Dasar Perencanaan
BAB IV DASAR PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH 4.1 Umum Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan sistem distribusi air bersih yaitu berupa informasi mengenai kebutuhan air bersih di wilayah perencanaan. Kebutuhan air bersih sangat ditentukan oleh kondisi wilayah perencanaan, pertambahan jumlah penduduk dan tingkat sosial ekonomi penduduk yang mempengaruhi pola pemakaian air. Penentuan kebutuhan air bersih didasarkan pada beberapa hal yaitu : 1. Daerah pelayanan 2. Periode perencanaan 3. Proyeksi jumlah penduduk, fasilitas umum dan fasilitas sosial selama periode perencanaan 4. Pola pemakaian air di suatu wilayah Dasar pertimbangan dalam perencanaan sistem distribusi air bersih : 1. Pertumbuhan penduduk yang dilayani, semakin tinggi jumlah penduduk suatu daerah, maka kebutuhan air bersih penduduk akan meningkat 2. Tingkat sosial ekonomi penduduk. Kebutuhan air akan semakin meningkat jika tingkat sosial ekonomi juga semakin meningkat 3. Kecepatan pertumbuhan sarana perkotaan yang ada 4. Ekonomi dan investasi pembangunan 5. Spesifikasi teknik material dan struktur sistem
4.2 Daerah dan Tingkat Pelayanan Kebutuhan air bersih di wilayah perencanaan sangat tergantung kepada kondisi daerah pelayanan yang menjadi tujuan perencanaan. Daerah pelayanan yang ditentukan dalam perencanaan ini adalah wilayah Bandung Selatan dengan pertimbangan : 1. Daerah yang kekurangan suplai air bersih 2. Daerah dengan kepadatan penduduk tinggi IV-1
Dasar Perencanaan
3. Daerah yang telah menerima pelayanan air bersih tetapi belum maksimal 4. Daerah yang berpotensi berkembang menjadi inti pusat kota kedua 5. Aspek teknis seperti topografi yang menentukan proses distribusi 6. Aspek ekonomi Kota Bandung memiliki 6 Instalasi Pengolahan Air Minum yang masih tetap difungsikan hingga saat ini. Di antaranya adalah Instalasi Pengolahan Air Minum di Badaksinga dan Dago Pakar, Cibeureum, Cipanjalu serta Cirateun. Sedangkan, produksi sumber mata air dan air tanah kini sudah jauh berkurang, sehingga tidak bisa diharapkan untuk melayani kebutuhan air minum Kota Bandung, khususnya Bandung Selatan. Pada umumnya penyediaan air minum Kota Bandung dilayani oleh 2 Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) dengan kapasitas yang cukup besar yaitu di Badaksinga dan Dago Pakar. Seluruh IPAM tersebut melayani kebutuhan air bersih di Kota Bandung. Distribusi air bersih untuk wilayah Bandung Selatan sampai saat ini berasal dari IPAM Badaksinga yang berada di Kecamatan Coblong. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan maka PDAM Kota Bandung telah merencanakan pembangunan IPAM baru untuk melayani daerah Bandung Selatan, yaitu di Cimenteng, Kabupaten Banjaran. Oleh karena itu diperlukan perencanaan jalur distribusi baru dari IPAM Cimenteng ke daerah Bandung Selatan.
IV-2
Dasar Perencanaan
Sumber : PDAM Kota Bandung, 2006
Gambar 4.1 Wilayah Pelayanan Air Bersih Kota Bandung Eksisting
IV-3
Dasar Perencanaan
Daerah Perencanaan
Gambar 4.2 Daerah Pelayanan Air Bersih di Bandung Selatan dari IPAM Cimenteng
IV-4
Dasar Perencanaan
Hal yang perlu diperhatikan adalah perencanaan yang ekonomis, artinya tidak membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal ini dapat disiasati dengan merencanakan jalur distribusi baru dengan menggunakan jalur pipa yang sudah ada serta pemotongan jalur pipa, jika dibutuhkan. Namun, hal yang harus lebih diperhatikan adalah kualitas pelayanan. Untuk meminimalisir tingkat kehilangan air dan memperbaiki pipa yang bocor karena telah rusak, maka lebih baik jika dibuat jalur distribusi baru.
4.3 Periode Perencanaan Periode perencanaan sistem distribusi air bersih pada umumnya adalah 20-25 tahun. Pada perencanaan ini ditetapkan 20 tahun sebagai periode perencanaan. Periode perencanaan ini diambil dengan pertimbangan bahwa perkembangan penduduk di masa mendatang hanya dapat diprediksi dengan baik untuk periode 20 tahun. Apabila periode perencanaan dilakukan melebihi 20 tahun maka dikhawatirkan keadaan perkembangan penduduk di masa mendatang justru sangat berbeda dari apa yang telah diprediksi.
4.4 Proyeksi Jumlah Penduduk Prediksi jumlah penduduk di masa yang akan datang didasarkan pada laju perkembangan kota dan kecenderungannya, arahan tata guna lahan serta ketersediaan lahan untuk menampung perkembangan jumlah penduduk. Prediksi jumlah penduduk dalam periode perencanaan 20 tahun perlu diketahui untuk mengetahui kebutuhan air bersih wilayah perencanaan.
Dengan memperhatikan laju perkembangan jumlah penduduk masa lampau, maka metode statistik merupakan metode yang paling mendekati untuk memperkirakan jumlah penduduk di masa mendatang. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menganalisa perkembangan jumlah penduduk di masa mendatang yaitu : 1. Aritmatika 2. Geometrik 3. Linear 4. Eksponensial 5. Logaritmik
IV-5
Dasar Perencanaan
4.4.1 Metode Aritmatika Metode ini biasanya disebut juga dengan rata-rata hilang. Metode ini digunakan apabila data berkala menunjukkan jumlah penambahan yang relatif sama tiap tahun. Hal ini terjadi pada kota dengan luas wilayah yang kecil, tingkat pertumbuhan ekonomi kota rendah dan perkembangan kota tidak terlalu pesat. Rumus metode ini adalah :
Pn = P0 + r (Tn − T0 ) r = P2 − P1
dengan Pn = jumlah penduduk tahun ke-n P0 = jumlah penduduk awal r
= jumlah pertambahan penduduk tiap tahun
Tn = tahun yang diproyeksi T0 = tahun awal P1 = jumlah penduduk tahun ke-1 (yang diketahui) P2 = jumlah penduduk tahun terakhir (yang diketahui) 4.4.2 Metode Geometrik Untuk keperluan proyeksi penduduk, metode ini digunakan bila data jumlah penduduk menunjukkan peningkatan yang pesat dari waktu ke waktu. Rumus metode geometrik :
Pn = P0 (1 + r ) n r=
( P2 − P1 )
P1
dengan Pn = jumlah penduduk tahun yang diproyeksi P0 = jumlah penduduk tahun awal r
= rata-rata angka pertumbuhan penduduk tiap tahun
n
= jangka waktu
IV-6
Dasar Perencanaan
4.4.3 Metode Regresi Linear Metode regresi linear dilakukan dengan menggunakan persamaan : y = a + bx 2 a = (ΣyΣx − ΣxΣ( xy ))
b = ( NΣ( xy) − ΣxΣy )
( N Σx 2 − ( Σx ) 2 )
( NΣx 2 − (Σx) 2 )
4.4.4 Metode Eksponensial Metode eksponensial dilakukan dengan menggunakan persamaan :
y = ae bxn ln a =
1 (Σ ln y − bΣx) n
b = (( NΣ( x ln y ) − (ΣxΣ ln y ))
( NΣx 2 − (Σx) 2 )
4.4.5 Metode Logaritmik
Metode logaritmik dilakukan dengan menggunakan persamaan : y = a + b ln x
a= 1
N (Σy − bΣ ln x)
b = ( NΣ( y ln x) − ΣyΣ ln x)
( NΣ(ln x) 2 − (Σ ln x) 2 )
4.4.6 Dasar Pemilihan Metode Proyeksi Penduduk
Untuk menentukan metode paling tepat yang akan digunakan dalam perencanaan, diperlukan perhitungan faktor korelasi, standar deviasi dan keadaan perkembangan kota di masa yang akan datang. Koefisien korelasi dan standar deviasi diperoleh dari hasil analisa dan perhitungan data kependudukan yang ada dengan data penduduk dari perhitungan metode proyeksi yang digunakan. Korelasi, r, dapat dihitung dengan menggunakan rumus : r2 =
(Σ( P − Pr ) 2 − Σ( Pn − P ) 2 )
(Σ( P − Pr ) 2 )
IV-7
Dasar Perencanaan
Kriteria korelasi adalah sebagai berikut : -
r < 0, korelasi kuat, tetapi bernilai negatif dan hubungan diantara keduanya berbanding terbalik.
-
r = 0, kedua data tidak memiliki hubungan.
-
r > 1, terdapat hubungan positif dan diperoleh korelasi yang kuat, diantara kedua variabel memiliki hubungan yang berbanding lurus.
Ssedangkan, standar deviasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
⎡⎛ Σ( Pn − P) 2 2 ⎜ Σ P − P − ( ( ) ⎢⎜ n n STD = ⎢⎝ ⎢ ⎢ ⎣
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
n
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦
0,5
Metode proyeksi yang dipilih adalah metode dengan nilai standar deviasi terendah dan koefisien korelasi paling besar. Pola perkembangan kota sesuai dengan fungsi kota di masa mendatang juga dijadikan acuan dalam menentukan metode proyeksi. Pada umumnya fungsi sebuah kota dapat menunjukkan kecenderungan pertambahan penduduk di masa mendatang.
4.4.7 Pemilihan Proyeksi Jumlah Penduduk
Dengan menggunakan lima metode yang telah dijelaskan sebelumnya maka diperoleh hasil proyeksi jumlah penduduk hingga tahun 2025 yang ditunjukkan oleh Tabel 4.1 dan Gambar 4.1.
Tahun
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 r2 r STD
Tabel 4.1 Analisa Statistik Jumlah Penduduk di Kota Bandung Regresi Aritmatika Geometrik Eksponensial Logaritmik linear 371856 371856 368690 369041 341133 380320 385101 384342 382542 386100 388784 398819 399993 396536 412405 397249 413025 415645 411043 431068 405713 427737 431296 426080 445544 414177 442973 446948 441667 457372 422642 458752 462599 457825 467373 431106 475093 478251 474574 476036 439570 492016 493902 491935 483677 448035 509542 509554 509932 490512 0,1569 0,4125 0,4264 0,4106 0,4294 0,3961 0,6422 0,6530 0,6408 0,6553 59968,89 50061,49 49462,86 50138,95 49332,64
Sumber : Perhitungan
IV-8
Dasar Perencanaan
Proyeksi Penduduk
Jumlah penduduk (jiwa)
550000 500000 450000
aritmatika geometrik
400000
regresi linear eksponensial logaritmik
350000 300000 1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Gambar 4.3 Proyeksi Penduduk di wilayah Bandung Selatan Berdasarkan Tabel 4.1 dapat ditentukan salah satu metode yang digunakan sebagai acuan untuk proyeksi penduduk adalah Metode Logaritmik karena menunjukkan nilai korelasi yang kuat dan standar deviasi paling kecil. Hasil proyeksi penduduk selama periode perencanaan dengan menggunakan metode logaritmik ditunjukkan oleh Tabel 4.2 Tabel 4.2 Proyeksi Jumlah Penduduk di Kota Bandung dengan Metode Logaritmik Tahun Proyeksi Penduduk (jiwa) 1996 341133 1997 386100 1998 412405 1999 431068 2000 445544 2001 457372 2002 467373 2003 476036 2004 483677 2005 490512 2006 496695 2007 502340 2008 507533 2009 512340 2010 516816 2011 521003 2012 524936 2013 528644 2014 532152 2015 535480 2016 538645 2017 541663 2018 544547 2019 547308 IV-9
Dasar Perencanaan
2020 2021 2022 2023 2024 2025
549956 552500 554949 557308 559585 561784
Sumber : Perhitungan
Berdasarkan hasil analisa proyeksi penduduk dengan Metode Logaritmik, jumlah penduduk pada akhir periode perencanaan adalah 561.784 jiwa. Jumlah penduduk ini diperkirakan tidak akan melampaui kapasitas wilayah perencanaan berdasarkan RTRW dengan adanya pengembangan perumahan secara vertikal untuk wilayah kecamatan dan atau kawasan padat penduduk dengan memperhatikan ketersediaan prasarana yang ada. Selain itu, pengembangan perumahan di wilayah Gedebage dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang masih cukup banyak tersedia. 4.5 Proyeksi Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial
Proyeksi fasilitas umum dan fasilitas sosial digunakan untuk menentukan kebutuhan air non domestik. Proyeksi dilakukan dengan mengacu kepada karakteristik wilayah perencanaan, RTRW yang telah ditetapkan dan standar pendukung untuk setiap fasilitas umum dan fasilitas sosial yang telah ditetapkan oleh Ditjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum. a. Fasilitas Pendidikan
Sarana pendidikan yang ada di Kota Bandung berupa sarana pendidikan tingkat TK, SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi (IAIN, ITB, UNPAD, UPI dan perguruan-perguruan swasta). Secara umum fasilitas pendidikan sudah cukup banyak, namun kurang seimbang dalam penyebarannya, sehingga dapat dikatakan sarana ini belum memenuhi kebutuhan penduduk. Hasil proyeksi fasilitas pendidikan ditunjukkan oleh Tabel 4.3. Tabel 4.3 Proyeksi Fasilitas Pendidikan di Bandung Selatan Tahun 2005 2010 2015 2020 2025 (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) Jenis TK 182 187 196 206 212 SD 367 373 376 379 382 SLTP 72 75 78 81 84 SMU 33 38 43 48 53 SMK 27 29 31 33 35 Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 2005
IV-10
Dasar Perencanaan
b. Fasilitas Kesehatan
Sarana kesehatan di Kota Bandung banyak dikelola oleh pihak swasta baik itu praktek dokter, bidan, apotik maupun farmasi lainnya. Peningkatan fasilitas yang ada perlu dilakukan untuk mengantisipasi pertumbuhan penduduk Kota Bandung. Hasil proyeksi fasilitas kesehatan ditunjukkan oleh Tabel 4.4. Tabel 4.4 Proyeksi Fasilitas Kesehatan di Bandung Selatan Tahun 2005 2010 2015 2020 2025 (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) Jenis RS 5 6 7 8 9 RS Bersalin 28 28 29 29 30 Puskesmas 31 32 33 34 35 Posyandu 757 760 763 766 769 Apotik 58 62 66 70 74 Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 2005
c. Fasilitas Peribadatan
Fasilitas peribadatan sudah cukup menyebar dan memenuhi kebutuhan. Penambahan fasilitas perlu dilakukan akibat adanya pertambahan jumlah penduduk Kota Bandung. Hasil proyeksi fasilitas peribadatan ditunjukkan oleh Tabel 4.5. Tabel 4.5 Proyeksi Fasilitas Peribadatan di Bandung Selatan Tahun 2005 2010 2015 2020 2025 (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) Jenis Mesjid 930 936 942 948 954 Mushola 115 123 131 139 147 Gereja 30 32 34 36 38 Pura 1 2 3 4 5 Vihara 13 14 15 16 17 Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 2005
d. Fasilitas Perdagangan dan Jasa
Sarana perekonomian (perdagangan dan jasa) yang ada di Kota Bandung sangat beragam, mulai dari pasar tradisional sampai modern, pasar berskala pelayanan lokal sampai ke skala regional dan nasional. Jenis-jenis sarana perekonomian yang ada saat ini antara lain pasar, pertokoan, restoran, dsb..Hasil proyeksi fasilitas perdagangan dan jasa ditunjukkan oleh Tabel 4.6.
IV-11
Dasar Perencanaan
Tabel 4.6 Proyeksi Fasilitas Perdagangan dan Jasa di Bandung Selatan Tahun 2005 2010 2015 2020 2025 (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) Jenis Warung/Toko 3143 3168 3193 3218 3243 Bank 24 26 28 30 32 Pasar 14 16 18 20 22 Koperasi 437 452 467 482 497 Asuransi 11 13 15 17 19 Terminal 1 2 3 4 5 Supermarket 17 19 21 23 25 Restoran (kursi) 767 942 1117 1292 1467 Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 2005
e. Fasilitas Olahraga
Kondisi eksisting fasilitas olahraga seperti GOR dan kolam renang sudah cukup memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, dengan perkembangan Kota Bandung yang cukup pesat, fasilitas olahraga akan diproyeksikan meningkat juga. Hasil proyeksi fasilitas olahraga ditunjukkan oleh Tabel 4.7. Tabel 4.7 Proyeksi Fasilitas Olahraga di Bandung Selatan Tahun 2005 2010 2015 2020 2025 (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) Jenis GOR 2 3 4 5 6 Kolam renang 5 6 7 8 9 Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 2005
f. Fasilitas Umum dan Rekreasi
Kota Bandung merupakan daerah wisata yang cukup baik untuk dikembangkan. Salah satu daya tarik dari Kota Bandung adalah suasananya yang berbeda dari kota-kota besar lainnya Hal ini merupakan potensi yang baik untuk meningkatkan sarana yang berhubungan dengan pariwisata dan rekreasi seperti hotel dan restoran. Hasil proyeksi fasilitas umum dan rekreasi ditunjukkan oleh Tabel 4.8.
IV-12
Dasar Perencanaan
Tabel 4.8 Proyeksi Fasilitas Umum dan Rekreasi di Bandung Selatan Tahun Jenis Balai Pertemuan Kantor Pos Kantor Polisi Bioskop Hotel/Penginapan (bed)
2005 (unit)
2010 (unit)
2015 (unit)
2020 (unit)
2025 (unit)
624 10 31 2 4786
635 12 33 3 4866
645 14 35 4 4946
655 16 37 5 5026
665 18 39 6 5106
Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 2005
g. Kegiatan Industri
Pola pengembangan kegiatan industri didasarkan kepada fungsi Kota Bandung sebagai Kota Perdagangan dan Pusat Industri. Hal ini menyebabkan akan terjadi peningkatan kegiatan industri baik besar, sedang maupun kecil/rumah tangga. Peningkatan ini diiringi pula dengan peningkatan jumlah tenaga kerja. Hasil proyeksi kegiatan industri ditunjukkan oleh Tabel 4.9. Tabel 4.9 Proyeksi Kegiatan Industri di Kota Bandung Tahun 2005 2010 2015 2020 2025 (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) Jenis Industri Besar dan Sedang 215 218 221 224 227 Industri Rumah Tangga 4201 4215 4230 4245 4260 Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 2005
4.6 Proyeksi Kebutuhan Air Minum
Proyeksi kebutuhan air bersih dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan air di wilayah perencanaan. Daerah yang diproyeksikan adalah daerah berkembang, dengan karakteristik : 1. Memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup pesat 2. Tingkat kelahiran yang sedang 3. Angka kematian yang cukup rendah (kematian < kelahiran) 4. Tingkat pendidikan kesehatan yang sudah maju dengan adanya pendidikan mengenai gizi dan kesehatan umum 5. Arus perpindahan penduduk dari luar ke dalam daerah memiliki jumlah yang cukup besar, baik dengan alasan untuk bekerja maupun menuntut ilmu
IV-13
Dasar Perencanaan
6. Arus perpindahan penduduk yang keluar dari daerah berjumlah sedikit, karena hanya sebagian saja yang pindah ke daerah lain, sedang sebagian lagi tetap tinggal di Kota Bandung karena fasilitasnya yang cukup lengkap baik untuk hidup, bekerja maupun belajar. Faktor-faktor yang akan mempengaruhi proyeksi kebutuhan air antara lain : 1. Pertambahan jumlah penduduk 2. Tingkat sosial ekonomi penduduk 3. Keadaan iklim daerah setempat 4. Rencana daerah pelayanan dan perluasannya Untuk memperkirakan kebutuhan air bersih kota maka dapat diklasifikasikan beberapa jenis pemakaian air yaitu adalah : 1. Pemakaian untuk kebutuhan domestik/rumah tangga 2. Pemakaian untuk kebutuhan nondomestik 3. Pemakaian untuk keperluan perkotaan
4.6.1 Standar Kebutuhan Air Bersih
Standar kebutuhan air dapat digunakan untuk menentukan besarnya kebutuhan air bersih suatu daerah. Ada berbagai macam standar kebutuhan seperti standar yang telah ditetapkan oleh PPSAB Jawa Barat dan Dirjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum dalam Petunjuk Teknis Tata Cara Rancangan Teknik Bidang Air Minum.
4.6.2 Kebutuhan Air Domestik
Kebutuhan air domestik ialah pemakaian air untuk aktivitas di lingkungan rumah tangga. Penyediaan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga dihitung berdasarkan : 1. Jumlah penduduk 2. Persentase jumlah penduduk yang akan dilayani 3. Cara pelayanan air 4. Konsumsi pemakaian air
IV-14
Dasar Perencanaan
Berdasarkan cara pelayanan air minum maka kebutuhan air domestik terbagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Sambungan Rumah 2. Hidran Umum
4.6.2.1 Kebutuhan Air untuk Sambungan Rumah
Sambungan rumah adalah jenis sambungan pelanggan yang menyediakan air langsung ke rumah-rumah dengan menggunakan sambungan pipa-pipa distribusi air melalui water meter dan instalasi pipa yang dipasang di dalam rumah. Pelayanan air bersih dengan
menggunakan sambungan rumah ditujukan bagi warga yang telah menempati rumah permanen. Golongan masyarakat ini akan sanggup membayar air untuk mendapatkan air minum demi kesehatan. Biasanya yang termasuk golongan ini adalah golongan ekonomi kelas menengah ke atas. Selama periode perencanaan, diperkirakan jumlah rumah permanen akan meningkat. Perumahan di Kota Bandung saat ini baru mencapai ± 53 %. Proyeksi kebutuhan air untuk sambungan rumah ditunjukkan oleh Tabel 4.10. Tabel 4.10 Proyeksi Kebutuhan Air untuk Sambungan Rumah di Bandung Selatan Tahun 2005 2010 2015 2020 2025 Jumlah penduduk (orang) 490512 516816 535480 549956 561784 Persentase (%) 53 55 60 65 70 Jumlah penduduk (orang) 259971 284249 321288 357471 393249 Keb. standar (L/org/hari) 100 110 112 120 125 Jumlah kebutuhan air 25997134 31267390 35984232 42896568 49156104 (L/hari) Sumber : Hasil Perhitungan
4.6.2.2 Kebutuhan Air untuk Hidran Umum
Hidran umum adalah jenis sambungan yang menyediakan air melalui kran yang dipasang di suatu tempat tertentu agar mudah dipergunakan oleh masyarakat umum untuk mencukupi kebutuhan mandi, cuci dan minum. Pelayanan air bersih ini ditujukan bagi masyarakat dengan golongan ekonomi menengah ke bawah atau menempati rumah non permanen yaitu rumah yang terbuat dari bambu atau kayu. Golongan masyarakat ini berpenghasilan rendah dan lebih mengutamakan penggunaan air tanah yang bebas biaya
IV-15
Dasar Perencanaan
sehingga tingkat penggunaan air dengan sumber air permukaan akan menjadi sangat rendah karena memerlukan biaya. Jumlah penduduk yang menempati rumah non permanen di masa mendatang akan mengalami penurunan karena diperkirakan akan terjadi peningkatan kondisi perekonomian masyarakat. Proyeksi kebutuhan air untuk hidran umum ditunjukkan oleh Tabel 4.11. Tabel 4.11 Proyeksi Kebutuhan Air untuk Hidran Umum di Bandung Selatan Tahun 2005 2010 2015 2020 2025 Jumlah penduduk (orang) 490512 516816 535480 549956 561784 Persentase 47 40 37 34 30 Jumlah penduduk (orang) 230541 206727 198127 186985 168535 Keb. standar (L/org/hari) 30 30 30 30 30 Jumlah kebutuhan air (L/hari) 6916219 6201796 5943824 5609551 5056056 Sumber : Hasil Perhitungan
4.6.3 Kebutuhan Air Non Domestik
Kebutuhan air non domestik merupakan kebutuhan air yang digunakan oleh berbagai fasilitas penunjang kegiatan masyarakat seperti : 1. Fasilitas Pendidikan 2. Fasilitas Peribadatan 3. Fasilitas Kesehatan 4. Fasilitas Perdagangan dan Jasa 5. Fasilitas Umum dan Rekreasi 6. Fasilitas Olahraga 7. Kegiatan industri Jumlah kebutuhan air non domestik selama periode perencanaan di Bandung Selatan ditunjukkan oleh Tabel 4.12.
IV-16
Dasar Perencanaan
Tabel 4.12 Proyeksi Kebutuhan Air Non Domestik di Bandung Selatan Kebutuhan Air (L/hari) Jenis 2005 2010 2015 2020 2025 Fasilitas Pendidikan 2864000 2995300 3166600 3347900 3489200 Fasilitas Peribadatan 1499050 1515450 1531850 1548250 1564650 Fasilitas Kesehatan 1581700 1736600 1892300 2047200 2202900 Fasilitas Perdagangan dan Jasa 516440 557540 598640 639740 680840 Fasilitas Umum dan Rekreasi 1812600 1852600 1890600 1928600 1966600 Fasilitas Olahraga 9000 11700 14400 17100 19800 Kegiatan Industri 2431500 2452042 2472885 2493727 2514569 Total kebutuhan air (L/hari) 10714290 11121232 11567275 12022517 12438559 Sumber : Hasil Perhitungan
4.6.4 Kebutuhan Air untuk Keperluan Kota
Kebutuhan air untuk keperluan perkotaan terbagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Hidran Kebakaran Hidran kebakaran adalah hidran yang digunakan untuk mengambil air jika terjadi kebakaran. Menurut Al-Layla, kebutuhan air untuk hidran kebakaran dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Q = 3860 P (1 − 0,01 P )
dengan Q = debit kebutuhan (L/menit) P = populasi dalam ribuan Pada perencanaan ini ditentukan bahwa kebutuhan air untuk hidran kebakaran adalah 10 % dari total kebutuhan air. 2. Tata Kota Kebutuhan air untuk tata kota meliputi kebutuhan air bagi pemeliharaan tamantaman di wilayah perencanaan. Jumlah air yang disediakan adalah 5% dari total kebutuhan air.
4.6.5 Rekapitulasi Kebutuhan Air di Wilayah Perencanaan
Total kebutuhan air di wilayah perencanaan dapat diketahui dan ditunjukkan oleh Tabel 4.13.
IV-17
Dasar Perencanaan
Tabel 4.13 Rekapitulasi Kebutuhan Air di Bandung Selatan Jenis 2005 2010 2015 2020 Kebutuhan Domestik (D) Sambungan Rumah 25997134 31267390 35984232 42896568 Hidran Umum 6916219 6201796 5943824 5609551 Jumlah keb.air D (a) 32913352 37469186 41928056 48506119 Kebutuhan Non-Domestik (ND) Fasilitas Pendidikan 2864000 2995300 3166600 3347900 Fasilitas Peribadatan 1499050 1515450 1531850 1548250 Fasilitas Kesehatan 1581700 1736600 1892300 2047200 Fasilitas Perdagangan dan Jasa 516440 557540 598640 639740 Fasilitas Umum dan Rekreasi 1812600 1852600 1890600 1928600 Fasilitas Olahraga 9000 11700 14400 17100 Kegiatan Industri 2431500 2452042 2472885 2493727 Jumlah keb.air ND (b) 10714290 11121232 11567275 12022517 Jumlah keb.air D&ND (a+b) 43627642 48590419 53495330 60528636 Kebutuhan Perkotaan Hidran Kebakaran (10%*∑D+ND) = c 4362764 4859042 5349533 6052864 Tata Kota (5%*∑D+ND) = d 2181382 2429521 2674767 3026432 Total Kebutuhan Air (L/hari) = a+b+c+d 50171789 55878982 61519630 69607931 Total Kebutuhan Air (L/det) 580,69 646,75 712,03 805,65
2025
49156104 5056056 54212160 3489200 1564650 2202900 680840 1966600 19800 2514569 12438559 66650720
6665072 3332536 76648328 887,13
Sumber : Hasil Perhitungan
4.6.6 Tingkat Pelayanan
Periode perencanaan selama 20 tahun terbagi menjadi dua tahap dan setiap tahap berlangsung selama 10 tahun. Tingkat pelayanan air minum di setiap tahap berbeda-beda dan di setiap tahap terjadi peningkatan pelayanan. Kondisi topografi dan tingkat kepadatan penduduk yang berada di wilayah perencanaan menyebabkan keterbatasan dalam pelayanan penyediaan air bersih. Berdasarkan faktorfaktor yang menentukan daerah pelayanan maka tingkat pelayanan tiap tahap perencanaan adalah sebagai berikut : 1. Tahap I (2006-2015) : 60-65 % 2. Tahap II (2016-2025) : 70-75 %
4.6.7 Tingkat Kehilangan Air
Kehilangan air adalah besarnya selisih air yang diproduksi dengan air yang didistribusikan. Nilai ini perlu diperhitungkan dalam pengolahan air karena dijadikan pedoman untuk melihat performance dari suatu instalasi pengolahan air minum. Semakin besar tingkat IV-18
Dasar Perencanaan
kehilangan air maka semakin buruk pula performance dari instalasi pengolahan. Penyediaan air minum dengan jaringan besar biasanya memiliki tingkat kehilangan air yang besar dan sebaliknya. Penyebab kehilangan air terbagi menjadi dua macam yaitu : 1. Fisik Kehilangan air disebabkan oleh jaringan pipa yang sudah rusak, tua dan bocor, kerusakan meter air dan pengaliran air tidak tercatat oleh meter air. 2. Administrasi Kehilangan air disebabkan oleh keberadaan sambungan ilegal dan ketidakakuratan dalam pencatatan administrasif. Tingkat kehilangan air pada perencanaan ini untuk setiap tahap diperkirakan sebagai berikut : 1. Tahap I : 30 % 2. Tahap II : 20 %
4.6.8 Fluktuasi Kebutuhan Air
Jumlah pemakaian air oleh masyarakat untuk setiap waktu tidak berada dalam nilai yang sama. Aktivitas manusia yang berubah-ubah untuk setiap waktu menyebabkan pemakaian air selama satu hari mengalami perubahan naik dan turun atau dapat disebut juga berfluktuasi. Fluktuasi pemakaian air terbagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Pemakaian hari maksimum Pemakaian hari maksimum merupakan jumlah pemakaian air terbanyak dalam satu hari selama satu tahun. Debit pemakaian hari maksimum digunakan sebagai acuan dalam membuat sistem transmisi air baku air minum. Perbandingan antara debit pemakaian hari maksimum dengan debit rata-rata akan menghasilkan faktor maksimum, fm. Besarnya faktor hari maksimum untuk Bandung Selatan adalah sebesar 1,1.
IV-19
Dasar Perencanaan
2. Pemakaian jam puncak Jam puncak merupakan jam dimana terjadi pemakaian air terbanyak dalam 24 jam. Faktor jam puncak (fp) mempunyai nilai yang berbanding terbalik dengan jumlah penduduk. Semakin tinggi jumlah penduduk maka besarnya faktor jam puncak akan semakin kecil. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya jumlah penduduk maka aktivitas penduduk tersebut pun akan semakin beragam sehingga fluktuasi pemakaian akan semakin kecil pula. Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi kebutuhan jam puncak adalah perkembangan dari kota yang bersangkutan. Perkembangan yang terjadi dapat menentukan karakteristik kota. Namun secara garis besar, untuk kota besar nilai fp akan sebesar 1,3, kota sedang sekitar 1,5, dan untuk kota kecil adalah 2. Pemakaian jam maksimum menunjukkan besarnya pengaliran maksimum pada saat jam puncak. Dengan mengetahui nilai pemakaian jam maksimum maka pengoperasian sistem distribusi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan ini. Perbandingan antara debit pemakaian jam maksimum dengan debit rata rata akan menghasilkan faktor puncak, fp. Besarnya faktor hari maksimum untuk Bandung Selatan adalah sebesar 1,3.
4.6.9 Rekapitulasi Kebutuhan Air Terlayani
Dalam usaha penyediaan air bersih, kebutuhan air bersih di wilayah perencanaan tidak dapat dilayani secara keseluruhan. Berdasarkan tingkat pelayanan, kebocoran dan nilai fluktuasi yang direncanakan maka dapat diketahui jumlah kebutuhan air terlayani yang dapat dilihat pada Table 4.15.
IV-20
Dasar Perencanaan
Tabel 4.15 Rekapitulasi Kebutuhan Air Terlayani di Bandung Selatan Uraian Total Kebutuhan Air Tingkat Pelayanan Persentase Kebutuhan Air Terlayani Tingkat Kehilangan Air Persentase Debit Kehilangan Kebutuhan Air Pengolahan Kebutuhan Air Rata-Rata Kebutuhan Hari Maksimum (fm = 1,1) Kebutuhan Jam Puncak (fp = 1,3) Q max Q puncak
Satuan L/det
2010 646,7
2015 712
2020 805,6
2025 887,1
% L/det
60 388
65 462,8
70 564
75 665,3
% L/det L/det L/hari L/det
30 116,4 504,5 43585605,6
30 138,8 601,7 51984105,3
20 112,8 676,7 58470636,7
20 133,1 798,4 68983462,1
1,1
1,1
1,1
1,1
1,3 47944166,1 554,9 65378408,4 756,7
1,3 57182515,8 661,8 67579336,8 782,2
1,3 64317700,3 744,4 76011827,7 879,8
1,3 75881808,3 878,3 89678500,7 1037,9
L/det L/hari L/det L/hari L/det
Sumber : Hasil Perhitungan
Berdasarkan perhitungan di atas, maka kapasitas pengolahan IPAM Cimenteng yang harus disediakan adalah sebesar 798,4L/det sesuai dengan kebutuhan rata-rata tahun 2025. Berdasarkan perhitungan ini maka minimal rencana pembangunan IPAM Cimenteng berkapasitas 800L/detik sehingga proses perencanaan dapat dilanjutkan pada perencanaan jalur distribusi dengan mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis.
IV-21