengan dana Jamkesmas yang disalurkan ke rumah sakit.
b. Pendanaan Jamkesmas di pelayanan dasar dan Jaminan Persalinan merupakan belanja bantuan sosial bersumber dari dana APBN yang dimaksudkan untuk mendorong percepatan pencapaian MDGs pada tahun 2015, sekaligus peningkatan kualitas pelayanan kesehatan termasuk persalinan oleh tenaga kesehatan difaslitas kesehatan, sehingga pengaturannya tidak melalui mekanisme APBD, dengan demikian tidak langsung menjadi pendapatan daerah. c. Dana belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud adalah dana yang diperuntukkan untuk pelayanan kesehatan peserta Jamkesmas dan pelayanan persalinan bagi seluruh ibu hamil/bersalin yang membutuhkan. d. Setelah dana tersebut sebagaimana dimaksud disalurkan pemerintah melalui SP2D ke rekening Kepala Dinas Kesehatan sebagai penanggungjawab program, maka status dana tersebut berubah menjadi dana masyarakat (sasaran), yang ada di rekening dinas kesehatan. e. Setelah dana tersebut sebagaimana dimaksud digunakan oleh Puskesmas dan jaringannya serta fasilitas kesehatan lainnya (yang bekerjasama), maka status dana tersebut berubah menjadi pendapatan fasilitas kesehatan. f. Pemanfaatan dana jaminan persalinan pada pelayanan lanjutan mengikuti mekanisme pengelolaan pendapatan fungsional fasilitas kesehatan dan berlaku sesuai status rumah sakit tersebut. 2. Sumber dan Alokasi Dana a. Sumber dana
Dana Jaminan Persalinan bersumber dari APBN Kementerian Kesehatan yang dialokasikan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Sekretariat Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan. b. Alokasi Dana Alokasi dana Jaminan Persalinan di Kabupaten/Kota diperhitungkan berdasarkan perkiraan jumlah sasaran yang belum memiliki jaminan persalinan di daerah tersebut dikalikan besaran biaya paket pelayanan persalinan tingkat pertama. 3. Penyaluran Dana Dana Jamkesmas untuk pelayanan dasar di Puskesmas dan jaringannya serta Jaminan Persalinan menjadi satu kesatuan, disalurkan langsung dari bank operasional Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) ke : a. Rekening Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai penanggungjawab program a/n Institusi dan dikelola Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota untuk pelayanan kesehatan dasar dan persalinan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. b. Rekening Rumah Sakit untuk pelayanan persalinan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan yang menjadi satu kesatuan dengan dana pelayanan rujukan yang sudah berjalan selama ini.
2.1.6. Manfaat Jaminan Persalinan Peserta jaminan persalinan mendapatkan manfaat pelayanan yang meliputi (Kemenkes RI, 2011): 1. Pemeriksaan Kehamilan (Ante Natal Care) yang dibiayai oleh program ini mengacu pada buku pedoman KIA, dimana selama hamil ibu hamil diperiksa sebanyak 4 kali disertai konseling KB dengan frekuensi : a. 1 kali pada triwulan pertama b. 1 kali pada triwulan kedua c. 2 kali pada triwulan ketiga Pemeriksaan kehamilan yang jumlahnya melebihi frekuensi di atas pada tiaptiap triwulan tidak dibiayai oleh program ini. Penyediaan obat-obatan, reagensia dan bahan yang habis pakai diperuntukkan bagi pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas dan KB pasca salin serta komplikasi yang mencakup seluruh sasaran ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir menjadi tanggung jawab Pemda atau Dinas Kesehatan Kab/Kota. Pada Jaminan Persalinan dijamin penatalaksanaan komplikasi kehamilan antara lain : a. Penatalaksanaan abortus imminen, abortus inkompletus dan missed abortion b. Penatalaksanaan mola hidatidosa c. Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum d. Penanganan kehamilan Ektopik terganggu e. Hipertensi dalam kehamilan, pre eklamsi dan eklamsi
f. Perdarahan pada masa kehamilan g. Decompensatio cordis pada kehamilan h. Pertumbuhan janin terhambat (PJT) : tinggi fundus tidak sesuai dengan usia kehamilan i. Penyakit lain sebagai komplikasi kehamilan yang mengancam nyawa 2. Penatalaksanaan Persalinan a. Persalinan per vaginam 1) Persalinan per vaginam norma 2) Persalinan per vaginam melalui induksi 3) Persalinan per vaginam dengan tindakan 4) Persalinan per vaginam dengan komplikasi 5) Persalinan per vaginam dengan kondisi bayi kembar 6) Persalinan per vaginam dengan induksi, dengan tindakan, dengan komplikasi serta pada bayi kembar dilakukan di Puskesmas PONED dan/atau RS. b. Persalinan per abdominam 1) Seksio sesarea elektif (terencana), atas indikasi medis 2) Seksio sesarea segera (emergensi), atas indikasi medis 3) Seksio sesarea dengan komplikasi (perdarahan, robekan jalan lahir, perlukaan jaringan sekitar rahim, dan sesarean histerektomi) 4) Penatalaksanaan komplikasi persalinan 5) Perdarahan
6) Eklampsia 7) Retensio plasenta 8) Penyulit pada persalinan 9) Infeksi 10) Penyakit lain yang mengancam keselamatan ibu bersalin c. Penatalaksanaan bayi baru lahir 1) Perawatan esensial neonatus atau bayi baru lahir 2) Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan komplikasi (asfiksia, BBLR, infeksi, ikterus, kejang, RDS) d. Lama hari inap minimal di fasilitas kesehatan 1) Persalinan normal dirawat inap minimal 1 (satu) hari 2) Persalinan per vaginam dengan tindakan dirawat inap minimal 2 hari 3) Persalinan dengan penyulit post section-caesaria dirawat inap minimal 3 hari 3. Pelayanan Nifas Pelayanan nifas (Post Natal Care) sesuai standar yang dibiayai oleh program ini ditujukan bagi ibu dan bayi baru lahir yang meliputi pelayanan ibu nifas, pelayanan bayi baru lahir, dan pelayanan KB pasca salin. Pelayanan nifas diintegrasikan antara pelayanan ibu nifas, bayi baru lahir dan pelayanan KB pasca salin. Tata laksana asuhan PNC merupakan pelayanan ibu dan bayi baru lahir sesuai dengan Buku Pedoman KIA. Pelayanan bayi baru lahir dilakukan pada saat lahir dan kunjungan neo natal.
Pelayanan ibu nifas dan bayi baru lahir dilaksanakan 4 kali, masing-masing 1 kali pada : a. Kunjungan pertama untuk Kf1 dan KN1 ( 6 jam s/d hari ke 2) b. Kunjungan kedua untuk KN2 (hari ke 3 s/d hari ke 7 c. Kunjungan ketiga untuk Kf2 dan KN3 ( hari ke 8 s/d hari ke 28) d. Kunjungan keempat untuk Kf3 ( hari ke 29 s/d hari ke 42) Pada Jaminan Persalinan dijamin penatalaksanaan komplikasi nifas antara lain: a. Perdarahan b. Sepsis c. Asfiksia d. Ikterus e. BBLR f. Kejang g. Abses/infeksi diakibatkan oleh komplikasi pemasangan alat kontrasepsi h. Penyakit lain yang mengancam keselamatan ibu dan bayi baru lahir sebagai komplikasi persalinan. 4. Keluarga Berencana (KB) a. Jenis pelayanan KB 1) Kontrasepsi mantap ( Kontap) 2) IUD, Implan 3) Suntik
b. Tata laksana pelayanan KB dan ketersediaan alokon Sebagai upaya untuk pengendalian jumlah penduduk dan keterkaitannya dengan Jampersal, maka pelayanan KB pada masa nifas perlu mendapatkan perhatian. Tata laksana pelayanan KB mengacu pada Pedoman Pelayanan KB dan KIA dan diarahkan pada Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) atau Kontrasepsi Mantap (Kontap) sedangkan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi (alokon) KB ditempuh dengan prosedur sebagai berikut : a) Pelayanan KB di fasilitas kesehatan dasar : 1) Alat dan obat kontrasepsi (alokon) disediakan oleh BKKBN terdiri dari IUD, Implan dan suntik 2) Puskesmas membuat rencana kebutuhan alat dan obat kontrasepsi yang diperlukan untuk pelayanan KB di Puskesmas maupun dokter/bidan praktik mandiri yang ikut program Jampersal. Selanjutnya daftar kebutuhan tersebut dikirimkan ke SKPD yang mengelola program keluarga berencana di Kabupaten/Kota setempat. 3) Dokter dan bidan praktik mandiri yang ikut program Jampersal membuat rencana kebutuhan alokon untuk pelayanan KB dan kemudian diajukan permintaan ke Puskesmas yang ada di wilayahnya. 4) Puskesmas setelah mendapatkan alokon dari SKPD Kabupaten/Kota yang mengelola program KB selanjutnya mendistribusikan alokon ke dokter dan bidan praktik mandiri yang ikut program Jampersal sesuai usulannya. 5) Besaran jasa pelayanan KB diklaimkan pada program Jampersal.
b) Pelayanan KB di fasilitas kesehatan lanjutan : 1) Alat dan obat kontrasepsi (alokon) disediakan oleh BKKBN 2) Rumah sakit yang melayani Jampersal membuat rencana kebutuhan alat dan obat kontrasepsi yang diperlukan untuk pelayanan KB di rumah sakit tersebut dan selanjutnya daftar kebutuhan tersebut dikirimkan ke SKPD yang mengelola program KB di Kabupaten/Kota setempat. 3) Jasa pelayanan KB di pelayanan kesehatan lanjutan menjadi bagian dari penerimaan menurut tarif INA CBG’s. 2.1.7. Pemanfaatan Jampersal Pemanfaatan jampersal adalah aktivitas atau kegiatan untuk menggunakan segala fasilitas yang terdapat didalam program jampersal untuk ibu hamil, bersalin, nifas dan KB. Fungsi pemanfaatan sangat penting karena membicarakan kaitan antara kebutuhan ibu hamil, bersalin, nifas, dan KB dengan prosedur, isi program dan sistem penggunaan jampersal (Yusufhadi, 1994). Pemberi pelayanan jampersal mempunyai tanggungjawab untuk mencocokan isi program dengan pelayanan yang diterima ibu agar sesuai dengan kebutuhan, menilai isi program agar dapat menilai apa yang menjadi penyebab masyarakat tidak memnfaatkan jampersal, berinteraksi dengan masyarakat yang seharusnya dapat menggunakan fasilitas jampersal, memberikan arahan untuk menggunakan jampersal, memberikan penilaian atas hasil pelayanan yang telah diberikan sesuai dengan standar jampersal, serta mampu mengkaji kelemahan dari jampersal sehingga masyarakat kurang memanfaatkan jampersal.
Pemanfaatan jampersal dalam persalinan dapat membantu masyarakat dalam biaya keringanan sejak dari kehamilan smpai penggunaan alat kontrasepsi. Jampersal merupakan program pemeritah dalam rangka pencapaian penurunan AKI dan AKB melalui proses persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan. 2.2. Proses Pengambilan Keputusan untuk Menggunakan Jasa dan Barang Menurut Hawkins et al (2003), menyatakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi suatu keputusan untuk membeli atau menggunakan jasa atau barang yaitu: 1. Personal 2. Psikologis 3. Sosial 2.2.1. Faktor Personal Dalam faktor ini, pemasar hendaknya antara lain : keunikan konsumen (faktor demografi, gender, ras, umur, pendidikan, pekejaan, pendapatan dan lain-lain), penanggung jawab pengambilan keputusan akhir, dan alasan pembelian konsumen. 1.
Umur Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat
utama. Umur adalah jumlah tahun hidup seseorang sejak lahir sampai ulang tahun yang terakhir dihitung berdasarkan tahun. Umur mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, serta sifat resistensi (Siagian, 1995). Umur berkaitan dengan pengalaman. Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Pengalaman yang diperoleh
dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. Semakin tua umur seseorang maka pengalamannya akan semakin banyak begitu juga dengan pengetahuannya akan semakin meningkat. Dengan melihat dan mendengar informasi yang berkaitan dengan jasa atau barang baik yang diperoleh dari media elektronik, media cetak maupun dari orang lain dapat meningkatkan pengetahuan. Semakin banyak pengalaman seseorang dengan melihat dan mendengar informasi mengenai jasa atau barang maka pengetahuan tentang jasa dan barang tersebut semakin baik. Perbedaan pengalaman terhadap masalah kesehatan/penyakit dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh umur individu tersebut. Semakin tua umur seseorang semakin meningkat pula kedewasaan teknisnya, demikian pula psikologisnya serta menunjukkan kematangan jiwa. Usia yang semakin meningkat akan meningkat pula pengetahuannya serta kemampuannya dalam mengambil keputusan, berpikir rasional, mengendalikan emosi dan bertoleransi terhadap pandangan orang lain sehingga berpengaruh terhadap sikapnya (Siagian, 1995). 2. Pendidikan Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan pasangan suami/istri yang rendah akan menyulitkan proses pengajaran dan pemberian informasi, sehingga pengetahuan tentang pemanfaatan barang atau juga terbatas. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain agar dapat memahami sesuatu hal. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi
pendidikan seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak. Sebaliknya, jika seseorang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, maka akan menghambat perkembangan sikap orang tersebut terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan kepadanya (Mubarak, 2012). Menurut Lukman (2008) juga umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan, sebab orang yang berpendidikan tinggi lebih banyak mempunyai pengetahuan sehingga dapat membandingkan satu produk dengan produk lainya dan memutuskan memanfaat suatu jasa atau barang. 3. Pekerjaan Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pekerjaan seseorang dapat menentukan status diri individu di masyarakat. Seseorang memiliki pekerjaan baik tentunya dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang diinginkannya (Mubarak, 2012). Jenis pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk menggunakan suatu jasa atau barang yang akan dibelinya. Jenis pekerjaan akan mempengaruhi keputusan untuk menggunakan jasa atau barang. 4. Penghasilan Penghasilan dan sumber keluarga pada dasarnya merupakan pendapatan yang diperoleh dari pasangan suami dan istri atau hasil dari suami apabila istri tidak bekerja atau sebaliknya. Pengeluaran keluarga yang mendadak haruslah diatur secara
cermat, apabila dapat dikeluarkan dengan nilai lebih kecil tidak perlu harus mengeluarkan yang besar. Apabila keluarga tersebut tidak ingin dipusingkan dengan pengeluaran kesehatan, maka keluarga dapat membeli asuransi kesehatan yang tentunya nilainya disesuaikan dengan penghasilan yang ada (Muada, 2011). Pendapatan keluarga dapat juga berperan terhadap perkembangan anak-anak atau kehidupan keluarga. Interaksi di dalam keluarganya mamu mempunyai corak hubungan yang berbeda. Orang tua mampu, mereka dapat mencurahkan perhatian yang lebih mendalam, sebab tidak disulitkan oleh kebutuhan-kebutuhan primer, seperti mencari nafkah sehari-hari dan pemanfaatan kesehatan (Ahmad, 2001). Besarnya penghasilan mempengaruhi keputusan untuk mengunakan barang atau jasa yang sesuai dengan kebutuhannnya. Semakin tinggi pendapatan maka kebebasan untuk menentukan berbagai jenis pelayanan semakin luas. 2.2.2. Faktor Psikologi Faktor psikologis mencakup: motif, persepsi, kemampuan dan tingkat pengetahuan, sikap, kepribadian dan gaya hidup. Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia beserta latar belakangnya dalam hubungan dengan situasi atau lingkungan (Priyanta, 1987). Seadangkan meurut Sigmund Freud, psikologi dikatakan adalah sebagian besar kehidupan manusia itu berada dalam tidak sadra, sehingga tingkah laku individu cenderung dilakukan dari motif tidak sadar. 1. Persepsi
Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu suatu stimulus yang diterima oleh individu melalui alat reseptor yaitu indera. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Persepsi merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera. Dengan kata lain persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif berpengaruh dalam proses persepsi. 2. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan (Mubarak, 2012). Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri, disamping itu didapat juga dari orang lain. Kemampuan manusia mengingat-ingat apa yang telah diketahui
kemudian menyampaikannya kepada orang lain melalui bahasa, menyebabkan pengetahuan menyebar luas. Lebih-lebih bila pengetahuan itu dibukukan, maka penyebarannya dapat dilakukan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sistem yang terlahir karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran yang berbeda sehingga memunculkan dan mendapatkan sesuatu yang berbeda pula, sehingga perlu disampaikan agar yang lain juga mengerti. Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Biasanya semakin luas pengetahuan seseorang semakin mempermudah pengambilan keputusan. 3. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok : a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan : a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. 2.2.3. Faktor Sosial Keinginan, motif, dan pembelajaran konsumen dipengaruhi oleh pendapat pmpinan, anggota keluarga, grup referensi, kelas sisial dan budaya. Sosio atau sosial adalah organisasi atau perkumpulan masyarakat baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Makhluk sosial yang selalu hidup bersama-sama mencapai tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri (Soeleman, 2007). 1. Budaya Menurut Kuntjaraningrat (2009) budaya adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya merupakan pelaksanaan norma-norma kelompok tertentu yang dipelajari dan ditanggung bersama. Yang termasuk di dalamnya adalah pemikiran, penuntun, keputusan dan tindakan atau perilaku seseorang. Selain itu nilai budaya adalah merupakan suatu keinginan individu atau cara bertindak yang dipilih atau pengetahuan terhadap sesuatu yang dibenarkan sepanjang waktu sehingga mempengaruhi tindakan dan keputusan (Leiningger, 2005). Keesing (1985) menyebutkan budaya adalah totalitas pengetahuan manusia pengalaman yang terakumulasi, dan yang ditransmisikan secara sosial atau singkatnya kebudayaan adalah tingkah laku yang diperoleh melalui proses sosialisasi. Sedangkan Peursen mengartikan budaya sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan kehidupan kelompok orang. Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa budaya adalah keseluruhan gagasan, ide-ide serta karya manusia yang lahir sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia. Menurut Schifman & Kanuk (2008) budaya adalah keseluruhan kepercayaan, nilai – nilai, dan kebiasaan yang mempelajari yang membantu mengarahkan perilaku konsumen para anggota masyarakat tertentu. Budaya memperlengkapi orang dengan rasa identitas dan pengertian akan perilaku yang dapat diterima di dalam masyarakat.
Budaya merupakan karakter yang penting dari suatu sosial yang membedakan dari kelompok kultur lainnya. Pengaruh budaya sangat besar terhadap pengambilan keputusan. Semakin banyak budaya yang diketahui individu maka pertimbangan untuk memamfaatkan jasa atau barang. 2. Kelas Sosial Menurut Engel, et al (1994) kelas sosial adalah pembagian dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang berbagi nilai, minat dan perilaku yang sama. Sedangkan menurut Sumarwan (2002) kelas sosial merupakan bentuk lain dari pengelompokan masyarakat kedalam kelas atau kelompok yang berbeda. Kelas sosial akan mempengaruhi jenis produk, jenis jasa, dan merek yang dikonsumsi oleh konsumen. Kelompok status mencerminkan suatu harapan komunitas akan gaya hidup di kalangan masing-masing kelas dan juga estimasi sosial yang positif atau negatif mengenai kehormatan yang diberikan kepada masing-masing kelas (Setiadi, 2008). Semakin tinggi kelas sosial seseorang, maka semakin mudah untuk menentukan keputusan menggunakan jasa atau barang sebab tidak dengan banyak pertimbangan.
2.3. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2.3.1.
Pengertian Asuransi Kesehatan Sosial (Jaminan Kesehatan NasionalJKN) Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat
wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial
ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004). Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. 2.3.2. Pinsip-prinsip JKN 1. Gotong Royong Yaitu dimana peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu.
2. Prinsip nirlaba Yaitu pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan
dari
masyarakat
adalah
dana
amanat,
sehingga
hasil
pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. 3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya. 4. Prinsip portabilitas Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. 6. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badanbadan
penyelenggara
untuk
dikelola
sebaik-baiknya
dalam
rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. 7. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
2.4. Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional 2.4.1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) BPJS merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosia. BPJS terdiri dari BPJS kesehatan dan BPJS ketenaga kerjaan. BPJS kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan sedangkan BPJS ketenagakerjaan merupakan program yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi masalah sosial ekonomi. Jaminan kesehatan merupakan perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. 2.4.2. Peserta BPJS Kesehatan Peserta BPJS kesehatan adalah setiap orang di Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah membayar iuran, meliputi:
1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI): fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. 2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari: a. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya: PNS, TNI, Polri, pejabat Negara, pegawai pemerintahan, pegawai swasta, pekerja penerima upah, dan WNA yang bekerja di Indonesia minimal 6 bulan. b. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya : pekerja mandiri, dan pekerja yang tidak termasuk pekerja diluar negeri yang bukan penerima upah c. Bukan pekerja dan anggota keluarganya : Investor, pemberi kerja, veteran, perintis kemerdekaan, dan penerima pensiun, terdiri dari: 1) PNS yang berhenti dengan hak pensiun 2) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun 3) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun 4) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pension yang mendapat hak pensiun 5) Penerima pensiun lain-lain 6) Janda, duda, atau yatim piatu dari penerima pension lain yang mendapat hak pensiun.
2.4.3. Anggota Keluarga yang Ditanggung 1. Pekerja penerima upah: a. Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri/anak angkat) sebanyak-banyaknya 5 orang. b. Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, dengan kriteria: 1) Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri. 2) Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahunnyang masih melanjutkan pendidikan formal. 2. Pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja a. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan tidak terbatas. b. Peserta dapat mengikut sertakan anggota keluarga tambahan yang meliputi anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua. c. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi kerabat lain seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga dan lain-lain. 2.4.4. Hak dan Kewajiban Peserta 1. Hak Peserta a. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan
b. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku c. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama deangan BPJS kesehatan d. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke kantor BPJS kesehatan. 2. Kewajiban peserta a. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarnya sesuai dengan ketenyuan yang berlaku b. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I c. Menjaga kartu peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh yang tidak berhak d. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan. 2.4.5. Pendaftaran Menjadi Peserta 1. Pekerja penerima upah Proses pendaftaran menjadi peserta BPJS kesehatan dapat dilakukan secara kolektif maupun peorangan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pendaftaran secara kolektif : 1) Mengisi dan menyerahkan formulir daftar isian peserta serta melampirkan past foto berwarna terbaru ukuran 3x4 cm masing-masing satu lembar
2) Pendaftaran secara berkelompok kolektif disampaikan dalam bentuk format data yang disepakati b. Pendaftaran secara perorangan : 1) Mengisi Formulir Daftar Isian Peserta (FDIP) dilampiri dengan pas foto berwarna terbaru masing-masing ukuran 3x4 cm masing-masing satu lembar (kecuali anak balita) 2) Memperlihatkan dokumen yang harus dilengkapi. 2. Pekerja bukan penerima upah a. Pendaftaran secarakolektif: 1) Mengisi dan menyerahkan FDIP serta melampirkan pas foto berwarna terbaru ukuran 3x4 cm masing-masing satu lembar 2) Pendaftaran secara berkelompok kolektif dismpaikan dalam bentuk format data yang disepakati. b. Pendaftaran secara peroraangan: Mengisi formulir daftar isian peserta (FDIP) serta melampirkan pas foto masing-masing satu lembar ukuraan 3x4 cm (kecuali bagi anak usia balita) serta melampirkan dokumen sebagai berikut: 1) Foto copy KTP dan KK 2) Foto copy surat nikah 3) Foto copy aktekelahiran anak/surat keterangan lahir yang menjadi tanggungan 4) Bagi WNA menunjukkan Kartu Ijin Tinggal Sementara/Tetap.
3. Bukan pekerja a. Pendaftaran secara kolektif : 1) Jumlah anggota keluarga minimal dua orang 2) Mengisi formulir FDIP dengan melampirkan pas foto terbaru masingmasing satu lembar dengan ukuran 3x4 cm b. Pendaftaran secara peorangan: Mengisi formulir FDIP dengan melampirkan pas foto terbaru masing-masing satu lembar dengan ukuran 3x4 cm, foto copy KTP, bagi WNA menunjukan bukti tinggal sementara 4. Pekerja Informal Mengisi formulir FDIP dengan melampirkan pas foto terbaru masing-masing satu lembar dengan ukuran 3x4 cm, foto copy KTP, bagi WNA menunjukan bukti tinggal sementara, foto copy KK. 2.4.6. Perubahan Data Kepesertaan 1. Peserta melapor ke BPJS Kesehatan dan akan mendapatkan penggantian kartu apabila terjadi hal-hal berikut: a. Kartu peserta hilang b. Kartu rusak/ data pada kartu salah: 1) Surat pernyataan hilang dari yang bersangkuta (bermaterai) 2) Menunjukkan KK atau KTP yang berlaku 2. Peserta melapor ke BPJS kesehatan tanpa mendapatkan penggantian kartu apabila terjadi hal-hal:
a. Pindah Puskesmas/dokter keluarga b. Pindah tempat tinggal c. Pindah tempat bekerja d. Perubahan golongan kepangkatan e. Perubahan jenis kepesertaan f. Perubahan daftar susunan keluarga g. Pengurangan peserta. 2.4.7. Iuran 1. Ketentuan Iuran a. Bagi Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan iuran dibayar oleh pemerintah b. Iuran bagi peserta pekerja penerima upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari PNS, anggota TNI/POLRI, pejabat Negara dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% dari gaji perbulan dengan ketentuan 3% dibayar oleh pemberi kerja dan 2% dibayar oleh peseta. c. Iurannbagi peserta pekerja penerima upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan swasta sebesar 4,5 % dari gaji perbulan dengan ketentuan 4% dibayar pemberi kerja dan 0,5% dibayar oleh peserta. d. Iuraan untuk keluarga tambahan pekerja penerima upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besarnya iuran sebesar-besarnya 1% dari gaji atau upah per orang, per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
e. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah, pserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar: 1) Sebesar Rp. 25.500 per orang perbulan denga manfaat pelayanan diruang perawat kelas III. 2) Sebesar Rp. 42.500 per orang perbulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II. 3) Sebesar Rp. 59.500 per orang perbulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I. f. Iuran kesehatan bagi veteran, perintis kemerdekaa, dan janda, atau anak yatim piatu atau perintis kemerdekaan, iuran ditetapkan sebesar 5% dari 45% gaji pokok pegawai negeri sipil golongan ruangan III/a dengan masa kerja 14 bulan dibayar oleh pemerintah. g. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 setiap bulan. 2. Denda keterlambatan pembayaran iuran a. Keterlambatan pembayaran iuran untuk pekerja penerima upah dikenakan denda administrasi sebesar 2% perbulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 bulan, yang dibayar bersama dengan total iuran yang tertunggak oleh pemberi kerja. b. Keterlambatan pembayaran iuran untuk peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 bulan yang dibayarkan bersama dengan total iuran yang tertunggak.
2.4.8. Penghentian Pelayanan Kesehatan 1. Bagi pekerja penerima upah, jika terjadi keterlambatan pembayaran iuran lebih dari 3 bulan, maka pelayanan kesehatan dihentikan. 2. Bagi pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja, jika terjadi keterlambatan pembayaran iuran lebih dari 6 bulan, maka pelayan kesehatan dihentikan sementara. 2.4.9. Fasilitas Kesehatan Bagi Peserta Fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan terdiri dari : 1. Fasilitas kesehatan tingkat pertama : a. Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) non perawatan dan Puskesmas perawatan (Puskesmas dengan tempat tidur). b. Fasilitas kesehatan milik TNI c. Fasilitas kesehatan milik POLRI d. Praktek dokter umum/klinik umum, terdiri dari praktek Dokter umum perseorangan, klinik 24 jam, praktek dokter gigi, klinik pratama, RS pratama. 2. Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan : a. Rumah Sakit terdiri dari RS Umum, RSUP, RSUD, RS TNI, RS POLRI, RS Umum Swasta, RS khusus Jantung, RS khusus Paru, RS khusus mata, RS khusus bersalin, RS khusus jiwa, RS khusus yang telah terakreditasi. b. Balai kesehatan, terdiri dari : Balai Kesehatan Paru Masyarakat, Balai Kesehatan Masyarakat, Balai Kesehatan Ibu dan Anak dan Balai Kesehatan Jiwa.
3. Fasilitas kesehatan penunjang yang tidak bekerjasama secara langsung dengan BPJS kesehatan namun merupakan jejaring dari fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjut yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan meliputi : a. Laboratorium Kesehatan b. Apotek c. Unit Transfusi Darah 2.4.10. Manfaat Akomodasi Rawat Inap 1. Ruang perawatan kelas III bagi : a. Peserta PBI jaminan kesehatan b. Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja dengan iuran untuk manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III. 2. Ruang perawatan kelas II bagi : a. PNS dan pensiun PNS golongan I dan II beserta anggota keluarganya. b. Anggota TNI dan penerima pensiun anggota TNI yang setara PNS golongan I dan II beserta anggota kelurganya. c. Anggota Polri dan penerima pensiun anggota Polri yang setara PNS golongan I dan II beserta anggota kelurganya. d. Peserta pekerja penerima upah dan pegawai pemerintah non pegawai negeri dengan gaji atau upah sampai dengan 1,5 kali penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 anak, beserta anggota keluarganya e. Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja dengan iuran.
3. Ruang perawatan kelas I bagi : a. Pejabat Negara dan anggota keluarganya b. PNS dan penerima pensiun PNS golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya c. Anggota TNI dan penerima pensiun TNI yang setara PNS golongan ruang II dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya. d. Anggota Polri dan penerima pensiun anggota Polri yang setara PNS ruang III dan golonganruang IV beserta anggota keluarganya. e. Veteran dan perintis kemerdekaan beserta anggota keluarganya. f. Janda, duda, atau yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan. g. Peserta penerima upah bulanan dan pegawai pemerintah non pegawai negeri dengan gaji atau upah diatas 1,5 sampai 2 kali penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 anak beserta anggota keluarganya. h. Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja dengan iuran untuk manfaat pelayan di ruang perawatan kelas I. 2.4.11. Pelayanan Kesehatan yang dijamin 1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama Pelayanan kesehatan tingkat pertama meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup : a. Administrasi pelayanan b. Pelayanan promotif dan preventif c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
d. Tindakan medis non spesialistik baik operatif maupun non operatif e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai f. Pemeriksaan penunjang diagnostic laboraotorium tingkat pertama g. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis 2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjut, meliputi pelayanan : a. Administrasi pelayanan b. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub spesialis c. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai e. Pelayan penunjang disgnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis f. Rehabilitasi medis g. Pelayanan darah h. Pelayanan kedokteran forensic klinik i. Pelayanan janeazah pada pasien yang meninggal setelah dirawat inap di fasilitas keehatan yang bekerjasama denagn BPJS kesehatan, berupa pemulasan jenazah tidak termasuk peti jenazah dan mobil j. Perawatan inap non intensif k. Perawatan inap di ruang intensif
3. Persalinan yang ditanggung BPJS kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan adalah persalinan sampai dengan anak ketiga, tanpa melihat anak hidup/meninggal. 4. Ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan satu ke fasilitas kesehatan lainnya dengan tujuan menyelamatkan nyawa pasien. 2.4.12. Tata Cara Mendapatkan Pelayanan Kesehatan 1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama a. Setiap peserta harus terdaftar pada satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. b. Peserta memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat Peserta terdaftar. c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di Fasilitas Kesehatan tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis. 2. Pelayanan kesehatan tingakt lanjutan a. Peserta datang ke BPJS Center Rumah Sakit dengan menunjukkan Kartu Peserta dan menyerahkan surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama / surat perintah control pasca rawat inap. b. Peserta menerima Surat Eligibilitas Peserta (SEP) untuk mendapatkan pelayanan lanjutan. c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di Fasilitas Kesehatan tingkat 3. Pelayanan Kegawat daruratan
a. Pelayanan Gawat Darurat adalah pelayanan kesehatan yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan dan atau kecacatan, sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan. b. Peserta dapat langsung memperoleh pelayanan di setiap fasilitas kesehatan. Kriteria kegawatdaruratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Peserta yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, akan segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya teratasi d. Biaya akibat pelayanan kegawatdaruratan ditagihkan langsung oleh Fasiltas Kesehatan kepada BPJS Kesehatan. 2.4.13. Pelayanan Kesehatan yang Tidak Dijamin 1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku 2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat 3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan kerja 4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas 5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri
6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik 7. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas 8. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi) 9. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alcohol 10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri 11. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment) 12. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen) 13. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu 14. Perbekalan kesehatan rumah tangga 15. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah 16. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan 17. Klaim perorangan (UU No.24 tahun 2011).
2.5. Landasan Teori Menurut Hawkins et al (2003), bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dengan pengambilan keputusan adalah personal yaitu umur, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan, psikologi yaitu persepsi dan pengetahuan, sosial yaitu budaya dan kelas sosial. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen untuk memanfaatkan jasa atau barang.
2.6. Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut: Variabel Bebas
Variabel Terikat
Personal - Umur - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan Psikologi - Persepsi - Pengetahuan - Sikap
Rendahnya Pemanfaatan Jampersal
Sosial - Budaya - Kelas Sosial
Gambar. 2.1. Kerangka Konsep Penelitian