BAB 2 Sistem Utilitas Distribusi Jaringan Listrik Pada bab ini akan diuraikan penjelasan teori sistem informasi utilitas secara umum berikut istilah yang ada dalam sistem utilitas serta tahapan pekerjaan dari utilitas, sistem distribusi jaringan listrik beserta elemen-elemen dari jaringan listrik, dan kaitan informasi spasial dalam distribusi jaringan listrik tertutama dalam kaitan informasi topografi dan skala peta.
2.1 Sistem Informasi Utilitas Sistem informasi utilitas adalah sistem informasi berbasis komputer yang dirancang secara khusus untuk mengumpulkan, menyimpan, dan memanipulasi data utilitas yang erat kaitannya di dalam bentuk pelayanan umum (public service) terhadap segala fasilitas infrastruktur yang menyangkut hajat hidup orang banyak dimana umumnya berada di daerah perkotaan (urban area) seperti pelayanan air minum, saluran buangan (drainage), telepon, listrik, pipa gas.
Gambar 2.1 Sketsa Jenis-Jenis Utilitas disuatu kota (Sumber : Hakim, 2006)
7
Karakteristik umum dari utilitas itu sendiri berbentuk suatu jaringan (network) yang terhubung kepada pelanggan. Adapun lokasi jaringan utilitas terletak disekitar area badan jalan dalam artian posisi realtifnya berada di tepi jalan (pinggir jalan) atau terletak di dalam badan jalan. Pada gambar 2.1 diperlihatkan secara umum gambaran letak dari masingmasing utilitas di bawah permukaan tanah, di suatu kota dimana terdapat kabel telepon (TEL) yang letaknya selalu berada diatas pipa air minum (AM), pipa gas (GAS), dan kabel listrik (PLN), serta letak saluran buangan (Drainage) yang selalu berada paling bawah dan agak jauh diantara utilitas yang lain. Hal ini dikarenakan untuk mencegah terkontaminasinya saluran air minum apabila terjadi kebocoran. 2.1.1 Istilah Dalam Utilitas Menurut [Hakim, 2006], sebelum berkembangnya teknologi digital maka pada masa lalu sistem informasi utilitas dibuat secara konvensional. Dimana terdapat 2 sistem yaitu: 1. Sistem Kolektif
Gambar 2.2.a Sistem Kolektif
2.
Sistem Tumpang Susun
Gambar 2.2.b Sistem Tumpang Susun
Dari kedua gambar diatas diperlihatkan bahwa sewaktu sistem konvensional masih diterapkan, untuk membuat sistem informasi utilitas akan membutuhkan waktu yang relatif lama sebab masing-masing tahapan tidak dapat dilakukan pada saat yang bersamaan. Sedangkan letak perbedaan dari kedua sistem diatas ialah pada tahapan penyatuan peta utilitas dan topografi (transparan) sebelum menghasilkan sebuah sistem informasi utilitas.
8
Konsep Sistem Informasi Utilitas berkembang luas seiring perkembangan teknologi informasi secara global, namun secara tidak langsung telah menimbulkan perbedaan persepsi hubungan antara Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan Automated Mapping / Facility Management (AM/FM). Kedua istilah ini sering diartikan berbeda dikalangan pemakai (terutama di Negara Eropa), hal ini jelas terlihat dikarenakan ada dua pandangan persepsi yang berbeda. Persepsi pertama mengartikan bahwa AM/FM merupakan sub bagian dari SIG, dimana kalangan ini memiliki pandangan dasar SIG menaungi semua kegiatan industri dan AM/FM sebagai pendukung dari SIG. Sedangkan persepsi kedua mengatakan bahwa AM/FM setara dengan SIG, sebabnya AM/FM maupun SIG keduanya membutuhkan basis data spasial [Syarbini, 1993 setelah Emery, 1989]. Pada Hakekatnya AM/FM merupakan suatu sistem yang mengelola tentang informasi yang lebih presisi, detail dan operasional teknis dalam hal pengambilan kebijakan, sedangkan SIG mengatur atau mengelola informasi dalam lingkup yang lebih global seperti : lingkup perencanaan , perijinan, zoning, pemanfaatan tata guna tanah, dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan AM/FM merupakan aplikasi dari SIG. Dalam perencanaan dan pengaturan utilitas, diperlukan juga peta yang merupakan visualisasi dari data spasial. Seperti diketahui sejak dulu peta sudah menjadi media yang membantu dalam perencanaan, desain dan konstruksi, serta pemeliharaan dalam pekerjaan-pekerjaan rekayasa termasuk dalam pengaturan dan perencanaan utilitas. Ketelitian dan akurasi peta dalam perencanaan dan pengaturan utilitas merupakan faktor yang harus diperhatikan. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam perencanaan utilitas yaitu: 1. Lokasi dari utilitas, berada diatas atau dibawah tanah. 2. Elemen dari utilitasnya, berupa kabel atau pipa. 3. Kepadatan dari elemen-elemen utilitas dan unsur-unsur geografi yang diperlukan dalam perencanaan dan pengaturan utilitas. 4. Dampak jika terjadi kesalahan dalam penentuan lokasi dari elemen-elemen utilitas, seperti kebakaran pada pipa gas atau daya listrik pada kabel-kabel listrik.
9
2.1.2 Tahapan Pekerjaan Sistem Utilitas Umumnya bentuk pekerjaan yang terkait dengan sistem utilitas dibedakan atas 4 tahapan, yaitu: 1.Perencanaan Tahap perencanaan merupakan tahap awal dalam membuat suatu pekerjaan sebelum pelaksanaannya di lapangan. Pada tahap ini diperlukan informasi-informasi yang bersifat umum. Contoh pekerjaan perencanaan sistem utilitas pada sistem jaringan listrik antara lain: perencanaan jalur jaringan baru, perencanaan lokasi dan distribusi dari elemen-elemen listrik seperti gardu induk, gardu distribusi, tiang dan sebagainya. 2.Desain dan Konstruksi Pekerjaan yang dilakukan pada tahap desain dan konstruksi merupakan proses kelanjutan dari yang telah direncanakan pada tahap perencanaan. Pada tahap ini data dan informasi harus detail dan akurat, karena terkait langsung dengan implementasi pekerjaan di lapangan. Contoh pekerjaan konstruksi sistem utilitas pada sistem jaringan listrik antara lain: pemasangan jaringan kabel, pemasangan elemen-elemen jaringan listrik seperti gardu, tiang. 3.Pemeliharaan Tahapan ini bertujuan menjaga alur distribusi listrik dari pembangkit hingga ke konsumen dapat berjalan dengan baik serta melakukan perbaikan apabila terjadi kerusakan terhadap elemen-elemen jaringan listrik. Untuk menjaga agar distribusi listrik dapat berjalan dengan baik dan lancar diperlukan pemeliharaan terhadap elemen-elemen listrik secara berkala. Contoh pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan sistem jaringan listrik antara lain: pemeliharaan jaringan kabel, perbaikan elemenelemen listrik yang mengalami kerusakan dan lainnya. 4. Administrasi dan Keuangan Tahapan ini merupakan tahap terakhir dari pekerjaan yang terkait sistem utilitas, dimana bertujuan untuk mengorganisir seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan ketiga tahapan sebelumnya menjadi lebih teratur dari segi administrasi dan keuangan.
10
2.2 Sistem Distribusi Jaringan Listrik Pengertian sistem distribusi jaringan listrik adalah sistem distribusi yang merupakan bagian dari sistem kelistrikan yang terdapat diantara gardu induk sampai ke pelanggan [Deliar, 1994].
2.2.1 Sistem Distribusi Gambaran umum sistem distribusi listrik ialah sebagai berikut:
Gambar 2.3 Diagram Sistem Distribusi Listrik (Sumber : Setiawan, 2005)
11
Keterangan:
Gambar 2.4 Keterangan Sistem Distribusi Listrik
Metoda distribusi listrik dari pembangkit hingga ke konsumen adalah sebagai berikut: 1. Daya listrik yang dihasilkan oleh pembangkit sebesar 6 KV dinaikkan tegangannya oleh gardu pembangkit yang memiliki trafo step up menjadi sebesar 500 KV. 2. Daya listrik sebesar 500 KV didistribusikan ke banyak gardu induk, kemudian di gardu induk tegangan sebesar 500 KV diturunkan menjadi 150 KV dan diturunkan lagi menjadi 20 KV dengan trafo step down yang dimiliki oleh gardu induk. 3. Daya listrik sebesar 20 KV didistribusikan ke banyak gardu distribusi, kemudian di gardu distribusi tegangan sebesar 20 KV diturunkan menjadi 380 V dengan trafo step down yang dimiliki oleh gardu distribusi. 4. Daya listrik sebesar 220/380 V ada sebagian yang langsung didistribusikan ke industri-industri dan perumahan yang memerlukan daya listrik sebesar 220/380 V. Menurut [Setiawan, 2005], secara umum sistem distribusi listrik yang dikenal berasal dari pembangkit hingga kepelanggan dibagi atas tiga jenis sistem distribusi yaitu: 1. Sistem Distribusi Tegangan Tinggi 2. Sistem Distribusi Tegangan Menengah 3. Sistem Distribusi Tegangan Rendah 12
1. Sistem Distribusi Tegangan Tinggi (TT) Sistem Distribusi ini menghubungkan Pembangkit, Gardu Pembangkit dan Gardu Induk. Pada Distribusi Listrik Tegangan Tinggi, tegangan 6 KV yang dihasilkan Pembangkit dinaikan oleh Gardu Pembangkit
menjadi 500 KV yang
kemudian diturunkan oleh Gardu induk menjadi 150 KV dan 20 KV untuk kemudian didistribusikan ke Gardu Distribusi. Ada 3 macam sistem distribusi listrik tegangan tinggi yaitu: 1. Sistem Transmisi Radial
Gambar 2.5 Sistem Transmisi Radial TT
2. Sistem Transmisi Ring
Gambar 2.6 Sistem Transmisi Ring TT
3. Sistem Transimisi Grid
Gambar 2.7 Sistem Transmisi Grid TT
13
Sistem transmisi radial umumnya digunakan dalam distribusi listrik tegangan tinggi di daerah-daerah luar Jawa. Listrik yang berasal dari Gardu Pembangkit didistribusikan ke gardu-gardu induk melalui jalur jaringan, dimana setiap jalur terdiri atas satu Gardu Induk atau lebih. Dalam sistem transmisi ring setiap gardu induk memiliki hubungan dengan gardu induk lain sehingga membentuk sebuah ring. Apabila terjadi kerusakan atau pemutusan jaringan pada salah satu jalur maka distribusi listrik ke gardu induk bisa dilakukan melalui jalur jaringan lain. Sistem transmisi grid merupakan kombinasi dari sistem transmisi radial dengan sistem transmisi ring. Umumnya sistem transmisi ini banyak digunakan pada daerah-daerah di Jawa.
2. Sistem Distribusi Tegangan Menengah (TM) Sistem distribusi ini menghubungkan Gardu Induk dengan Gardu Distribusi. Pada Distribusi Listrik Tegangan Menengah, tegangan 20 KV yang dihasilkan oleh Gardu Induk diturunkan oleh Gardu Distribusi menjadi 380 V. Ada 3 macam sistem distribusi listrik tegangan menengah yaitu: 1. Sistem Transmisi Radial
Gambar 2.8 Sistem Distribusi Radial TM
2. Sistem Transmisi Ring
Gambar 2.9 Sistem Distribusi Ring TM
14
3. Sistem Transmisi Spindel
Gambar 2.10 Sistem Distribusi Spindel TM
Sistem transmisi radial lebih banyak digunakan didaerah pedesaan, dimana prinsipnya sama dengan sistem transmisi radial pada tegangan tinggi yaitu listrik yang berasal dari Gardu Induk didistribusikan ke gardu-gardu distribusi melalui jalur jaringan, dimana setiap jalur terdiri atas satu Gardu Distribusi atau lebih. Dalam sistem ring terdapat keterhubungan jaringan antara Gardu Distribusi yang satu dengan yang lain sehingga membentuk ring, apabila terjadi kerusakan atau pemutusan maka distribusi listrik ke suatu Gardu Distribusi dapat melalui jalur yang lain. Sistem distribusi spindel merupakan sistem yang digunakan di daerah-daerah perkotaan dan merupakan kombinasi sistem radial dan sistem ring.
3. Sistem Distribusi Tegangan Rendah (TR) Pada Distribusi Listrik Tegangan Rendah, tegangan 220/380 V yang dihasilkan oleh Gardu Distribusi didistribusikan ke pelanggan-pelanggan melalui tiang-tiang pelanggan. Metoda pendistribusiannya bersifat hirarki (struktur pohon dan bercabang).
Gambar 2.11 Sistem Distribusi Listrik Tegangan Rendah
15
2.2.2 Elemen-Elemen Sistem Jaringan Listrik Dalam menunjang operasional kegiatan kelistrikan ada beberapa komponen ataupun peralatan–peralatan yang umumnya digunakan dalam sistem operasional pendistribusian jaringan listrik, dimana jenis informasi dan perlengkapan ini merupakan salah satu bagian penting dalam sistem informasi jaringan distribusi listrik. Adapun jenis informasi dan perlengkapan dari sistem jaringan distribusi listrik itu antara lain : 1. Pembangkit Pembangkit merupakan elemen listrik yang paling utama karena pembangkit menghasilkan tenaga listrik yang digunakan sehari-hari. Ada beberapa jenis pembangkit tenaga listrik diantaranya pembangkit listrik tenaga air, diesel, uap, dan nuklir. 2. Gardu Gardu merupakan tempat sekumpulan perlengkapan yang digunakan untuk membangkitkan dan melayani aliran listrik. Gardu dibedakan menjadi 4 jenis yaitu: a. Gardu Pembangkit (GP) Gardu Pembangkit merupakan gardu yang berfungsi untuk menaikkan tegangan listrik yang dihasilkan oleh pembangkit, untuk selanjutnya didistribusikan ke gardu-gardu induk. b. Gardu Induk (GI) Gardu Induk merupakan gardu yang mendistribusikan listrik ke gardu distribusi, dimana sebelum didistribusikan terlebih dulu dilakukan proses penurunan tegangan. c. Gardu Distribusi (GD) Gardu distribusi berfungsi untuk mendistribusikan listrik ke pelanggan melalui tiang-tiang pelanggan. sebelum listrik didistribusikan ke konsumen.
16
d. Gardu Hubung (GH) Gardu hubung berfungsi untuk menghubungkan gardu-gardu distribusi yang berasal dari jalur yang berbeda. Gardu ini digunakan pada sistem distribusi listrik tegangan menengah yang menggunakan sistem spindel. 3. Tiang Tiang merupakan elemen listrik yang menghubungkan jaringan antar kabel pada saluran kabel udara. Pada distribusi listrik tegangan tinggi tiang dinamakan sebagai tiang transmisi, pada distribusi listrik tegangan menengah tiang dinamakan tiang distribusi, dan pada distribusi tegangan rendah tiang dinamakan sebagai tiang pelanggan. 4. Jointer Jointer merupakan elemen listrik yang berfungsi menghubungkan jaringan antar kabel pada saluran kabel bawah tanah berbentuk seperti elemen penghubung. 5. Trafo Trafo merupakan elemen listrik yang berfungsi untuk menaikan atau menurunkan tegangan. Trafo selalu berada dalam setiap gardu, karena dalam setiap gardu selalu dilakukan penaikan atau penurunan tegangan. 6. Pemutus Tenaga (PMT) Pemutus tenaga atau PMT merupakan elemen listrik yang berfungsi untuk memutuskan daya listrik pada suatu jaringan. Sama halnya dengan trafo, PMT selalu berada pada setiap gardu. PMT akan bekerja secara otomatis memutuskan daya listrik bila terjadi kerusakan. 7. Jaringan Kabel Saluran Udara Jaringan kabel udara merupakan jaringan kabel yang ditempatkan di atas permukaan bumi dengan bantuan tiang-tiang. Jaringan kabel berfungsi untuk menghantarkan listrik dan menghubungkan elemen-elemen jaringan listrik yang satu dengan yang lain, baik dari pembangkit ke gardu induk, dari gardu induk ke gardu distribusi, dan dari gardu distribusi ke konsumen. 8. Jaringan Kabel Bawah Tanah Jaringan kabel bawah tanah merupakan jaringan kabel yang ditempatkan dibawah permukaan bumi. Biasanya jaringan kabel bawah tanah digunakan akibat dari
17
tidak dimungkinkannya digunakan jaringan kabel saluran udara atau karena pertimbangan lain. Jaringan kabel bawah tanah paling banyak digunakan pada sistem distribusi listrik tegangan menengah di beberapa kota besar. 9. Kwh Meter Kwh meter merupakan elemen listrik yang berfungsi untuk mencatat berapa pemakaian daya listrik pada suatu konsumen. Selain itu Kwh meter merupakan representasi dari pelanggan-pelanggan PLN, karena setiap pelanggan PLN pasti memiliki Kwh meter yang berbeda indentitasnya antara satu dengan yang lain. 10. Lampu Umum Selain didistribusikan kepada pelanggan seperti rumah tangga dan industri, listrik juga digunakan untuk keperluan-keperluan publik atau umum seperti lampu lalu lintas, lampu jalan, lampu-lampu taman umum dan lain sebagainya. Tabel 2.1 menguraikan setiap elemen-elemen kelistrikan yang umumnya berada pada masing-masing sistem distribusi jaringan listrik. Tabel 2.1 Elemen-Elemen Sistem Distribusi Listrik
No
Elemen Listrik
SDTT
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Pembangkit Gardu Pembangkit Gardu Induk Gardu Distribusi Gardu Hubung Tiang Jointer Trafo PMT Jaringan Kabel Udara Jaringan Kabel Tanah KwhMeter Lampu Umum
* * * * * * *
SDTM
* * * * * * * * *
SDTR
* * * * * * * * *
Keterangan: SDTT = Sistem Distribusi Tegangan Tinggi SDTM = Sistem Distribusi Tegangan Menengah SDTR = Sistem Distribusi Tegangan Rendah * = Elemen yang ada
18
2.3 Kaitan Informasi Spasial Dalam Distribusi Jaringan Listrik Informasi spasial adalah informasi mengenai data yang memiliki referensi ruang kebumian (georeference) dimana berbagai data atribut terletak dalam berbagai unit spasial [www.opengeospatial.org]. Pengertian ini menegaskan bahwa segala jenis informasi yang erat kaitannya dengan unsur keruangan kebumian
merupakan
informasi spasial. Distribusi jaringan listrik memerlukan informasi spasial dalam membantu pekerjaan yang terkait didalamnya, sehingga hubungan antara kedua hal tersebut bersifat mutlak. Istilah informasi spasial dikenal dengan nama informasi geografis yang merupakan representasi dari kumpulan data spasial yang berbentuk grafis bernama peta. 2.3.1 Informasi Topografi Terkait Jaringan Listrik Informasi topografi
sangat diperlukan dalam membantu perencanaan dan
pengaturan utilitas. Hal ini diperkuat oleh beberapa pendapat yang menyatakan bahwa informasi topografi berperan dalam membantu perencanaan dan pengaturan utilitas diantaranya [Setiawan, 2005]: 1. Informasi topografi merupakan informasi utama yang diperlukan dalam perencanaan dan pengaturan utilitas. Informasi topografi itu adalah tepi jalan, pagar, bangunan, nama jalan dan sebagainya [Konechy, 1981]. 2. Informasi yang harus ada dalam perencanaan dan pengaturan suatu sistem utilitas adalah topografi, pola drainase, kondisi permukaan tanah, lokasi jalan, arah jalan dan sebagainya [Novotny, 1990]. 3. Informasi topografi untuk keperluan perusahaan telekomunikasi diperlukan informasi mengenai as jalan dan drainase. 4. Informasi topografi yang diperlukan dalam perencanaan dan pengaturan utilitas dibedakan atas [GEU, 1989]: a. Informasi topografi utama, diantaranya informasi mengenai batas luar bangunan, nama jalan, no rumah, dan sebagainya.
19
b. Informasi topografi tambahan, diantaranya pohon, point-point dari elemenelemen utilitas seperti tiang listrik, hidrant, dan sebagainya. Berikut ini penjelasan tentang informasi topografi, yang antara lain : 1. Jalan Informasi yang diperlukan dari unsur jalan adalah informasi mengenai nama jalan, lebar dan jenis jalan. Informasi mengenai nama jalan diperlukan dalam pendefinisian lokasi dari elemen-elemen sistem jaringan listrik yang berada atau melewati jalan seperti jaringan kabel. Sedangkan informasi mengenai lebar jalan dan jenis jalan diperlukan dalam perencanaan pekerjaan konstruksi sistem jaringan listrik yang melewati atau berada pada jalan. 2. Jaringan Jalan Informasi jaringan jalan sangat diperlukan sebagai pertimbangan dalam perencanaan sistem jaringan listrik, khususnya perencanaan sistem distribusi listrik tegangan tinggi. 3. Tepi Jalan dan Kedalaman Informasi tepi jalan adalah informasi mengenai posisi relatif dari beberapa elemen sistem jaringan terhadap tepi jalan. Hal ini berguna dalam mendefinisikan posisi beberapa elemen jaringan listrik menjadi teliti, yang antara lain khususnya kabel bawah tanah, tiang, dan jointer. Sedangkan Informasi mengenai kedalaman elemen listrik terhadap permukaan tanah diperlukan dalam menentukan posisi dan lokasi yang berada di dalam tanah seperti kabel bawah tanah. 4. Saluran Air Buangan Informasi mengenai posisi, lebar dan kedalaman saluran air buangan yang berada di sisi kanan-kiri jalan diperlukan dalam perencanaan dan konstruksi jaringan kabel, khususnya jaringan kabel bawah tanah. Kabel bawah tanah yang pemasangannya dekat atau berada pada saluran air buangan akan berisiko jika terjadi kerusakan pada kabel-kabel bawah tanah ini karena salah satu sifat air dapat menerima aliran listrik (konduktor).
20
5. Pepohonan Lokasi daerah yang memiliki banyak pepohonan besar merupakan daerah yang dihindari oleh jaringan kabel udara karena dapat merusak dan memutuskan jaringan kabel, misalkan ketika ada pohon yang tumbang dan mengenai jaringan kabel sehingga merobohkan tiang dan memutuskan aliran listrik pada suatu daerah. 6. Daerah Administrasi Informasi mengenai daerah administrasi berfungsi untuk mendefinisikan lokasi dan posisi dari elemen-elemen jaringan listrik yang posisi dan lokasinya didefinisikan terhadap daerah administrasi. Informasi mengenai daerah administrasi juga terkait dengan daerah kerja dari kantor pelayanan PLN dan daerah kerja dari elemen-elemen listrik sendiri. 7. Kontur Untuk mengetahui bentang topografi dari suatu daerah maka informasi yang diperlukan adalah informasi mengenai ketinggian, yang pada suatu peta digambarkan dengan garis kontur. Keadaan atau bentang topografi dari suatu daerah sangat diperlukan khususnya dalam perencanaan dan pengaturan sistem distribusi listrik tegangan tinggi yang harus menghubungkan elemen-elemen jaringan listrik dengan jarak yang sangat jauh. 8. Bangunan Dalam visualisasinya pada peta, bangunan merupakan gambaran dari lokasi pelanggan-pelanggan PLN. Informasi mengenai mengenai posisi dari pelangganpelanggan PLN secara visual pada peta sangat diperlukan dalam membantu perencanan sistem distribusi listrik, khususnya distribusi listrik tegangan rendah. Selain itu tinggi dan tipe dari suatu bangunan dapat memberikan gambaran tentang kondisi bangunan disuatu pemukiman sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam mendesain jaringan listrik yang melewati bangunan. 9. Persil Informasi mengenai persil berguna dalam mendefinisikan posisi dari elemenelemen listrik dan posisi dari pelanggan sendiri. Selain itu informasi mengenai
21
kepemilikan persil akan berguna untuk perizinan dan pembebasan lahan jika harus dilakukan pembebasan lahan akibat adanya elemen dan jaringan listrik yang berada atau melewati persil. 10. Bench Mark (BM) Dalam tahap pekerjaan perencanaan, konstruksi dan perbaikan seperti pemasangan kabel-kabel dan elemen-elemen listrik, informasi posisi yang akurat sangat diperlukan, untuk mendapatkan informasi posisi yang akurat dan bergeoreferensi diperlukan data dan informasi mengenai BM atau titik ikat. Tabel 2.2 menguraikan secara terperinci dari masing-masing informasi topografi beserta penjelasannya yang umumnya berada pada tiap tahapan pekerjaan utilitas jaringan listrik. Tabel 2.2 Informasi Topografi Dalam Utilitas Sistem Jaringan Listrik No 1.
Informasi Topografi Jalan
2.
Jaringan Jalan
3.
Tepi Jalan dan Posisi relatif elemen sistem Kedalaman jaringan listrik terhadap tepi jalan dan terhadap permukaan tanah SaluranBuangan Lokasi selokan, lebar, kedalaman Pepohonan Lokasi pepohonan
4. 5. 6.
Informasi Spasial dan Deskriptif Nama jalan, lebar, jenis/tipe Jaringan jalan
7.
Daerah Administrasi Kontur
8.
Bangunan
9.
Persil
Lokasi bangunan, tinggi, tipe Lokasi persil, kepemilikan
10.
BM
Lokasi BM,Koordinat BM
P
DK
PP
*
*
*
*
*
* *
Nama dan batas daerah
*
Ketinggian suatu daerah
*
*
* *
*
*
*
* *
*
Keterangan: P = Perencanaan DK = Desain Konstruksi PP = Pemeliharaan Perbaikan * = Informasi yang ada
22
2.3.2
Kaitan Skala Peta Pada Sistem Jaringan Listrik. Untuk membantu dalam memberikan gambaran mengenai posisi dari elemen
sistem
jaringan
listrik
dan
informasi
topografi
dapat
dilakukan
dengan
menvisualisasikan atau menggambarkannya dalam suatu peta. Artinya sebuah peta memegang peranan yang sangat penting dalam membantu pekerjaan terkait jaringan listrik. Setiap tahap pekerjaan memerlukan data mengenai elemen jaringan listrik dan informasi topografi dengan standar ketelitian yang berbeda-beda. Dimana ketelitian data
akan sangat terkait dengan skala peta yang akan digunakan, berikut ini
penjelasan dari masing-masing tahap: 1. Tahap Perencanaan Untuk tahap perencanaan umumnya skala peta yang digunakan merupakan peta skala kecil yakni antara peta skala 1:5000, 1:10000, 1:25000 atau bahkan 1:50000, karena umumnya informasi spasial yang diperlukan merupakan informasi yang bersifat umum dan tidak memerlukan informasi dengan ketelitian yang tinggi. Selain itu setiap pekerjaan perencanaan dari masing-masing sistem distribusi listrik memerlukan data spasial peta pada skala yang berbeda-beda, hal ini dikarenakan setiap sistem distribusi listrik memiliki elemen-elemen jaringan listrik masing-masing, dimana jarak antar elemen-elemen pada masing-masing sistem distribusi berbeda-beda. 2. Tahap Desain dan Konstruksi Tahap desain dan konstruksi terkait dengan implementasi pekerjaan di lapangan seperti pemasangan kabel-kabel bawah tanah dan kabel-kabel saluran udara, pemasangan elemen-elemen listrik seperti tiang, jointer dan sebagainya. Seperti kita ketahui bahwa dalam implementasi pekerjaan di lapangan dibutuhkan informasi yang sangat akurat dan teliti khususnya informasi yang terkait dengan posisi dan lokasi. Ketelitian posisi dan lokasi yang diperlukan pada pekerjaan desain dan konstruksi hingga satuan meter bahkan bisa hingga di bawah satuan meter. Sebagai contoh ketika akan menentukan posisi relatif dari kabel-kabel bawah tanah terhadap tepi jalan maka diperlukan ketelitian data jarak hingga satuan
23
meter. Oleh karena itu pada tahap desain dan konstruksi ini diperlukan peta yang sangat teliti. Skala peta yang dapat digunakan diantaranya adalah peta pada skala 1:1000. Bahkan untuk pekerjaan desain dan konstruksi tertentu memerlukan peta dengan skala yang lebih besar dari 1:1000 seperti peta skala 1:500, 1:250, atau lebih besar dari 1:250. 3. Tahap Pemeliharaan dan Perbaikan Sama halnya dengan tahap konstruksi, tahap pemeliharaan dan perbaikan sangat memerlukan data dan informasi yang akurat dan teliti karena terkait dengan implementasi pekerjaan di lapangan, apalagi untuk pekerjaan yang membutuhkan informasi mengenai posisi dan lokasi yang akurat. Sebagai contoh ketika akan dilakukan perbaikan terhadap kabel bawah tanah yang mengalami kerusakan, maka diperlukan ketelitian data jarak hingga satuan meter agar sewaktu akan dilakukan penggalian tanah untuk memperbaiki kabel, posisi dari kabel dapat ditentukan secara tepat. Oleh karena itu skala peta yang digunakan umumnya merupakan peta pada skala besar, sama seperti halnya dengan ukuran skala peta yang digunakan pada tahap desain dan konstruksi yaitu 1:1000 atau lebih. Setiap pekerjaan konstruksi dan pemeliharaan semuanya memerlukan peta pada skala yang sangat besar. Sistem distribusi listrik tidak lagi menjadi pertimbangan yang utama dalam menentukan skala peta. Semuanya tergantung dari ketelitian dan keakuratan dari informasi spasial yang diperlukan dalam setiap pekerjaannya. Tabel 2.3 Skala Peta Dalam Pekerjaan Sistem Jaringan Listrik No 1.
Tahap Pekerjaan
Skala Peta
2.
Perencanaan dan Desain a. Sistem Distribusi Tegangan Tinggi b. Sistem Distribusi Tegangan Menengah c. Sistem Distribusi Tegangan Rendah Konstruksi
1:25000 dan 1:50000 1:10000 1:5000 ≥1:1000
3.
Pemeliharaan dan Perbaikan
≥1:1000
24