BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jaminan Persalinan (Jampersal) 2.1.1 Pengertian Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB paska persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Pengelolaan Jaminan Persalinan dilakukan pada setiap jenjang pemerintahan (pusat, provinsi, dan kabupaten/kota) menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan Jamkesmas. Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan rujukan (Kemenkes RI, 2011). 2.1.2 Sasaran Jampersal Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan adalah : a. Ibu hamil b. Ibu bersalin c. Ibu nifas (sampai 42 hari pasca melahirkan) d. Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari) 2.1.3 Kebijakan Operasional Jampersal Kebijakan operasional Jampersal dilaksanakan sesuai dengan petunjuka teknis yang dikeluarka oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI, 2011) sebagai berikut :
10 Universitas Sumatera Utara
1. Pengelolaan Jaminan Persalinan dilakukan pada setiap jenjang pemerintahan (pusat, provinsi, dan kabupaten/kota) menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan Jamkesmas. 2. Kepesertaan Jaminan Persalinan merupakan perluasan kepesertaan dari Jamkesmas, yang terintegrasi dan dikelola mengikuti tata kelola dan manajemen Jamkesmas 3. Peserta program Jaminan Persalinan adalah seluruh sasaran yang belum memiliki jaminan persalinan. 4. Peserta Jaminan Persalinan dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh jaringan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan (Rumah Sakit) di kelas III yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota. 5. Pelaksanaan pelayanan Jaminan Persalinan mengacu pada standar pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). 6. Pembayaran atas pelayanan jaminan persalinan dilakukan dengan cara klaim oleh fasilitas kesehatan. Untuk persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan pemerintah (Puskesmas dan Jaringannya) dan fasilitas kesehatan swasta yang bekerjasama dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. 7. Pada
daerah
lintas
batas,
fasilitas
kesehatan
yang
melayani
ibu
hamil/persalinan dari luar wilayahnya, tetap melakukan klaim kepada Tim Pengelola/Dinas Kesehatan setempat dan bukan pada daerah asal ibu hamil tersebut.
Universitas Sumatera Utara
8. Fasilitas kesehatan seperti Bidan Praktik, Klinik Bersalin, Dokter praktik yang berkeinginan ikut serta dalam program ini melakukan perjanjian kerjasama (PKS) dengan Tim Pengelola setempat, dimana yang bersangkutan dikeluarkan ijin prakteknya. 9. Pelayanan Jaminan Persalinan diselenggarakan dengan prinsip Portabilitas, Pelayanan terstruktur berjenjang berdasarkan rujukan dengan demikian jaminan persalinan tidak mengenal batas wilayah (lihat angka 7 dan 8). 10. Tim Pengelola Pusat dapat melakukan realokasi dana antar kabupaten/kota, disesuaikan dengan penyerapan dan kebutuhan daerah serta disesuaikan dengan ketersediaan dana yang ada secara nasional (Kemenkes RI, 2011). 2.1.4 Ruang Lingkup Jaminan Persalinan Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan rujukan. Ruang lingkup pelayanan jaminan persalinan terdiri dari (Kemenkes RI, 2011): 1. Pelayanan persalinan tingkat pertama Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, pelayanan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir) tingkat pertama.
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas PONED serta jaringannya termasuk Polindes dan Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi: a. Pemeriksaan kehamilan b. Pertolongan persalinan normal c. Pelayanan nifas, termasuk KB pasca persalinan d. Pelayanan bayi baru lahir e. Penanganan komplikasi pada kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir 2. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik, terdiri dari pelayanan kebidanan dan neonatus kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi dengan risiko tinggi dan komplikasi, di rumah sakit pemerintah dan swasta yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan dilaksanakan berdasarkan rujukan, kecuali pada kondisi kedaruratan. Pelayanan tingkat lanjutan diberikan di fasilitas perawatan kelas III di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. Jenis pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi:
Universitas Sumatera Utara
a. Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi (RISTI) dan penyulit b. Pertolongan persalinan dengan RISTI dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama. c. Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir di Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan yang setara. 2.1.5 Paket Manfaat Jaminan Persalinan Peserta jaminan persalinan mendapatkan manfaat pelayanan yang meliputi (Kemenkes RI, 2011): 1. Pemeriksaan kehamilan (ANC) Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan tata laksana pelayanan mengacu pada buku Pedoman KIA. Selama hamil sekurang-kurangnya ibu hamil diperiksa sebanyak 4 kali dengan frekuensi yang dianjurkan sebagai berikut: a. 1 kali pada triwulan pertama b. 1 kali pada triwulan kedua c. 2 kali pada triwulan ketiga 2. Persalinan normal 3. Pelayanan nifas normal, termasuk KB pasca persalinan 4. Pelayanan bayi baru lahir normal 5. Pemeriksaan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi 6. Pelayanan pasca keguguran 7. Persalinan per vaginam dengan tindakan emergensi dasar 8. Pelayanan nifas dengan tindakan emergensi dasar
Universitas Sumatera Utara
9. Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi dasar 10. Pemeriksaan rujukan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi 11. Penanganan rujukan pasca keguguran 12. Penanganan kehamilan ektopik terganggu (KET) 13. Persalinan dengan tindakan emergensi komprehensif 14. Pelayanan nifas dengan tindakan emergensi komprehensif 15. Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi komprehensif 16. Pelayanan KB pasca persalinan. Tatalaksana PNC dilakukan sesuai dengan buku pedoman KIA. Ketentuan pelayanan pasca persalinan meliputi pemeriksaan nifas minimal 3 kali. Pada pelayanan pasca nifas ini dilakukan upaya KIE/Konseling untuk memastikan seluruh ibu pasca bersalin atau pasangannya menjadi akseptor KB yang diarahkan kepada kontrasepsi jangka panjang seperti alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau kontrasepsi mantap/kontap (MOP dan MOW) untuk tujuan pembatasan dan IUD untuk tujuan penjarangan, secara kafetaria disiapkan alat dan obat semua jenis kontrasepsi oleh BKKBN. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, perlu dilakukan koordinasi yang sebaikbaiknya antara tenaga di fasilitas kesehatan/pemberi layanan dan Dinas Kesehatan selaku Tim Pengelola serta SKPD yang menangani masalah keluarga berencana serta BKKBN atau (BPMP KB) Propinsi (Kemenkes RI, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Pendanaan Jaminan Persalinan Pendanaan Persalinan dilakukan secara terintegrasi dengan Jamkesmas. Pengelolaan dana Jaminan Persalinan, dilakukan sebagai bagian dari pengelolaan dana Jamkesmas pelayanan dasar. Pengelolaan dana Jamkesmas dilakukan oleh Dinas Kesehatan selaku Tim Pengelola Jamkesmas Tingkat Kabupaten/Kota. 1. Ketentuan Umum Pendanaan a. Dana Jaminan Persalinan di pelayanan dasar disalurkan ke kabupaten/kota, terintegrasi dengan dana Jamkesmas di pelayanan kesehatan dasar, sedangkan untuk jaminan persalinan tingkat lanjutan dikirimkan langsung ke rumah sakit menjadi satu kesatuan dengan dana Jamkesmas yang disalurkan ke rumah sakit. b. Pendanaan Jamkesmas di pelayanan dasar dan Jaminan Persalinan merupakan belanja bantuan sosial bersumber dari dana APBN yang dimaksudkan untuk mendorong percepatan pencapaian MDGs pada tahun 2015, sekaligus peningkatan kualitas pelayanan kesehatan termasuk persalinan oleh tenaga kesehatan difaslitas kesehatan, sehingga pengaturannya tidak melalui mekanisme APBD, dengan demikian tidak langsung menjadi pendapatan daerah. c. Dana belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud adalah dana yang diperuntukkan untuk pelayanan kesehatan peserta Jamkesmas dan pelayanan persalinan bagi seluruh ibu hamil/bersalin yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
d. Setelah dana tersebut sebagaimana dimaksud disalurkan pemerintah melalui SP2D ke rekening Kepala Dinas Kesehatan sebagai penanggungjawab program, maka status dana tersebut berubah menjadi dana masyarakat (sasaran), yang ada di rekening dinas kesehatan. e. Setelah dana tersebut sebagaimana dimaksud digunakan oleh Puskesmas dan jaringannya serta fasilitas kesehatan lainnya (yang bekerjasama), maka status dana tersebut berubah menjadi pendapatan fasilitas kesehatan. f. Pemanfaatan dana jaminan persalinan pada pelayanan lanjutan mengikuti mekanisme pengelolaan pendapatan fungsional fasilitas kesehatan dan berlaku sesuai status rumah sakit tersebut. 2. Sumber dan Alokasi Dana a. Sumber dana Dana Jaminan Persalinan bersumber dari APBN Kementerian Kesehatan yang dialokasikan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Sekretariat Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan. b. Alokasi Dana Alokasi dana Jaminan Persalinan di Kabupaten/Kota diperhitungkan berdasarkan perkiraan jumlah sasaran yang belum memiliki jaminan persalinan di daerah tersebut dikalikan besaran biaya paket pelayanan persalinan tingkat pertama.
Universitas Sumatera Utara
2. Penyaluran Dana Dana Jamkesmas untuk pelayanan dasar di Puskesmas dan jaringannya serta Jaminan Persalinan menjadi satu kesatuan, disalurkan langsung dari bank operasional Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) ke : a. Rekening
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
sebagai
penanggungjawab program a/n Institusi dan dikelola Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota untuk pelayanan kesehatan dasar dan persalinan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. b. Rekening Rumah Sakit untuk pelayanan persalinan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan yang menjadi satu kesatuan dengan dana pelayanan rujukan yang sudah berjalan selama ini. 2.1.7 Indikator Keberhasilan, Pemantauan dan Evaluasi Jampersal 1. Indikator Keberhasilan Untuk menilai keberhasilan pencapaian pelaksanaan jaminan persalinan digunakan beberapa indikator yang spesifik yang terdiri dari (Kemenkes RI, 2011): a. Indikator Kinerja Program 1) Cakupan K1 2) Cakupan K4 3) Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 4) Cakupan penanganan komplikasi kebidanan 5) Cakupan pelayanan nifas
Universitas Sumatera Utara
6) Cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan 7) Cakupan peserta KB pasca persalinan 8) Cakupan kunjungan neo natal 1 (KN 1) 9) Cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN Lengkap) 10) Cakupan penanganan komplikasi neonatal b. Indikator Kinerja Pendanaan dan Tata Kelola Keuangan 1) Tersedianya dana jaminan persalinan pada seluruh daerah sesuai kebutuhan. 2) Termanfaatkannya
dana
bagi
seluruh
ibu
hamil/bersalin
yang
membutuhkan 3) Terselenggaranya proses klaim dan pertanggungjawaban dana jaminan persalinan untuk pelayanan dasar dan pelayanan rujukan persalinan secara akuntabel. 1. Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program jaminan persalinan dilaksanakan terintegrasi dengan program Jamkesmas (Kemenkes RI, 2011). a. Tujuan Pemantauan perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai kesesuaian antara rencana program dan pelaksanaan di lapangan, sedangkan evaluasi bertujuan melaihat pencapaian indikator keberhasilan.
Universitas Sumatera Utara
b. Ruang Lingkup 1) Data sasaran, pencatatan, dan penanganan keluhan. 2) Pelaksanaan pelayanan ibu hamil yang meliputi jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun rujukan. 3) Kualitas pelaksanaan pelayanan kepada ibu hamil. 4) Pelaksanaan penyaluran dana dan verifikasi pertanggungjawaban dana. 5) Pelaksanaan verifikasi penggunaan dana program. 6) Pengelolaan program di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota c. Mekanisme Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala baik bulanan, triwulan, semester maupun tahunan oleh Pusat dan Dinkes Provinsi/Kabupaten/Kota melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1) Pertemuan koordinasi (tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) 2) Pengolahan dan analisis data 3) Supervisi 2. Penanganan Keluhan Penyampaian keluhan berguna sebagai masukan untuk perbaikan dan peningkatan program. Penyampaian keluhan dapat disampaikan oleh peserta, pemerhati, dan petugas fasilitas kesehatan kepada pengelola program di Dinas Kesehatan, baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota dengan memperhatikan prinsip : a. Keluhan harus direspon secara cepat dan tepat.
Universitas Sumatera Utara
b. Penanganan keluhan dilakukan pada tingkat terdekat dengan masalah dan penyelesaiannya dapat dilakukan secara berjenjang. c. Penanganan keluhan dapat memanfaatkan unit yang telah tersedia di fasilitas kesehatan maupun Dinas Kesehatan setempat. 3. Pembinaan dan Pengawasan a. Pembinaan bertujuan agar pelaksanaan program lebih berdaya guna dan berhasil guna. Pembinaan dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tugas dan fungsinya, diantaranya : 1) Pembinaan dalam penyusunan POA program 2) Pembinaan dalam pelaksanaan program di lapangan 3) Pembinaan dalam pertanggungjawaban dana tatalaksana dan tatakelola keuangan serta pemanfaatan dana. 4) Pembinaan dalam proses verifikasi 5) Pembinaan dalam proses sistem informasi manajemen b. Pengawasan dilakukan secara : 1) Pengawasan melekat 2) Pengawasan fungsional 4. Pencatatan, pelaporan, dan Umpan Balik Untuk mendukung pemantauan dan evaluasi diperlukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan program secara rutin setiap bulan (Kemenkes RI, 2011).
Universitas Sumatera Utara
a. Pencatatan Hasil kegiatan pelayanan program dilakukan oleh fasilitas kesehatan pada register pencatatan yang ada. b. Pelaporan 1) Fasilitas kesehatan wajib melaporkan rekapitulasi pelaksanaan program kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selaku Tim Pengelola pada tanggal 5 (lima) setiap bulannya. 2) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selaku Tim Pengelola Kabupaten/Kota wajib melakukan rekapitulasi laporan dari seluruh laporan hasil pelaksanaan
program
di
wilayah
Kabupaten/Kota
setempat
dan
melaporkannya kepada Dinas Kesehatan Provinsi setiap tanggal 10 (sepuluh) setiap bulannya. 3) Dinas Kesehatan Provinsi selaku Tim Pengelola Provinsi wajib melakukan rekapitulasi laporan hasil kegiatan dari setiap Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan melaporkannya kepada Pusat setiap tanggal 15 (lima belas) setiap bulannya. 4) Kementerian
Kesehatan/Tim
Pengelola
Pusat
wajib
melakukan
rekapitulasi laporan dari setiap provinsi untuk menjadi laporan nasional setiap bulan/trimester/semester/tahun. c. Umpan Balik Laporan umpan balik mengenai hasil laporan pelaksanaan program dilaksanakan secara berjenjang, yaitu kementerian Kesehatan/Tim Pengelola
Universitas Sumatera Utara
Pusat akan melakukan analisis dan memberikan umpan balik kepada Dinas Kesehatan Provinsi/Tim Pengelola Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan Provinsi/Tim Pengelola Provinsi memberikan umpan balik ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan seterusnya.
2.2. Persalinan Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin atau uri) yang telah cukup bulan atau hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Sumarah, 2008). Pada kehamilan yang sehat, plasenta memberikan nutrisi dan melindungi janin yang sedang tumbuh. Persalinan dari segi fisik dapat digambarkan sebagai proses ketika janin, plasenta, dan membran dikeluarkan melalui jalan lahir tetapi tentu saja persalinan bukan sekadar peristiwa fisik murni. Apa yang terjadi selama persalinan dapat mepengaruhi hubungan antara ibu dan bayi, serta persalinan di masa yang akan datang (Fraser, 2009). Persalinan normal terjadi antara usia gestasi 37 dan 42 minggu, tetapi tidak seperti mamalia lain, manusia tidak mempunyai periode gestasi yang sangat tepat. Gestasi manusia dikatakan sekitar 280 hari, ditambah atau berkurang 10 hari. WHO (1997) mendefinisikan persalinan normal sebagai persalinan berisiko rendah, dengan awitan spontan dan presenttasi fetus verteks, dan dengan hasil akhir ibu dan bayinya berada dalam kondisi yang baik setelah melahirkan. Semua definisi persalinan
Universitas Sumatera Utara
tampaknya murni fisiologis dan tidak mencakup kesejahteraan psikologis orang tua (Fraser, 2009). Setelah persalinan dimulai, kemajuannya diukur berdasarkan penurunan kepala janin dan dilatasi serviks. Dulu, kecepatan dilatasi serviks yang diharapkan pada persalinan ditentukan berdasarkan hasil kerja Friedman selama tahun 1950-an, tetapi riset yang terbaru menunjukkan bahwa proses persalinan yang dalam hal ini adalah dilatasi serviks, tidak harus dibatasi waktunya dan dapat berrlangsung lebih lama dari yang diperkirakan oleh para klinisi (Fraser, 2009). Bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut: a. Persalinan spontan, bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri. b. Persalinan buatan, bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar. c. Persalinan anjuran, bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan. Persalinan adalah proses alami yang akan berlangsung dengan sendirinya, tetapi persalinan pada manusia setiap saat terancam penyulit yang membahayakan ibu maupun janinnya sehingga memerlukan pengawasan, pertolongan, dan pelayanan dengan fasilitas yang memadai. Persalinan pada manusia dibagi menjadi empat tahap penting dan kemungkinan penyulit dapat terjadi pada setiap tahap tersebut. Persalinan dapat terjadi karena adanya kekuatan yang mendorong janin.
Universitas Sumatera Utara
Persalinan dibagi dalam 4 kala yaitu : 1. Kala satu adalah saat ketika serviks mengalami dilatasi yang lebih cepat. Saat ini dimulai ketika serviks berdilatasi 3-4 cm dan, jika terdapat kontraksi ritmik, kala satu aktif ini akan selesai jika serviks sudah mengalami dilatasi penuh (10 cm). 2. Kala dua adalah saat keluarnya janin. Dimulai saat serviks sudah berdilatasi penuh dan ibu merasakan dorongan untuk mengejan untuk mengeluarkan bayinya. Kala ini berakhir saat bayi lahir. 3. Kala tiga adalah pemisahan dan keluarnya plasenta dan membran, pada kala tiga ini, juga dilakukan pengendalian perdarahan. Kala ini berlangsung dari lahirnya bayi samppai plasenta dan membran dikeluarkan. 4. Kala IV, dimulai saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama setelah persalinan. 2.2.1 Karakteristik Ibu Bersalin Karakteristik adalah ciri-ciri khusus atau mempunyai sifat khusus sesuai dengan perwatakan tertentu (Daryanto,1997). Anderson dalam Notoatmodjo (2007) menggambarkan model sistem kesehatan, dimana terdapat 3 kategori utama dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan salah satunya karakteristik predisposisi. Karakteristik predisposisi digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri individu yang digolongkan kedalam 3 kelompok, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin, umur dan lain-lain. b. Struktur sosial, seperti tingkatan pendidikan, pekerjaan, kesukuan. c. Pengetahuan tentang manfaat pelayanan kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. Ibu harus mendapat informasi yangg adekuat sebelum persalinan untuk memastikan pemahamannya tenang berbagai perubahan yang akan terjadi akibat persalinan. Informasi ini juga diperlukan untuk memberikan kesempatan kepada ibu untuk menentukan pilihannya sendiri berdasarkan pada data yang benar dan tanpa bias. Pengalaman fisik, psikologis, dan emosional yang kompleks pesalinan akan memengaruhi setiapwanita dengan cara yang berbeda, dan bidan harus memiliki pengetahuan yang baik dan juga berbagai pengalaman yang berbeda untukmemstikan bahwa ibu memiliki kontrol terhadap kelahiran bayinya. Dalam persalinan, ibu harus dianjurkan untuk mempercayai nalurinya sendiri, mendengarkan tubuhnya sendiri, dan mengungkapkan perasaannya untuk mendapatkan bantuan dan dukungan yang mereka butuhkan (Fraser, 2009). 1. Umur Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama. Umur adalah jumlah tahun hidup seseorang sejak lahir sampai ulang tahun yang terakhir dihitung berdasarkan tahun. Umur mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, serta sifat resistensi (Siagian, 1995). Untuk menentukan risiko kehamilan, bila usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, risiko kehamilan tinggi. Semakin bertambah umur seseorang semakin banyak pula pengetahuan yang
Universitas Sumatera Utara
didapat. Umur dalam hubungannya dengan pemanfaatan Jampersal berperan sebagai faktor intrinsik. Umur berkaitan dengan pengalaman. Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Pengalaman yang diperoleh dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. Semakin tua umur seseorang maka pengalamannya akan semakin banyak begitu juga dengan pengetahuannya akan semakin meningkat. Dengan melihat dan mendengar informasi yang berkaitan dengan Jampersal baik yang diperoleh dari media elektronik, media cetak maupun dari orang lain dapat meningkatkan pengetahuan. Semakin banyak pengalaman seseorang dengan melihat dan mendengar informasi mengenai Jampersal maka pengetahuan tentang Jampersal semakin baik. Perbedaan pengalaman terhadap masalah kesehatan/penyakit dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh umur individu tersebut.Semakin tua umur seseorang semakin meningkat pula kedewasaan teknisnya, demikian pula psikologisnya serta menunjukkan kematangan jiwa.Usia yang semakin meningkat akan meningkat pula pengetahuannya serta kemampuannya dalam mengambil keputusan, berpikir rasional, mengendalikan emosi dan bertoleransi terhadap pandangan orang lain sehingga berpengaruh terhadap sikapnya (Siagian, 1995). 2. Pendidikan Menurut Siagian (1995) mengatakan bahwa latar belakang pendidikan memengaruhi pengetahuan seseorang. Faktor pendidikan adalah salah satu hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan pengetahuan. Semakin tinggi
Universitas Sumatera Utara
pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi khususnya mengenai Jampersal sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Laksmono, 2009). Pendidikan dapat memengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk siap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Pendidikan yang bermutu dapat meningkatkan kematangan seseorang dan merupakan faktor penting dalam penyerapan informasi, peningkatan wawasan dan cara berpikir yang selanjutnya akan memberikan dampak terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku yang akan menentukan seseorang dalam mengambil keputusan atas tanggung jawabnya terhadap kesehatannya. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu hal, termasuk pentingnya pemanfaatan Jampersal. Tingkat pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap pemanfaatan Jampersal. Namun bisa dijelaskan secara sederhana bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin banyak pula informasi yang bisa didapatkan mengenai jampersal. Sehingga secara otomatis semakin
banyak
pula
pengetahuannya
mengenai
langkah-langkah
dalam
Universitas Sumatera Utara
memanfaatkan jampersal. Makin rendah pendidikan ibu, resiko gangguan kesehatan ibu dan bayi makin tinggi (Depkes, 1996). Responden yang berpendidikan tamat SD cenderung menggunakan jampersal dalam persalinan dibandingkan responden yang berpedidikan SMP dan SMA. Hal ini kemungkinan dikarenakan ibu yang berpedidikan SMP dan SMA merasa lebih tahu akan kondisi tubuhnya dalam persalinan. Herdiana (2005) mengungkapkan adanya hubungan langsung antara tingkat pendidikan ibu dan tingkat kesehatan keluarganya, karena taraf pendidikan mempengaruhi ibu dalam mengambil sikap dan keputusan. Ibu yang berpendidikan rendah lebih bergantung pada orang lain dalam mengambil keputusan. Di samping itu sering ditemukan bahwa persepsi masyarakat dengan pendidikan rendah tentang masalah kesehatan tidak selalu sama dengan provider, hal ini hanyalah faktor daya serap informasi. Sedangkan menurut Barus (1999), bahwa pendidikan ibu merupakan salah satu kelompok determinan konstektual/ jauh penyebab kematian ibu. Wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan dirinya, yang memungkinkan wanita lebih aktif dalam menentukan sikap dan lebih mandiri dalam memutuskan hal yang terbaik bagi dirinya. Hubungan antara pendidikan dengan pola pikir, persepsi dan perilaku masyarakat memang sangat signifikan, dalam arti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin rasional dalam pengambilan berbagai keputusan. Peningkatan tingkat pendidikan akan menghasilkan tingkat kelahiran yang rendah
Universitas Sumatera Utara
karena pendidikan akan mempengaruhi persepsi negatif terhadap nilai anak dan akan menekan adanya keluarga besar. 3. Pekerjaan Seseorang yang bekerja dapat memberikan gambaran seberapa aktifnya ia diluar rumah. Seseorang yang bekerja akan lebih sering terpapar dengan berbagai aktifitas atau sumber informasi, termasuk informasi mengenai jampersal. Sehingga dapat diasumsikan bahwa seseorang yang bekerja lebih mempunyai akses terhadap informasi yang luas dari pada yang tidak bekerja sehingga menambah pengetahuan. Bila ibu memiliki pengetahuan yang baik terhadap kesehatan maka ia akan berusaha untuk melakukan tindakan dalam hal ini memeriksakan kehamilannya (Siagian, 1995). Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan banyak tantangan. Semakin lama seseorang bekerja semakin banyak pengetahuan yang diperoleh. Pekerjaan sangat mempengaruhi
tingkat
ekonomi,
dalam
prakteknya
sangat
nyata
dalam
mempengaruhi perilaku masyarakat dalam kesehatan reproduksi. Pekerjaan ibu yang berat baik fisik maupun mental akan membahayakan kehamilannya (Depkes, 1996). Menurut undang-undang wanita pekerja berhak mengambil cuti hamil dan bersalin selama 3 bulan, yaitu 1 bulan sebelum bersalin ditambah 2 bulan setelah persalinan (Sofian, 2011). Kebanyakan ibu yang bekerja kurang memiliki waktu untuk dirinya sendiri. Akan tetapi, ibu yang bekerja akan meningkatkan pendapatan keluarga sehingga tersedia cukup dana dalam persalinan dan tidak menggunakan
Universitas Sumatera Utara
jampersal dibanding ibu yang tidak bekerja lebih cenderung menggunakan jampersal karena gratis. 4. Status Ekonomi Status ekonomi merupakan variabel penting dalam penggunaan pelayanan kesehatan. Status ekonomi dapat dilihat dari tingkat pendapatan, pengeluaran, atau tingkat kepemilikian (Sukmara, 2000). Ibu yang hidup dalam kemiskinan cenderung mengalami ketidakadilan dalam perawatan kesehatan dan memiliki angka mortalitas maternal dan perinatal yang lebih tinggi (Fraser, 2009). 5. Pengetahuan Ibu Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003). Simon-Morton dkk (1995), pengetahuan merupakan hasil stimulasi informasi yang diperhatikan dan diingat. Informasi dapat berasal dari berbagai bentuk termasuk pendidikan formal maupun non formal, percakapan harian, membaca, mendengar radio, menonton TV dan dari pengalaman hidup. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overbehaviour). Berdasarkan pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
Universitas Sumatera Utara
melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner berisi materi yang ingin diukur dari responden (Azwar, 2003). 6.
Sikap Ibu Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan factor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Notoadmojo (2007) menyatakan sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. LaPierre dalam Azwar (2007) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Menurut Azwar (2007) ada beberapa faktor yang mempengaruhui sikap terhadap obyek sikap antara lain : 1. Pengalaman pribadi, untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. 2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting, pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk menghargai konflik dengan orang lain yang dianggap penting tersebut. 3. Pengaruh kebudayaan, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis yang mengarahkan sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah
Universitas Sumatera Utara
mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya. 4. Media massa dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif
cenderung
dipengaruhui
oleh
sikap
penulisnya,
akibatnya
berpengaruhui terhadap sikap konsumennya. 5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama, konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan, tidak mengherankan jika pada giliranya konsep tersebut mempengaruhui sikap. 6. Faktor emosional, kadang kala suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyalah frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme petahanan ego. Perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi pada masa kehamilan dan persalinan. Akibat perubahan sikap dan perilaku akan mengganggu kesehatan. Misalnya pada masa persalinan atau pasca persalinan gangguan jiwa mungkin terjadi (Depkes, 1996). 6. Dukungan Keluarga Menurut Friedman dalam Setiadi (2008) dukungan keluarga adalah sikap tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga
Universitas Sumatera Utara
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika diperlukan. Kane yang dikutip oleh Setiadi (2008) mendefinisikan dukungan keluarga sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Ketiga dimensi interaksi dukungan sosial keluarga tersebut bersifat reprokasitas (sifat dan hubungan timbal balik), advis atau umpan balik (kuantitas dan kualitas komunikasi) dan keterlibatan emosional (kedalan intimasi dan kepercayaan) dalam hubungan sosial. Menurut Gottlieb dalam Kuncoro (2002) dukungan keluarga adalah komunikasi verbal dan non verbal, saran, bantuan, yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Di dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karena diperhatikan. 7. Sumber Informasi Informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau saat mendatang. Informasi merupakan kumpulan data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerima (Kristanto, 2003). Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya.
Universitas Sumatera Utara
Informasi merupakan fungsi penting untuk membantu mengurangi rasa cemas seseorang. Menurut Notoatmodjo (2008) bahwa semakin banyak informasi dapat memengaruhi atau menambah pengetahuan seseorang dan dengan pengetahuan menimbulkan kesadaran yang akhirnya seseorang akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Jadi berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan yang diambil ibu hamil dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan sangat tergantung dari informasi yang diterima. 8. Kondisi Persalinan Ibu Persalinan adalah suatu proses alami ditandai dengan terbukanya serviks, diikuti dengan lahirnya bayi dan plasenta melalui jalan lahir. Dalam menolong persalinan, perlu melihat kembali pelayanan antenatal untuk mempelajari kembali keadaan ibu dan janinnya selama kehamilan. Persalinan yang disertai
risiko tinggi adalah persalian
yang akan
menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar baik terhadap ibu maupun terhadap janin yang dikandungnya selama melahirkan ataupun nifas bila dibandingkan dengan persalinan dan nifas normal. Seksio sesaria merupakan prosedur operatif, yang dilakukan di bawah anastesia sehingga janin, plasenta dan ketuban dilahirkan melalui insisi dinding abdomen dan uterus. Ada empat indikator utama untuk seksio sesaria adalah adanya seksio sesaria sebelumnya. Persalinan macet, presentasi bokong dan indikasi seperti gangguan kondisi janin mutlak untuk seksio sesaria dan tidak dapat dirubah.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Pemanfaatan Jaminan Persalinan Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan adalah penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah oleh petugas atau tenaga kesehatan maupun dalam bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan layanan kesehatan tersebut (Depkes RI, 2006). Pengetahuan tentang faktor yang mendorong individu
membeli pelayanan kesehatan merupakan informasi kunci untuk
mempelajari utilisasi pelayanan kesehatan. Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat dikatakan sebagai totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara beberapa faktor. Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response yang berarti respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu yang disebut reinforcing stimulation atau reinfocer yang akan memperkuat respons. Oleh karena itu untuk membentuk perilaku perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang dapat memperkuat pembentukan perilaku Prasetijo (2007). 2.3.1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Pemanfaatan Jaminan Persalinan Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut juga determinan perilaku, yang dapat dibedakan menjadi dua yakni :
Universitas Sumatera Utara
a. Determinan atau factor internal, yakni karakteristik individu yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dll. b. Determinan atau factor eksternal yakni lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang. Menurut Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2003) perilaku manusia dapat dibagi ke dalam 3 faktor yakni faktor kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan menurut WHO alasan seseorang berperilaku tertentu adalah karena pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap objek.
Pengalaman Keyakinan Fasilitas Sosial Budaya
Pengetahuan Persepsi Sikap Keinginan Kehendak Motivasi Niat
Perilaku
Gambar 2.1 Determinan Perilaku Manusia Bloom (1908) Selanjutnya Zola dalam Smet (1994) menguraikan tentang pertimbangan lain yang mendorong orang memutuskan pergi ke pelayanan medis, yakni adanya sejumlah faktor non fisiologis, seperti adanya perawatan medis, kemampuan pasien untuk membayar, serta kegagalan dan kesuksesan perawatan. Ciri-ciri demografis seperti jenis kelamin, ras, umur, status ekonomi dan pendidikan, juga menjadi variabel penting dalam perilaku mencari bantuan.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Landasan Teori Menurut Anderson (1974), faktor yang berpengaruh terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan
adalah komponen predisposisi, komponen pemungkin dan
komponen kebutuhan. Model
pemanfaatan
fasilitas
kesehatan
menurut
Anderson
(1974),
dihubungkan oleh faktor predisposing yaitu susunan keluarga, struktur sosial dan kepercayaan kesehatan, seperti: umur, paritas, jarak kehamilan, pendidikan, status pekerjaan suami, pengetahuan, persepsi, sikap, dan faktor enabling adalah sumber keluarga dan sumber masyarakat, seperti: pendapatan, dukungan keluarga, jaminan persalinan, informasi, fasilitas dan tenaga kesehatan, jarak fasilitas kesehatan, sedangkan faktor need adalah kondisi kehamilan, dan kehamilan masa lalu . Secara skematis konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan menurut Anderson (1974) digambarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Faktor predisposisi
Faktor pemungkin
Kebutuhan
Demografi :Umur, Jenis kelamin, status perkawinan,
Keluarga: Pendapatan, dukungan , Asuransi
Tingkat rasa sakit: Ketidakmampuan, Gejala penyakit, Diagnosis Keadaan
Struktur sosial: Pendidikan, Ras, Pekerjaan, Besar keluarga, Agama,
Komunitas/ Masyarakat: Informasi, Tersedianya fasilitas dan petugas kesehatan, lokasi/ jarak transportasi
Evaluasi: Gejala-gejala, Diagnosis-
Keyakinan : Persepsi, Sikap, pengetahuan
diagnosis
Gambar 2.2 Skema Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan oleh Ibu Bersalin
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kerangka Konsep Berdasarkan konsep skematis yang dikemukanan oleh Anderson (1974) yang telah dijelaskan di atas, maka kerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor Predisposisi 1. Umur 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Status Ekonomi 5. Pengetahuan 6. Sikap
Faktor Pemungkin 1. Dukungan Keluarga 2. Sumber Informasi
Pemanfaatan Jaminan Persalinan
Faktor Kebutuhan 1. Kondisi Persalinan Ibu
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara