BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Imunisasi 2.1.1 Pengertian Imunisasi Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan / meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. Sasaran imunisasi adalah Bayi (di bawah satu tahun), Wanita Usia Subur (WUS) ialah wanita berusia 15-39 tahun termasuk ibu hamil (Bumil) dan calon pengantin (catin) serta anak usia sekolah tingkat dasar (Depkes RI, 2005). 2.1.2 Program Imunisasi Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling effective cost. Dengan upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974 (Depkes RI, 2006). Sejak tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah : Difteri, Pertusis, Tetanus, Tuberculosis, Campak, Poliomelitis dan Hepatitis B (Depkes RI, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Kemajuan dalam bidang transportasi telah membantu meningkatkan mobilitas penduduk, termasuk penyakit. Importasi virus polio liar dari negara yang masih endemis polio (dari benua Afrika) ke Indonesia telah terjadi pada bulan Maret tahun 2005. Kejadian ini ditetapkan sebagai KLB Nasional yang memerlukan upaya penanggulangan yang bersifat nasional, karena Indonesia harus segera memutuskan rantai penularannya agar tidak menjadi negara endemis polio dan menjadi ancaman bagi negara lain (Depkes RI, 2006). Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa program imunisasi ke dalam penyelenggaraan pelayanan yang bermutu dan efisien. Perkembangan teknologi lain adalah menggabungkan beberapa jenis vaksin yang dapat digabung sebagai vaksin kombinasi yang terbukti dapat meningkatkan cakupan imunisasi, mengurangi jumlah suntikan dan kontak dengan petugas imunisasi. Jenis-jenis Vaksin dalam Program Imunisasi adalah : Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine), Vaksin DPT, TT, DT, Polio (Oral Polio Vaccine=OPV), Campak, Hepatitis B dan DPT-HB. Menurut Depkes RI (2005) Kegiatan dalam program imunisasi lain terdiri dari : 1. Imunisasi Rutin Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus-menerus harus dilaksanakan pada periode waktu yang telah ditentukan. Berdasarkan kelompok usia sasaran, imunisasi rutin dibagi menjadi : imunisasi rutin pada bayi, imunisasi rutin pada wanita usia subur dan imunisasi rutin pada anak sekolah.
Universitas Sumatera Utara
Pada kegiatan imunisasi rutin terdapat kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi imunisasi rurin pada bayi dan Wanita Usia Subur (WUS) seperti kegiatan sweeping pada bayi dan kegiatan akselerasi MNTE (Maternal Neonatal Tetanus Elimination) pada WUS. Pelayanan imunisasi rutin dapat dilaksanakan di Puskesmas, Puskesmas Pembantu, rumah sakit atau rumah bersalin, Posyandu, di sekolah atau melalui kunjungan rumah. Pelayanan imunisasi rutin ini dapat juga dilakukan oleh swasta seperti rumah sakit swasta, dokter praktek dan bidan praktek. 2. Imunisasi Tambahan Kegiatan imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi. Kegiatan ini sifatnya tidak rutin dan membutuhkan biaya khusus. Kegiatan ini dilakukan dalam suatu periode tertentu. Yang termasuk ke dalam kegiatan imunisasi tambahan ini adalah : (a) Backlog Fighting adalah upaya aktif melengkapi imunisasi dasar pada anak yang berumur di bawah 3 tahun pada desa yang selama 2 tahun berturut-turut tidak mencapai target UCI, (b) Crash Program, kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat untuk mencegah terjadinya KLB dan ditujukan pada desa yang selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai target UCI. 3. Imunisasi dalam Penanganan KLB Pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB disesuaikan dengan situasi epidemiologis penyakit masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
4. Kegiatan Imunisasi Tambahan untuk Penyakit tertentu dalam Wilayah yang luas dan waktu tertentu, misalnya : a. Pekan Imunisasi Nasional (PIN) merupakan suatu upaya yang dilaksanakan serentak secara nasional untuk mempercepat pemutusan siklus kehidupan virus polio importasi dengan cara memberikan vaksin polio kepada setiap balita termasuk bayi baru lahir tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Pemberian imunisasi polio pada waktu PIN di samping untuk memutus rantai penularan, juga berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan polio. b. Sub PIN merupakan suatu upaya untuk memutuskan rantai penularan polio bila ditemukan satu kasus polio dalam wilayah terbatas dengan pemberian dua kali imunisasi polio dalam interval satu bulan secara serentak pada seluruh sasaran berumur kurang dari satu tahun (Depkes RI, 2006). c. Catch Up Campaign Campak merupakan upaya untuk memutuskan transmisi penularan virus campak pada anak sekolah dan balita. Kegiatan ini dilakukan dengan pemberian imunisasi campak secara serentak pada anak sekolah dasar tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Pemberian imunisasi campak selain untuk memutus rantai penularan juga berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan (dosis kedua).
Universitas Sumatera Utara
2.2 Pelaksanaan Program Imunisasi Pelaksanaan program imunisasi dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1611 / MENKES / SK / XI / 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, yang menyangkut : 2.2.1 Kebijakan Program Imunisasi a. Penyelenggaraan imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak terkait. b. Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik terhadap sasaran masyarakat maupun sasaran wilayah. c. Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu. d. Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program dan anggaran terpadu. e. Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB) dan daerah-daerah sulit secara geografis (Depkes RI, 2005). 2.2.2 Strategi Program Imunisasi a. Memberikan akses (pelayanan) kepada masyarakat atau swasta. b. Membangun kemitraan dan jejaring kerja. c. Menjamin ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin dan alat suntik. d. Menerapkan sistem pemantauan wilayah setempat (PWS) untuk menentukan prioritas kegiatan serta tindakan perbaikan. e. Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih.
Universitas Sumatera Utara
f. Pelaksanaan sesuai dengan standar. g. Memanfaatkan perkembangan metoda dan teknologi yang lebih efektif, berkualitas dan efisien h. Meningkatkan advokasi, fasilitas dan pembinaan (Depkes RI, 2005). 2.2.3 Pelaksanaan Kegiatan Imunisasi Pelaksanaan kegiatan imunisasi meliputi : 1) persiapan petugas (inventarisasi sasaran, persiapan vaksin dan peralatan rantai vaksin, persiapan ADS dan safety box); 2) persiapan masyarakat; 3) pemberian pelayanan imunisasi; 4) koordinasi (Depkes RI, 2006). Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari kegiatan imunisasi rutin dan tambahan. Dengan semakin mantapnya unit pelayanan imunisasi, maka proporsi kegiatan imunisasi tambahan semakin kecil. Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin meliputi : Hepatitis B, BCG, Polio, DPT dan Campak ( pada bayi); DT, Campak dan TT (pada anak sekolah); TT (pada WUS).
2.3 Kinerja 2.3.1 Pengertian Kinerja Menurut Ilyas (2000), untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kinerja personal dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kinerja dan kerja yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel
Universitas Sumatera Utara
tersebut memengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kerja personal. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas. Kinerja adalah kelakuan atau kegiatan yang berhubungan dengan tujuan organisasi, dimana organisasi tersebut merupakan keputusan dari pimpinan. Dikatakan bahwa kinerja bukan outcome, konsekuensi atau hasil dari perilaku atau perbuatan. Tetapi kinerja adalah perbuatan atau aksi itu sendiri, disamping itu kinerja adalah multidimensi sehingga untuk beberapa pekerjaan spesifik mempunyai beberapa bentuk komponen kerja, yang dibuat dalam batas hubungan variasi dengan variabel lain. Kinerja dengan prestasi kerja yaitu proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan (Bernadin et.al, 1998). Penampilan kerja atau job performance sebagai bagian dari profisiensi kerja adalah menyangkut apa yang dihasilkan seseorang dari perilaku kerja. Tingkat sejauh mana seseorang berhasil menyelesaikan tugasnya disebut profesi (level of performance). Individu di tingkat prestasi kerja disebut produktif, sedangkan prestasi kerjanya tidak mencapai standar disebut tidak produktif. Job performance (penampilan kerja) adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku dalam pekerjaan yang bersangkutan. Menurut teori Atribusi atau Expectancy Theory, penampilan kerja dirumuskan sebagai berikut : P = M x A, dimana P (Performance), M (Motivasi), A (Ability). Sehingga dapat dijelaskan bahwa performance adalah hasil interaksi antara motivasi dengan ability (kemampuan dasar). Dengan demikian orang
Universitas Sumatera Utara
yang tinggi motivasinya, tetapi memiliki kemampuan dasar yang rendah akan menghasilkan performance yang rendah, begitu pula halnya dengan orang yang sebenarnya mempunyai kemampuan dasar yang tinggi tetapi rendah motivasinya (Wijono, 2000). 2.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja personal, dilakukan kajian terhadap teori kinerja. Secara teori ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja yaitu : Variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja personal. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran atau suatu jabatan atau tugas (Gibson et al, 1996). Gibson et al (1996) menyampaikan model teori kinerja dan melakukan analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja adalah variabel individu, psikologi dan organisasi. Variabel individu terdiri dari kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografi. Kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu. Variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi yang mempengaruhi kinerja individu terdiri dari sumber daya, sarana kerja, kepemimpinan, supervisi dan imbalan. Variabel psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya. Variabel
Universitas Sumatera Utara
psikologis seperti sikap, kepribadian, dan pembelajaran merupakan hal yang kompleks, sulit diukur dan sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung dengan organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan ketrampilan yang berbeda satu dengan lainnya. 2.3.3 Penilaian Kinerja Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas. Menurut Rivai (2005) pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja : 1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu (a) Skala Peringkat (Rating Scale) Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. (b) Daftar Pertanyaan (Checklist) Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.
Universitas Sumatera Utara
Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi. (c) Metode dengan Pilihan Terarah Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama. (d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method) Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya. (e) Metode Catatan Prestasi Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan. (f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scale=BARS) Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu: 1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja 2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat
Universitas Sumatera Utara
3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai dengan jelas. (g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method) Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut. (h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation) Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian parktik yang langsung diamati oleh penilai. (i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach) Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. 2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal) Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective) Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersamasama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang. c. Penilaian dengan Psikolog Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia. 3. Pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk, personel biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung kepadanya laporan kerja personel disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering melakukan interaksi. Pada penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh beberapa atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan gambaran total kinerja personel lebih tepat, tetapi kemungkinan terjadi bias
Universitas Sumatera Utara
dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian yang merata. Penilaian atasan langsung sangat penting dari seluruh sistem penilaian kinerja. Hal ini disebabkan karena madah untuk memperoleh hasil penilaian atasan dan dapat diterima oleh akal sehat. Para atasan merupakan orang yang tepat untuk mengamati dan menilai kinerja bawahannya. Oleh sebab itu, seluruh sistem penilaian umumnya sangat tergantung pada evaluasi yang dilakukan o!eh atasan (Rivai, 2005).
2.4 Karakteristik Individu 2.4.1 Pengertian Karakteristik Individu Menurut Sutrisna (1994) bahwa karakteristik individu merupakan suatu proses psikologis yang mempengaruhi individu dalam memperoleh, mengkonsumsi serta menerima barang dan jasa serta pengalaman. Karakteristik individu merupakan faktor internal (interpersonal) yang menggerakkan dan mempengaruhi perilaku. Menurut Mathis (2001), bahwa ciri-ciri pribadi meliputi jenis kelamin, status perkawinan, usia pendidikan, pendapatan keluarga, tanggung jawab dan masa jabatan. Karakteristik individu secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam organisasi, baik ditingkat manajemen maupun teknis pelaksanaan. Demikian halnya dalam pelaksanaan cakupan imunisasi, karakteristik individu seperti pengetahuan, sikap, pendidikan, umur, ketrampilan, kemampuan, jenis kelamin, tempat tinggal dan lama kerja secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
tugas dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan dalam serangkaian kegiatan program imunisasi. 2.4.2
Unsur-Unsur Karakteristik Individu
a. Umur Umur adalah lamanya hidup dihitung sejak dilahirkan hingga saat ini. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan baru. Pada masa ini merupakan usia produktif, masa bermasalah, masa ketegangan emosi, masa keterasingan sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan nilai, masa penyesuaian dengan cara hidup baru dan masa kreatif. Pada masa dewasa ditandai oleh adanya perubahan jasmani dan mental, kemahiran dan ketrampilan profesional yang dapat menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian (Soekanto, 1990). Umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas karyawan. Kedewasaan adalah tingkat kedewasaan teknis dalam melaksanakan tugas-tugas maupun kedewasaan psikologis. Umumnya kinerja personel meningkat sejalan dengan peningkatan usia pekerja. Pekerja usia 20-30 tahun mempunyai motivasi kerja relatif lebih rendah dibandingkan pekerja yang lebih tua, karena pekerja lebih muda belum berpijak pada realitas, sehingga seringkali mengalami kekecewaan dalam bekerja. Hal ini menyebabkan rendahnya kinerja dan kepuasan kerja (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
b. Jenis Kelamin Diasumsikan bahwa bukan perbedaan jenis kelamin itu sendiri yang menyebabkan perbedaan kinerja tetapi berbagai faktor berkaitan dengan jenis kelamin misalnya perbedaan mendapatkan formasi, besarnya gaji dan lain-lain. Siagian (2006) mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan produtivitas kerja antara karyawan wanita dan perawat pria. Walaupun demikian jenis kelamin perlu diperhatikan karena sebahagian besar tenaga kesehatan berjenis kelamin wanita dan sebahagian kecil berjenis kelamin pria. Pada pria dengan beban keluarga tinggi akan meningkatkan jam kerja perminggu, sebaliknya wanita dengan beban keluarga tinggi akan mengurangi jam kerja perminggu. c. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), dari hasil penelitiannya mengungkapakan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu: a. Awarenes ( kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
Universitas Sumatera Utara
b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus. c. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru. e. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. d. Pendidikan Latar belakang pendidikan dan masa kerja seseorang akan mempengaruhi kemampuan pemenuhan kebutuhannya. Sesuai dengan tingkat pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda akhirnya mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian materi guna mencapai perubahan dan tingkah laku (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat unsur-unsur pendidikan yakni : a. Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidikan (pelaku Pendidikan). b. Proses adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain. c. Output adalah melakukan apa yang diharapkan atau perilaku (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Konsep dasar dari pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang sehingga dapat menghasilkan perubahan perilaku pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Pekerja yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi akan mewujudkan motivasi kerja yang berbeda dengan pendidikan yang lebih rendah. Siagian (2006) menyatakan bahwa latar belakang pendidikan mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Tenaga kesehatan yang berpendidikan tinggi motivasinya akan lebih baik karena telah memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berpendidikan rendah. Hal serupa dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin tinggi produktivitas kerjanya. e. Kemampuan Kemampuan kerja adalah kapasitas individu dalam menyelesaikan berbagai tugas dalam sebuah pekerjaan, kemampuan menyeluruh seorang karyawan meliputi kemampuan intelektual dan kemampuan fisik (Muchlas, 1997) Kemampuan intekektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan kegiatan-kegiatan mental misalnya pemahaman verbal, deduksi, persepsual, visualisasi ruang lingkup dan ingatan, sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kekuatan dan ketrampilan. Kadar kemampuan dan keterampilan ini dapat diperoleh
Universitas Sumatera Utara
melalui pendidikan, pelatihan maupun pengalaman, tampa mengabaikan kepatuhan terhadap prosedur dan pedoman yang ada, menjalankan dan menyelesaikan tugas suatu pekerjaan. Menurut Gibson et al (1996) kemampuan mental sama dengan intelegensia merupakan
kemampuan
mengingat
konfigurasi
fisual,
kemampuan
untuk
mengutarakan dan mengaji hipotesis, kemampuan untuk mengingat kembali dengan sempurna dan pengetahuan tentang kata-kata dan artinya. Keterampilan merupakan suatu kecakapan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam hal ini yaitu pencatatan pelaporan program imunisasi seperti pencatatan pelaporan KIA pada waktu yang tepat (Soekanto, 1990). Kemampuan merupakan sifat yang dimiliki oleh tenaga kesehatan yang diperolehnya dari proses pembelajaran yang memungkinkannya dapat menyelesaikan atau melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan (Notoatmodjo, 2003). f. Keterampilan Keterampilan merupakan suatu kecakapan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam hal ini yaitu pencatatan pelaporan program imunisasi seperti pencatatan pelaporan KIA pada waktu yang tepat (Soekanto, 1990).
Universitas Sumatera Utara
g. Tempat Tinggal Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), petugas kesehatan yang bertempat tinggal dirumah jabatan memiliki kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan petugas kesehatan yang tidak bertempat tinggal di rumah dinas atau rumah jabatan. Hal ini sangat logis karena dari fakta yang ditemukan responden yang tidak bertempat tinggal di rumah jabatan dan jaraknya jauh dari puskesmas sebagian waktu kerjanya habis tersita oleh perjalanan pulang pergi dari tempat tinggal ke puskesmas. h. Masa Kerja Masa kerja adalah lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi. Setiap organisasi pelayanan kesehatan menginginkan turn overnya rendah dalam arti tenaga atau karyawan aktif yang lebih lama bekerja di kantor tersebut tidak pindah ke unit kerja lain, sebab dengan turn over yang tinggi menggambarkan kinerja unit kerja tersebut. Siagian (2006) mengatakan bahwa semakin banyak tenaga aktif yang meninggalkan organisasi dan pindah ke organisasi lain mencerminkan ketidakberesan organisasi tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja dalam suatu organisasi maka semakin tinggi motivasi kerjanya.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Karakteristik Organisasi 2.5.1 Pengertian Karakteristik Organisasi Menurut Gibson et al (1996) karakteristik organisasi yang memengaruhi kinerja individu terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, insentif, struktur dan desain pekerjaan. Karakteristik organisasi juga mempengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam organisasi, demikian halnya dalam pelaksanaan program imunisasi, karakteristik organisasi seperti sumber daya, kepemimpinan dan imbalan secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai tenaga kesehatan dalam serangkaian kegiatan program imunisasi. 2.5.2 Unsur-Unsur Karakteristik Organisasi a. Sumber Daya Menurut Notoatmojo (2003), sumber daya terdiri dari sumber daya manusia (SDM), sarana, dana dan metoda merupakan bagian dari unsur masukan yang keberadaannya dalam suatu organisasi merupakan hal yang paling pokok karena merupakan modal dasar untuk dapat berfungsinya suatu organisasi. Pada peneltian ini, sumber daya yang dimaksudkan adalah
sumber daya
manusia tenaga kesehatan yang terdiri dari koordinator imunisasi dan bidan desa yang memegang peranan penting dalam pelaksanaan program imunisasi, hal ini sesuai dengan salah satu tugas pokok koordinator imunsasi dan bidan desa yaitu melaksanakan pelayanan kesehatan Ibu dan Anak (KIA), khususnya
pelayanan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan ibu hamil, ibu bersalin dan Ibu nifas, pelayanan kesehatan bayi dan anak balita termasuk imunisasi (Depkes RI, 2006). b. Kepemimpinan Gibson et al (1996) berpendapat kepemimpinan adalah merupakan fungsi pokok dari segala jenis organisasi. Kepemimpinan adalah sebagai suatu proses untuk dapat mempengaruhi perilaku pengikutnya. Kepemimpinan terjadi dalam dua bentuk yaitu : formal dan informal. Kepimpinan formal terbentuk melalui pemilihan atau pengangkatan dengan wewenang formal, sedangkan kepemimpinan informal terbentuk karena keterampilan, keahlian atau karena wibawa yang dapat memenuhi kebutuhan orang lain. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interprestasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dengan orang-orang di luar kelompok atau organisasi (Rivai, 2007). Menurut Siagian (2006) kepemimpinan adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja, untuk mempengaruhi perilaku orang lain terutama bawahannya untuk memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi. Pencapain tujuan organisasi akan sangat ditentukan oleh kemampuan atau efektivitas pemimpin dalam
Universitas Sumatera Utara
menggerakkan dan mendorong anggota organisasi untuk melaksanakan pekerjaannya. Oleh karena itu, kepemimpinan merupakan faktor yang vital bagi keberhasilan suatr organisasi. Seorang pimpinan yang efektif sebaiknya memiliki kemampuan untuk berkomunikasi
dengan
bawahan,
membangkitkan
motivasi
kerja
bawahan,
mengkoordinasi pekerjaan bawahan dan melakukan supervisi pekerjaan bawahan. c. Imbalan Imbalan yang diterima karyawan baik berupa honorarium maupun dalam bentuk fasilitas yang lain, berhubungan langsung dengan kebutuhankebutuhan pokok karyawan, seperti kebutuhan ekonomi masa sekarang dan mendatang. Kebutuhan pokok yang relatif cukup terpenuhi menyebabkan karyawan lebih berkonsentrasi terhadap pekerjaannya. Pendapat Gibson et al (1996) mengenai imbalan terbagi dalam dua macam, yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik adalah imbalan yang merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri, imbalan tersebut mencakup rasa penyelesaian (completion), pencapaian prestasi (achievement) otonomi (autonomy) dan pertumbuhan pribadi (personal growth) sedangkan imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang berasal dari pekerjaan imbalan tersebut mencakup uang status, promosi, dan rasa hormat. Imbalan-imbalan instrinsik adalah imbalan-imbalan yang dinilai di dalam dan dari mereka sendiri. Imbalan intrinsik melekat/inheren pada aktivitas itu sendiri dan pemberiannya tidak tergantung kepada kehadiran atau tindakan-tindakan dari orang ain atau hal-hal lainnya. Tipe–tipe imbalan intrinsik paling lazim yang relevan
Universitas Sumatera Utara
terhadap perilaku oerganisasi adalah jenis-jenis perasaan yang berbeda yang dialami oleh orang-orang sebagai akibat kinerja mereka pada pekerjaan. Menurut Simamora (2004) bentuk imbalan-imbalan dan sistem kompen sasi di dalam organisasi mempunyai dua type dasar atau katagori. Kedua tipe diartikan sebagai imbalan-imbalan intrinsik (intrinsic reward) dan imbalanimbalan ekstrinsik (extrinsic reward). Siagian (2006) menyatakan bahwa imbalan erat kaitannya dengan prestasi kerja seorang karyawan. Imbalan merupakan salah satu faktor ekternal yang mempengaruhi motivasi seseorang, disamping faktor ekternal lainnya seperti jenis dan sifat pekerjaan, kelompok kerja dimana seseorang bergabung dalam organisasi tempat bekerja dan situasi lingkungan pada umumnya. Ada dua jenis imbalan, pertama imbalan intrinsik yaitu imbalan yang diterima individu untuk diri mereka sendiri mencakup prestasi, otonomi dan pengembangan karier, kedua imbalan ekstrinsik yaitu imbalan yang diterima dari lingkungan di sekitar konteks kerja mencakup uang, status, promosi dan penghargaan (Rivai, 2007). Menurut Notoatmodjo (2003), imbalan adalah insentif kerja yang dapat diperoleh dengan segera atau insentif yang diperoleh dalam jangka panjang. Insentif dibagi dalam tujuh jenis, yaitu : a. Insentif primer Yaitu imbalan yang berhubungan dengan kebutuhab fasilitas (makan, minum, kontak fisik, dan sebagainya).
Universitas Sumatera Utara
b. Insentif sensoris Yaitu umpan balik sensoris dari lingkungan (misalnya main musik untuk memperoleh umpan balik sensoris berupa bunyi musik yang dimainkan). c. Insentif sosial Yaitu manusia akan melakukan sesuatu untuk memperoleh penghargaan atau diterima di lingkungannya. Penerimaan atau penolakkan tersebut akan lebih berfungsi secara efektif sebagai imbalan/hukuman daripada reaksi yang berasal dari individu. d. Insentif yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi ( upah, kenaikan pangkat, penambahan tunjangan, dan sebagainya). e. Insentif berupa aktifitas Beberapa aktifitas / kegiatan fisik dapat memberikan nilai insentif tersendiri pada individu. f. Insentif status dan pengasuh Dengan kedudukan tinggi di masyarakat, dapat menikmati imbalan materi, penghargaan sosial, kepatuhan dan sebagainya. g. Insentif yang berupa terpenuhinya standar internal Insentif ini berasal dari tingkat kepuasan dari dalam diri seseorang yang diperolehnya dari pekerjaan. d. Supervisi Menurut Koentjoroningrat (1997) secara umum mengemukakan supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan
Universitas Sumatera Utara
masalah segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya. Tujuan supervisi adalah mengorientasi, melatih kerja, memimpin, memberi arahan dan mengembangkan kemampuan personil. Sedangkan fungsinya untuk mengatur dan mengorganisir proses atau mekanisme pelaksanaan kebijaksanaan diskripsi dan standar kerja. Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung, pada supervisi modern diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah. Umpan balik dan perbaikan dapat dilakukan saat supervisi. Supervisi dapat juga dilakukan secara tidak langsung yaitu melalui laporan baik tertulis maupun lisan, supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis. Menurut Notoatmodjo (2003) apabila supervisi dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat yang dimaksud apabila ditinjau dari sudut manajemen dapat dibedakan atas dua macam yakni : 1) dapat lebih meningkatkan efektivitas kerja; 2) dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja. 2.6. Karakteristik Psikologi 2.6.1. Pengertian Karakteristik Psikologi Karakteristik psikologis secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam organisasi. Demikian halnya dalam pelaksanaan cakupan imunisasi, karakteristik psikologis seperti: persepsi, sikap, kepribadian, pembelajaran, motivasi.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Unsur-Unsur Karakteristik Psikologi a. Persepsi Persepsi
didefinisikan
sebagai
suatu
proses
dimana
individu
mengorganisasikan dan menginterprestasikan impresi sensorinya supaya dapat memberikan arti kepada lingkungan sekitarnya, meskipun persepsi sangat dipengaruhi oleh pengobyekan indra maka dalam proses ini dapat terjadi penyaringan kognitif atau terjadi modifikasi data. Persepsi diri dalam bekerja mempengaruhi pekerjaan tersebut memberikan tingkat kepuasaan dalam dirinya (Gibson et al, 1996) b. Sikap Merupakan sebuah itikat dalam diri seseorang untuk tidak melakukan atau melakukan pekerjaan tersebut sebagai bagian dari aktivitas yang menyenangkan. Sikap yang baik adalah sikap dimana dia mau mengerjakan pekerjaan tersebut tanpa terbebani oleh sesuatu hal yang menjadi konflik internal. Ambivalensi seringkali muncul ketika konflik internal psikologis muncul. Perilaku bekerja seseorang sangat dipengaruhi oleh sikap dalam bekerja. Sedangkan sikap seseorang dalam memberikan respon terhadap masalah dipengaruhi oleh kepribadian seseorang. Kepribadian ini dibentuk sejak lahir dan berkembang sampai dewasa. Kepribadian seseorang sulit dirubah karena elemen kepribadiannya yaitu id, ego dan super ego yang dibangun dari hasil bagaimana dia belajar saat dikandungan sampai dewasa. Dalam hubungannya dengan bekerja dan bagaimana seseorang berpenampilan diri terhadap lingkungan, maka seseorang berperilaku. Perilaku ini dapat dirubah dengan meningkatkan pengetahuan dan memahami sikap yang positif dalam bekerja.
Universitas Sumatera Utara
Sikap merupakan faktor penentu perilaku, karena sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian, dan motivasi. Sikap (Attitude) adalah kesiap-siagaan mental, yang dipelajari dan diorganisasi melalui pengalaman, dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain, obyek, dan situasi yang berhubungan dengannya (Gibson et al, 1996). Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap yang obyek tadi. Jadi sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal, suatu obyek, tidak ada sikap tanpa obyek Sikap merupakan suatu pandangan, tetapi dalam hal ini masih berbeda dengan suatu pengetahuan yang di miliki oleh orang lain (Luthans, 1992) Menurut Bloom (1908) dan Notoatmodjo (2003), Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan seharihari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. c. Kepribadian Kepribadian adalah semua cara dimana individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain atau organisasi internal dari proses psikologis dan kecenderungan perilaku seseorang. Jadi kepribadian itu merupakan perangkat gambaran diri yang
Universitas Sumatera Utara
terintegrasi dan merupakan perangkat total dari kekuatan antrapsikis, yang membuat diri kita ini menjadi unik, dengan perilaku yang spesifik. Di dalam perilaku organisasi sering dikatakan bahwa kepribadian orang dewasa itu dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan dengan variabel antara berupa kondisi situasional (Robin, 1996) d. Pembelajaran Belajar dibutuhkan seseorang untuk mencapai tingkat kematangan diri. Kemampuan diri untuk mengembangkan aktivitas dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh usaha belajar, maka belajar merupakan sebuah upaya ingin mengetahui dan bagaimana harus berbuat terhadap apa yang akan dikerjakan (Nursalam, 202). Proses belajar seseorang akan berpengaruh pada tingkat pendidikannya sehingga dapat memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang berpendidikan tinggi akan lebih rasional dan kreatif serta terbuka dalam menerima adanya bermacam usaha pembaharuan, ia juga akan lebih dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai pembaharuan (Gibson et al, 1996). Muchlas (1999) menyatakan bahwa proses pembelajaran atau belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang relatif permanen yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman hidup dan dapat dikatakan bahwa perubahan-perubahan perilaku itu menunjukkan telah terjadinya proses belajar dan proses belajar itu sendiri adalah perubahan dalam perilaku. Jadi jelasnya kita tidak melihat proses belajarnya tetapi melihat perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari proses belajar tersebut.
Universitas Sumatera Utara
e. Motivasi Menurut Gray (dalam Winardi, 2007) bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap antusias dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan tertentu. Berdasarkan beberapa definisi di atas disimpulkan motivasi adalah bagaimana menggerakkan orang agar mau bekerja dengan semangat dan menunjukkan kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan sesuai dengan peran fungsi untuk keberhasilan suatu organisasi.
2.7 Bidan dan Bidan Desa 2.7.1 Pengertian Bidan dan Bidan Desa Definisi bidan menurut ICM (International Confederation Of Mid Wives) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan FIGO (Federation of InternationalGynecologist Obstetrition). Definisi tersebut secara berkala di review dalam pertemuan Internasional/Kongres ICM. Definisi terakhir disusun melalui konggres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane Australia ditetapkan sebagai berikut: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah untuk melakukan praktik bidan (Depkes RI, 2007b). Secara profesional, seorang bidan dituntut mempunyai keterampilan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada ibu dalam kurun waktu masa reproduksi
Universitas Sumatera Utara
dan bayi baru lahir. Bidan mempunyai peran sebagai pelaksana, sebagai pengelola sebagai pendidik, dan sebagai peneliti/investigator (Sofyan dkk, 2006). Bidan desa adalah bidan yang ditempatkan dan bertugas di desa, mempunyai wilayah kerja satu sampai dua desa dan dalam melaksanakan tugas pelayanan medis baik di dalam maupun di luar jam kerjanya bidan harus bertanggungjawab sesuai dengan
Surat
Edaran
Direktur
Jenderal
Kesehatan
Masyarakat
No.
429/Binkesmas/DJ/III/89 Pada Tanggal 29 Maret 1989 (Sofyan dkk, 2006). 2.7.2 Tugas Pokok Bidan di Desa Tugas pokok seorang bidan di suatu desa adalah sebagai berikut: 1) Melaksanakan kegiatan di desa wilayah kerjanya berdasarkan urutan prioritas masalah kesehatan yang dihadapi, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dan diberikan, 2) Menggerakkan dan membina masyarakat desa di wilayah kerjanya (Depkes RI, 2002). 2.7.3 Fungsi Bidan di Wilayah Kerjanya Fungsi seorang bidan desa di wilayah kerjanya adalah sebagai berikut: 1) Memberikan pelayanan kesehatan meliputi asuhan kehamilan, asuhan persalinan, asuhan bayi baru lahir, perawatan anak balita, pelayanan keluarga berencana (kontrasepsi) dan imunisasi, 2) Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah, 3) Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan, yang sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat, 4) Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader serta dukun bayi, 5) Membina
Universitas Sumatera Utara
kelompok dasa wisma di bidang kesehatan, 6) Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral dan lembaga swadaya masyarakat, 7) Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada puskesmas kecuali dalam keadaan darurat harus dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnya, 8) Mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit dan berusaha mengatasi sesuai dengan kemampuan (Depkes RI, 2002). 2.7.4 Fungsi Bidan Desa dalam Program Imunisasi Menurut Depkes RI (2009a) tahap–tahap pelaksanaan program imunisasi dasar yang harus dilakukan bidan desa di wilayah kerjanya sebagai berikut : a. Persiapan Persiapan bidan desa dalam rangka pelaksanaan program imunisasi dasar adalah : (a) sosialisasi pentingnya imunisasi dasar, (b) penyuluhan langsung tentang imunisasi dasar kepada semua ibu yang mempunyai bayi, (c) penyuluhan lewat media seperti pemasangan spanduk dan poster di posyandu. b. Perencanaan Perencanaan merupakan salah satu unsur yang penting dalam pengelolaan program imunisasi. Pada dasarnya perencanaan program imunisasi meliputi : (1) Menentukan target cakupan, yaitu menetapkan berapa besar cakupan imunisasi yang akan dicapai pada tahun yang direncanakan untuk mengetahui kebutuhan vaksin yang sebenarnya (2) Menghitung jumlah sasaran. Pada program imunisasi menentukan jumlah sasaran merupakan suatu unsur yang paling penting. Menghitung jumlah sasaran bayi
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan besarnya angka persentasi kelahiran bayi dari jumlah penduduk masing-masing wilayah atau dapat berdasarkan besarnya jumlah sasaran bayi tahun lalu yang diproyeksikan untuk tahun ini. (3) Lokasi pelayanan. Lokasi pelayanan imunisasi dilakukan disemua komponen pelayanan kesehatan baik swasta maupun pemerintah. Pelayanan bisa melalui kunjungan rumah oleh bidan di desa. (4) Menghitung kebutuhan logistik. Setelah menghitung jumlah sasaran imunisasi, menentukan target cakupan maka data-data tersebut digunakan untuk menghitung kebutuhan vaksin. c. Prosedur Pelaksanaan Imunisasi Setiap jenis imunisasi mempunyai ketentuan dalam hal dosis serta cara pemberian. Menurut Depkes RI (2009b) tentang imunisasi dasar bagi pelaksana imunisasi dijelaskan prosedur pemberian dosis imunisasi sebagai berikut: Tabel 3.1. Prosedur Pemberian Imunisasi Jenis Imunisasi
Dosis
Cara Pemberian
BCG
0,05 cc
DPT
0,05 cc
Suntikan intra kutan tepatnya di Insertio m. deltoideus kanan Suntikan intra muskuler/subkutan dalam
Polio
2 tetes
Meneteskan ke mulut
Campak
0,05 cc
Hepatitis B
0,05 cc
Suntikan subkutan biasanya di lengan kiri bagian atas Suntikan intramuskuler pada paha bagian luar
Universitas Sumatera Utara
Program imunisasi dituntut untuk melaksanakan ketentuan program secara efektif dan efisien. Agar dapat mencapai tujuan dan target program imunisasi, maka diidentifikasi strategi pelayanan sebagai berikut : memberikan akses (pelayanan) kepada masyarakat dan swasta, membangun kemitraan dan jejaring kerja, menjamin ketersediaan dan cakupan vaksin, peralatan rantai vaksin dan alat suntik, menerapkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk menentukan prioritas kegiatan serta
tindakan
perbaikan,
pelayanan
imunisasi
dilaksanakan
oleh
tenaga
profesional/terlatih, pelaksanaan sesuai standar, memanfaatkan perkembangan metode dan teknologi yang lebih efektif, berkualitas dan efisien, meningkatkan advokasi, fasilitasi dan pembinaan. d. Indikator Penilaian Program Imunisasi Keberhasilan program imunisasi dasar diukur dari persentase cakupan masing-masing jenis imunisasi dasar dengan membandingkan jumlah yang mendapatkan imunisasi dibagi total bayi lahir x 100%. Mengacu kepada Direktorat PPM&PL, (2006) tentang modul kegiatan lima imunisasi dasar lengkap disebutkan bahwa target pencapaian imunisasi : BCG, Polio 1 – IV, DPT I – III, HB 1 – III serta Campak sebesar 95%. Berdasarkan uraian tentang program imunisasi, maka standar kinerja petugas imunisasi dalam pelaksanaan program imunisasi meliputi: persiapan petugas, inventarisasi sasaran, persiapan vaksin, peralatan rantai vaksin, persiapan ADS, pesiapan safety box, persiapan sasaran, pemberian imunisasi dan koordinasi.
Universitas Sumatera Utara
Keseluruhan indikator kinerja bidan desa tersebut ketiga faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu karakteristik individu terkait dengan pengetahuan dan kemampuan melakukan persiapan petugas, inventarisasi sasaran, persiapan vaksin, persiapan sasaran serta pemberian imunisasi. Indikator yang terkait dengan karakteristik organisasi adalah keetersediaan peralatan rantai vaksin, persiapan ADS, pesiapan safety box. Sedangkan indikator yang terkait dengan karakteristik psikologis adalah sikap dan motivasi bidan desa dalam mekalukan koordinasi.
2.8 Landasan Teori Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan / meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005). Menurut Gibson et al (1996), karakteristik individu dan organisasi secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam organisasi, baik ditingkat manajemen maupun teknis pelaksanaan. Demikian halnya dalam pelaksanaan program imunisasi, secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja yaitu : Variabel individu, veriabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut, menurut teori Kinerja Gibson et al (1996) dapat digambarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Variabel Individu - Kemampuan dan keterampilan - Mental - Fisik - Latar belakang : - Individu - Tingkat sosial - Pengalaman - Demografi - Umur - Etnis - Jenis Kelamin
Perilaku Individu (apa yang dikerjakan orang)
Variabel Psikologis - Persepsi - Sikap - Kepribadian - Pembelajaran - Motivasi
Variabel Organisasi
- Sumber daya - Kepemimpinan - Imbalan - Supervisi - Sarana kerja
Gambar 2.1 Model Teori Kinerja Sumber : Gibson, Ivanicevich dan Donnelly (1996)
Universitas Sumatera Utara
2.9. Kerangka Konseptual Penelitian Berdasarkan landasan teori dan tujuan penelitian, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
KARAKTERISTIK INDIVIDU (X1)
KARAKTERISTIK ORGANISASI PUSKESMAS (X2)
KINERJA BIDAN DI DESA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI (Y)
KARAKTERISTIK PSIKOLOGIS (X3)
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Penelitian
Universitas Sumatera Utara