BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Dalam undangundang nomor 40 tahun 2004 menyatakan bahwa mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko kesehatan yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya (UndangUndang Republik Indonesia, 2004). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan lembaga yang mengelola dan memberikan pelayanan jaminan kesehatan. Setiap peserta memiliki hak dan kewajiban guna menjamin terselenggaranya jaminan kesehatan oleh BPJS kesehatan kepada peserta. Setiap peserta mempunyai hak untuk mendapatkan identitas peserta, mendapatkan nomor virtual account, memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, memperoleh manfaat jaminan kesehatan, menyampaikan pengaduan kepada fasilitas kesehatan dan/atau BPJS Kesehatan yang bekerja sama, mendapat informasi pelayanan kesehatan dan mengikuti
program
asuransi
kesehatan
6
tambahan
(BPJS,
2014).
7
Setiap peserta berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan berupa pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan tersebut meliputi semua fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, fasilitas kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan termasuk fasilitas kesehatan penunjang yang terdiri atas laboratorium, instalasi farmasi rumah sakit, apotek, unit trasnfusi darah/Palang Merah Indonesia, optik, pemberi pelayanan Consumable Ambulatory Peritonial Dialisis (CAPD) dan praktek Bidan/Perawat atau yang setara. Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan terdiri atas: a.
Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama
b.
Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan
c.
Pelayanan gawat darurat
d.
Pelayanan obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
e.
Pelayanan ambulance
f.
Pelayanan skrining kesehatan, dan
g.
Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri (BPJS, 2014).
Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh RSUD agar dapat bekerjasama dengan BPJS adalah adanya pelayanan obat dan alat kesehatan yang diselenggarakan oleh apoteker yang memiliki SIPA (Permenkes RI, 2013).
8
2.2 Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu bentuk layanan langsung seorang apoteker kepada konsumen obat (pasien) dalam menetapkan, menerapkan dan memantau pemanfaatan obat agar menghasilkan therapeutic outcome yang spesifik antara lain tepat pasien, tepat dosis, tepat khasiat (Dhanutirto, 2008). Standar pelayanan kefarmasian di Rumah sakit sesuai Peraturan Menteri Kesesehatan RI Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan untuk: a. meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian; b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit salah satunya adalah pelayanan farmasi klinik. Pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat dan konseling (Permenkes RI, 2014). Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi dan peracikan obat, pemerikasaan dan penyerahan disertai pemberian informasi. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis. Apoteker juga wajib melakukan penelusuran riwayat
9
penggunaan obat, hal tersebut merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi yang pernah dan sedang digunakan oleh pasien. Selain itu, apoteker akan melakukan rekonsilisai obat yang merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan obat yang telah di dapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat (Permenkes, 2014).
2.3 Tenaga Kesehatan Menurut undang-undang no 36 tahun 2014 Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah dokter, dokter gigi, apoteker, asisten apoteker, bidan, perawat, physio-terapis dan sarjana lain dalam bidang kesehatan (Undang-undang
Republik
Indonesia,
2014).
Secara
umum
dalam
penatalaksanaan suatu penyakit idealnya diperlukan kerja sama antar profesi kesehatan, sehingga pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif meliputi pelayanan medic (medical care) dilakukan oleh dokter, pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) dilakukan oleh apoteker dan pelayanan keperawatan (nursing care) dilakukan oleh perawat (Dirjen Binfar, 2006).
10
2.4 Teknik Pengukuran Harapan dan Persepsi Harapan adalah keinginan akan produk atau jasa tertentu yang bersifat individual dengan memperhatikan bagaimana cara memenuhi kebutuhan dan keinginan dimana harapan merupakan sesuatu yang diharapkan seseorang sebagai hasil dari pengubahan perilaku atau imbalan dari apa yang individu tersebut pikirkan (Bensley, 2003). Persepsi atau yang di masyarakat disebut kenyataan merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian diteruskan ke otak yang diorganisasikan dan diinterpretasikan sebagai proses psikologis. Dengan persepsi individu dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan (Sunaryo, 2004). Metode yang digunakan pada pengukuran harapan dan persepsi adalah dengan penyebaran kuisioner yang kemudian akan diberi skor. Yang selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan metode SPSS (Sounders et al., 2009). Untuk mengetahui validitas instrumen, menggunakan korelasi product moment dengan angka kasar yang dikemukakan oleh Pearson sebagai berikut:
r
n( XY) ( X Y)
[n X 2 ][n Y 2 ( Y) 2
Keterangan: r : koefisien korelasi product momen X : skor tiap pertanyaan/ item Y : skor total n : jumlah responden
11
Uji reliabilitas akan menilai keseluruhan kuesioner sesuai dimensi mutu pelayanan yang dilakukan dengan menggunakan model Cronbach Alpha berikut ini:
Keterangan: r : reliabilitas kuesioner k
: banyaknya butir pertanyaan
Σ𝜎𝑏2 : jumlah variansi butir 𝜎𝑡2 : variansi total (Umar, 2003)
2.5 Dimensi Mutu Pelayanan Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat dijadikan tolak ukur kualitas pelayanan oleh tenaga kesehatan. Jasa bersifat tidak kasat mata serta kualitas teknik jasa tidak selalu dapat dievaluasi secara akurat (Hermanto, 2010). Adapun lima dimensi mutu pelayanan yang perlu di perhatikan adalah : Tabel 2.1 Dimensi Kualitas Pelayanan Dimensi Kualitas Pelayanan Responsiveness (ketanggapan) Reliability (keandalan) Empathy (empati) Assurance (jaminan) Tangible (bukti langsung)
Deskripsi Kemampuan untuk menolong pelanggan dan ketersediaan untuk melayani pelanggan dengan baik. Kemampuan untuk melakukan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. Rasa peduli untuk memberikan perhatian secara individual kepada pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan, serta kemudahan untuk dihubungi. Pengetahuan, kesopanan petugas, serta sifatnya yang dapat dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari risiko. Meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan, dan sarana komunikasi. (Rangkuti, 2006)
12
2.6 Kuisioner Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini dengan melakukan penyebaran kuisioner atau angket. Pengertian metode angket menurut Arikunto (2006) “Angket adalah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari tenaga kesehatan dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang ia ketahui”. Kuesioner atau angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kuesioner atau angket langsung yang tertutup karena responden hanya tinggal memberikan tanda pada salah satu jawaban yang dianggap benar. Dalam perancangan kuesioner, periset perlu memperhatikan layout atau format kuesioner yang baik supaya memotivasi responden untuk manjawab. Pada dasarnya, kuesioner memuat 4 bagian, yaitu: a) Pengantar yang menjelaskan tujuan riset, identitas periset, cara menjawab, dan permohonan kepada responden untuk berpartisipasi dalam riset. b) Pertanyaan-pertanyaan utama yang berisi daftar pertanyaan yang berhubungan dengan masalah riset. c) Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan karakteristik atau identitas responden. d) Penutup yang berisi ucapan terima kasih dan cara mengembalikan kuesioner. (Wasis, 2006).