BAB 2 SISTEM DISTRIBUSI AIR
2.1 Sistem Distribusi Air ( Water Distribution Systems, WDS) Sistem distribusi air ( Water Distribution Systems, WDS) berfungsi melayani masyarakat dan membantu daya ekonomi dengan mengalirkan air dari sumbersumber air kepada konsumen (Hopkins, 2012). Suatu WDS terdiri dari tiga komponen utama, yaitu Sumber air, Pengolahan, dan Jaringan Distribusi. Sumber air dapat berupa waduk, sungai, atau sumur air tanah. Fasilitas pengolahan dapat berupa air disinfeksi (pemusnah kuman), air minum standar, kualitas air sebelum didistribusikan ke konsumen. Jaringan distribusi bertanggung jawab untuk memberikan air dari sumber atau fasilitas pengolahan kepada konsumen pada tekanan yang mencukupi dan terutama terdiri dari pipa, pompa, simpul (persimpangan), katup, fitting, dan tangki penyimpanan. WDS seperti disebutkan di atas berfungsi untuk memasok air ke badanbadan domestik, komersial, dan industri dengan tekanan ambang batas yang sesuai dengan kebutuhan konsumen, bervariasi sepanjang hari, musim, dan tahun. Tekanan minimum yang harus diamati di persimpangan seluruh sistem bervariasi tergantung pada jenis sektor yang mengkonsumsi air dan ketentuan yang mengatur sistem distribusi, tapi rentang operasi yang khas adalah antara 40-100 psi ( AWWA, 2005). Hal ini diperlukan untuk medapatkan tekanan air yang tinggi akibat terjadinya kebocoran, istirahat, yang menyebabkan pemborosan air. WDS dapat dirancang untuk memasok air ke konsumen melalui aliran gravitasi, menggunakan pompa mekanik, atau variasi keduanya. Aliran gravitasi dapat digunakan bila ada sumber air yang tinggi ( seperti sungai atau danau ) dengan membuat ukuran pipa yang cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Aliran gravitasi jarang digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan pada WDS perkotaan karena kurangnya kepraktisan dan fleksibilitas. Aliran gravitasi lebih umum digunakan di daerah pedesaan yang tidak memiliki pompa mekanik.
5 Universitas Sumatera Utara
6 Sebuah WDS bisa menggunakan pompa mekanik untuk memasok air ke konsumen, tapi dengan hanya menggunakan pompa saja akan bermasalah karena diperlukan pompa yang dapat berfluktuasi terus-menerus untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang sangat bervariasi. Karena berbagai pola kebutuhan air, sebagian besar sistem distribusi perkotaan memanfaatkan pompa dengan meninggikan tangki penyimpanan. Tangki ini membantu terpenuhinya kebutuhan konsumen yang berfluktuasi, menampung kebutuhan pemadam kebakaran selama kondisi darurat, dan menstabilkan tekanan operasi. Biasanya, tangki digunakan selama jam-jam puncak penggunaan air dan diisi ulang selama masa permintaan rendah. Jaringan dapat dirancang dalam bentuk melingkar atau skema cabang. Jaringan bercabang ( Gambar 1 ) meliputi beberapa link bebas dengan banyak terminal yang mencegah sirkulasi air di seluruh sistem dan air dipasok ke konsumen akhir melalui satu pipa. Masalah yang terjadi dengan jaringan bercabang adalah jika satu pipa dinonaktifkan untuk keperluan perawatan rutin, akan mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan air kepada beberapa konsumen. Jaringan melingkar ( Gambar 2 ) adalah suatu jaringan yang memiliki beberapa pipa di setiap simpul (persimpangan, sambungan), sehingga air dapat didistribusikan ke setiap titik distribusi melalui lebih dari satu pipa. Masalah yang terjadi dengan jaringan melingkar adalah biaya tambahan pembangunan dan perawatan pipa.
Universitas Sumatera Utara
7 Kebanyakan sistem jaringan distribusi air yang dibangun merupakan kombinasi dari dua skematik layout di atas. 2.2 Komponen Sistem Distribusi Air Haimes, et al. ( 1998) mengidentifikasi tujuh komponen kunci dari WDS, yaitu : (i) komponen fisik, (ii) struktur manajemen, (iii) aturan operasi dan prosedur, (iv) struktur kelembagaan, (v) pusat kontrol, (vi) laboratorium, dan (vii) Fasilitas penyimpanan dan perawatan. Ketujuh komponen ini perlu dilindungi terhadap ancaman tertentu pada sistem, dan kebutuhan perlindungan diidentifikasi melalui evaluasi kerentanan. Kerentanan suatu WDS mengacu pada kekurangan sistem yang memungkinkan terjadinya efek samping atau hambatan terjadinya kesuksesan suatu sistem. Contoh dari sistem yang rentan adalah sistem jaringan bercabang. Pada sistem jaringan bercabang, jika terjadi gangguan pada satu link, sisa sistem di hilirnya akan terpengaruh. Suatu sistem dapat dipertahankan operasionalnya dengan meningkatkan keamanan, redundansi, keandalan, dan ketahanan dari sistem tersebut. Keamanan sistem mencakup semua upaya untuk mencegah masuknya sesuatu ke dalam sistem, seperti pagar, penjaga, dan video. Keberadaan suatu WDS hanya dengan mengandalkan keamanan saja akan menjadi sulit dan tidak efisien karena memerlukan sejumlah tenaga kerja praktis yang ringan dan biaya untuk mempertahankan kesiagaan tinggi untuk mencegah peristiwa langka dan unik. Redundansi adalah kemampuan sistem untuk tetap berfungsi dengan komponen gagal tanpa merugikan kinerja sistem. Redundansi merupakan tindakan duplikasi termasuk pipa tambahan, gerbang tambahan untuk melepaskan air dari tangki, atau pompa tambahan. Duplikasi ini mungkin tidak diperlukan selama sistem berjalan pada kondisi ideal, tetapi sangat penting dalam setiap gangguan, baik direncanakan atau tidak direncanakan dalam sistem dari jadwal perawatan dengan mengistirahatkan pipa secara signifikan. Semua jaringan melingkar mengandung sejumlah redundansi. Pendekatan lain untuk mempertahankan keberadaan sistem distribusi meningkat ketangguhannya. Sebuah sistem yang tangguh adalah kemampuan untuk mengembalikan kondisi kepada operasi normal dengan
Universitas Sumatera Utara
8 cepat karena waktu pemulihan cepat, setelah terjadi gangguan kinerja. Gangguan pasti akan terjadi, dan sistem yang tangguh akan memastikan waktu pemulihan yang minimal. Ketangguhan lebih dipengaruhi oleh standar dan operasi dari fasilitas distribusi dari pada tata letak sistem.
2.3 Keandalan Sistem Distribusi Air Keandalan merupakan salah satu komponen yang harus ditingkatkan agar keberadaan suatu sistem dapat dipertahankan. Keandalan (robustness) mengacu pada tingkat sensitivitas sistem. Sebuah sistem yang andal akan mampu menahan beberapa bencana alam dan serangan yang disengaja tanpa efek samping yang dirasakan konsumen. Sejumlah penelitian telah fokus pada pengukuran keandalan sistem. Suatu sistem Distribusi Air ditandai dengan spesifikasi yang eksplisit. Spesifikasi ini mendefinisikan bahwa sistem beroperasi di daerah tertentu dan harus menjamin terkirimnya air kepada konsumen dalam jumlah yang ditetapkan, kualitas, dan tekanan. Kwietniewski (1999) mendefinisikan Keandalan Sistem Distribusi Air sebagai kemampuan untuk memberikan air ke titik-titik konsumen dalam jumlah yang diperlukan, kualitas dan tekanan, dan bila diperlukan oleh konsumen pada setiap saat selama operasi sistem. Sesuai dengan definisi ini, kegagalan Sistem Distribusi Air pada konsumen air akan menjadi sebagai berikut: -
Kekurangan air,
-
Kekurangan kuantitas dan tekanan air, dengan kualitas yang dibutuhkan,
-
Dan / atau kualitas yang tidak memadai pada kuantitas dan tekanan air yang dibutuhkan.
Dari definisi di atas, keandalan WDS harus mempertimbangkan 3 aspek yaitu, memberikan jumlah air yang diperlukan, kualitas air, dan tekanan air. Untuk keperluan analisis, diasumsikan bahwa persyaratan tekanan dan kualitas yang sempurna dengan probabilitas mendekati ” 1 ”. Dalam hal ini, penilaian keandalan dan pemodelan WDS tereduksi menjadi aspek kuantitas. Jaminan kuantitas air dengan sistem merupakan prasyarat bagi penilaian sistem yang benar secara
Universitas Sumatera Utara
9 fungsional dalam hal kualitas dan tekanan air.
2.4 Tinjauan Pustaka Tinjauan teoritis ini membahas tentang metode-metode yang berbeda dalam berbagai aspek kerentanan dari desain dan pemodelan sistem distribusi air. Meskipun setiap metode pembahasan tentang kerentanan berbeda-beda, namun masingmasing pembahasan akan berkisar pada salah satu dari tujuh komponen sistem distribusi air sebagaimana yang diidentifikasi Haimes, et al. (1998) dan/atau mengukur sistem kerentanan yang didasarkan pada keandalan, ketangguhan, dan redundansi. Jacobs & Goulter, (1991) melakukan penelitian untuk menilai keandalan WDS dengan menggunakan metode prosedur cut set dan reachability. Prosedur ini merupakan metode tradisional dalam menilai keandalan WDS dimana pelaksanaannya tidak mengevaluasi semua kemungkinan terjadinya kegagalan pipa secara mekanik. Metode ini tidak praktis untuk jaringan perkotaan. Jacobs & Goulter ( 1991 ) hanya menyelesaikan kemungkinan dari sejumlah pipa yang gagal tertentu secara bersamaan dengan menggunakan data empiris sebagai dasar estimasi mereka. Selanjutnya, kemungkinan bahwa penghapusan dari sejumlah pipa yang akan gagal yang diberikan sistem ini diselesaikan dengan menggunakan simulasi skenario kegagalan. Hal ini mengasumsikan bahwa setiap pipa memiliki kemungkinan kegagalan yang sama dan bahwa kegagalan dibagikan seragam oleh sistem. Metode ini memberikan sarana untuk menilai keandalan distribusi, tetapi gagal untuk menggabungkan keandalan untuk bencana alam dan pengrusakan oleh manusia. Jowitt & Chengchao, (1993) mengembangkan metode prediksi untuk mengidentifikasi elemen pipa yang paling berpengaruh tanpa menganalisis kinerja hidrolik untuk setiap skenario kegagalan yang mungkinan. Untuk memecahkan aliran dari masing-masing pipa, sumber air, atau titik simpul yang memasok air ke setiap titik simpul dalam sistem, digunakan Distribusi Microflow. Distribusi Microflow membutuhkan penggunaan laju aliran untuk setiap pipa, simpul permintaan, dan
Universitas Sumatera Utara
10 masuknya di setiap simpul. Selain itu, diasumsikan bahwa arus masuk pada setiap simpul benar-benar bercampur secara sempurna dalam aliran untuk memenuhi permintaan dari pasokan simpul adalah persentase dari aliran setiap pipa yang terhubung. Analisis ini dilakukan pada jaringan yang sederhana dan mengidentifikasi pipa kritis. Keakuratan metode ini diuji dengan menganalisis skenario kegagalan hidrolik yang menampilkan salah satu pipa dalam sistem dinonaktifkan untuk membandingkan hasil aktual dengan prediksi Distribusi microflow. Penggunaan Distribusi microflow benar memprediksi simpul kritis dengan akurasi 60 %. Akurasi bisa ditingkatkan dengan mengkalibrasi tekanan tergantung persamaan permintaan yang digunakan. Metode ini memberikan pendekatan dasar untuk mengidentifikasi skenario kegagalan kritis tanpa menganalisis setiap skenario kegagalan yang mungkin. Ezell, et al. (2000) mengembangkan proses empat tahap disebut Infrastructure Risk Assessment Model (IRAM) untuk mengevaluasi kerentanan distribusi air. Tahap pertama adalah resiko yang diidentifikasi dengan membagi komponen sistem distribusi dalam beberapa kategori, struktur hirarkis, fungsi, negara, dan kerentanan. Kerentanan tersebut kemudian secara subyektif dirangking berdasarkan komponen kepadatan dan aksesibilitas. Selanjutnya, skenario yang dibuat untuk dijadikan sebagai kejadian awal di pohon kejadian atau model risiko ’What If’. Sebuah model risiko membantu untuk menentukan urutan yang mengarah kekonsekuensi yang merugikan dan digunakan untuk menghasilkan fungsi kepadatan probabilitas. Resikonya dinilai dengan menggunakan Partitioned Multiobjective Risk Method ( PMRM ) untuk menghasilkan nilai-nilai yang diharapkan dari kerusakan, kerugian, dan konsekuensi. IRAM diakhiri dengan menghasilkan alternatif untuk meningkatkan kinerja sistem. Para pengambil keputusan yang terlibat dalam pelaksanaan IRAM kemudian dapat mengevaluasi risiko dan alternatif untuk menentukan tindakan yang diperlukan untuk menganggap sistem yang aman. Meskipun IRAM menyediakan pendekatan sistematis untuk memecahkan kerentanan sistem distribusi, membutuhkan limpahan input konsumen secara subjektif tentang skenario bencana dan konsekuensi yang mungkin mustahil untuk memprediksi dan dapat bervariasi dari orang ke orang.
Universitas Sumatera Utara
11 Bahadur et al. ( 2003 ) mengembangkan metode rangking untuk mengoptimalkan lokasi sensor kimia dalam sistem distribusi dengan menggunakan PipelineNet dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Optimalisasi lokasi untuk peralatan pemantauan ditemukan dengan menerapkan matriks skor untuk variabel simpul, kepadatan penduduk, dan kedekatan dengan infrastruktur kritis (rumah sakit dan sekolah). Matriks variabel simpul adalah aliran, kecepatan, dan tekanan. Setiap komponen dari skor matriks dirangking dari satu sampai sepuluh. PipelineNet memberikan panduan dalam menentukan nilai, tetapi juga memungkinkan pengguna untuk menginput nilai yang diperlukan. Dalam model ini penentuan alokasi skor oleh pengguna dilakukan dengan menggunakan Natural Breaks, Interval Equal, atau Kuantil. Simpul dengan skor tertinggi dianggap kandidat yang cocok untuk peralatan lokasi sensor kimia. Metode ini diterapkan pada sistem hipotetis dengan pendekatan beberapa parameter dan sembilan jam waktu 24 digunakan untuk analisis. Metode ini menunjukkan bahwa penduduk dan infrastruktur penting dapat diimplementasikan dalam kriteria untuk lokasi pemantauan yang sesuai. Penelitian ini tidak memberikan informasi apapun pada keakuratan strategi yang digunakan. Kalungi & Tanyimboh, (2003) menjelaskan pentingnya menggunakan redundansi dan keandalan untuk mengukur kinerja suatu sistem. Keandalan sistem dikaji dengan menggunakan metode Critical Head Driven Simulation dari pada analisis didasarkan atas permintaan selama kondisi yang normal. Sebuah analisis yang didasarkan atas permintaan dengan mengasumsikan tuntutan nodal permintaan akan memperhatikan tekanan dalam sistem . Analisis Head Driven mengggunakan definisi setiap simpul sebagai salah satu dari no-flow atau Aliran parsial ( tekanan antara Hmin & hres , hres dapat diatur untuk tekanan yang diinginkan yang mana aliran tidak dapat sepenuhnya sempurna dengan nilai-nilai khas sekitar 14 - 15m ), aliran sepenuhnya sempurna, dan simpul aliran parsial ( yaitu simpul yang mempengaruhi arus simpul lain ). Perhitungan redundansi didasarkan atas kinerja sistem dengan pipa yang diberikan, katup, pompa, atau tangki yang cacat. Masalah utama melalui penilaian ini adalah persamaan redundansi memerlukan perhitungan tersendiri untuk setiap gangguan jaringan yang dianalisis. Ini akan sepenuhnya tidak praktis untuk sebagian besar WDS dalam memecahkan semua
Universitas Sumatera Utara
12 kemungkinan kombinasi komponen jaringan yang tidak aktif. Little, (2004) menjelaskan strategi holistik untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi jumlah risiko dalam infrastruktur perkotaan. Langkah pertama adalah mengidentifikasi risiko yang mungkin. Risiko didefinisikan sebagai ’probabilitas suatu peristiwa yang merugikan dikalikan dengan konsekuensi dari peristiwa’. Sebuah matriks keputusan dapat digunakan untuk mengidentifikasi risiko mana yang dapat diterima dan yang membutuhkan penanggulangan. Untuk penilaian ini, matriks keputusan merangking kemungkinan dan konsekuensi untuk mengidentifikasi resiko mana yang memerlukan perhatian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi proses dan konsep yang harus dilaksanakan untuk mengeraskan semua sistem instruktur. Tidak ada bukti ilmiah di balik pendekatan heuristik ini, tapi ini masih bisa efektif jika digunakan oleh pengambil keputusan berpengetahuan dan berpengalaman. Lippai & Wright, (2005) melakukan analisis kritis pada sistem distribusi air. Analisis pertama kali dilakukan di bawah kondisi operasi normal untuk merekam permintaan, head, tekanan pada setiap simpul. Kemudian menganalisis skenario kegagalan, yang terdiri dari satu penutupan pipa. Persentase perbedaan tekanan antara kondisi normal dan kegagalan kemudian dikalikan dengan permintaan pada setiap simpul untuk menemukan pengurangan tekanan pada persimpangan permintaan dikarenakan terdapat komponen yang gagal. Skenario kegagalan yang berjalan selama delapan puluh persen dari pipa dan pipa yang berkurang tekanannya dijumlahkan dengan pipa tertinggi yang dianggap paling penting. Masalah utama dengan metode ini adalah membutuhkan analisis hidraulik pada setiap skenario kegagalan, yang tidak praktis untuk sistem distribusi perkotaan. Qiao, et al. (2005) mempresentasikan pendekatan kuantitatif untuk mengoptimalkan sumber daya keamanan pada WDS yang menggunakan pendekatan berbasis biaya. Biaya serangan yang diusulkan dan konsekuensi dari Serangan diperkirakan. Komponen dalam sistem distribusi dianggap tangguh jika ekonomi konsekuensi yang kecil dibandingkan dengan biaya serangan. Konsekuensi serangan yang Diperkirakan Heuristic menggunakan Tekanan Berbasis, yang terdiri dari menonaktifkan simpul dengan terendah tekanan sampai semua simpul be-
Universitas Sumatera Utara
13 rada di atas ambang batas tekanan . Dasar dari metode ini terdiri dari utama pemecahan empat persamaan. Solusi ini menyediakan ketahanan minimum di semua jaringan subset, kendala bagi ketahanan minimum, kendala untuk membatasi anggaran untuk keamanan investasi dan memecahkan untuk biaya serangan. Algoritma Genetika digunakan untuk menghasilkan kendala baru, yang kemudian dievaluasi dalam simulator hidrolik, dan jika kendala itu dilanggar maka proses itu diulang. Hasil Algoritma Genetika dapat membantu menentukan alokasi dana keamanan untuk menciptakan sistem yang lebih tangguh. Chastain (2006) mengembangkan metode untuk mengoptimalkan sensor pemantauan lokasi stasiun untuk meminimalkan kekentalan kontaminan kepada konsumen. Prosedur ini dimodelkan dalam WaterCAD menggunakan sebuah kota generik disebut Anytown, USA (Walski, et al., 1987), yang telah digunakan untuk menguji beberapa metode lain. Langkah pertama membuat skenario kontaminasi berdasarkan desain dasar ancaman dengan mengidentifikasi kontaminan dan sifatsifatnya, massa kontaminan, durasi injeksi, dan ketika kontaminan terkena sistem. Selanjutnya, simulasi dijalankan di WaterCAD dengan titik suntikan sumber di setiap persimpangan. Simpul yang mendeteksi konsentrasi kontaminan lebih besar dari ambang batas dicatat dalam matriks evaluasi. Ambang batas konsentrasi ditentukan berdasarkan simulasi polutan dan batas-batas teknologi pendeteksi yang tersedia. Matriks evaluasi mengidentifikasi seberapa banyak simpul mendeteksi konsentrasi yang lebih besar dari ambang batas untuk setiap langkah. Sebuah algoritma rangking digunakan untuk mengidentifikasi simpul yang meminimalkan waktu deteksi dan membatasi kekentalan kepada pelanggan. Penelitian ini memberikan metode yang tampaknya layak untuk kota dan masyarakat mudah mengadopsinya, tetapi kepadatan penduduk dan kekritisan infrastruktur akan menjadi pertimbangan ketika mencari lokasi sensor optimal. Jun, et al. (2008) mengembangkan suatu algoritma yang dapat menghitung dampak kegagalan pipa dan penempatan katup pada seluruh sistem distribusi air dalam rangka meningkatkan pelayanan dan keandalan distribusi. Dampak dari setiap kegagalan pipa (dianggap sebagai kegagalan pipa ataukatup) pada sistem dihitung dengan mempertimbangkan jumlah pipa yang perlu dinonaktifkan un-
Universitas Sumatera Utara
14 tuk mengisolasi pipa yang rusak. Semakin banyak pipa yang perlu ditutup untuk mengisolasi pipa cacat, semakin banyak konsumen yang tidak mendapatkan air. Algoritma ini juga memperhitungkan infrastruktur vital (rumah sakit, sekolah, pusat-pusat komunitas, dll) yang terpengaruh oleh rusaknya pipa dengan menetapkan masing-masing fasilitas vitas setara dengan jumlah pelanggan (yaitu satu sekolah bisa sama dengan seribu rumah tangga). Penelitian ini mengutamakan pertimbangan pipa rusak yang rutin dan bukan skenario bencana yang bisa mengakibatkan beberapa pipa dinonaktifkan pada satu waktu, tapi bisa dengan mudah digunakan sebagai bagian dari penilaian kerentanan. Wang & Au, (2008) mengukur keandalan WDS terhadap konsumen setelah peristiwa gempa dan mengidentifikasi pipa kritis dalam sistem. Keandalan suatu sistem untuk memasok air ke konsumen ditekankan bervariasi secara spasial dan tergantung pada konfigurasi sistem. Pipa-pipa kritis didefinisikan sebagai orang yang secara signifikan mempengaruhi pasokan air untuk infrastruktur vital. Link-link kritis ditemukan dengan menggunakan dua persamaan probabilitas, Indeks Konsekuensi Kerusakan (Damage Consequence Index, DCI) dan Indeks Upgrade Manfaat (Upgrade Benefit Index, UBI). DCI mencerminkan konsekuensi dari kerusakan pipa dan UBI adalah ukuran dari pipa-pipa yang berdampak pada konsumen tertentu. Kedua persamaan ini diimplementasikan untuk mensimulasikan sistem hipotetis. Untuk mengevaluasi seismik kinerja sistem hipotetis digunakan simulasi Monte Carlo dengan GIRAFFE (Graphical Iterative Response Analysis of Flow Following Earthquakes) dan Matlab. Analisis cost-benefit dilakukan dengan menggunakan efficient frontier, yang mana diagramnya paling efisien dan efektif dalam upgrade optio. Metode ini hanya akan berguna jika efek dari aktivitas seismik pada WDS, khususnya pada infrastruktur vital menjadi perhatian utama. EPA merilis Threat Ensemble Vulnerability Assessment and Sensor Placement Optimization Tool (TEVA-SPOT) yang dikembangkan oleh Sandia University, yang mengoptimalkan sensor lokasi untuk sistem distribusi yang besar untuk melindungi kontaminasi bahan kimia (Berry, et al., 2009). TEVA-SPOT menawarkan berbagai pemodelan input yang membuatnya fleksibel dan mudah
Universitas Sumatera Utara
15 beradaptasi dengan sistem yang berbeda dan tujuan-tujuan pemodelan. Proses pemodelan meliputi memasukkan sensor karakteristik, pendefinisian desain dasar ancaman, pemilihan langkah-langkah dampak bagi sistem peringatan kontaminan, perencanaan respon utilitas untuk mendeteksi, mengidentifikasi lokasi sensor praktis, dan mengevaluasi lokasi sensor. TEVA-SPOT menggunakan simulasi Monte Carlo untuk membantu menciptakan skenario bencana dengan mulus dan cepat dala memecahkan perhitungan-perhitungan trial and error. TEVA-SPOT adalah suatu program yang tangguh dan efektif yang dapat mengoptimalkan sensor kimia, tetapi tidak mempertimbangkan gangguan fisik dalam penilaian. Nazif & Karamouz, (2009) mengevaluasi kesiapan WDS untuk satu atau lebih kerusakan pipa air utama dengan menghitung keandalan, ketahanan, dan kerentanan melalui penggunaan System Readiness Index (SRI). Indeks ini didasarkan pada perhitungan keandalan, ketahanan, dan kerentanan dengan menggunakan probabilitas dan data sistem gagal. Kemudian dipilih Simpul yang kritis (simpul dengan permintaan tinggi dan / atau variasi tekanan). Simpul dengan permintaan air pada persentil kedua puluh dan simpul dengan head-loass tertinggi dianggap sebagai simpul kritis. Simpul kritis direvisi selama simulasi jika hidrolik tetap tidak berubah. Skenario kegagalan yang dihasilkan dan menggunakan Probabilistic Neural Network (PNN), struktur SRI dapat dihitung. Hasil perhitungan SRI adalah skor rate kelas mulai dari satu sampai lima, dan kelas ini berkorespondensi dengan probabilitas kegagalan. Hasil antara situasi bencana dan normal dibandingkan dengan menggunakan demand pressure relationship (Pressure Dependent Demands) pada simpul kritis. Baoyu, et al. (2009), mengidentifikasi distribusi sub-region dan seluruh sistem kerentanannya terhadap kontaminasi bahan kimia dengan menggunakan Vulnerability Assessment Model for Regional Water Distribution System (VAMRWDS). Metode ini menggunakan teori simulasi stochastic MonteCarlo untuk menghasilkan nilai acak dari variabel-variabel ketidakpastian seperti curah hujan dan koefisien reaksi dinding. Setelah informasi yang diperlukan dikumpulkan seperti pola permintaan, konsentrasi klorin, dan data koefisien reaksi dinding dan curah hujan dianalisis denganEPANET2. Setelah simulasi, empat variabel yang
Universitas Sumatera Utara
16 mengukur aspek kualitas hidrolik dan air WDS dihitung. Faktor-faktor ini adalah bobot aliran persimpangan, bobot tingkat persediaan, bobot residu klorin, dan bobot usia air. Faktor-faktor ini digunakan untuk menghitung indeks kerentanan dari setiap simpul pada jumlah koefisien bobot-bobot yang ditetapkan untuk setiap WDS. Nilai indeks kerentanan menunjukkan tingkat risiko dari sistem. Dalam rangka mendapatkan desain murah pada suatu rancangan WDS, awalnya praktisi berpengalaman secara tradisional menggunakan metode trialand-error yang didasarkan pada intuitif ’rekayasa akal’. Namun, ternyata pendekatan ini tidak menjamin desain yang ’optimal’ atau ’mendekati - optimal’. Itulah sebabnya mengapa para peneliti telah tertarik pada metode optimasi (Walski, 19855; Goulter, 1992). Alperovits & Shamir (1977) mengusulkan pendekatan matematika ( yaitu Metode Linear Programming Gradient, LPG ) yang mengurangi kompleksitas masalah non-linier asli dengan memecah serangkaian sub - masalah linear. Perumusan model optimasi dilakukan dengan prosedur dua tahap ( yaitu luar dan dalam ). Prosedur luar memecahkan status aliran pada jaringan tertentu, sedangkan prosedur dalam menentukan solusi optimum dari variabel jaringan ( diameter pipa ) untuk aliran distribusi yang diberikan. Pendekatan inovatif ini diadopsi dan dikembangkan lebih lanjut oleh banyak peneliti, seperti Quindry, et al. (1981), Goulter, et al. (1986), Kessler & Shamir (1989), dan Fujiwara & Kang (1990). Schaake & Lai (1969) mengembangkan pendekatan LPG ini dengan menggunakan pemrograman dinamis untuk mencari optimum global, sedangkan Su, et al. (1987) dan Lansey & Mays (1989) memadukan teknik berbasis gradient dengan simulator hidrolik KYPIPE, dan Loganathan, et al. (1995) dan Sherali, et al. (1998) memperkenalkan batas bawah (lower bound). Namun, karena metode ini hanya didasarkan pada pendekatan diameter yang kontinu, maka solusi optimal yang diperoleh dengan metode ini mungkin hanya berisi satu atau dua segmen pipa ukuran diskrit yang berbeda di antara setiap pasangan simpul. Selain itu, konversi nilai yang diperoleh ke dalam diameter pipa komersial dapat memperburuk kualitas solusi dan bahkan mungkin tidak menjamin solusi yang layak (Cunha & Sousa, 2001). Untuk mengatasi kekurangan dari metode ini, Simpson, et al. (1994), Cunha
Universitas Sumatera Utara
17 & Sousa (1999), dan Lippai, et al. (1999) menerapkan algoritma meta-heuristik berbasis simulasi, seperti Genetika Algoritma ( GA ) untuk desain jaringan air. Algoritma ini berevolusi menjadi model optimasi lebih kuat karena bisa mendapatkan split yang bebas dari diameter. Model ini menggunakan GA sederhana yang terdiri dari string biner dan tiga operator ( reproduksi, crossover, dan mutasi ). Hasilnya menunjukkan bahwa teknik GA efektif dalam menemukan solusi yang mendekati - optimal atau optimal. Dandy, et al. (1996) mengembangkan algoritma genetika dengan menggunakan skala kekuatan variabel fungsi fitness. Eksponen diperkenalkan ke dalam fungsi fitness besarnya meningkat seperti ketika GA mulai dijalankan. Selain itu, diperkenalkan operator mutasi adjacency. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa peningkatan kinerja GA lebih baik dari GA sederhana. Peningkatan GA memperoleh biaya terendah yang sama di generasi lebih sedikit dari pada GA sebelumnya. Model Simulated Annealing ( SA ) dikembangkan untuk mendapatkan solusi - biaya setidaknya untuk desain jaringan distribusi air. Costa, et al. (2000) mengembangkan model SA untuk optimasi desain jaringan yang mencakup pompa. Ukuran pompa dianggap sebagai variabel keputusan diskrit. Lippai, et al., (1999) memperkenalkan model Tabu Search ( TS ) untuk mendapatkan desain yang optimal dari suatu jaringan distribusi air dengan menggunakan software komersial OptQuest. Fitur penting dari TS adalah penggunaan memori adaptif yang efektif. Memori dapat berupa jangka pendek atau jangka panjang. Prinsip dasar dari TS adalah mencegah putaran air dengan mempertahankan daftar pergerakan yang baru. Daftar ini disebut sebagai daftar tabu. Daftar tabu digunakan untuk mencegah putaran air sebagai langkah yang dilarang, yaitu, ”Tabu”. Setiap kali pindah terjadi, ia ditempatkan pada daftar. Ketika akan berpindah, menjadi tidak ada pilihan, jika pada tabu-list. Geem, et al., (2001) mengembangkan algoritma optimasi meta-heuristik Harmoni Search ( HS ) yang analogi dengan proses improvisasi jazz . HS diterapkan untuk berbagai benchmarking dan masalah optimasi dunia nyata dengan memasukkan masalah perjalanan sales (traveling salesperson problem, TSP ), fungsi Rosenbrock, kalibrasi parameter hidrologi, desain jaringan dua loop, dan
Universitas Sumatera Utara
18 design struktur gugus distribusi air (Geem, et al., 2001; Geem et al., 2002; Kim, et al., 2001; Lee, 2004). HS meniru perilaku improvisasi musisi jazz, yang berhasil diterjemahkan ke dalam proses optimasi. HS terdiri dari tiga perilaku pencarian : pertimbangan memori, penyesuaian lapangan, dan pilihan acak. Parameter HMCR menetapkan tingkat pertimbangan memori dan parameter PAR menetapkan tingkat penyesuaian lapangan. Dalam mencari solusi lapangan, HS menggunakan ’probabilistik-gradien’, yang merupakan tingkat kecenderungan. Algoritma HS adalah sangat cocok untuk masalah jenis kombinatorial seperti desain jaringan distribusi air (Geem, et al., 2002). Dalam mendesain suatu jaringan pipa yang optimal, perumusannya secara matematika dilakukan dengan meminimalkan salah satu constraint (kendala) seperti persyaratan hidrolik. Berbagai peneliti telah menangani masalah ini dengan sejumlah cara berbeda. Teknik Pencacahan, meskipun dapat diandalkan akan tetapi mengalami keterbatasan aplikasi praktis bila diterapkan pada jaringan dunia nyata dimana optimasi sebagian besar diperlukan. Keterbatasan tersebut berkaitan dengan ruang pencarian yang sangat luas sehingga mengakibatkan waktu komputasi yang dibutuhkan cukup besar (Yates, et al. 1984). Algoritma minimasi Kelas kendala, seperti metode dekomposisi, merupakan alternatif dalam mengatasi keterbatasan teknik pencacahan. Algoritma ini dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu metode pemrograman linear dan non-linear. Metode dekomposisi pertama disebut Linear Programming Gradient (LPG) yang diusulkan Alperovits & Shamir (1977). Metode ini disempurnakan oleh Kessler & Shamir (1989), dengan mengasumsikan panjang pipa di setiap busur menjadi variabel keputusan pada distribusi aliran tertentu sehingga masalah pemrograman linier dapat dipecahkan. Modifikasi dan komentar terhadap Metode LPG yang pertama diberikan oleh Quindry, et al. (1979), Saphir (1983), dan Fujiwara, et al. (1987). Quindry, et al. (1981) mempresentasikan metode LPG dengan pendekatan yang analog, dimana masalah terpecahkan untuk himpunan head-hidrolik. Model dekomposisi non-linier pertama kali dirancang oleh Mahjoub (Fujiwara & Khang, 1990) dengan mengasumsikan tingkat arus lalu lintas awal dan kemudian memecahkan head-loss dari link. Head-loss dari link yang optimal ke-
Universitas Sumatera Utara
19 mudian diperoleh menjadi tetap dan biaya aliran link dapat diminimalkan. Seluruh Prosedur ini diulang sampai tidak ada lagi perbaikan tercapai. Perbaikan terhadap metode ini diusulkan Fujiwara & Khang (1990) dengan menggunakan Lagrange multiple dari solusi optimal yang diperoleh pada tahap pertama untuk memodifikasi distribusi aliran sehingga mencapai pengurangan biaya sistem sebelum tahap kedua dimulai. Algoritma Genetika (Genetic Algorithms, GA) telah diterapkan pada desain jaringan pipa (Simpson & Goldberg 1993; Simpson, et al. 1994, Savic & Waters 1997, Wu & Simpson 2002). Beberapa masalah yang terkait dengan GA adalah ketidakpastian penghentian dan pencarian, seperti pada semua metode pencarian acak, tidak adanya jaminan untuk optimum global. Abebe & Solomatine (1999) mengusulkan metode alternatif untuk ketidakpastian penghentian dan pencarian dalam desain jaringan pipa yang disebut dengan Metode Optimasi Global (tak terbatas). Metode ini mengkonversi masalah kendala yang asli pada masalah tak terbatas melalui penggunaan fungsi Penalty atau Metode Lagrange Multiple. Solusi dari masalah yang dihasilkan menjadi lebih mudah karenanya, tapi solusi akhir lebih sulit dengan metode yang dijabarkan. Namun, formulasi optimasi global dari masalah desain jaringan pipa memiliki keuntungan kesederhanaan dan kepraktisan untuk digunakan secara teknik. Selain itu, semua metode pencarian acak dan metode evolusi seperti pekerjaan GA dalam formulasi optimasi global dari optimasi jaringan pipa. Abebe & Solomatine (1999) menggunakan metode penalty untuk menentukan masalah desain pipa sebagai masalah optimasi tak terbatas, yang kemudian diselesaikan dengan paket optimasi global, GLOBE (Solomatine, 1998), menggabungkan empat algoritma yang berbeda. Afshar, et al. (2009) mengusulkan metode alternatif desain yang optimal jaringan pipa dari sudut pandang hidrolik. Metode ini mengubah desain optimal masalah jaringan pipa yang tak terbatas, kemudian dipecahkan dengan kode optimasi tujuan yang umum. Metode ini bekerja hanya pada kondisi stabil, namun perluasan untuk kasus kondisi yang dinamis adalah mudah untuk diterapkan. Metode ini disebut dengan metode Penalty. Metode ini mengatasi masalah penen-
Universitas Sumatera Utara
20 tuan diameter optimal pipa untuk jaringan yang tata letaknya telah ditentukan, dalam rangka memberikan tekanan dan kuantitas air yang dibutuhkan pada setiap simpul permintaan. Metode ini diselesaikan oleh paket optimasi umum yang disebut DOT. Pembahasan tentang pemodelan keandalan sistem pasokan air selama ini terkonsentrasi pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan perancangan sistem tersebut, seperti verifikasi perhitungan hidrolik dengan pertimbangan kriteria keandalan pasokan air, pemodelan sistem dan tugas optimasi serta pilihan konfigurasi yang optimal dari sistem, termasuk kategori konsumen air. Biasanya, unsur yang diperlukan untuk memecahkan masalah ini adalah struktur geometri dari sistem distribusi, termasuk memisahkan komponen-komponennya, seperti bagian pipa, simpul dll. ( Abramow, 1984; Ilin, 1987; Knapik 1990; Kwietniewski, et al., 1993; Vreeburg, et al., 1993; Wieczysty, 1990). Dalam sudut pandang kebutuhan perusahaan, keandalan dinilai dari ukuran tingkat layanan yang diberikan di bidang penyediaan air kepada konsumen. Pada kasus WDS, komponen penting dari penilaian keandalan dihitung dengan mempertimbangkan konsekuensi non fungsi di daerah perwakilan, seperti kekurangan penyaluran air di daerah tertentu ( Vreeburg, et al, 1993, Kwietniewski, 1999). Tes keandalan jangka panjang membuktikan bahwa WDS non-fungsional berhubungan dengan area spesifik ( sub domain ) dari sistem pengiriman, sedangkan di daerah yang tersisa ( sub - domain ) menggenapi sistem fungsinya ( dapat digunakan ). Ini berarti bahwa, jika dalam sub-domain khusus terjadi total kekurangan air ( benar-benar non - operasional ), maka bagian lain dari sistem bekerja pada efisiensi penuh ( Trebaczkiewicz, et al., 1990, Kwietniewski, 1991). Kwietniewski (2003) mengusulkan ukuran penilaian kualitas pelayanan air minum dari sudut pandang perusahaan dengan model dua - keadaan keandalan sistem distribusi air berfungsi memungkinkan untuk menilai reliabilitas. Parameter pertama, disebut Satisfactory Performance State ( SPS ) sebagai fungsi fungsi keandalan. Fungsi ini merupakan probabilitas dari suatu peristiwa yang terjadi, sehingga, dalam waktu interval (0, t ) sistem tidak akan gagal. Parameter kedua, adalah Probability of part fault state (Probabilitas kesalahan negara), dimana waktu rata-rata kinerja negara yang memuaskan dibandingkan dengan waktu rata-rata kesalahan negara.
Universitas Sumatera Utara
21 Dengan karakteristik kompleksitas dan siklus hidup yang panjang, desain dan operasi dari WDS berpotensi mengalami ketidakpastian dalam yang lama ( Lansey, et al. 1989; Kapelan, et al. 2005 ). Akibatnya banyak konsumen menderita dengan konsekuensi ketidakpastian. Pengambilan keputusan pada desain WDS sering rumit oleh kesulitan dalam meramalkan parameter desain. Karena itu diperlukan untuk mempertimbangkan kembali cara desain sistem dan mengembangkan metode inovatif baru yang dapat mengatasi ketidakpastian tersebut ( Babajide, et al., 2009). Neufville (2004 ) menyebutkan tiga cara dasar mengelola ketidakpastian, yaitu adanya kontrol ketidakpastian, proteksi pasif, dan perlindungan aktif. Salah satu contoh kontrol ketidakpastian dalam WDS adalah mengembangkan model peramalan dengan mencoba meminimalkan kesalahan estimasi melalui analisis dan membangun hubungan antara ketidakpastian dan faktor-faktor yang berbeda. Metode proteksi pasif, seperti desain yang handal di WDS, membuat sistem tidak sensitif terhadap berbagai kondisi operasional di masa depan ( Babayan, et al., 2005; Jayaram & Srinivasan 2008; Giustolisi, et al 2009 ). Meskipun kontrol ketidakpastian dan metode proteksi pasif dapat melindungi kinerja sistem dari ketidakpastian untuk beberapa derajat, masih ada beberapa kesulitan ketika menerapkannya di WDS, yaitu hubungan antara ketidakpastian dan faktor-faktor di WDS sangat kompleks dan tidak mudah untuk diidentifikasi. Ketidakpastian juga tidak selalu bernilai negatif sehingga perlu dikurangi, tetapi bisa menjadi positif yang dapat dieksploitasi ( Neufville, 2004 ). Oleh karena itu, dianjurkan penggunaan metodologi perlindungan aktif yang fleksibel. Zhao & Tseng, (2003 ) menunjukkan keberhasilan penerapan fleksibilitas dengan memodelkan permintaan parkir mobil ke dalam simulasi Monte Carlo dan nilai fleksibilitas dihitung dengan perbandingan pada keuntungan yang diharapkan antara desain awal dan desain yang fleksibel. Zhao, et al., (2004 ) menyajikan model stochastic multistage untuk pengambilan keputusan seperti pembangunan jalan raya, operasi, perluasan, dan rehabilitasi. Namun, penggunaannya dalam desain WDS masih dalam tahap awal dan ada kesenjangan dalam literatur, yang memerlukan investigasi lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara