BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah Informasi yang telah diproses dan diorganisasikan untuk memperoleh pemahaman, pembelajaran dan pengalaman yang terakumulasi sehingga bisa diaplikasikan ke dalam masalah tertentu (kamus bahasa Indonesia, 2002) Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indra. Pengetahuan merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu. (Mubarak, 2012) 2.1.2. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni: a. Tahu (know) yaitu tingkat pengetahuan yang paling rendah karena hanya sebatas mengingat b. Memahami (comprehension) yaitu kemampuan untuk menjelaskan dan dapat menginterpretasi materi tesebut secara benar
11 Universitas Sumatera Utara
12
c. Aplikasi (aplication) yaitu kemampuan untuk menggunakannya pada situasi nyata d. Analisis (analysis) yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut e. Sintesis (synthesis) yaitu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru f. Evaluasi (evaluation) yaitu kemampuan untuk melakukan suatu justifikasi atau penilaian tehadap sesuatu (Notoatmodjo, 2007). 2.1.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengetahuan Faktor-faktor yang melatarbelakangi ibu tidak melakukan pemeriksaan IVA sebagai alat diagnosa dini kanker serviks diantaranya adalah faktor rendahnya pengetahuan tentang Pemeriksaan IVA, dimana masyarakat kurang mendapat dukungan suami dan tidak mempunyai sikap dalam mengambil keputusan, tidak mengenal apa itu pemeriksaan IVA, tidak melakukan pemeriksaan IVA karena tidak merasakan adanya gejala dari penyakit seperti keputihan, perdarahan dan nyeri (Medicastore, 2007) Proses perubahan pengetahuan dapat terjadi secara bertahap dengan tingkatan-tingkatan seperti yang dijelaskan di atas. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dalam diri seseorang, seperti pendidikan, informasi/ media massa, sosial budaya dan ekonomi, lingkungan, pengalaman dan usia. Faktorfaktor ini dapat dijelaskan di bawah ini, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
13
a. Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut. b. Informasi/Media Massa Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan
Universitas Sumatera Utara
14
tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. c. Sosial Budaya dan Ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. d. Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh pengalaman setiap individu.
Universitas Sumatera Utara
15
e. Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar
dalam bekerja
yang
dikembangkan
memberikan
pengetahuan
dan
keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. f. Usia Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini (Robbins, 2007). 2.2. Sikap 2.2.1. Pengertian Sikap Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap obyek, orang atau peristiwa. Hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu (Robbins, 2007). Pengertian
Universitas Sumatera Utara
16
sikap apabila diorientasikan pada respon individu, yaitu sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung (Unfavourable) pada suatu objek. Berdasarkan kesiapan respon, sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara tertentu, apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon atau suatu pola perilaku, tendenasi atau kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri dari situasi sosial yang telah terkondisikan. Berdasarkan skema triadik, maka sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu obyek di lingkungan sekitarnya. Sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya (Azwar, 2007). Sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk berespon (secara positif maupun negatif) terhadap orang,objek atau situasi tertentu. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek,melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (sarwono.2007). Menurut H.L. Bloom dalam Notoatmodjo (2003), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat,tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap bukanlah suatu benda, ini adalah
Universitas Sumatera Utara
17
proses,suatu interaksi yang melibatkan tidak saja orang dan objek,tetapi semua faktor lain yang hadir dalam setiap situasi (Ahmadi, 1991). Newcomb salah seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.Menurut Purwanto (1999), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap suatu objek. 2.2.2. Ciri-ciri Sikap Ciri-ciri sikap dibagi menjadi 5 bagian, yaitu : a. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan
orang
itu
dalam
hubungan
dengan
objeknya,sifat
ini
membedakanya dengan sifat-sifat biogenetisseperti lapar,haus,kebutuhan akan istirahat. b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syaratsyarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu. c. Sikap tidak berdiri sendiri,tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain,sikap itu terbentuk,dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dirumuskan dengan jelas. d. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan sikap ini lah yang membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.
Universitas Sumatera Utara
18
e. Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif.Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati,menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjahui, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Purwanto, 1999). 2.2.3. Tingkatan Sikap Sikap dibedakan atas beberapa tingkatan yaitu : a. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek) b. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. c. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. d. Bertanggung jawab (Responsibel) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang tinggi. 2.2.4. Faktor Sikap Sikap dapat pula dibedakan atas : a. Sikap Positif Sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu itu berbeda.
Universitas Sumatera Utara
19
b. Sikap Negatif Sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berbeda. 2.2.5. Fungsi Sikap a. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri b. Sebagai alat pengukur tingkah laku c. Sebagai alat pengatur pengalaman d. Sebagai pernyataan kepribadian Pengukur sikap dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung. Secara
langsung
dapat
ditanyakan
bagaimana
pendapat
atau
pernyataan
respondenterhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan- pernyataan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2003) Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain objek lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan antara lain: a.
Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu
b.
Sikap akan diikuti atau tidak di ikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain.
Universitas Sumatera Utara
20
c.
Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
2.2.6. Pembentukan dan Perubahan Sikap Menurut Saarwono (2007), pembentukan dan perubahan sikap melalui beberapa cara yaitu : a. Adaptasi yaitu kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang dan terus-menerus, lama-kelamaan secara berhadap diserap kedalam diri individu dan memengaruhi terbentuknya suatu sikap. b. Diperensiasi yaitu dengan berkembangnya inteligensi, bertambahnya pengalaman sejalan dengan bertambahnya usia maka ada hal yang tadinya dianggap sejenis sekarang dipandang tersendiri. 2.2.7. Tingkatan Sikap Sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu: menerima (receiving) dengan mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan, merespon (responding) dalam bentuk memberikan jawaban serta mau mengerjakan yang ditugaskan, menghargai (valuing) dengan mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah, dan bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko (Notoatmodjo, 2007). Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok, yakni: kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek, kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek, kecenderungan untuk
Universitas Sumatera Utara
21
bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (Notoatmodjo, 2008).
2.2.8. Faktor-faktor yang Memengaruhi Sikap Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, faktor kebudayaan, orang lain yang dianggap penting (Significant Others)yaitu orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan opini kita, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan yang berarti khusus, serta faktor media (Rahayuningsih, 2008). Perubahan sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: a. Sumber dari Pesan Sumber pesan dapat berasal dari individu, kelompok, institusi. Ciri-ciri penting dari sumber pesan adalah adanya kredibilitas dan daya tarik. Kredibilitasyaitu perubahan sikap terjadi karena adanya kepercayaan yang tinggi terhadap pengirim pesan atau sumber pesan. Aspek penting dalam kredibilitas, yaitu keahlian dan kepercayaan yang saling berkaitan. Daya tarik seperti daya tarik fisik, sikap yang menyenangkan, dan kemiripan. b. Pesan (Isi Pesan) Isi pesan dapat berupa kata-kata dan simbol-simbol lain yang menyampaikan informasi. Isi pesan yang disampaikan dapat berupa suatu usulan, menakuti, pesan satu sisi dan dua sisi. Usulan merupakan suatu pernyataan yang kita terima secara tidak kritis, pesan dirancang dengan harapan orang akan percaya, membentuk sikap,
Universitas Sumatera Utara
22
dan terhasut dengan apa yang dikatakan tanpa melihat faktanya. Menakuti merupakan cara lain untuk membujuk tetapi jika terlalu berlebihan maka orang menjadi takut, sehingga informasi justru dijauhi. Pesan satu sisi paling efektif jika orang dalam keadaan netral atau sudah menyukai suatu pesan. Sedangkan pesan dua sisi lebih disukai untuk mengubah pandangan yang bertentangan. c. Penerima Pesan Beberapa ciri penerima pesan adalah influenceability yang merupakan sifat kepribadian seseorang tidak berhubungan dengan mudahnya seseorang untuk dibujuk, selain itu arah perhatian dan penafsiran, dimana pesan akan berpengaruh pada penerima, tergantung dari persepsi dan penafsirannya, yang terpenting adalah pesan yang dikirim ke tangan orang pertama, mungkin dapat berbeda jika info sampai ke penerima kedua. Ciri penerima pesan yang lain adalah kekebalan saat menerima info yang berlawanan (Rahayuningsih, 2008). 2.2.9. Pembentukan Sikap Pembentukan sikap dapat dibagi berdasarkan beberapa teori, yaitu: a.
Teori Konsistensi Kognitif-Afektif Berfokus pada bagaimana seseorang berusaha membuat kognisi mereka konsisten dengan afeksinya dan penilaian seseorang terhadap suatu kejadian akan mempengaruhi keyakinannya.
b.
Teori Ketidaksesuaian (Dissonance Theory)
Universitas Sumatera Utara
23
Berfokus pada individu; menyelaraskan elemen-elemen kognisi, pemikiran atau struktur (Konsonansi atau selaras), disonansi (ketidakseimbangan), yaitu pikiran yang amat menekan dan memotivasi seseorang untuk memperbaikinya
c.
Teori Atribusi Individu mengetahui akan sikapnya dengan mengambil kesimpulan dari perilakunya sendiri dan persepsinya tentang situasi. Implikasinya adalah perubahan perilaku yang dilakukan seseorang menimbulkan kesimpulan pada orang tersebut bahwa sikapnya telah berubah. Sikap merupakan respon individu (yang muncul dari perasaan dirinya)
terhadap suatu objek tertentu dapat sebagai pendorong/motivasi untuk menimbulkan suatu tindakan (Walgito Bimo, 2003)
2.3. Dukungan Suami 2.3.1. Pengertian Dukungan Suami Dukungan dapat diartikan sebagai satu diantara fungsi pertalian atau ikatan sosial segi fungsionalnya mencakup dukungan emosional, mendorong adanya ungkapan perasaan, memberi nasihat atau informasi, pemberian bantuan material. Sebagai fakta sosial yang sebenarnya sebagai kognisi individual atau dukungan yang dirasakan melawan dukungan yang diterima. Dukungan sosial terdiri atas informasi atau nasihat verbal dan atau non verbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan
Universitas Sumatera Utara
24
oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima (Ninuk, 2007). Suami adalah orang pertama dan utama dalam memberi dorongan kepada istri sebelum pihak lain turut memberi dorongan, dukungan dan perhatian seorang suami terhadap istri. (Dagun, 2002). 2.3.2. Macam-macam Dukungan Suami Ada beberapa macam dukungan oleh suami, antara lain : a. Dukungan Psikologi Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian orang yang bersangkutan. Misalnya menemani istri saat pergi priksa kehamilan, dengan begini suami sudah mengikuti perkembangan kehamilan istri. Perhatian yang cukup dari suami akan membuat ibu hamil merasa tenang sehingga berpengaruh positif terhadap bayi yang dikandungnya (Musbikin, 2008). b. Dukungan Sosial Adalah dukungan yang bersifat nyata dan dalam bentuk materi semisal kesiapan finansial, karenanya sejak mengetahui istrinya hamil, suami harus segera menyisihkan dana khusus untuk keperluan ini, sehingga saat melahirkan telah tersedia dana yang dibutuhkan (Musbikin, 2008) c. Dukungan Informasi Suami harus memberikan perhatian penuh kepada masalah kehamilan istrinya, misalnya berdiskusi mengenai perkembangan yang terjadi, yaitu mencari informasi mengenai kehamilan dari media cetak maupun dari tenaga kesehatan
Universitas Sumatera Utara
25
(Musbikin, 2008). Disinilah suami akan mengambil peran besar dalam turut menjaga kesehatan kejiwaaan istrinya agar tetap stabil, tenang dan bahagia (Arief, 2008).
d. Dukungan Lingkungan Yaitu diberikan ketika kehamilan sudah tua, misalnya ketika ibu tidak bisa bekerja terlalu berat suami bisa membantu ibu mengurus rumah tangga, perlakuan ini dapat menyebabkan perasaan senang dalam diri istri, dan istri ahirnya menjadi lebih mudah menyesuaikan diri dalam menjalani kehamilanya (Dagun, 2002). 2.3.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Dukungan Suami Ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi
dukungan
suami
dalam
perlindungan kesehatan reproduksi istri (ibu), antara lain adalah: a. Budaya Diberbagai wilayah di Indonesia terutama di dalam masyarakat yang masih tradisioanal (Patrilineal),menganggap istri adalah konco wingking, yang artinya bahwa kaum wanita tidak sederajat dengan kaum pria, dan wanita hanyalah bertugas untuk melayani kebutuhan dan keinginan suami saja. Anggapan seperti ini mempengaruhi perlakuan suami terhadap kesehatan reproduksi istri. b. Pendapatan Pada masyarakat kebanyakan, 75%-100% penghasilanya dipergunakan untuk membiayai keperluan hidupnya. Sehingga pada akhirnya ibu hamil tidak mempunyai
Universitas Sumatera Utara
26
kemampuan
untuk
membayar.
Secara
konkrit
dapat
dikemukakan
bahwa
pemberdayaan suami perlu dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi keluarga sehingga kepala keluarga tidak mempunyai alasan untuk tidak memperhatikan kesehatan istrinya.
c. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan dan pengetahuan suami sebagai kepala rumah tangga. Semakin rendah pengetahuan suami maka akses terhadap informasi kesehatan istrinya akan berkurang sehingga suami akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif
2.4. Praktik atau Tindakan 2.4.1. Pengertian Praktik atau Tindakan Perilaku kesehatan, menurut Skinner diartikan sebagai respon seseorang terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit atau faktorfaktor yang mempengaruhi kesehatan seperti lingkungan, makanan, minuman dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable) atau yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup pencegahan atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
27
Tindakan merupakan bagian dari perilaku yang bersifat terbuka, dimana tindakan atau praktik adalah respon seseorang terhadap stimulus yang dengan mudah dapat dilihat, diamati oleh orang lain dan dapat diukur. Tindakan atau praktik nyata untuk kesehatan merupakan semua kegiatan atau aktivitas seseorang dalam rangka memelihara kesehatan. Indikator praktik kesehatan mencakup tindakan yang berhubungan dengan pencegahan dan pengobatan penyakit, tindakan pemeliharaan maupun peningkatan kesehatan dan tindakan kesehatan lingkungan. 2.4.2. Tingkatan Tindakan Praktik atau tindakan terdiri dari 4 (empat) tingkatan, yaitu: a.
Persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
b.
Respon terpimpin yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai.
c.
Mekanisme (mechanism) yaitu melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau menjadi suatu kebiasaan.
d.
Adaptasi (adaptation) yaitu suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik atau tindakan tersebut sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2.4.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tindakan Perilaku terbentuk melalui suatu proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungan. Faktor-faktor yang memegang peranan dalam pembentukan tindakan nyata seseorang dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari
Universitas Sumatera Utara
28
dalam maupun dari luar dirinya. Faktor intern berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi, dan sebagainya yang dapat mengolah pengaruh-pengaruh dari luar. Sedangkan faktor ekstern berupa obyek, orang, kelompok, dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya. Berdasarkan hasil survey terhadap wanita Afrika-Amerika diperoleh data bahwa masalah budaya memiliki keterkaitan wanita dalam Pemeriksaan dalam, ada yang mengatakan keengganan wanita untuk berpartisipasi dalam kegiatan pemeriksaan IVA. Selain itu perempuan dari status sosial ekonomi rendah dan minoritas beresiko untuk tidak mengikuti pedoman skrining kanker. Keyakinan agama dapat mempengaruhi perilaku, dimana agama mengajarkan bahwa segala sesuatu adalah di tangan Tuhan. Tingkat pendidikan rendah yang memunculkan perasaan takut untuk mengikuti pemeriksaan IVA, takut hasil yang menunjukkan penyakit karena adanya anggapan kanker serviks merupakan penyakit yang fatal, serta pengalaman negatif sebelumnya dengan skrining kanker (Morrison, R.S., 2010). Perilaku yang diekspresikan dalam bentuk tindakan nyata merupakan wujud dari pengetahuan dan sikap itu sendiri yang dimiliki seseorang. Setelah individu mengetahui suatu stimulus atau obyek dari informasi yang diterimanya, proses selanjutnya akan menilai dan bersikap terhadap obyek tersebut dan memberikan dampak terhadap tindakan nyata individu tersebut (Notoatmodjo, 2007). Bila dikombinasikan dengan pemeriksaan pap smear, inspeksi visual 1 menit setelah cuci asam asetat meningkatkan deteksi hingga 30 persen. Studi di Afrika Selatan menemukan bahwa IVA akan mendeteksi lebih dari 65 persen lesi dan kanker
Universitas Sumatera Utara
29
invasaif sehingga direkomendasikan oleh peneliti sebagai alternatif skrining sitologi. Sebagai perbandingan di Zimbabwe Skrining IVA oleh bidan memiliki sensitivitas dan spesifisitas adalah 77 persen dan 64 persen, dibandingkan dengan 43 persen dan 91 persen untuk Papsmear. Di India skrining yang dilakukan oleh perawat terlatih memiliki sensitivitas 96 persen, sedangkan pap smear 62 persen, namun spesifisitas IVA adalah 68 persen. Data yang diperoleh dari Yayasan Kanker Indonesia (tahun 2011) menyebutkan setiap tahunnya sekitar 500.000 perempuan didiagnosa menderita kanker serviks dan lebih dari 250.000 meninggal dunia. Total 2,2 juta perempuan di dunia menderita kanker serviks. Di Indonesia diperkirakan 15.000 kasus baru kanker serviks setiap tahun dengan angka kematian sekitar 7.500 kasus per tahun (Emilia, 2010).
2.5. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) 2.5.1. Pengertian Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) Kanker serviks bisa menyerang dengan pendarahan pada vagina, gejala kanker serviks tidak terlihat sampai kanker memasuki stadium yang lebih jauh, kanker bisa dilihat dengan cara melakukan pemeriksaan IVA. (D, Adi, 2012) Yang menyebabkan kanker serviks adalah Human Papilloma Virus (HPV), yang dapat menyebabkan kanker serviks ialah tiper 16 dan 18 sehingga terinfeksi dan terjadilah kanker serviks. Perjalan infeksi HPV hingga menjadi kanker serviks memakan waktu yang cukup lama dan proses infeksi tersebut sering kali tidak
Universitas Sumatera Utara
30
disadari oleh para ibuu yang kemudian menjadi prakanker dan sebagian berlangsung tanpa gejala. Penularan Virus HPV bisa terjadi melalui hubungan seksual, terutama yang dilakukan dengan berganti-ganti pasangan. Penularan virus HPV dengan cara transmisi melalui organ genetalia ke organ genetalia dan juga bisa berpindah melalui sentuhan kulit (D, Adi. 2012). IVA adalah cara yang mudah murah dan dapat dilakukan oleh bidan atau tenaga medis puskesmas. Prinsip kerja pemeriksaan ini adalah dengan cara mengolesi mulut rahim dengan asam asetat. Kondisi kesamaan lendir dipermukaan mulut rahim yang telah terinfeksi oleh sel prakanker akan berubah warna menjadi putih melalui bantuan cahaya, petugas medis akan dapat melihat bercak putih pada mulut rahim (Nurcahyo, 2010). Serviks secara visual menggunakan asam cuka (IVA) berarti melihat serviks dengan mata telanjang untuk mendeksi absomormalitas setelah pengolesam asam asetat atau cuka (3-5%). Daerah yang tidak normal akan berubah warna dengan batas yang tegas menjadi putih (acetowhite), yang mengindikasikan bahwa serviks mungkin memiliki lesi prakanker. IVA adalah praktik yang dianjurjan untuk fasilitas dengan sumberdaya rendah dibandingkan dengan jenis penapisan lain (Depkes, 2007). 2.5.2. Teknik Pemeriksaan IVA dan Interpretasi Prinsip metode IVA adalah melihat perubahan warna menjadi putih (acetowhite) pada lesi prakanker jaringan ektoserviks rahim yang diolesi larutan asam
Universitas Sumatera Utara
31
asetoasetat (asam cuka). Bila ditemukan lesi makroskopis yang dicurigai kanker, pengolesan asam asetat tidak dilakukan namun segera dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Perempuan yang sudah menopause tidak direkomendasikan menjalani skrining dengan metode IVA karena zona transisional leher rahim pada kelompok ini biasanya berada pada zona 26. Endoserviks rahim dalam kanalis servikalis sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi spekulum. Perempuan yang akan diskrining berada dalam posisi litotomi, kemudian dengan spekulum dan penerangan yang cukup, dilakukan inspeksi terhadap kondisi leher rahimnya. Setiap abnormalitas yang ditemukan, bila ada, dicatat. Kemudian leher rahim dioles dengan larutan asam asetat 3-5% dan didiamkan selama kurang lebih 1-2 menit. Setelah itu dilihat hasilnya. Leher rahim yang normal akan tetap berwarna merah muda, sementara hasil positif bila ditemukan area, plak atau ulkus yang berwarna putih.48,60 Lesi prakanker ringan/jinak (NIS 1) menunjukkan lesi putih pucat yang bisa berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar. Lesi yang lebih parah (NIS 2-3 seterusnya) menunjukkan lesi putih tebal dengan batas yang tegas,dimana salah satu tepinya selalu berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar (SSK). Beberapa kategori temuan IVA tampak seperti tabel berikut Kategori temuan IVA a.
Normal
:
Licin, merah muda, bentuk porsio normal
b.
Infeksi
:
Servisitis
(inflamasi,
hiperemesis)
banyak
flour
ektropion polip
Universitas Sumatera Utara
32
c.
Positif IVA
:
Plak putih Epitel Acetowhite (bercak putih)
d.
Kanker leher rahim
:
Pertumbuhan seperti bunga kol pertumbuhan mudah berdarah.
Kategori Temuan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) a.
Negatif Tidak ada lesi bercak putih (acetowhite lession), bercak putih pada polip endoservikal atau kista nabothi, garis putih mirip leso acetowhite pada sambungan skuamokolumnar.
b.
Positif 1 (+) Samar, transparan, tidak jelas, terdapat lesi bercak putih yang ireguler pada serviks - lesi bercak putih yang tegas, membentuk sudut (angular), geographic acetowhite lessions yang terletak jauh dari sambungan skuamokolumnar.
c.
Positif 2 (++) Lesi acetowhite yang buram, padat dan berbatas jelas sampai ke sambungan skuamokolumnar - lesi acetowhite yang luas, circumorificial, berbatas tegas, tebal dan padat -pertumbuhan pada leher rahim menjadi acetowhite.
2.5.3. Akurasi Pemeriksaan IVA Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa metode IVA berpotensi menjadi alternatif metode skrining kanker leher rahim di daerah-daerah yang memiliki sumber daya terbatas. Namun demikian, akurasi metode ini dalam penerapan klinis masih terus dikaji di berbagai negara berkembang. Penelitian lainnya mengambil sampel 1997 perempuan di daerah pedesaan di Cina, dilakukan oleh
Universitas Sumatera Utara
33
Belinson JL dan kawan-kawan untuk menilai sensitivitas metode IVA pada lesi prakanker tahap NIS 2 atau yang lebih tinggi, dikonfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi leher rahim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka sensitivitas IVA untuk NIS 2 atau yang lebih tinggi adalah 71%, sementara angka spesifisitas 74%. Beberapa penelitian menunjukkan sensitivitas IVA lebih baik daripada sitologi. Claey melaporkan penelitiannya di Nikaragua, bahwa metode IVA dapat mendeteksi kasus LDT (Lesi Derajat Tinggi) dan kanker invasif 2 kali lebih banyak daripada Tes Pap. Demikian juga laporan dari Basu Berikut adalah tabel tampilan beberapa kajian tentang IVA yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Tabel 2.1. Kajian oleh Beberapa Peneliti
Bellinson et al. (2001)
Cina
Jumlah Responden 1997
Ghaemaghami (2004)
Iran
1200
74.3
94
Residen Obgin
Doh et al. (2005) Lesi Arbyn et al (2008)
Kamerun
4813
70.4
77.6
-
Derajat Lesi NIS 2 atau lebih berat NIS 1 atau lebih berat -
India dan Afrika
58.000
79.2
84.7
Perawat, bidan, sitoteknisi
NIS 1 atau lebih berat
Penulis Tahun
Beberapa
Negara
penelitian
terbaru
Sensitivitas 71
Spesifitas 74
Tingkat Petugas Ginekologi Onkologi
tentang
IVA
menambah
data
tentang
kemungkinan penggunaan IVA sebagai alternatif metode skrining secara luas di negara-negara berkembang. Ghaemmaghami (2004) melaporkan angka sensitivitas
Universitas Sumatera Utara
34
IVA dibandingkan dengan Tes Pap berturut-turut adalah 74.3% dan 72%, sementara angka spesifisitas adalah 94% dan 90.2%. Penelitian dilakukan terhadap 1200 perempuan yang menjalani skrining dengan metode IVA dan Tes Pap dan dikonfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi. Hasil positif dari kedua pemeriksaan tersebut berjumlah 308 orang, 191 orang diantaranya terdeteksi positif melalui metode IVA. Hasil konfirmasi histologi menunjukkan 175 sampel dinyatakan positif (dengan kriteria NIS I atau yang lebih berat), dari 175 sampel tersebut, 130 diantaranya terdeteksi melalui metode IVA. Doh(2005) melaporkan hasil penelitian di Kamerun terhadap 4813 perempuan yang menjalani skrining dengan metode IVA dan Tes Pap. Hasil penelitian menunjukkan sensitivitas IVA dibanding Tes Pap 70.4% dan 47.7%, sedangkan spesifitas IVA dan Tes Pap berturut-turut 77.6% dan 94.2%, nilai prediksi negatif (NPV/ Negative Predictive Value) untuk IVA dan Tes Pap berturut-turut adalah 91.3% dan 87.8%. Suatu penelitian meta-analisis atas 11 penelitian potong lintang (crosssectional studies)yang dilakukan di India dan beberapa negara di Afrika (2008) yang dilakukan Arbyn membandingkan penggunaan metode IVA, VILI, IVA dengan pembesaran (VIAM/Visual Inspection with Acetoacetat with a Magnifying device), tes Pap dan HC2 (Hybrid Capture-2 assay) Penelitian ini melibatkan lebih dari 58.679 perempuan usia 25-64 tahun. Hasil penelitian meta-analisis ini untuk angka sensitivitas IVA,Vili, tes Pap dan HC2 berturut-turut adalah sebagai berikut : Tabel 2.2. Sensitifitas, Spesifisitas berbagai Metode Skrining terhadap CIN 2
Universitas Sumatera Utara
35
Metode IVA VILI Tes Pap HC2
Sensitivitas (%) 79.2 91.2 57 62
Spesifisitas (%) 84.7 84.5 93 94
2.5.4. Syarat Melakukan Pemeriksaan IVA Syarat tersebut antara lain : perempuan yang sudah pernah melakukan hubungan sexsual, perempuan yang sudah mempunyai anak, tidak sedang haid, tidak sedang hamil, tidak melakukan hubungan seksual 1 hari sebelum melakukan pemeriksaan IVA. Pada umur 35-40 tahun minimal 1 kali sudah pernah melakukan pemeriksaan IVA, pemeriksaan IVA dilakukan setiap 3 tahun dan dapat diulang setiap 5 tahun. 2.5.5. Alur Pemeriksaan IVA dan Tindak Lanjut Jika tim skrining sudah cukup kompeten, terapi dengan krioterapi dapat langsung dilakukan pada hasil IVA positif. Namun jika masih ada keraguan, pada hasil skrining IVA positif dapat dimasukkan ke alur triase. 2.5.6. Keunggulan IVA Adapun keunggulan yang dimiliki IVA dibanding dengan pemeriksaan lain adalah : a) Aman, tidak mahal, dan mudah dilakukan b) Kinerja tes tersebut sama dengan tes-tes lain yang digunakan untuk penampisan kanker rahim
Universitas Sumatera Utara
36
c) Dapat depelajari dan dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan disemua jenjang sistem kesehatan. 2.5.7. Deteksi dengan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) Selain papsmear,metode yang sederhana ini mulai sering dikampanyekan untuk mendeteksikanker serviks. Metode IVA dilakukan dengan cara melihat langsung serviks yang telah diolesi larutan asam asetat 3-5%. Perubahan warna pada serviks dapat menunjukkan serviks normal(merah homogen) atau lesi prakanker(bercak putih). Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat mendeteksi lesi tingkat pra-kanker dengan sensitivitas sekitar 66-96% dan spesifitas 64-98%. Sementara itu, nilai prediksi positif (positive predective value) dan nilai prediksi negatif (negative predective value) masing – masing antara 10-20% dan 92-97%.
2.6. Landasan Teori Sebagai penentu variabel penelitian serta menyusunnya dalam suatu kerangka konseptual maka teori-teori yang telah dipaparkan dirangkum dalam suatu landasan teori berikut.Sikap apabila diorientasikan pada respon individu, yaitu sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung (Unfavourable) pada suatu objek. Sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya (Azwar,2007). Perilaku merupakan suatu bentuk respon yang
Universitas Sumatera Utara
37
salah satunya berupa tindakan yang dapat dilihat dari luar dan dapat diukur (Notoatmodjo,
2007).Determinan
perilaku
dari
analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan yang diungkapkan dalam teori LawrenceGreen (1980). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor, yaitu: a.
Faktor-faktor Pendorong (Predisposing Factors), yang terwujud dalam pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, keyakinan, tradisi, nilai, norma sosial, persepsi dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu.
b.
Faktor-faktor Pendukung (Enabling Factors), terwujud dalam lingkungan fisik yakni tersedianya sarana pelayanan kesehatan, fasilitas-fasilitas dan kemudahan untuk mencapainya, kemudaian termasuk juga prioritas dan komitmen masyarakat / pemerintah terhadap kesehatan serta ketrampilan yang berkaitan dengan kesehatan.
c.
Faktor-faktor yang Memperkuat (Reinforcing Factors), yakni mencakup sikap dan perilaku dari keluarga, teman sebaya, petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok intervensi dari perilaku masyarakat. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) merupakan suatu metode pemeriksaan
yang mudah dan murah dan dapat dilakukan oleh bidan atau tenaga medis yang sudah mengikuti pelatihan. Prinsip kerja pemeriksaan tersebut dengan cara mengolesi mulut rahim dengan asam asetat. Kondisi keasaman lendir dipermukaan mulut rahim yang telah terinfeksi oleh sel prakanker akan berubah warna menjadi putih melalui bantuan cahaya. Mulut rahim secara visual menggunakan asam asetat berarti melihat serviks
Universitas Sumatera Utara
38
dengan mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam asetat atau cuka (3-5%). Jika pada pemeriksaan terdapat infeksi pada mulut rahim maka pasangan usia subur tersebut dianjurkan untuk memeriksakan diri dengan metode IVA. Pemerintah mengadakan program IVA di puskesmas untuk membantu masyarakat karena tingginya tingkat penyakit kanker serviks dan pemerintah berharap dengan adanya pemeriksaan metode IVA tersebut maka angka kejadian kanker serviks akan berkurang. (Nurcahyo, 2010) Permasalahan pada wanita saat ini adalah masih rendahnya cakupan pemeriksaan IVAkarena kurangnya pengetahuan ibu pasangan usia subur dan tidakadanya dukungan suami terhadap ibu dan cara pencegahan penyakit kanker serviks sehingga kasus kanker serviks meningkat secara terus menerus. Penyakit ini merupakan pembunuh nomor satu perempuan, dapat menyerang semua lapisan masyarakat, tidak mengenal usia, tingkat pendidikan, pekerjaan maupun status sosial. Pada penelitian (Luluk, 2010) Adanya hubungan tingkat pengetahuan dan motivasi wanita usia subur untuk melakukan pemeriksaan IVA menyimpulkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan motivasi wanita usia subur untuk melakukan IVA. Pengaruh persepsi wanita pasangan usia subur terhadap pemanfaatan pelayanan IVA (Lestari, 2010), menunjukkan bahwa variable yang berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan IVA. Gambaran pengetahuan wanita usia subur
Universitas Sumatera Utara
39
tentang manfaat IVA(Nuraini, 2010) dapat disimpulkan bahwa seluruh responden mempunyai pengetahuan sedang dalam melakukan pemeriksaan IVA. Faktor-faktor yang berpengaruh dan menentukan perilaku kesehatan oleh Lawrence Green (1980) digambarkan sebagai berikut :
Faktor Predisposisi (Pendorong) : • Pengetahuan • Kepercayaan • Sikap • Norma
Faktor Enabling (Pendukung) : • Fasilitas-fasilitas Kesehatan • Pelayanan Kesehatan
Perilaku
Faktor Reinforcing(Memperkua t) : • Dukungan Suami
Gambar 2.1. Model Teori Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Kesehatan Sumber : Green, 1980
Universitas Sumatera Utara
40
2.7. Kerangka Konsep Menurut Notoadmodjo tahun 2005, Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep yang ingin diamati/diukur melalui penelitian yang dilakukan. Kerangka konsep pada penelitian ini diambil dari Lawrence Green (1990).
Variabel Independent
Variabel Dependen
Pengetahuan Sikap
IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
Dukungan Suami Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara