BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1
Penelitian Terdahulu Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian-penelitian
yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Berikut penelitian-penelitian yang mendasari penelitian ini. Penelitian
yang
berjudul
Analisa
Perbandingan
Manajemen
Bandwidth Class Based Queue (CBQ) dan Hierarchical Fair Service Curve (HFSC) di Jaringan TCP/IP. Penelitian ini membandingkan kinerja CBQ dan HFSC serta HTB di Jaringan TCP/IP. Parameter yang diukur adalah throughput, waktu pemrosesan pesan dalam bandwidth manager, jitter dan packet loss. Hasil pengukuran untuk throughput, HTB lebih akurat dibandingkan HFSC dan CBQ. Untuk waktu pemrosesan pesan dalam bandwidth manager, CBQ lebih cepat dibandingkan HFSC kemudian HTB. Untuk jitter, HFSC lebih baik dibandingkan HTB kemudian CBQ. Untuk packet loss, pada CBQ sebesar 2,8%, pada HTB sebesar 0,04%, sedangkan pada HFSC tidak terdapat packet loss (Rumani, dkk, 2003). Penelitian yang berjudul Analisis Perbandingan HTB (Hierarchical Token Bucket) dan CBQ (Class Based Queue) untuk Mengatur Bandwidth Menggunakan Linux. Penelitian ini membandingkan kinerja HTB dan CBQ menggunakan Linux. Parameter yang diukur adalah throughput, jitter dan packet loss. Hasil pengukuran untuk throughput, HTB mematuhi batas maksimum yang ditentukan, sedangkan CBQ melampaui batas maksimum yang ditentukan. Untuk jitter, CBQ memiliki rata-rata jitter yang lebih baik
5
6
dibandingkan HTB. Untuk packet loss, CBQ lebih buruk dibandingkan HTB (Pangera, 2004). Perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah penelitian ini membandingkan kinerja CBQ dan HFSC pada FreeBSD. Skenario pengujian menggunakan dua jenis aplikasi, yaitu video streaming dan transfer file (FTP). Parameter yang diukur adalah delay, jitter dan packet loss pada kondisi bandwidth yang tetap.
2.2
Quality of Service (QoS) Quality of Service (QoS) merupakan kemampuan jaringan untuk
menyediakan layanan yang lebih baik pada trafik jaringan tertentu melalui teknologi yang berbeda-beda (Pangera, 2011). Layanan jaringan merujuk ke tingkat kecepatan dan keandalan penyampaian berbagai jenis beban data didalam suatu sistem komunikasi. QoS dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menentukan baik atau buruknya kinerja suatu jaringan komputer. Metrik yang digunakan untuk mengukur kinerja adalah bandwidth, delay, jitter dan packet loss (Serpanos, Wolf, 2011). Sementara menurut Dressler (2003), parameter-parameter yang dapat digunakan untuk mengukur QoS adalah connectivity, one-way delay, delay variation (jitter), one-way packet loss dan reordering. Dalam penelitian ini hanya delay, jitter, dan packet loss saja yang diukur pada keadaan bandwith yang tetap.
2.2.1 Bandwidth Bandwidth merupakan jumlah data yang dapat dibawa dari satu titik ke titik lain dalam jangka waktu tertentu. Bandwidth biasanya diukur dalam bit per second (bps).
7
2.2.2 Delay Menurut Ilma (2011), delay adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan data dari sumber (pengirim) ke tujuan (penerima). Pada jaringan Ethernet, delay bisa diukur dengan menggunakan tools dan metode, seperti yang dispesifikasikan oleh IEEE RFC2544, netperf atau ping. Delay pada jaringan paket data dinyatakan sebagai one-way delay (OWD) atau round-trip time (RTT). One-way delay (OWD) adalah waktu yang diperlukan untuk mengirim paket dari sumber ke tujuan. Sedangkan RTT adalah OWD dari sumber ke tujuan ditambah OWD dari tujuan kembali ke sumber. Hubungan antara OWD dengan RTT dapat dinyatakan secara matematis dengan rumus (Qlogic, 2011): OWD = RTT/2
(Rumus 2.1)
One-Way Delay (OWD) Menurut Dressler (2003), salah satu nilai paling penting pada
komunikasi multimedia adalah one-way delay, karena setiap transmisi audio atau video mengalir satu arah. Pengukuran one-way delay sangat sulit karena masalah sinkronisasi waktu di klien dan di server. Karena itu pengukuran one-way delay diperoleh secara tidak langsung dari hasil pengukuran roundtrip time. Untuk lebih memahami one-way delay, dapat dilihat pada Gambar 2.1.
8
Gambar 2.1 Delay Antara Dua Host
Pada waktu tA0 = tsent, aplikasi di host A mengirimkan paket ke host B. Sebuah delay singkat terjadi yang disebabkan oleh aplikasi, sistem operasi, dan perangkat keras jaringan. Paket meninggalkan host A menuju host B pada saat tA1. Host B menerima paket pada saat tB0 dan aplikasi menerima paket pada saat tB1.
Round-Trip Time (RTT) Round-trip
time
terutama
diperlukan
oleh
aplikasi
yang
membutuhkan query-respons yang cepat. RTT dikenal sebagai two-way delay karena bersifat bidirectional. Karena pengukuran RTT hanya tergantung pada treceived dan tsent yang ada pada host A maka hanya waktu yang ada di host A yang menjadi rujukan. Karena itu tidak perlu ada sinkronisasi antara pengukur waktu yang ada di host A dan di host B. Inilah alasannya kenapa RTT digunakan sebagai salah satu standar pengukuran di dalam jaringan komputer. Kategori kinerja jaringan berdasarkan nilai delay dapat dilihat pada Tabel 2.1.
9 Tabel 2.1 Tabel Kategori Nilai Delay (Kurnia, 2011)
Kategori
Delay
Sangat bagus
< 150 ms
Bagus
150 – 300 ms
Sedang
300 – 450 ms
Jelek
> 450 ms
2.2.2 Jitter Menurut Ilma (2011), jitter merupakan variasi delay yang terjadi akibat adanya selisih waktu atau interval antar kedatangan paket di penerima. Besarnya nilai jitter sangat dipengaruhi besarnya tumbukan antar paket yang ada pada jaringan Internet Protocol. Semakin besar beban traffic pada jaringan akan menyebabkan semakin besar peluang terjadinya tumbukan dan dengan demikian nilai jitter akan semakin besar. Semakin besar nilai jitter akan mengakibatkan nilai QoS akan menurun. Untuk mendapatkan nilai QoS jaringan yang baik, nilai jitter harus dijaga seminimum mungkin. Kategori kinerja jaringan berdasarkan nilai jitter dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Tabel Kategori Nilai Jitter (Kurnia, 2011)
Kategori
Jitter
Sangat bagus
0 ms
Bagus
0 – 75 ms
Sedang
76 – 125 ms
Jelek
125 – 225 ms
Variasi delay dihitung dengan menggunakan hasil pengukuran OWD karena jitter pada RTT tidak memiliki makna pada transmisi multimedia.
10
Tetapi masalah yang sama juga muncul pada kalkulasi OWD karena clock pada semua sistem yang terlibat harus disinkronisasi.
Gambar 2.2 Variasi Delay (Dressler, 2003)
Sebagai contoh, Gambar 2.2 memperlihatkan host A mengirim paket secara periodik ke host B. Pada setiap pengiriman paket terdapat tanda waktu (timestamp) yang digunakan untuk menghitung OWD pada host B.
2.2.3 Packet Loss Menurut Ilma (2011), packet loss merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya jumlah paket yang hilang atau tidak sampai ke tujuan ketika melakukan pengiriman data dari sumber (pengirim) ke tujuan (penerima). Paket yang hilang dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan, antara lain (Ilma, 2011): Terjadinya over load dalam jaringan Tabrakan/tumbukan dalam jaringan Error yang terjadi pada media fisik Pengiriman data pada waktu yang bersamaan dengan menggunakan sebuah saluran secara bersama-sama.
11
Semakin kecil nilai packet loss dalam suatu jaringan maka semakin baik pula kinerja yang dimiliki jaringan tersebut. Kategori kinerja jaringan berdasarkan nilai packet loss dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Tabel Kategori Nilai Packet Loss (Kurnia, 2011)
2.3
Kategori
Packet Loss
Sangat bagus
0%
Bagus
0–3%
Sedang
3 – 15 %
Jelek
15 – 25 %
Teknik-teknik QoS Gambar 2.3 menggambarkan 4 langkah yang dilakukan oleh router
atau switch untuk mengimplementasikan QoS.
Gambar 2.3 Empat Langkah Utama untuk Mengimplementasikan QoS (Comer, 2009)
12
Classification and Policing Ketika
paket-paket
tiba
pada
interface,
router
lalu
mengklasifikasikan paket tersebut dengan memberi flow identifier. Setelah diberi tanda, router kemudian melakukan policing, yaitu memastikan bahwa paket tidak melanggar parameter-parameter yg ditetapkan untuk setiap aliran (flow). Contoh: Jika pengguna mengirim data melebihi batas yang ditetapkan, policer akan membuang paket yang kelebihan.
Forwarding computation Ketika menghitung hop berikutnya, router atau swith akan
menggunakan flow identifier. Pada kasus tertentu, flow identifier akan menentukan jalur yang harus diikuti (misalnya, semua paket voice dikirim lewat port 10). Pada kasus lain, flow identifier diabaikan dan alamat tujuan digunakan untuk memilih hop berikutnya.
Output queuing Kebanyakan implementasi QoS membuat sekumpulan antrian pada
setiap port keluaran. Setelah forwading computation memilih port keluaran untuk paket, mekanisme queuing menggunakan flow identifier untuk menempatkan paket-paket dalam antrian di port.
Traffic scheduling Taffic scheduler mengimplementasikan QoS dengan memilih sebuah
paket untuk dikirim keluar ketika port dalam keadaan idle. Sebagai contoh: ditetapkan bahwa ada 3 pengguna dan masing-masing menerima 25% dari kapasitas bandwidth yang tersedia. Untuk mengimplementasikan policy tersebut, traffic scheduler mungkin menggunakan 4 antrian dan pendekatan round-robin untuk memilih paket. Ketika semua pengguna mengirim data, maka ketiga pengguna akan menerima seperempat dari kapasitas yang telah ditetapkan.
13
Queue adalah pengaturan permintaan dan kecepatan paket data yang melalui suatu interface dengan mendefinisikan paket tersebut untuk dikirim atau menunggu antrian pengiriman bahkan akan dibuang bila melebihi buffer yang tersedia (Wijaya, 2010). Terdapat berbagai jenis queue, antara lain First in first out (FIFO), Priority queue (Priq), Class Based Queue (CBQ), Random Early Detection (RED), Hierarchical Token Bucket (HTB), Hierarchical Fair Service Curve (HFSC) dan lain-lain. Jenis queue yang digunakan pada penelitian ini adalah CBQ dan HFSC.
2.3.1 Class Based Queue (CBQ) Class Based Queue (CBQ) adalah suatu mekanisme antrian yang didasarkan pada pembagian paket ke dalam kelas-kelas dan menjadwalkan paket di dalam antrian dengan suatu transmisi rate tertentu. CBQ dapat mencapai penyekatan dan pembagian link bandwidth dengan struktur golongan. Tiap golongan mempunyai antrian tersendiri dan ditandai, dimana juga membagi bandwidth. CBQ dapat mengatur penggunaan bandwidth dari suatu golongan dan menyediakan link sharing antar agensi yang menggunakan jalur fisik yang sama, serta dapat membedakan traffic yang memiliki prioritas-prioritas yang berlainan (Agoes, Putranto, 2007).
Gambar 2.4 Contoh Link Sharing pada CBQ (Agoes, Putranto, 2007)
14
Gambar 2.4 menjelaskan tentang struktur link sharing pada metode CBQ. Setiap agensi dapat mengalokasikan bandwidth miliknya untuk berbagai jenis traffic yang berbeda, sesuai dengan pembagiannya yang tepat untuk masing-masing traffic.
Gambar 2.5 Metode Antrian CBQ (Semeria, Chuck, 2001: np)
Pada Gambar 2.5, router menyiapkan sebuah queue untuk tiap-tiap class. Ketika paket datang, router akan mengantrikannya pada queue yang sesuai dengan priority class paket tersebut. Selanjutnya, router dapat menerapkan priority control yang akan mentransfer lebih banyak paket-paket berprioritas tinggi daripada paket berprioritas rendah.
Komponen-komponen CBQ adalah:
Classifier, bekerja dengan cara mengklasifikasikan paket-paket ke dalam class-class yang sesuai dengan menggunakan informasi yang ada di packet header.
15
General scheduler, merupakan mekanisme penjadwalan bertujuan untuk membagi bandwidth saat seluruh kelas memiliki antrian paket. General scheduler menjamin hak kuantitas layanan untuk tiap cabang class (leaf classes), dengan membagikan bandwidth sesuai dengan alokasinya masing-masing. General scheduler bekerja apabila tidak terjadi kongesti pada router.
Link sharing scheduler, yang bertujuan membagikan bandwidth yang tak terpakai sesuai dengan struktur link sharing-nya. Link sharing scheduler digunakan apabila terjadi kongesti pada router.
Estimator, akan menghitung bandwidth yang terpakai pada tiap class pada selang waktu tertentu untuk memastikan bahwa tiap class telah mendapatkan bandwidth sesuai bagiannya.
2.3.2 Hierarchical Fair Service Curve (HFSC) HFSC memiliki arsitektur internal yang sama dengan CBQ tetapi memiliki beberapa kelebihan (Turek, 2009; Decasper, dkk, 1998). Scheduler HFSC memiliki kemampuan untuk mendefinisikan dua jenis paket scheduler, yaitu realtime dan linkshare. Kriteria realtime digunakan untuk menjamin kurva layanan (service curve) untuk semua leaf class, sedangkan kriteria linkshare digunakan untuk memenuhi kurva layanan dari kelas-kelas interior dan mendistribusikan kelebihan bandwidth secara adil (Stoica, dkk, 2000). Mekanisme HFSC dikontrol oleh parameter-parameter berikut (Artymiak, 2003):
Realtime, digunakan untuk mengontrol bandwidth minimum yang diperlukan oleh antrian. Paket-paket antrian pertama-tama akan menggunakan parameter realtime. Ketika tidak ada paket yang
16
menggunakan parameter tersebut,
HFSC
akan menggunakan
parameter linkshare.
Linkshare, digunakan untuk menetapkan batas minimum bandwidth antrian utama (parent queue) yang dibagikan kepada antrian-antrian di bawahnya. Ketika tersedia lebih banyak bandwidth, linkshare dapat menggunakannya kecuali parameter upperlimit digunakan. Jika realtime digunakan bersama-sama linkshare, maka parameter realtime yang didahulukan.
Upperlimit,
digunakan
untuk
menentukan
batas
maksimum
bandwidth yang diijinkan untuk antrian. HFSC dapat menggunakan parameter ini terhadap scheduler apapun yang sedang digunakan. Ketika parameter ini digunakan, nilainya harus lebih besar atau sama dengan batas-batas yang diberikan untuk realtime dan linkshare.