Bab 2 Teori Dasar 2.1
Pendahuluan
Gagasan bagan kendali statistik pertama kali diperkenalkan oleh Walter A. Shewhart dari Bell Telephone laboratories pada tahun 1924 (Montgomery, 2001, hal 9). Tujuan dari bagan kendali ini adalah untuk menentukan apakah suatu proses masih dapat dipertahankan pada taraf mutu yang dapat diterima atau tidak. Bagan kendali merupakan visualisasi pengukuran kualitas produk terhadap nomor sampel yang digunakan untuk mengontrol target proses. Bagan tersebut terdiri dari dua sumbu yang saling tegak lurus. Sumbu mendatar menyatakan unit sub group dan sumbu vertikal menyatakan nilai karakteristiknya. Bagan terdiri dari center-line (CL) yang merepresentasikan rataan proses, upper control line (UCL) dan lower control line (LCL) berturut-turut merepresentasikan batas kendali atas dan bawah. Selama produk berada dalam selang (LCL, UCL) dan berpola acak, proses diasumsikan berada dalam keadaan terkendali. Suatu titik yang berada di luar selang kendali diinterpretasikan sebagai indikasi proses tidak terkendali. Walaupun semua titik berada dalam selang kendali, pola sistematik data pada bagan kendali juga dapat mengindikasikan proses yang tidak terkendali.
6
BAB 2. TEORI DASAR
7
Menurut Western Electric Handbook (1956), pola tidak acak dan tidak terkontrol pada bagan kendali dapat ditandai dengan: 1. Satu titik di luar 3σ batas kendali 2. Dua dari tiga titik berurutan di luar 2σ batas kendali 3. Empat dari lima titik berurutan terletak antara CL dan 1σ 4. Delapan titik berturut-turut terletak di satu sisi CL Misal w adalah statistik penaksir parameter populasi dengan rataan µw dan simpangan baku σw , maka secara umum w mempunyai batas-batas kendali sebagai berikut (Montgomery, 2001, hal 159): UCL = µw + Lσw ;
CL = µw ;
LCL = µw − Lσw
(2.1.1)
dengan L adalah ”jarak” dari batas kendali ke CL, yang diekspresikan dalam unit simpangan baku dan nilainya bergantung pada besarnya nilai taraf keberartian (level of significant) α. L disebut juga galat standar. Secara teori L didefinisikan sebagai Zα/2 .
2.2
Kesalahan tipe I dan II
Dalam pengujian hipotesis, kita mempunyai dua pilihan yaitu menerima atau menolak suatu hipotesis. Hipotesis tersebut biasanya dinyatakan sebagai H0 (hipotesis nol) yaitu hipotesis yang ingin diuji. Penolakan H0 menjurus pada penerimaan suatu hipotesis tandingan yang dinyatakan dengan H1 . Dalam setiap keputusan yang kita ambil, selalu ada kemungkinan salah. Kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengambilan keputusan tersebut dinamakan kesalahan tipe I dan kesalahan tipe II. Kesalahan tipe I adalah suatu kesalahan yang diakibatkan kita menolak kebenaran hipotesis nol, padahal hipotesis nol tersebut benar. Peluang dari kesalahan tipe I tersebut dinyatakan oleh: α = P(kesalahan tipe I) = P(menolak hipotesis nol|hipotesis nol benar) α disebut juga taraf keberartian. Kesalahan tipe II adalah suatu kesalahan yang diakibatkan kita tidak menolak kebenaran hipotesis nol, padahal hipotesis nol tersebut
BAB 2. TEORI DASAR
8
salah. Peluang dari kesalahan tipe II tersebut dinyatakan oleh: β = P(kesalahan tipe II) = P(menerima hipotesis nol|hipotesis nol salah) Dalam suatu pengujian hipotesis, nilai α dan β diharapkan sekecil mungkin. Untuk ukuran sampel yang tetap, memperkecil nilai α akan mengakibatkan nilai β semakin besar, begitu juga sebaliknya. Nilai α dan β dapat diperkecil secara serentak dengan memperbesar ukuran sampel. Selain itu, kita juga dapat meminimumkan salah satu α atau β dengan membuat yang lainnya tidak melebihi suatu taraf tertentu. Dalam kontrol kualitas, α terkadang disebut juga risiko produsen, karena kesalahan ini mengartikan peluang suatu proses yang terkendali akan ditolak atau peluang bahwa suatu proses produksi yang nilainya dapat diterima oleh karakteristik kualitas tertentu akan ditolak sebagai proses yang tidak memuaskan. Sebaliknya, β disebut resiko konsumen, karena ini mengartikan peluang dari diterimanya proses yang tidak layak dalam memenuhi karakteristik kualitas, atau peluang diperbolehkannya suatu proses yang beroperasi dengan tidak memuaskan dalam beberapa karakteristik kualitas untuk melanjutkan proses (Montgomery, 2001, hal 94). Badan kendali sering dipandang dalam sudut pandang ekonomi sehingga kesalahan tipe I dianggap lebih serius dari pada kesalahan tipe II. Oleh karena itu, biasanya kita menentukan α terlebih dahulu sebesar yang dapat diterima, kemudian meminimumkan β. Dalam kebutuhan industri, α yang dapat diterima biasanya sebesar 0,0027 atau setara dengan 3σ.
2.3
Bagan kendali individual
Dalam industri farmasi dan obat-obatan, pada umumnya produk diproduksi dalam batch. Komposisi seperti vaksin bisa jadi cukup seragam dalam satu batch. Maka hanya ada satu nilai observasi dari suatu karakteristik kualitas tertentu yang bisa diperoleh. Dalam kasus ini, ukuran sampel yang digunakan untuk mengontrol proses adalah n = 1; yaitu sampel yang terdiri dari unit individu. Dalam kondisi ini,
BAB 2. TEORI DASAR
9
bagan kendali untuk unit individu seperti bagan I-MR, cusum, dan EWMA dapat digunakan. Di bawah ini akan dijelaskan batas-batas bagan kendali individual yang akan digunakan pada bab V
A. Bagan kendali I dan MR Bagan kendali I adalah bagan untuk mengendalikan target proses dengan membuat plot setiap subgroup, sedangkan bagan kendali M R dimaksudkan untuk mengendalikan variabilitas proses. Misalkan subgroup X1 , X2 , ..., Xm sampel acak dari X ∼ N (µ, σ 2 ) definisi M R orde t adalah sebagai berikut: M R1 = maks(X1 , X2 , ..., Xt ) − min(X1 , X2 , ..., Xt ) M R2 = maks(X2 , X3 , ..., Xt+1 ) − min(X2 , X3 , ..., Xt+1 ) ... M Ri = maks(Xi , Xi+1 , ..., Xt+i−1 ) − min(Xi , Xi+1 , ..., Xt+i−1 ) ... M Rm−t+1 = maks(Xm−t+1 , Xm−t+2 , ..., Xm ) − min(Xm−t+1 , Xm−t+2 , ..., Xm ) meskipun secara teori bisa saja t > 2, M R yang sering digunakan adalah untuk dua observasi berturutan (t = 2), ditulis M Ri = |Xi − Xi−1 |.
Gambar 2.1: Ilustrasi menghitung M R dengan t = 2
BAB 2. TEORI DASAR ¯ = Rata-rata sampel di atas adalah X
10 1 m
Pm i=1
Xi , kita tahu X berdistribusi
normal dengan rataan µ dan simpangan baku σX¯ =
√σ . m
Untuk membuat bagan
kendali, kita perlu menaksir σ. Kita dapat menaksir σ dengan salah satu dari S, R, atau M R (selang bergerak) sampel tersebut. Jika X(1) ≤ X(2) ≤ ... ≤ X(m) adalah statistik terurut dari X. Jadi, selang/ rentangan sampel itu adalah R = X(m) −X(1) . ¯ untuk menaksir µ, sedangkan sePada bagan kendali X, kita menggunakan X bagai penaksir σ dapat digunakan selang relatif w =
R . σ
Jika rataan dari w adalah
d2 (d2 = E(w)), maka kita peroleh hubungan antara d2 dan σ sebagai berikut: µ ¶ µ ¶ X(m) − X(1) E(X(m) ) − E(X(1) ) R d2 = E(w) = E =E = σ σ σ Untuk mendapatkan nilainya, persamaan diatas dapat diaproksimasi dengan jumlah Riemann. Dalam lampiran dijelaskan prosedur penurunan rumusnya seperti yang tercantum dalam Setiawan(1998). Pada kasus ukuran subgroup 1 ini, selang R didefinisikan oleh M R. Oleh karena ¯ sebagai parameter µ dan itu, jika kita gunakan X
M¯R d2
sebagai penaksir untuk σ,
dengan menggunakan L=3 (setara dengan α = 0.0027), persamaan (2.1.1) untuk bagan kendali I diperoleh sebagai berikut: ¯ ¯ ¯ − 3MR; CL = X; LCL = X d2 Pm−t+1 1 dengan M¯R = m−t+1 M Ri i=1
¯ ¯ + 3MR U CL = X d2
(2.3.1)
Pada bagan kendali M R, M¯R adalah penaksir untuk µM R . Dari penjelasan sebelumnya kita telah melihat hubungan antara selang dan selang bergerak dengan simpangan baku. Oleh karena itu, variabilitas proses dapat dikendalikan dengan menggunakan nilai-nilai M R. Dalam kasus ukuran subgroup 1 ini, M R mendefinisikan R. Oleh karena itu, untuk menentukan batas kendalinya perhatikan kembali selang relatif w =
R . σ
Taksiran simpangan baku w, katakanlah d3 diberikan oleh: µ ¶ µ ¶ X(m) − X(1) R 2 d3 = V ar(w) = V ar = V ar σ σ V ar(X(m) ) + V ar(X(1) ) − 2cov(X(m) X(1) ) = σ2
BAB 2. TEORI DASAR
11
2 2 dengan V ar(X(m) ) = E(X(m) ) − (E(X(m) ))2 dan V ar(X(1) ) = E(X(1) ) − (E(X(1) ))2
diperoleh: d23 =
2 2 E(X(m) ) + E(X(1) ) − d22 − 2E(X(1) X(m) )
σ2
Untuk mendapatkan nilainya, persamaan diatas dapat diaproksimasi dengan jumlah Riemann. Dalam lampiran dijelaskan prosedur penurunan rumusnya seperti yang tercantum dalam Setiawan(1998). karena d23 =
2 σR , σ2
atau σR = d3 σ, maka taksiran untuk σR adalah σˆR = d3 σ ˆ = d3
M¯R d2
Dengan demikian, persamaan (2.1.1) untuk bagan kendali M R adalah sebagai berikut: M¯R LCL = M¯R − 3d3 ; d2
CL = M¯R;
M¯R U CL = M¯R + 3d3 d2
(2.3.2)
3 3 Selanjutnya, dengan memisalkan D3 = 1 − 3d dan D4 = 1 + 3d , persamaan (2.3.2) d2 d2
dapat ditulis sebagai berikut: LCL = D3 M¯R;
CL = M¯R;
U CL = D4 M¯R
(2.3.3)
Harga d2 , d3 , D3 , dan D4 untuk berbagai nilai n disajikan pada lampiran.
B. Bagan kendali cumulative sum (cusum) Kelemahan dari bagan kendali Shewhart yang dijelaskan diatas adalah hanya menggunakan informasi proses yang terdapat pada plot titik terakhir dan mengabaikan informasi yang diberikan dari seluruh plot barisan titik. Hal ini menyebabkan bagan kendali Shewhart relatif tidak sensitif terhadap pergeseran rataan proses yang kecil, yaitu sekitar 1.5σ atau lebih kecil. Dua alternatif yang sangat efektif digunakan untuk menggantikan penggunaan bagan kendali Shewhart ketika terjadi pergeseran rataan yang kecil adalah bagan kendali cumulative sum (cusum) dan bagan kendali exponentially weighted moving average (EWMA) (Montgomery, 2001, hal 406). Bagan kendali cusum akan dibahas pada bagian ini dan bagan kendali EWMA akan dibahas pada bagian selanjutnya.
BAB 2. TEORI DASAR
12
Bagan kendali cusum secara langsung menyatukan semua informasi dari deret nilai sampel dengan memplot jumlah kumulatif dari deviasi nilai sampel terhadap nilai target. Untuk ukuran sampel yang lebih besar dari 1 (n ≥ 1), maka bagan P kendali cusum dibentuk dari plot nilai Ci = ij=1 (¯ xj − µ0 ) terhadap nilai sampel i, dengan x¯j adalah rata-rata sampel ke-j dan µ0 adalah target dari mean proses. Dalam hal n = 1, kita ambil x¯i = xi . Sehingga plot cusum-nya menjadi: Ci =
i X
(xj − µ0 )
j=1
= (xj − µ0 ) +
i−1 X
(xj − µ0 )
j=1
= (xj − µ0 ) + Ci−1 . Ada dua cara untuk merepresentasikan cusum, tabular cusum dan bentuk Vmask dari cusum. Dari dua representasi ini, tabular cusum adalah yang paling sering digunakan. Sehingga, pada bagian ini hanya akan dijelaskan representasi cusum dalam bentuk tabular cusum. Tabular cusum dapat digunakan untuk memonitor rataan proses maupun variansi dari proses. Untuk mengkonstruksi tabular cusum dalam memonitor rataan proses, kita misalkan xi adalah observasi ke-i pada proses. Ketika proses berada dalam keadaan terkendali, xi berdistribusi normal dengan rataan µ0 dan simpangan baku σ. Diasumsikan σ diketahui atau dapat ditaksir. Tabular cusum untuk memonitor rataan bekerja dengan mengakumulasikan selisih dari µ0 yang berada di atas target dengan statistik C + dan mengakumulasikan selisih dari µ0 yang berada di bawah target dengan statistik C − . Kedua statistik tersebut, C + dan C − , masing-masing disebut cusum satu sisi atas dan bawah. Keduanya dihitung sebagai berikut: + Ci+ = max[0, xi − (µ0 + K) + Ci−1 ]
Ci−
= max[0, (µ0 − K) − xi +
Dimana nilai awalnya, Ci+ =Ci− =0.
− Ci−1 ]
(2.3.4)
BAB 2. TEORI DASAR
13
Pada persamaan di atas, K biasa disebut sebagai nilai rekomendasi atau nilai toleransi, dan sering kali dipilih sekitar setengah antara nilai target µ0 dan nilai di luar kendali dengan rataan µ1 yang menarik untuk dideteksi secepatnya. jika pergeseran rataan diekspresikan dalam unit simpangan baku sebagai µ1 = µ0 + δσ atau δ=
|µ1 −µ0 | , σ
maka K = 2δ σ =
|µ1 −µ0 | . σ
Proses berada dalam keadaan terkendali jika Ci+ dan Ci− berada dalam selang H. Nilai yang masuk akal untuk H adalah lima kali dari simpangan baku proses σ (Montgomery, 2001, hal 411). Seperti dalam mengkonstruksi cusum untuk rataan proses, dalam mengkonstruksi tabular cusum dalam memonitor variansi proses, kita misalkan xi berdistribusi normal dengan rataan µ0 dan simpangan baku σ. Nilai standar dari xi adalah yi =
(xi −µ0 ) . σ
Dalam Montgomery (2001), Hawkins (1981)(1993a) menyarankan un-
tuk membuat nilai standar yang baru, yaitu: p |yi | − 0.822 vi = 0.349 Statistik vi sensitif baik terhadap perubahan rataan atau variansi. Karena distribusi terkendali dari vi mendekati N (0, 1), maka kedua cusum satu sisi bisa dituliskan sebagai berikut: + Si+ = max[0, vi − k + Si−1 ]
Si−
= max[0, −k − vi +
− Si−1 ]
(2.3.5)
Dimana nilai awalnya, Si+ =Si− =0 dan perhitungan nilai k dan h sama seperti pada saat memonitor rataan. Interpretasi dari skala cusum ini sama dengan interpretasi dari cusum untuk memonitor rataan. Jika simpangan baku proses meningkat, nilai dari Si+ akan meningkat dan pada akhirnya akan melampaui nilai h. Sebaliknya, jika simpangan baku proses mengecil, nilai dari Si− juga akan meningkat dan pada akhirnya melampaui nilai h. Kondisi ini disebut di luar kendali.
BAB 2. TEORI DASAR
14
C. Bagan kendali exponentially weight moving average (EWMA) Bagan kendali EWMA merupakan alternatif lain yang dapat digunakan untuk menggantikan bagan kendali Shewhart ketika terjadi pergeseran rataan proses yang kecil. Bagan kendali EWMA dikenalkan oleh Roberts (1959). EWMA didefinisikan sebagai: zi = λxi + (1 − λ)zi−1
(2.3.6)
dimana 0 < λ ≤ 1 adalah konstanta, dan nilai awal adalah target proses (z0 = µ0 ). Misal zi adalah rata-rata berbobot dari semua rataan sampel sebelumnya, kita peroleh: i−1 X zi = λ (1 − λ)j xi−j + (1 − λ)i z0
(2.3.7)
j=0
Bobot λ(1 − λ)j menurun secara geometrik seiring dengan semakin bertambahnya rataan sampel. Selanjutnya, jumlah bobot dapat dituliskan: ¸ · i−1 X 1 − (1 − λ)i j = 1 − (1 − λ)i λ (1 − λ) = λ 1 − (1 − λ) j=0
(2.3.8)
EWMA digunakan secara luas di model time series dan ramalan (forecasting). Karena EWMA dapat ditunjukan sebagai rata-rata berbobot dari semua observasi, hal ini menyebabkan EWMA tidak sensitif terhadap asumsi kenormalan. Sehingga, bagan kendali ini ideal digunakan untuk observasi individu. Jika observasi dari xi merupakan variabel acak bebas dengan variansi σ 2 , maka variansi dari zi adalah:
µ σz2i
=σ
2
λ 2−λ
¶ [1 − (1 − λ)2i ]
Oleh karena itu, bagan kendali EWMA akan dikonstruksi dengan memplot zi terhadap nomor sampel i (atau waktu). Batas-batas bagan kendali untuk EWMA adalah sebagai berikut: r U CL = µ0 + Lσ
λ [1 − (1 − λ)2i ] 2−λ
BAB 2. TEORI DASAR
15
CL = µ0 r λ LCL = µ0 − Lσ [1 − (1 − λ)2i ] 2−λ
(2.3.9)
Dengan L adalah lebar dari batas kendali. Tulis bahwa bentuk [1 − (1 − λ)2i ] nilainya mendekati satu, seiring dengan i yang membesar. Ini berarti bahwa setelah bagan kendali EWMA sudah memproses untuk beberapa periode, batas bagan kendali akan mencapai nilai stabil steady-statenya, yaitu:
r U CL = µ0 + Lσ r LCL = µ0 − Lσ
λ 2−λ
(2.3.10)
λ 2−λ
(2.3.11)
Bagaimanapun, tetap direkomendasikan untuk menggunakan batas bagan kendali yang eksak untuk i yang kecil (Montgomery, 2001, hal 428). Secara umum, telah ditemukan bahwa nilai λ yang berada dalam interval 0.05 ≤ λ ≤ 0.25 bekerja dengan baik dalam praktek, dengan nilai λ = 0.05, λ = 0.10, dan λ = 0.20 menjadi pilihan yang sering digunakan (Montgomery, 2001, hal 431). Ditemukan juga bahwa L = 3 (batas 3 sigma) bekerja dengan baik, khususnya dengan nilai λ yg besar (Montgomery, 2001, hal 431).