BAB 2 SEJARAH PALESTINA TAHUN 1917-1947
Menelusuri sejarah suatu bangsa memerlukan keseriusan dalam menapaki tiap peristiwa yang terjadi di tiap tahunnya, karena hal tersebut berpengaruh dan memberi manfaat agar dapat memprediksi apa saja yang kelak terjadi di masa depan. Menelaah kisah hidup dua bangsa yang hidup dalam satu wilayah secara bersama dimana masing-masing dari kedua bangsa tersebut menaruh kecintaan terhadap wilayah yang bernama Palestina. Kedua bangsa tersebut adalah Israel dan Palestina. Kisah panjang kedua bangsa tersebut dimulai dari zaman nabi-nabi terdahulu, dimana tidak ada yang menafikan bahwa salah satu peristiwa terbesar dalam sejarah agama samawi setelah periode Zulkifli, Daud, dan Sulaiman adalah berhasil direbutnya kota Yerusalem pada awal ke-6 Masehi. Kota Aeia yang telah dikuasai pihak Romawi, akhirnya jatuh ke tangan muslimin pada zaman Khalifah Umar bin Khatthab. 23 Menelusuri perjalanan panjang sejarah Palestina dan Israel sesudah berdirinya negara Israel pada tahun 1948, tidak terlepas untuk mengetahui pula sejarah dan berbagai peristiwa yang mewarnai kedua bangsa tersebut di masa sebelumnya.
2.1 Sejarah Palestina dan Yahudi Sebelum Pemerintahan Mandat Inggris Bagi kaum Muslimin, sejarah Palestina di masa lalu berkaitan erat dengan kisah penyebaran agama Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad yang hanya membutuhkan waktu sepuluh tahun sehingga Islam menyebar ke berbagai penjuru negara-negara Arab. Wilayah yang berhasil dikuasai oleh Islam membentang dari daerah yang paling selatan yaitu di ujung Jazirah Arab, Yaman, hingga wilayah Syam di utara. Pada tahun 1187, pemerintahan Islam menguasai Palestina. Pemerintahan ini dipimpin oleh Sultan Abdul Hamid II dari Dinasti Turki Usmani tahun 1878. Saat pemerintahannya tersebut, wilayah Palestina terbagi atas wilayah administratif sub provinsi, yaitu Pertama, Sanjak Acre-Wilayah Beirut. Kedua, Sanjak Balqa-Wilayah Beirut. Ketiga, Sanjak Yerusalem. Total penduduk saat itu 23
Abu Aiman. Rahasia di Balik Penggalian Al-Aqsha. Jakarta: Ramala Books. 2007,52.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
11
adalah 440.000 orang dengan komposisi Muslim 387.200 orang-88%, Kristen 39.600 orang-9%, dan Yahudi 13.200 orang-3%. 24 Penguasaan Islam ke berbagai penjuru negara-negara Arab termasuk wilayah Palestina (Yerusalem), menjadi salah satu factor yang membuat Islam dalam waktu singkat menjadi agama yang mendominasi dunia hingga awal abad ke-20, yaitu pada saat jatuhnya khalifah Usmani di Turki pada tahun 1924 M. 25 Sementara itu, menurut sumber resmi pemerintah Israel mencatat bahwa sejarah bangsa Yahudi (The Jewish People) dimulai sejak 4000 tahun lalu dengan tokoh utama Ibrahim (Abraham), Ishak (Issac), dan Ya’kub (Jacob), yang juga dikenal dengan nama Israel. Adapun sejarah perjalanan Israel dibagi ke dalam 15 periode seperti yang disebutkan oleh sumber resmi dari pemerintah Israel yaitu 1.Masa Ibrahim (Abraham), Ishak (Issac), dan Ya’kub (Jacob) sekitar abad ke-17 SM., 2. Masa eksodus dari Mesir di bawah kepemimpinan Musa yang menetap di “ Tanah Israel” yang dikatakan sebagai Land of Israel/ Eretz Israel sekitar abad ke-13-12 SM., 3. Masa Kerajaan Saul, Daud (David) dan Sulaiman (Solomon). Masa ini dimulai sekitar tahun 1020 SM. sampai 930 SM. Pada Sulaiman, kejayaan bangsa Yahudi mencapai puncaknya. Hal ini ditandai dengan pendirian “Kuil Sulaiman” (The Solomon Temple) di Yerusalem yang menjadi pusat kehidupan keagamaan bangsa Yahudi,
4. Masa terpecah-belahnya Kerajaan
Daud-Sulaiman yakni menjadi sekitar 40 kerajaan. Babilonia
menaklukkan
Kerajaan
Judah
dan
Di masa ini, Kerajaan
mengusir
sebagian
besar
penduduknya serta menghancurkan “Kuil Sulaiman” yang terjadi pada 586 SM., 5. masa pengusiran pertama oleh Babilonia yaitu pada tahun 585-538 SM. Pengusiran ini menandai dimulainya “persebaran kaum Yahudi” (The Jewish Diaspora), 6. masa pendudukan Persia dan masa Hellenisme yang terjadi pada tahun 538-142 SM., 7. masa Dinasti Hasmonean pada tahun 142-63 SM., 8. masa kekuasaan Romawi pada tahun 63 SM.-313 M., 9. masa pemerintahan Byzantine yaitu pada tahun 313-636 M., 10. masa pemerintahan Arab tahun 636-1099 M., 11. masa pemerintahan Tentara Salib pada tahun 1099-1291 M., 12. masa pemerintahan Mamluk tahun 1291-1516 M., 13. masa pemerintahan Usmani 24
H.E. Fariz Al Maehdawi, Derita Palestina Air Mata Kita, Jakarta,13 Januari 2009. Jakarta: Cendikiawan Marhaenis, 2009, 4. 25 Ibid.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
12
1517-1917 M., 14. masa pemerintahan Inggris pada tahun 1918-1948, dan 15.berdirinya negara Israel pada tanggal 14 Mei 1948. 26 Menelusuri sejarah Palestina lebih mendalam, bahwa Palestina adalah nama untuk wilayah barat daya negeri Syam. Wilayah Palestina terletak di bagian barat Asia dan bagian pantai timur Laut Tengah. Palestina terletak di titik strategis penting karena dianggap sebagai penghubung antara benua Asia dan Afrika, di samping sebagai pusat yang mempertemukan wilayah dunia Islam. 27 Adapun nama klasik untuk sebutan wilayah ini (Palestina) adalah “wilayah Kan’an”. 28 Penamaan suatu wilayah biasanya memiliki asal usul yang unik. Penamaan biasanya menggunakan nama suku yang bermukim di sana ataupun peristiwa unik yang pernah terjadi di wilayah tersebut, dan lain sebagainya. Pertama kali yang menduduki wilayah Palestina adalah bangsa Kan’an yang merupakan pendatang dari Jazirah Arab pada tahun sekitar 2500 SM. Adapun nama Palestina diambil dari salah satu bangsa-bangsa pelaut. 29 Cikal bakal datangnya salah satu bangsa pelaut yang menjadi filosofis bagi penamaan Palestina sampai saat ini adalah mereka datang dari daerah barat Asia kecil dan wilayah Laut Ijah yang terjadi pada sekitar abad ke 12 SM. Nama Palestina ditemukan dengan tulisan “PLST” dalam ukiran Mesir. Adapun konsonan akhir “N”, ditambahkan untuk kata benda bentuk jamak. Pada saat itu, bangsa pelaut tersebut bermukim di wilayah pesisir dan dengan cepat melakukan asimilasi dengan bangsa Kan’an. Bangsa pelaut ini juga tidak banyak menyisakan peninggalan-peninggalan yang berarti, kecuali memberikan nama saja yang sampai saat ini masih terus dipergunakan untuk wilayah Palestina. Batas-batas wilayah untuk Palestina pada zaman dahulu belum dikenal secara konkret seperti setelah tahun 1947. Secara umum, ada hal yang konstan mengenai wilayah Palestina yaitu bahwa Palestina tetap terletak di antara Laut Tengah, Laut Mati, dan Sungai Jordan. 30 Palestina telah menjadi wilayah yang dihuni oleh manusia sejak Sebelum Masehi (SM). Sebagaimana dapat diketahui
26
Ellen Hirsch, Facts About Israel. Israel Information Center. 1996, 10-31. Dr. Muhsin Muhammad Shaleh, Palestina: Sejarah, Perkembangan, dan Konspirasi. Jakarta: Gema Insani Press. 2002,13. 28 Ibid.,13. 29 Ibid. 30 Ibid.,14. 27
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
13
dari hasil penemuan arkeologi yang membuktikan bahwa wilayah Palestina sudah menjadi tempat berlangsungnya kehidupan manusia yang melalui fase-fase kehidupan pertama yaitu ketika kembali pada tradisi pertanian. Para arkeolog mengungkapkan fakta bahwa kota pertama kali yang dibangun dalam sejarah manusia adalah kota “Ariha” (Jericho) yang terletak di timur laut Palestina. Kota tersebut dibangun kira-kira pada tahun 8000 SM. 31 Ada peninggalan purbakala yang mengindikasikan bahwa manusia sudah mendiami wilayah Palestina sejak Zaman Batu (500-14.000 SM.) sebagaimana yang diidentifikasi oleh Zaman Batu Pertengahan (14.000-8.000 SM.) bahwa ada sesuatu yang dikategorikan sebagai bentuk kehidupan berperadaban yang dapat disebut sebagai Peradaban An-Nathufiah. Yakni kehidupan ketika bangsa Kan’an datang dari Jazirah Arab (2500 SM.) dalam jumlah besar sehingga membuat mereka menjadi penduduk mayoritas di sana. Kemudian mereka membuat kota yang tidak kurang dari 200 kota dan desa di Palestina, seserti kota-kota Pisan, Alaolan, Aka, Haifa, Al Khalil, Usdudu, Bi’ru Alsaba’, dan Bethlehem. 32 Kedatangan Nabi Ibrahim ke Palestina sekitar tahun 1900 SM. menjadi tonggak sejarah terbitnya agama Islam di sana. Nabi Ibrahim tinggal di Palestina dan mulai memainkan peran besar dalam penyebaran agama Islam. Keturunan Nabi Ibrahim sampai kepada Nabi Ya’qub memiliki keturunan sebanyak 12 orang yang merupakan keturunan yang dikenal dengan sebutan Bani Israel (Israel adalah julukan yang ditujukan untuk Nabi Ya’qub). Awalnya mereka masih tinggal di Palestina, namun mereka berhijrah (berpindah) ke Mesir dan mulai tinggal di sana. Di Mesir, Bani Israel mengalami kekejaman dari raja-raja Fir’aun selama berabad-abad sehingga kemudian Allah mengutus Nabi Musa pada abad ke 13 SM. untuk menyelamatkan mereka dari kekejaman Fir’aun. Bani Israel pun tidak ikut dengan rombongan Nabi Musa untuk kembali ke daerah Palestina, sehingga Allah menyebut Bani Israel sebagai kaum yang hina dan penakut. Sebagaimana diabadikan dalam Al Quran perkataan Bani Israel yang enggan untuk ikut rombongan bersama Nabi Musa yaitu ; “Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-alamanya, selagi mereka ada di dalamnya. Karena itu, pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.” (QS. Al Maidah: 24) 31 32
Ibid.,13. Ibid., 17-18.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
14
Nabi Musa kembali ke pangkuan Allah sebelum memasuki wilayah Palestina. Generasi Bani Israel mulai tumbuh dan bangkit setelah 40 tahun kemudian, dimana hal ini ditandai dengan keberhasilan Nabi Yusya’ bin Nun, yang memegang kendali kepemimpinan tahun 1190 SM., menyebrangi sungai Jordan dan berhasil menguasai daerah timur laut Palestina. Sejarah kepemimpinan di Palestina berlanjut sampai datangnya Nabi Daud yang memegang kendali kepemimpinan pada 1004 SM. dan berhasil memindahkan ibukota Palestina ke Al Quds pada tahun 995 SM. Kerajaannya menguasai sebagian besar negeri Palestina kecuali sebagian besar wilayah pesisir yang belum ditaklukkan. 33 Kerajaan Nabi Daud tetap berlanjut sampai 963 SM. lalu mulai digantikan oleh putranya, Sulaiman, yang berlangsung hingga 40 tahun lamanya (963-923 SM.). Pada masa dua kepemimpinan tersebut, Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, Palestina dapat dikatakan mencapai masa keemasanannya. Namun setelah wafatnya Sulaiman, kerajaan mulai terpecah menjadi dua negeri yang terpisah. Hal inilah yang menandai lahirnya kerajaan Israel yang terletak di bagian utara Palestina (923-721 SM.) dan kerajaan Yahuda 34 (923-586 SM.). 35 Menurut terminologi Ensiklopedia Britanica, Kerajaan Israel disebut sebagai kerajaan boneka. Kerajaan Israel semakin melemah kekuasaannya sampai akhirnya dikuasai oleh bangsa Asyuria yang berada di bawah kepemimpinan Raja Sarjun
Kedua.
Sementara
itu,
Kerajaan
Yahuda
tetap
melangsungkan
pemerintahannya sampai tahun 586 SM. yang beribu kota di Al Quds. Tidak jauh berbeda dengan kelemahan yang terjadi pada Kerajaan Israel, Kerajaan Yahuda pun akhirnya melemah sampai jatuh ditaklukkan oleh Raja Fir’aun Mesir di penghujung tahun 10 SM. Sejarah terus bergulir, hingga pada akhirnya Kerajaan Yahuda jatuh di tangan orang-orang Babilonia yang dipimpin oleh Nebukadnezar yang menghancurkan Al Quds dan sinagog (Haikal) serta membantai kurang lebih 40.000 orang Yahudi. Dengan peristiwa tersebut, berakhirlah kerajaan mereka (Yahuda) pada tahun 586 SM. Kerajaan Bani Israel hanya berkuasa tidak lebih dari 4 abad di wilayah Palestina yang hanya memerintah di sebagian kecil wilayahnya dengan 33
Ibid., 20. Cikal bakal dari kata Yahudi. 35 Op.Cit. 34
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
15
pemerintahan yang secara umum lemah dan terpecah belah. Sementara itu, keturunan bangsa Palestina yang terdiri dari keturunan Kan’an dan lainnya tetap berada di kediaman mereka dan tidak berhijrah atau meninggalkan negeri tersebut (Palestina). 36 Memasuki fase Palestina di bawah pemerintahan Islam, diawali pada saat Negara Byzantium di Romawi menguasai wilayah bagian timur Kerajaan Romawi sejak tahun 394 SM. Kekuasaan Byzantium terus berlangsung sampai datangnya ekspansi Islam pada tahun 15 H atau 636 M. di zaman khalifah Umar bin Khathab. Pada saat itu, Islam mulai berekspansi ke seluruh penduduk Palestina, sehingga penduduk Palestina memeluk agama Islam. Bahasa yang mereka gunakan pun adalah bahasa Arab sebagai efek dari asimilasi penduduk Palestina dengan kabilah-kabilah Arab yang datang dari Jazirah Arab dan membawa ajaran Islam. Secara singkat, pemerintahan Islam di Palestina telah bertahan selama kurang lebih 1.200 tahun sampai tahun 1917. 37 Sementara itu, menelusuri bangsa Yahudi, yaitu bangsa yang berasal dari nama Yehuda yang merupakan salah satu dari keturunan Yaqub. Daerah yang didiami oleh keturunan Yehuda ini disebut Yehuda, yang terbentang dari Geba sampai Bersyeba (Bibel 2 Raja-Raja 32: 8). Dalam perjanjian baru, daerah ini disebut “Yudea” menurut nama Yunaninya. 38 Bangsa Yahudi selama bernaung di bawah pemerintahan Mesir pada waktu itu tersisih karena tidak mau luwes dalam pergaulan, bertetangga, dan bermasyarakat. Mereka menutup diri dan membatasi waktu untuk ikut dalam aktivitas
kemasyarakatan.
Setelah
lama
berada
dalam
kondisi
yang
memprihatinkan, Nabi Musa (Moses) bisa membebaskan mereka dari cengkraman raja Mesir yang terkenal bernama Fir’aun. 39 Bangsa Yahudi yang ada sekarang ini bisa dibagi menjadi dua golongan, yaitu Yahudi Semitik dan Yahudi Non Semitik atau yang disebut sebagai Yahudi Ezkinaz. Masih banyak perdebatan di antara para sejarawan akan asal usul Yahudi Semitik, meskipun banyak yang berpendapat bahwa Yahudi Semitik adalah
36
Op.Cit. 21-22. Op.Cit., 24. 38 Dr. M. Izzat Darouza, Mengungkap Tentang Yahudi. Surbaya: Pustaka Progresif. 1992, 15. 39 Ibid.,19. 37
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
16
keturunan Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim berhijrah dari kota Aur yang berada di sebelah selatan Mesopotamia menuju ke Khurran di Syria. 40 Nabi Ibrahim berhijrah kembali ke bumi Kan’an 41 sekitar tahun 2000 SM. Salah satu keturunan dari Nabi Ibrahim adalah Yaqub yang juga seorang nabi. Nabi Ya’qub diberi gelar Israel, sehingga keturunannya pun pada akhinya disebut sebagai Bani Israel. Sehingga akhirnya Bani Israel berhijrah kembali ke Mesir sampai datangnya Nabi Musa. Sampai pada akhirnya Nabi Musa mengajak Bani Isarel untuk keluar dari wilayah Mesir karena terus menerus mengalami penindasan dari raja Fir’aun. Sepeninggal Nabi Musa, datang kembali utusan Tuhan yaitu seorang Nabi bernama Daud yang menduduki wilayah Palestina dari semenanjung Sinai dan berhasil menguasai Yerusalem sekitar tahun 2000 SM. (namun belum sepenuhnya menguasai seluruh daerah Palestina). Adapun pada masa pemerintahan Nabi Sulaiman, keturunan Daud, kerajaan yang ada dibagi menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Di antara kerajaan-kerajaan yang ada tersebut, yang terkenal adalah kerajaan Yahuda. Raja Nebukadnezar II dari Babilonia menyerbu kerajaan Yahudi atau Isarel yang beribu kota di Yerusalem dan kemudian berhasil menghancurkan Kuil Sulaiman sehingga bangsa Yahudi berpindah dari Yerusalem ke Babilonia. Dari daerah inilah bangsa Yahudi menemukan konsep bumi yang dijanjikan dan konsep bangsa pilihan Tuhan yang bisa melestarikan nilai-nilai dan persatuan Yahudi. Sementara itu, sebagian sejarawan lagi berpendapat bahwa bangsa Yahudi pada hakikatnya adalah bangsa campuran antara berbagai unsur (mixed race) yang dipersatukan oleh satu nasib dan watak. Di masa pengembaraan tersebut, Yahudi juga membentuk suatu komunitas tersendiri, memiliki karakteristik tersendiri serta menggunakan bahasa campuran antara bangsa klasik yang ada yaitu bahasa Syria, Akadian, dan Punisia. 42 Adapun dasar yang melandasi pola pikir dan tingkah laku Yahudi tidak lain adalah ajaran Talmud, yaitu pedoman rahasia yang tidak diketahui dengan pasti, kecuali oleh mereka sendiri. Oleh karena itu, posisi agama
40
William Gay Carr, Yahudi Menggenggam Dunia. Jakarta: Pustaka Al Kautsar. 2006,16. Sebutan bagi wilayah Palestina saat itu. 42 Op.Cit. 17 41
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
17
Yahudi sebagai agama samawi telah cenderung berubah menjadi suatu organisasi rahasia. 43 Dari kilasan fakta yang terlihat di atas, dapat dinilai bagaimana sepanjang sejarah yang ada, bangsa Yahudi telah mengendalikan suatu koordinasi rahasia yang berpedoman pada ajaran yang mereka yakini, yaitu Talmud. Mereka menyusun rencana rahasia untuk mewujudkan konsep dan cita-cita bumi yang dijanjikan Tuhan tersebut untuk mereka. Yahudi juga memiliki keyakinan bahwa bangsa lain hanyalah ‘Goya’ atau sering disebut sebagai ‘Gentiles’ yang berarti bangsa lain adalah bangsa yang diciptakan Tuhan untuk kepentingan mereka saja, sebagaimana Tuhan telah menyebut mereka sebagai bangsa pilihan Tuhan. 44 Perjalanan sejarah berlanjut sampai pada tahun 160 M, saat Palestina dan wilayah lainnya dikuasai oleh kerajaan Romawi. Herod Agung (40-4 SM) yang saat itu berkuasa, membangun kembali istana dan Kuil Sulaiman (Solomon Temple) yang saat itu sudah diluluhlantakkan oleh Raja Nebukadnezar. Kepemimpinan Herod Agung yang cukup memberikan kebebasan kepada bangsa Yahudi sangat bertolak belakang dengan sikap kepemimpinan setelah Herod Agung berkuasa, yaitu Titus yang berkuasa pada 77 M. Raja Titus mengeluarkan peraturan yang melarang orang Yahudi untuk berdiam di Yerusalem dan berkunjung ke Kuil Sulaiman. 45 Beberapa abad kemudian, Islam yang dibawa oleh orang-orang dari Arab berekspansi ke wilayah Palestina. Bangsa Arab menduduki Palestina sampai awal abad ke 20. Adapun latar belakang bangsa Yahudi non Semitik atau yang biasa disebut sebagai Yahudi Ezkinaz merupakan mayoritas dari Yahudi yang ada sampai saat ini. Rekam sejarah dimulai pada abad pertama Masehi, saat itu sejumlah orang berdarah Turki Mongolia meninggalkan negeri mereka. Mereka menuju arah barat Asia dan melintasi daerah yang terletak di utara Laut Kizwin dan Laut Mati. Mereka membentuk sebuah kerajaan besar yang dinamakan Kerajaan Kojar. Pada awalnya
orang-orang yang berada dalam kekuasaan Kerajaan Kojar tersebut
menganut kepercayaan animisme, namun kemudian mereka cenderung kepada agama Yahudi baru yang telah mengalami beberapa perubahan oleh para tokoh43
Op.Cit. 17-18. Op.Cit. 19. 45 Comto’s Pictured Encylopedi vol.VVII, 412. 44
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
18
tokoh Yahudi pada masa penindasan Raja Nebukadnezar II dan penguasa Babilonia sesudahnya. 46 Kerajaan Kojar akhirnya dapat dikalahkan oleh bangsa Slavia yang telah melalui proses pertempuran antara kedua belah pihak yaitu pada tahu 965 M. Adanya penindasan atas bangsa Slavia membuat bangsa Yahudi melarikan diri ke luar negeri. Ada sebagian mereka yang melarikan diri dan akhirya hidup di bawah pemerintahan Rusia. Orang-orang yang melakukan pelarian diri ini membentuk kelompok masyarakat bawah tanah yang kemudian sering memprakarsai timbulnya kekacauan atau tindak pembunuhan di Rusia. 47 Adapun sebagian yang lain melarikan diri ke Eropa Timur dan Amerika Serikat. Pada akhirnya, Yahudi non Semitik atau Yahudi Ezkinaz ini yang mengklaim bahwa wilayah Palestina adalah hak sejarah yang sah bagi Yahudi. Padahal ketika kita menelusuri sejarah yang terdahulu, sangat terlihat bahwa bangsa Yahudi menguasai Palestina hanyalah sebentar dan bukanlah menguasai seluruh wilayah Palestina melainkan hanya satu kota beserta desa sekitarnya saja. Namun, hingga saat ini yang banyak memasuki wilayah Palestina bukanlah penduduk asli, karena sejatinya mereka hanyalah pendatang yang bermigrasi dari penjuru dunia lain dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan orang yang berdarah Yahudi Semitik. Ada alasan yang mampu menjawab mengapa mereka tidak disebut sebagai Yahudi Semitik, yaitu karena ada suatu konsep yang menyebutkan bahwa orang Yahudi tidak mengikuti keyahudian seseorang kalau garis keturunan dari pihak ibunya bukanlah Yahudi. Sebagai contoh, tokoh agama tertinggi di Haifa menolak untuk menikahi seorang perwira Angkatan Udara Israel dengan Ghalia ben Gurion, yaitu cucu dari ben Gurion, karena ibunya (Ghalia) beragama Kristen. Oleh karena itu, alasan yang dipegang oleh tokoh agama itu adalah bahwa tidak ada bukti yang bisa menunjukkan bahwa Ghalia adalah seorang Yahudi. 48 Berdasarkan paparan yang disampaikan di atas, tampak bahwa tapak tilas sejarah yang dialami oleh bangsa Yahudi adalah gambaran awal perjalanan panjangnya yaitu mulai dari beberapa kali mengalami pengusiran dari wilayah 46
William Gay Carr, Yahudi Menggenggam Dunia. Jakarta: Pustaka Al Kautsar. 2006, 21. Ibid. 48 Ibid,. Mengutip dari Koran Le Monde, 1968. 47
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
19
yang didudukinya, mengalami masa dimana penduduknya terpaksa berdiaspora ke seluruh belahan bumi yang lain sampai akhirnya mampu menduduki wilayah Palestina kembali. Sementara itu, ketika menelusuri sejarah Palestina sebagai salah satu negara Arab, terwujud nyata sebagai bangsa yang juga mulai terjajah yaitu saat Palestina jatuh ke dalam pengusaan Inggris pada tahun 1915- 1916.
2.2. Kondisi Palestina Selama Pemeritahan Mandat Inggris (Tahun 19171948) Kondisi Palestina dan Israel yang berkembang dari tahun 1917 sampai dengan tahun 1947 akan dimulai dengan menelusuri periode waktu satu tahun sebelumnya yaitu di tahun 1916 tepatnya dari 14 Juli 1915 sampai dengan 10 Maret 1916. Syarif Hussein sebagai perwakilan dari negara-negara Arab dan Henry McMahon sebagai perwakilan dari Inggris keduanya melakukan perjanjian. Hussein, sebagai tokoh agama yang paling senior, bernama lengkap Al Hajj Amin Al Husaini. Ia adalah seorang mufti Yerusalem yang diangkat oleh Inggris dalam menghadapi tantangan dari tumbuhnya gerakan nasionalis sekular Palestina, otoritas asing, dan gerakan Zionis. 49 Dalam perjanjian ini, dicapai sebuah kesepakatan. Di satu sisi, Hussein berjanji untuk menarik para tentara dan menyudahi perlawanannya dari Dinasti Turki Usmani. Sementara itu, Inggris juga menjanjikan (disamping juga untuk mencapai kemenangannya) akan mendukung kemerdekaan negara-negara Arab. Dalam janji McMahon, Hussein sebenarnya melihat adanya pengaruh sekuler yang nampak dari para Nasionalis Syria ketika dia menginginkan “tidak ada perbedaan antara Muslim dan orang Kristen Arab, mereka adalah sebagian dari bagian yang lain.” Selain itu, pemakaian kata “Arab” atau “Negara Arab” tidak dilihat oleh Hussein dan para Nasionalis Syria sebagai bagian dari populasi yang ada di Mesir, Afrika Selatan dan yang paling memungkinkan adalah bagian utara Arab dan Nejed. 50 Inggris secara sengaja menerapkan politik tidak transparan dan tidak mendefinisikan komitmen-komitmennya. Hussein berusaha untuk menekan Inggris agar lebih definitif dalam menentukan batas wilayah Negara Arab yang di
49 50
John L. Esposito. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern. Jakarta.1995, 28. Yahya Armajani, Middle East Past and Present. New Jersey: Prentice-Hall.1970, 293.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
20
usulkan. 51 Pada dasarnya Hussein memahami bahwa dirinya tidak dapat mengubah negara-negara Arab yang berada dalam penjajahan, namun Hussein tetap berusaha untuk menjaga wilayah Arab daerah barat yaitu Allepo, Homs, dan Damaskus (yang saat ini menjadi Lebanon). Kemudian tercapailah sebuah kesepakatan untuk mempercepat deklarasi revolusi dan membicarakan hal-hal yang masih ambigu tersebut setelah perang. Pada tanggal 16 Juni 1916, Syarif Hussein mendeklarasikan revolusi di Hijaz secara transparan bersekutu dengan Inggris. 52 Pejabat Inggris banyak memberikan janji yang bertentangan terhadap mitranya, antara lain melalui penukaran surat pada tahun 1915 dan 1916. Sir Henry Mc Mahon, Komisaris Tinggi Inggris di Mesir, memberi janji tertentu kepada Syarif Hussein di Mekah. Persetujuan Sykes-Picot pada 3 Januari 1916 antara perunding dari Perancis-Francois Georges Picot dan dari Inggris-Mark Sykes menuju negara-negara Arab sebagai perebutan dari Dinasti Usmani. 53 Perjanjian tersebut cukup mengombang-ambing kedudukan Palestina yang pada akhirnya berisikan suatu keputusan bersama dan menyebabkan Palestina kembali berada pada posisi terjajah oleh bangsa lain. Hasil dari perjanjian tersebut adalah bahwa tidak ada negara Arab dan wilayah Palestina akan dilepaskan melalui Inggris. Pada tahun 1917, di tengah-tengah berlangsungnya Perang Dunia Pertama, persekutuan Amerika dan Inggris berhasil mengalahkan poros Jerman dan Turki. Di masa itu, Turki adalah penguasa wilayah- wilayah Islam dan menyandang nama Kekhalifahan Usmani. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Inggris, Balfour, menjanjikan kepada bangsa Yahudi untuk mendirikan tanah air bagi mereka di Palestina. Janji ini merupakan imbalan atas bantuan orang-orang Yahudi Zionis di seluruh dunia terhadap Inggris dan Amerika selama Perang Dunia Pertama dalam melawan Jerman dan Turki. Perang Dunia Pertama memberi dampak yang cukup signifikan bagi posisi dan kondisi Palestina. Yaitu Palestina dan Yordania jatuh ke dalam kekuasaan Inggris; Syria dan Lebanon jatuh dalam kekuasaan Perancis; dan
51
Dr. Muhsin Muhammad. Shaleh .Palestina: Sejarah, Perkembangan dan Konspirasi. Jakarta: Gema Insani Press. 2002, 41. 52 Ibid. 53 Ensiklopedia Tematis Dunia Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Houeve.1995, 9.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
21
Libya jatuh ke kekuasaan Italia. Maka sejak saat itu, yakni pada tahun 1917 mulailah muncul masalah Palestina. 54
2.2.1
Deklarasi Balfour dan Pengaruhnya Permasalahan yang berdampak pada kondisi yang tidak kondusif bagi
Palestina dan berdampak signifikan bagi terealisirnya tahapan cita-cita Israel dimulai pada 2 November 1917. Pada saat itu, muncul Deklarasi Balfour yang memuat deklarasi dari Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour 55 , kepada Presiden Federasi Zionis Inggris, Lord Rothschild. Deklarasi itu telah disetujui oleh Kabinet Inggris. Adapun teks Deklarasi Balfour adalah sebagai berikut : “His majesty’s Government view with favour the establishment in Palestine of a national home of Jewish people, and will use their best endeavours to facilitate he achievement of this object, it being clearly understood that nothing shall be done which may prejudice the civil and religious rights of existing non-Jewish communist in Palestine or the right and political status enjoyed by Jews in any other country.” (“Pemerintah Inggris menyetujui didirikannya sebuah tanah air bagi bangsa Yahudi di Palestina, dan berusaha sebaik-baiknya untuk melancarkan pencapaian tujuan ini, setela dipahami secara jelas bahwa tidak akan dilakukan sesuatu yang dapat merugikan hak-hak sipil dan hak-hak keagamaan komunitas Yahudi yang ada di Palestina, atau hak-hak dan 56 status politik yang dinikmati oleh bangsa Yahudi di setiap negeri lain.”) Deklarasi Balfour ini sebenarnya adalah jasa para tokoh Zionis. Salah satu yang paling berjasa dalam memprakarsai deklarasi ini adalah Dr. Chaim Weizmann, seorang ahli kimia yang merupakan dosen di Universitas Manchester. Weizmann dikenal sebagai tokoh Zionis yang menekankan aspek “penciptaan fakta” di lapangan, agar migran Yahudi mampu diserap lebih banyak di Palestina. Pada frase terakhir dalam Deklarasi Balfour tersebut, terlihat secara implisit ketakutan yang ditutup-tutupi oleh Yahudi anti Zionis yang melihat bahwa solusi dari permasalahan Yahudi adalah bersatu dari pada melepaskan diri dan tidak menginginkan bahwa penciptaan negara untuk Yahudi hanyalah prasangka belaka atas status nasionalisme terhadap negeri kelahiran mereka. “Rumah kesatuan” pada kalimat pertama sudah dipahami oleh kaum Zionis, 54
M. Riza Sihbudi & Achmad Hadi. Palestina: Solidaritas Islam dan Tata Politk Dunia Baru. Jakarta: Pustaka Hidayah .1992, 103-104. 55 Seorang negarawan Inggris yang memasuki parlemen mewakili Partai Konservatif pada tahun 1874. Kemudian Balfour bertukar kedudukan menjadi ketua Majelis Bangsawan dalam parlemen pada tahun 1919 dan mewakili Inggris dalam Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1920. 56 Adian Husaini. Pragmatisme Dalam Politik Zionis Israel.Jakarta: Khairul Bayan. 2004, 13.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
22
mungkin juga telah dipahami oleh Balfour, yang memiliki makna “Negara Kesatuan”. 57
2.2.1.1 Pengaruh Bagi Yahudi Deklarasi Balfour secara tidak sengaja mendukung pendirian suatu bangsa Yahudi. 58 Dalam Deklarasi Balfour, Pemerintah Inggris menyatakan dukungan sepenuhnya atas “sebuah rumah nasional” bagi orang-orang Yahudi di Palestina. Dengan ketentuan bahwa tindakan yang demikin itu tidak akan sampai merusak ataupun merugikan segala kepentingan penduduk asli yang telah bermukim sebelumnya di daerah tersebut. Semetara itu, para pemimpin Zionisme harus dapat mengumumkan deklarasi ini sebagai suatu tanda diterimanya pemikiran pembentukan “sebuah Negara Yahudi” dari yang sebelumya merupakan wilayah Palestina 59 . Sementara itu, tidak lama setelah terbitnya Deklarasi Balfour tepatnya pada 11 Desember 1917, pasukan Inggris di bawah pimpinan General Allenby berhasil memasuki kota Yerusalem. Ribuan sukarelawan Yahudi bergabung dalam pasukan Allenby ini. Penulis Yahudi seperti Solomon Grayzel menyebut Deklarasi Balfour dan masuknya pasukan Allenby bersama sukarelawan Yahudi ke Yerusalem itu sebagai “tanda-tanda akhir pengasingan bangsa Yahudi dari tanah airnya”. Setelah Deklarasi Balfour dikeluarkan, kaum Zionis Yahudi mulai melakukan aksi nyata dengan mendirikan Hebrew University pada 24 Juli 1918 dengan mengambil lokasi di Mount Scopus, tempat di mana Titus menaklukkan Yerusalem pada tahun 69 M. dan memerintahkan untuk menghancurkan bangsa Yahudi. Aksi nyata ini dimaksudkan sebagai simbolisasi dari kembalinya spirit Yudaisme ke tanah air mereka. 60 Adapun Jacob Katz 61 mencatat bahwa pengaruh dari Deklarasi Balfour dalam opini di kalangan masyarakat Yahudi luar biasa besarnya. Dukungan yang bersemangat muncul di mana-mana bahkan di banyak negara digelar berbagai 57
Yahya Armajani, Middle East Past and Present. New Jersey: Prentice- Hall.1970, 299. Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel. Bandung: Mizan. 2006, 26. 59 R. Garaudy. The Case of Israel, a Study of Political Zionism. Jakarta: Gema Insani Press. 1985, 24-25. 60 Soloman Grayzel. A History of The Jews. New York: Meridian.1968, 615. 61 Jacob Katz (1904-1998), seorang sejarawan Yahudi yang membuat kurikulum yang digunakan oleh sekolah-sekolah di Israel. 58
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
23
demonstrasi dan bendera Inggris dikibarkan bersama-sama dengan bendera Zionis. Sementara itu, laporan Komisi King-Chane kepada Presiden Wilson pada 12 Juni 1919, menyebutkan bahwa “di sini ada pemukim yang sudah lebih dahulu ada, yaitu orang-orang Nasrani dan Muslim 62 yang tidak begitu berminat bahkan amat menentang setiap upaya untuk menegakkan kedaulatan Yahudi di daerah mereka. Adapun Arthur Koestler menggambarkan dengan tepat apa yang diungkapkan dalam Deklarasi Balfour: “Suatu bangsa menjanjikan sebuah negara kepada bangsa kedua yang sebenarnya milik bangsa ketiga.” 63 Sejak diumumkannya Deklarasi Balfour yaitu pada tahun 1917, ada sekitar 600.000 orang Arab di Palestina dan kira-kira 60.000 orang Yahudi. 64 Secara jelas masih terlihat bahwa penduduk Arab Palestina menjadi mayoritas dibandingkan dengan orang Yahudi. Namun, angka populasi penduduk Arab Palestina berangsur-angsur berubah di tahun-tahun berikutnya setelah Deklarasi Balfour diumumkan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Deklarasi Balfour sesungguhnya adalah awal yang sangat membuka pintu bagi tercapainya cita-cita Israel dalam mendirikan negara yang merdeka di wilayah Palestina.
2.2.1.2 Pengaruh Bagi Palestina Bagi Palestina, Deklarasi Balfour adalah awal bagi kemunduran pertahanan penduduk Palestina yang mulai terjajah di negerinya sendiri. Sejak diumumkannya Deklarasi Balfour sampai hampir setahun kemudian, pasukan Inggris berhasil menguasai dan menjajah Palestina bagian utara
yaitu pada
September 1918. Inggris juga mampu memasuki dan menjajah timur Jordan, Suriah, dan Lebanon pada bulan September-Oktober 1918. 65 Inggris
yang
saat
itu
menguasai
Palestina
seakan
bertindak
sekehendaknya sendiri. Inggris menyakinkan pihak Perancis untuk menggagalkan upaya membawa masalah Palestina ke dalam masalah internasional yang bisa 62
Sejak tahun 636 M, orang Yahudi telah dilarang untuk tinggal di Yerusalem. Hal ini menyesuaian pada Perjanjian Alia, yang ditekan oleh Khalifah Umar bin Khaththab dan tokoh Kristen Palestina, Patrriach Shafarniyus. Dalam teks Perjanjian Alia itu berbunyi : “Wa laa yuskanu bi iliyaai ma’ahum ahadun minal yahuud”, yang bisa diterjemahkan sebagai berikut : “Tidak diizinkan seorang pun dari Yahudi untuk tinggal bersama penduduk Yerusalem.” 63 R. Garaudy. Israel dan Praktek-Praktek Zionisme. Bandung: Pustaka. 1988, 142. 64 Op.Cit, 26-27. 65 Dr. Muhsin Muhammad Shaleh, Palestina: Sejarah, Perkembangan, dan Konspirasi. Jakarta: Gema Insani Press. 2002, 45-46.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
24
terlihat dalam perjanjian diantara mereka, Perjanjian Sykes-Picot. Inggris juga melegalkan kekuasaannya atas Palestina setelah keluarnya Resolusi PBB tanggal 24 Juli 1922 dan sebelumnya Inggris juga memberlakukan undang-undang pemerintahan militer di Palestina hingga akhir Juni 1920, kemudian berubah menjadi pemerintahan sipil. Sangat terlihat ada upaya kaum Zionis dalam melakukan negosiasi terhadap Inggris yaitu disaat pengangkatan Komisaris Tinggi Inggris di Palestina(1920-1925), Herbert Samuel, yang bertugas untuk merealisasikan proyek-proyek Zionis di Palestina selama 5 tahun dari masa jabatannya tersebut. Pada tahun 1929, Yahudi mendirikan perwakilan Yahudi yang bertanggung jawab terhadap persoalan Yahudi di Palestina. Orang-orang Yahudi yang bermigrasi secara perlahan mulai membangun banyak lembaga-lembaga ekonomi, sosial, dan pendidikan yang besar untuk membangun infrastruktur yang kuat bagi negara Yahudi di masa depan. Berdirilah perseriktan buruh dan Universits Ibrani di kota Al-Quds yang dibuka tahun 1925. 66 Pengaruh yang ditimbulkan dari Deklarasi Balfour untuk Palestina tidaklah sedikit. Orang-orang Palestina di negerinya sendiri dilarang untuk membangun lembaga-lembaga konstitusional dan pemerintahan, serta sistem sentralisasi kekuasan pun ada dibawah kendali pemerintah Inggris. Dari sisi kependudukan, terlihat cukup signifikan yaitu ketika banyak para pejabat yang merupakan pro-Zionis mendukung upaya keturunan Yahudi yang ada di negeri lain untuk bermigrasi ke Palestina. Awalnya mereka hanya 8% dari populasi di Palestina, namun lambat laun pengaruh dan bendungan arus migrasi Yahudi tidak dapat terelakkan lagi, sehingga orang-orang Yahudi pun mampu mendominasi secara perlahan di wilayah Palestina. Deklarasi Balfour bagi Yahudi dan Palestina tentunya memiliki pengaruh yang sangat bertolak belakang. Dengan Deklarasi Balfour, sebenarnya membuat pengaruh yang cukup kuat bagi Yahudi untuk semakin mempercepat langkah dalam merealisasikan cita-cita nya yaitu untuk mendirikan negara Israel di wilayah Palestina. Sementara itu, orang-orang Palestina menjadi terkungkung keadaannya karena adanya pendudukan dan penjajahan Inggris sebagai satu66
Ibid, 49.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
25
satunya kekuatan imperialis yang cukup lama berkuasa yaitu mencapai 31 tahun. Bagimanapun mandat Inggris atas Palestiana dinilai sebagai benih munculnya konflik Arab- Israel. 67
2.2.2 Migrasi Yahudi ke Palestina Migrasi merupakan aspek yang cukup menonjol ketika membahas persoalan Israel dan Palestina. Dengan migrasi, orang-orang Yahudi ada dan cakap dalam beraktualisasi secara dinamis di wilayah yang merupakan tanah kelahiran bangsa Palestina. Migrasi Yahudi ke Palestina menjadi persoalan yang menarik untuk dibahas, karena akan banyak hal yang dapat menjawab apakah bukti gerakan Yahudi cukup efektif dalam merealisir cita-cita mereka. Menurut sejarah, di hari-hari sebelum hancurnya Haikal Sulaiman dan jauh sebelum Zionisme muncul, orang-orang Yahudi membicarakan untuk membuat Aliya yang bermakna “bangkit”. Dalam masa-masa diaspora Yahudi ke seluruh penjuru dunia, Aliya lah yang selalu memiliki angka yang signifikan dalam migrasi ke wilayah Palestina dan ini merupakan penamaan asli untuk Zionis yang bermigasi ke tanah Israel. 68 Periodesasi arus imigran Yahudi ke Palestina terjadi dalam 5 kali periode, yaitu tahun 1880, 1905-1914, 1919-1924, 1924-1929, 1930-1939.
2.2.2.1 Tahun 1880 Gelombang Aliya pertama datang dari Rusia tahun 1880. Terinspirasi oleh publikasi dari Leo Pinsker, tokoh pendiri Zionis, yang dinamakan Auto Emansipasi, perserikatan kaum Zionis di Rusia menyebutnya Chovezai Tzion “Pecinta Zionis” yang dimulai dengan migrasinya para pelajar Palestina. 69 Menurut Max J. Dimont dalam bukunya yang berjudul Kisah Hidup Bangsa Yahudi, gelombang pertama yang datang dari migran Yahudi ke Palestina adalah para pedagang untuk mencangkul tanah. Sementara itu, masih banyak Yahudi di tempat lain yaitu mulai pada tahun 1880, masih ada komunitas Yahudi di banyak tempat. Mereka ada di 173 kota 67
Noorman Atniks. Jerusalem. United States of Amerika: APA Publications 1992, 48. Ibid, 61. 69 Ibid. 68
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
26
namun jumlah mereka tidak terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu (Yahudi membuat 3% populasi di kota New York, Amerika Serikat). 70 Dalam melakukan proses “kepulangan” menuju ke Palestina, orang-orang Yahudi terbangkitkan semangatnya oleh ide-ide yang terdapat dalam buku maupun publikasi dari para tokoh Zionis. Buku yang diterbitkan antara tahun 1860-1900 M., yang pertama mulai dari buku yang bersifat ramalan, berjudul Rome and Jerusalem, merupakan buku Yahudi yang sarat makna dan ditulis pada tahun 1860 oleh Moses Hess (1812-1875). 71 Dalam buku tersebut, pemikiran Moses Hess sangat terpengaruh oleh Spinoza yang pada tahun 1841 terinspirasi untuk mendirikan United States of Europe yang bercita-cita kaum humanistik bergabung dengan kaum sosialis. Demikian
Moses
Hess
memandang
bahwa
sosialisme
adalah
cita-cita
humanitarian, ia tidak menginginkan adanya perjuangan kelas sebagaimana yang diusung oleh paham materialis komunis. Dengan ide-ide yang dimilikinya, Moses Mess membayangkan bahwa Zionisme akan mempengaruhi para pemimpin gerakan di masa mendatang. Moses Hess juga menganjurkan untuk bangsa Yahudi pulang ke Palestina yang merupakan pusat spiritual bagi Yahudi yang terdiaspora. Berbeda sedikit dengan apa yang disampaikan oleh Noorman Artiks, Max Dimont memaparkan bahwa pada tahun 1880-an intelektual-intlektual mulai bertemu dengan para motivator Zionis, seperti Rabbi Samuel Mohilever (18241898) yang mencetuskan bergeraknya gelombang migrasi ke Palestina. Mohilever mendirikan sebuah organisasi gerakan politik yang disebut Lovers of Zion. Satu bagian penting dalam anggaran dasarnya bahwa menghendaki pembelian tanah di Palestina bagi anggota-anggotanya dan slogannya “On to Palestina” yang bergema di dalam pikiran orang Yahudi di Rusia dan Polandia. 72 Demikianlah, bahwa arus gelombang migrasi pertama menjadikan Yahudi mulai berangsur-angsur pindah menuju Palestina dengan didasari oleh ide-ide yang tercetus oleh para pecinta Zion.
70
Peter I. Rose. The Study of Society.New York: Random House.1967, 422. Max Dimont. Kisah Hidup Bangsa Yahudi. Jakarta: Masaseni. 2002, 346. 72 Ibid, 347. 71
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
27
2.2.2.2 Tahun 1905- 1914 Gelombang kedua migrasi Yahudi ke Palestina dimulai pada tahun 1905 sampai dengan tahun 1914. Terepresentasikan dengan kedatangan migran Yahudi dari Rusia setelah revolusi yang terjadi di tahun 1905 yang terlihat dengan banyaknya Yahudi bermigrasi ke Amerika Serikat. Didasari oleh kepercayaaan bahwa migrasi adalah membuka jalan untuk menuju keemasan. Minoritas kecil pun bermigrasi ke Jerusalem dan Palestina dan semuanya didasari oleh idealisme dan pergerakan yang cukup banyak. 73 Olim, yang mendarat antara tahun 1905 sampai dengan 1914 menjadi sangat diperhitungkan sebagai founding father atau penemu negara Israel 74 . Dalam jangka waktu 9 tahun, para migran Yahudi telah membangun banyak tempat-tempat penting yang sangat mendukung percepatan gerak Zionis Isarel dalam menguasai Palestina secara perlahan. Tempat-tempat penting tersebut meliputi sekolah-sekolah, perusahaan dan institusi politik. Pasca pecahnya Perang Dunia Pertama pada tahun 1914, terlihat banyak orang Yahudi yang hidup di luar tanpa tempat tinggal. Hal tersebut menjadi alasan yang menguatkan orang Yahudi untuk bergerak ke Palestina. Secara otomatis, gelombang Aliyah Yahudi mengurangi jumlah orang Arab yang ada di Palestina.
2.2.2.3 Tahun 1919- 1924 Pada gelombang Aliyah ketiga yang dimulai pada tahun 1919 terjadi peningkatan jumlah migran yang cukup dramatis yaitu mencapai 35.000 orang Yahudi yang berasal dari Eropa Timur. Banyak di antaranya adalah korban dari ketidaksepakatan gagalnya Revolusi Boulsevik dan mengharapkan cita-cita mereka dapat terwujud yaitu mendirikan negara Israel. Cita-cita itu secara perlahan dapat terakomodir dengan keluarnya Deklarasi Balfour yang diratifikasi 75 oleh Liga Bangsa-Bangsa 76 . Oleh karena itu, cita-cita kaum Zionis
73
Op.cit, 61. Op.Cit. 75 Proses adopsi perjanjian internasional atau konstitusi maupun dokumen yang bersifat nasional lainnya (seperti amandemen terhadap konstitusi) melalui persetujuan dari tiap entitas kecil di dalam bagiannya. 76 Op. Cit. 74
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
28
mulai menunjukkan kemajuan yang pasti dengan dilegalkannya cita-cita tersebut oleh hukum internasional. Menurut Max Dimont, pada gelombang ketiga (1918-1924) datang orangorang muda, para entrepreneur serta para spekulator dan memulai pergerakannya dengan membangun kota-kota, mendirikan industri-industri, mengorganisir angkatan bersenjata dan mendirikan institusi pendidikan di wilayah Palestina. Pada tahun 1922, Palestina mencakup 45.000 mil persegi yang menampung 750.000 jiwa. Dari 750.000 jiwa tersebut, 650.000 orang merupakan Arab di Palestina dan terdapat lebih dari 100.000 orang Arab yang bernomaden dari padang pasir dan sebagian kecilnya merupakan para effendi atau buruh-buruh tani yang hidup tidak lebih baik dibandingkan dengan budak-budak yang ada di Eropa. Sementara itu, dalam sumber lain disebutkan bahwa gelombang Aliyah ketiga yang berlangsung dari tahun 1919 sampai dengan tahun 1923 membawa sekitar 10.000 Olim atau migran Yahudi. 77
2.2.2.4 Tahun 1924- 1929 Gelombang migrasi Yahudi ke wilayah Palestina semakin meningkat dalam setiap periodenya. Pelarian diri Yahudi non Semitik yang tertekan di Polandia berjumlah sekitar 68.000 orang Yahudi merupakan awal dalam gelombang migrasi keempat yang berlangsung antara tahun 1924-1929. 78 Sementara itu, sebelas tahun setelah tahun 1920 di antara periodesasi gelombang Yahudi ketiga dan keempat, rata-rata ada sekitar 10.000 Yahudi yang memasuki wilayah Palestina sampai mereka menguasai angka seperenam dari total populasi yang ada di Palestina; tiga perempatnya tinggal di kota dan seperempatnya tinggal di lahan yang mereka olah, di mana para sosialis bereksperimen untuk mengolah lahan pertanian dengan para brigade buruh yang berkembang saat itu . 79
2.2.2.5 Tahun 1930 -1939 Gelombang Aliyah kelima berlangsung selama sembilan tahun yaitu mulai pada tahun 1930 sampai dengan tahun 1939. Bersamaan dengan munculnya Hitler 77
C.C. Hell. Middle East Pattern. United States of America: Westview Press. 1995, 242. Norman Atkins. Jerusalem. United States of Amerika: APA Publications. 1995, 61. 79 Andrew Sinclair. Jerusalem: The Endless Crusade.Great Britain: Century. 1970, 223. 78
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
29
yang memberi dampak Inggris membatasi imigrasi Yahudi selama dan pasca Perang Dunia Kedua dan hal tersebut terus berlangsung sampai dengan didirikannya negara Israel pada tahun 1948 yang para migrannya berstatus sebagai migran ilegal atau yang disebut “Aliya Bet”. 80 Setelah tahun 1932, terdapat 105.000 orang Yahudi yang memasuki Palestina. Selama tahun tersebut, tingkat populasi Yahudi menjadi tiga dari sepuluh populasi yang ada di Palestina. 81 Dengan demikian, tiap periode gelombang migrasi yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi menunjukkan bahwa dalam setiap periodenya pasti ada peningkatan jumlah migran di Palestina. Hal tersebut membuat Yahudi semakin yakin dalam membuat spekulasi bahwa lambat laun Palestina dapat dikuasai dan cita-cita mereka pun akan terwujud nyata.
2.2.3
Pergolakan Penduduk Palestina Pasca Migrasi Yahudi Migrasi Yahudi memberi dampak yaitu terciptanya dinamika terhadap
jumlah penduduk Palestina. Migrasi Yahudi selama beberapa periode menggunakan berbagai cara sehingga cita-cita dan tujuannya dapat terelisasi. Salah satunya adalah dengan melakukan loby terhadap pihak Inggris. Selama Inggris
memegang
kekuasaan
di
Palestina
(1917-1948),
Inggris
telah
mengizinkan orang Yahudi dari berbagai penjuru dunia untuk pindah secara besar-besaran ke Palestina. 82 Pada tahun 1919, orang Yahudi di Palestina hanya berjumlah kurang lebih 35.000 orang. Sementara itu, pada tahun 1932 orang Yahudi jumlahnya meningkat menjadi 105.000 orang. Tidak hanya membesarkan jumlah angka migran yang datang, orang Yahudi juga mulai membeli tanah-tanah Palestina dari orang-orang Arab yang selama ini tidak diperkenankan untuk dijual, yaitu selama masa pemerintahan Dinasti Turki Usmani. Dengan perbedaan kebijaksanaan yang ada dan sangat berpengaruh tersebut, orang-orang Palestina pun mulai bangkit untuk melawan segala bentuk intervensi yang dilakukan oleh Yahudi terhadap Inggris selama memerintah di
80
Op.Cit. Andrew Sinclair. Jerusalem: The Endless Crusade. Great Britain: Century. 1970, 224. 82 M. Riza Sihbudi & Achmad Hadi. Palestina: Solidaritas Islam dan Tata Politik Dunia Baru. Jakarta: Pustaka Hidayah .1992, 118. 81
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
30
wilayah
Palestina.
Secara
berturut-urut,
bangsa
Palestina
mengadakan
perlawanan pada tahun 1921, tahun 1929 yaitu ketika kaum Yahudi mengakui tembok Al Barraq sebagai miliknya dari sisa kuil Sulaiman, tahun 1933, serta perlawanan dahsyat yang berkobar pada tahun 1936 hingga tahun 1939 dengan mengerahkan kekuatan seluruh masyarakat untuk melawan pendudukan Inggris dan para pengungsi Yahudi. 83 Berbagai kesulitan muncul dari waktu ke waktu. Antara pemukim Yahudi dengan penduduk setempat, khususnya dalam masalah pembelian tanah, persaingan dagang, pertikaian buruh dan perampokan. Pertikaian buruh semakin meningkat setelah terjadinya gelombang Aliyah kedua yang membawa banyak pionir muda yang berusaha “menaklukkan” kesempatan kerja di pemukiman khusus Yahudi. 84 Kesempitan dan kesulitan yang dialami oleh bangsa Palestina pasca Perang Dunia Pertama serta keterpurukan yang dialami oleh negara-negara Arab karena penjajahan Inggris yang terus berlangsung bukan membuat benteng pertahanan bangsa Palestina melemah, tetapi justru semakin menguat. Adapun latar belakang mereka yaitu menginginkan tanahnya bisa kembali serta mereka bisa hidup merdeka tanpa penjajahan. Oleh karena itu, beberapa pergolakan pun mulai muncul. Adapun tuntutan-tuntutan definitif yang menjadi konsentrasi bangsa Palestina yaitu pertama, penghapusan janji Balfour yang sangat bertentangan dengan keadilan atas ha-hak bangsa Palestina. Kedua, penghentian arus imigrasi Yahudi. Ketiga, penghentian penjualan tanah kepada Yahudi. Keempat, pendirian pemerintahan nasional Palestina dengan dipilih oleh parlemen yang menjadi representatif aspirasi rakyat. 85 Dengan dasar-dasar tuntutan tersebut, lahirlah pergerakan nasional Palestina. Pergerakan nasional Palestina ini mengadakan muktamar untuk pertama kalinya pada tanggal 27 Januari-10 Februari 1919. Adapun hal yang dibahas dalam muktamar ini adalah bahwa bangsa Palestina menolak untuk memecahkan
83
H. Salim Basyarahli. Impian Yahudi dan Kedudukannya Dalam Al Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press 1991, 84. 84 Jacob Katz. Zionisme: Sejarah, Pertumbuhan dan Perkembangan. Surabaya: Pustaka Progresif. 1997, 137. 85 Dr.Muhsin Muhammad Shaleh. Palestina: Sejarah, Perkembangan dan Konspirasi. Jakarta: Gema Insani Press. 2002, 50.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
31
persoalan pembagian negeri Syam yang terlihat lebih mementingkan penjajah. Dalam muktamar tersebut juga membahas bahwa Palestina adalah bagian dari Suriah (negeri Syam) dan meminta untuk memerdekakan Suriah untuk masuk ke dalam kesatuan negara-negara Arab dan juga meminta untuk bisa membentuk negara nasional untuk Palestina. Muktamar pergerakan nasional Palestina telah berlangsung 7 kali sampai tahun 1928. Banyak muncul tokoh yang menjadi penggerak bagi pergerakan nasional Palestina ini, salah satunya yaitu Al Hajj Amin Al Husaini. Tokoh agama yang paling senior, Al Hajj Amin Al Husaini adalah mufti Yerusalem yang diangkat oleh Inggris menghadapi tantangan dari tumbuhnya gerakan nasionalis sekuler di Palestina, otoritas asing dan gerakan Zionis. 86 Pada tahun 1920, kerusuhan yang terjadi di Yerusalem adalah akibat logis dari kekecewaan masyarakat Arab atas kegagalan masyarakat internasional untuk menepati janji mereka memberi kemerdekaan yang dijanjikan kepada para pemimpin Arab selama Perang Dunia I. Sebagai akibat dari kerusuhan ini, Musa Karim Al Hussaini dipecat sebagai walikota Jerusalem oleh Inggris dan digantikan oleh Ragheb Nashashibi yang lebih akomodatif terhadap pemerintah Inggris. 87 Sementara itu, pergolakan nasional Palestina berkonsentrasi kepada perlawanan secara damai dengan pihak Zionis dengan meyakinkan Inggris untuk segera mengurangi pengaruh Deklarasi Balfour pada rentang tahun 1919-1929 dengan upaya pertama kali yang dilakukan adalah dengan mengutus penggerak nasionalis Palestina menuju London pada bulan Juni tahun 1921. Upaya untuk membujuk pihak Inggris saat itu, yang diwakili oleh Menteri Kolonial W. Churchil dan sejumlah tokoh Inggris lainnya untuk mengeluarkan resolusi menolak janji Balfour ternyata belum membuahkan hasil yang signifikan. Hasil yang tidak signifikan tersebut tidak menurunkan semangat para penggerak nasionalis Palestina. Kunjungan Balfour ke Palestina pun menuai demonstrasi.
86
John L. Esposito. Ensiklopedia Oxford Dunia Islam Modern. Jakarta: Mizan.1995, 28. H.E. Fariz Al Maehdawi, Derita Palestina Air Mata Kita, Jakarta,13 Januari 2009, Jakarta: Cendikiawan Marhaenis. 2009, 6. 8787
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
32
Orang-orang Palestina memboikotnya dengan memadati jalan-jalan dan berhasil melakukan pemogokan di seluruh negeri Palestina. 88 Sepanjang tahun 1918 sampai dengan tahun 1929 terjadi tiga kali revolusi 89 yang direpresentasikan dengan sikap dan aksi yang dilakukan oleh para penggerak dan pendukung nasionalis Palestina. Revolusi yang pertama adalah revolusi Musa an-Nabi (4-10 April 1920 di kota Al Quds telah merenggut nyawa 5 orang Yahudi dan mencederai 211 orang yang lainnya). Di pihak Arab, 4 orang korban dan 24 luka-luka. Revolusi Yafa (1-5 Mei 1921) meledak di Yafa dan mencakup bagian-bagian utara Palestina yang menyebabkan kematian 47 orang dan 147 orang Yahudi cedera. Sementara itu, korban di pihak Arab adalah 48 orang meninggal dan 73 luka-luka. 90 Revolusi Yafa muncul sebagai protes anti imigran Yahudi di Yafa dan menyebabkan bentrokan dengan kaum Yahudi sehingga menyebabkan Komisaris Tinggi Inggris, Samuel, mengumumkan negara dalam keadaan darurat. 91 Revolusi yang terakhir adalah revolusi yang terjadi pada 15 Agustus sampai dengan 2 September 1929 yang dinamakan revolusi Buraq. Kaum muslimin Palestina saat itu mempertahankan tembok bagian barat Masjidil Aqsa dari serangan Yahudi. Revolusi ini menyebabkan jatuhnya korban jiwa yaitu diantaranya 133 orang Yahudi meninggal dunia dan 339 luka-luka serta 116 orang Palestina meninggal dunia dan 232 luka-luka. Pada tahun 1930 terjadi ketegangan dan pergolakan yang sangat terlihat dari pihak Palestina. Kekerasan di berbagai sisi menjadi hal yang biasa. Pihak Yahudi telah mengorganisir mekanisme pertahanannya namun ternyata di luar perencanaannya terjadi pertikaian di dalam internal mereka. 92 Sementara itu, orang-orang Palestina bersiap siaga untuk menghadapi bendungan imigrasi Yahudi yang tiap periodenya terus bertambah. Sehingga mereka harus
88
Dr. Muhsin Muhammad Shaleh, Palestina: Sejarah, Perkembangan, dan Konspirasi. Jakarta: Gema Insani Press. 2002,52. 89 Perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif karena revolusi pun dapat memakan waktu yang lama. 90 Op.Cit. 53. 91 Op.Cit. 92 James A. Bill &Carl Leiden. Politics Middle East. Canada: Little, Brown& Company. 1979, 322.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
33
meningkatkan kompetisinya agar tidak tersaingi oleh para pendatang atau migran Yahudi yang telah memiliki keahlian dalam berbagai bidang. Negara Barat menjadi lambang supremasi kehidupan materi dan duniawi, dengan mendominasi peradaban sains dan teknologi terus melakukan “penjajahan” kultural di negara-negara dunia lainnya.
93
Dengan kedatangan
migran Yahudi dari negara-negara Barat, secara otomatis nilai-nilai yang dibawanya pun tidak terlepas dan sudah menjalar dalam dimensi kultural kehidupan mereka. Oleh karena itu, pergolakan dari para penggerak nasionalis Palestina yang terus berlangsung berupaya untuk membendung dan menyeleksi nilai-nilai yang masuk, khususnya yang dibawa oleh para migran Yahudi yang notabene memiliki misi tertentu untuk kembali ke wilayah Palestina. Peranan ulama Palestina pun terus berkembang dengan mengadakan konferensi pertamanya pada tanggal 25 Januari 1935 dan mengeluarkan fatwa yang mengharamkan menjual tanah kepada Yahudi, mengadakan kampaye besarbesaran di Palestina untuk membendung pengaruh yang merugikan dari kebijakan yang dibuat oleh penguasa saat itu, Inggris. Adapun pada tahun 1935 juga terjadi pemberontakan akbar yang terjadi antara kedua belah pihak yaitu pihak Arab dan Yahudi. Terjadinya pemogokan massal oleh seluruh negara Arab yang menuntut agar diakhirinya migrasi Yahudi dan penjualan tanah kepada orang-orang Yahudi serta penuntutan untuk membentuk negara Arab yang merdeka. Tuntutan negara Arab pun tidak dikabulkan oleh pihak Inggris. Dalam praktik di lapangan, pemerintahan mandat Inggris dan kekuatan Zionis terbukti tidak memberi ampun atau belas kasihan kepada penduduk Palestina. Mulai tahun 1936-1939, penduduk Palestina kembali lagi melakukan perlawanan, baik melalui pemogokan sipil ataupun pemberontakan senjata. Pada 7 Mei 1936, warga Palestina menolak untuk membayar pajak dan melakukan pemogokan umum. Inggris pun bertindak sangat keras, sebagai bukti kekuatannya, Inggris pada 30 Juli 1936 mulai mengumumkan hukum perang. Kekuatan-kekuatan bersenjata Zionis disatukan dengan intelijen Inggris dan menjadi penopang polisi kekuatan Inggris. Tahun 1939, jumlah kekuatan 93
Faisal Ismail. Islam, Transformasi Sosial dan Kontinuitas Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. 2001, 80.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
34
angkatan bersenjata Zionis yang bekerja sama dengan Inggris sudah mencapai 14.411 orang. 94 Pergolakan antara Arab dan Yahudi pun terus meningkat seiring pada akhirnya PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) berencana untuk membagi wilayah Palestina dalam Resolusi Majelis Umum PBB No.181.
2.3
Sejarah Berdirinya Palestina Sebagai Sebuah Negara Sejarah Palestina dari awal sampai masa pemerintahan mandat Inggris
sebagaimana yang telah dipaparkan di atas memperlihatkan bahwa Palestina belumlah menjadi sebuah negara. Palestina masih merupakan sebuah bangsa yang menduduki wilayah bernama Palestina yang dimulai sejak lama sebelum adanya orang-orang Yahudi. Bangsa Palestina memiliki dasar yang lebih kuat yaitu dalam hal penguasaan geografis di wilayah Palestina dibandingkan dengan bangsa Yahudi, karena bangsa Palestina lebih awal dan tinggal sangat lama jauh sebelum bangsa Yahudi ada. Pengaruh politik dari pembagian geografis senantiasa dianggap penting. 95 Menurut Montesquieu, “bangsa-bangsa kepulauan lebih cenderung untuk mengembangkan kebebasan daripada bangsa-bangsa di benua.” Dalam konteks Palestina, terlihat bahwa keterikatan dengan geografis yang cukup lama di wilayah Palestina mempengaruhi politik bangsa Palestina yang tentunya menginginkan agar keterikatan bangsa terhadap wilayah geografis semakin kuat yaitu dengan mendirikan sebuah negara. Namun ternyata harapan bangsa Palestina itu belum bisa terwujud nyata. Hal ini disebabkan oleh karena wilayah Palestina jatuh menjadi jajahan pemerintah mandat Inggris semenjak Dinasti Turki Usmani berakhir yaitu di tahun 1917. Adapun harapan Palestina terwujud nyata yaitu untuk menjadi sebuah negara yaitu saat terjadi pembagian wilayah oleh PBB berdasarkan Resolusi PBB tahun 1947.
2.3.1
Pembagian Wilayah Pada Resolusi PBB Tahun 1947 Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi PBB No.181, mencatat
bahwa Inggris sudah menginformasikan kepada PBB bahwa mandatnya telah 94 95
Andian Husaini. Pragmatisme Dalam Politik Zionis Israel. Jakarta: Khairul Bayan. 2004, 17. Maurice Duverger. Sosiologi Politik. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1998, 44.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
35
dicabut atas Palestina semenjak tanggal 1 Agustus 1948. 96 Pada bagian pertama resolusi menyebutkan bahwa: “The Mandate for Palestine shall terminate as soon as possible but in any case not later than 1 August 1948.” Namun dengan berbagai alasan yang ada, Inggris menyerahkan mandatnya tepat pada 15 Mei 1948. Resolusi PBB tersebut menjadi klaim Israel dalam memproklamirkan berdirinya Negara Israel. Deklarasi Kemerdekaan Israel menyatakan: “Atas dasar… resolusi Majelis Umum PBB, dengan ini kami memproklamirkan berdirinya sebuah negara Yahudi di Tanah Israel- Negara Israel.” 97 Rencana pembagian PBB disahkan oleh Majelis Umum PBB pada 29 November 1947. Hal ini dapat tercapai karena adanya tekanan dari Truman, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat. Padahal, jika melihat pada perolehan suara yang ada pada Rapat Majelis Umum (MU) adalah 33:13, dengan 10 abstain dan 1 absen. Adapun dalam rencana pembagian, yang dikenal dengan Resolusi 181, membagi Palestina menjadi negara-negara Arab dan Yahudi yang merdeka dan adanya rezim internasional istimewa untuk kota Yerusalem. 98 Proses untuk mengesahkan resolusi PBB tersebut terlihat cacat. Hal ini disebabkan karena adanya tekanan dari satu pihak terhadap beberapa pihak yang lain. Terlihat ada pengaruh kebijakan Amerika Serikat terhadap negara-negara lain yang juga turut serta dalam sidang dalam Majelis Umum PBB. Diantara negara yang tunduk pada tekanan Amerika Serikat adalah Perancis, Ethiopia, Haiti, Liberia, Luksemburg, Paraguay, dan Filipina. Uni Soviet juga mendukung resolusi ini, tetapi Inggris yang saat itu masih memegang mandat PBB atas Palestina tidak mendukung pemisahan Palestina. Hal ini disebabkan karena tekanan dari negara-negara Arab. 99 Adapun mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Sumner Welles, menulis: “Melalui perintah langsung dari Gedung Putih, setiap bentuk tekanan, langsung maupun tidak langsung, dibawa untuk disampaikan oleh pejabat Amerika kepada Negara-negara di luar Muslim yang diketahui belum menentukan sikap atau menentang pembagian itu. Para wakil dan perantara dikerahkan oleh Gedung Putih untuk memastikan bahwa suara mayoritas akan terus dipertahankan.” 100 96
Elmer Berger. Peace for Palestine: First Lost Opportunity. 1993, 22. Andian Husaini. Pragmatisme Dalam Politik Zionis Israel. Jakarta: Khairul Bayan. 2004,20 98 Ibid. 99 Op.Cit. 100 Paul Findley. Diplomasi Munafik Ala Yahudi. Jakarta: Mizan. 1995, 7. 97
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
36
Pengungkapan yang lebih jelas akan keterlibatan Amerika Serikat dalam penentuan Resolusi PBB No.181 terlihat pada tulisan Lawrence H. Smith, sebagai Anggota Kongres AS. Dalam tulisannya yang disampaikan untuk Kongres AS pada 18 Desember 1947, Lawrence H. Smith mengungkapkan bahwa untuk memperoleh dua pertiga suara di MU PBB agar resolusi yang ada itu bisa sah, maka delegasi Amerika Serikat melakukan tekanan pada tiga negara kecil yaitu Liberia, Haiti dan Filipina. “Ketiga negara ini semula tidak ingin memberikan suara mereka, namun tekanan yang dilakukan oleh delegasi kita, oleh para pejabat tinggi, bahkan juga oleh warga swasta, akhirnya membuahkan hasil yang memadai baik bagi mereka maupun bagi kita.” tulis Smith. 101 Dalam hal kuat tidaknya keterikatan resolusi yang PBB keluarkan, dalam hal ini adalah Resolusi MU PBB 102 , sebenarnya Resolusi MU PBB berbeda sifat dengan Keputusan Dewan Keamanan (DK) PBB. Resolusi MU PBB bersifat mengikat ke dalam dan bersifat sebagai saran serta tidak mengikat keluar. Pengaturan tentang fungsi dan kekuasaan MU PBB diatur dalam pasal 10-17 Piagam
PBB.
Dalam
mempertimbangkan
pasal
11
prinsip-prinsip
(1) umum
disebutkan kerjasama
bahwa
MU
dalam
dapat
memelihara
perdamaian dan keamanan internasional, termasuk prinsip-prinsip mengenai pelucutan senjata dan pengaturan persenjataan, dan dapat mengemukakan rekomendasi-rekomendasi yang bertalian dengan prinsip-prinsip yang ada itu kepada anggota-anggota atau kepada DK PBB atau kepada keduanya. Namun pada pasal 11 (2) menyebutkan bahwa adanya batasan wewenang MU PBB dikarenakan “setiap rekomendasi yang memerlukan suatu tindakan akan diserahkan kepada DK PBB.” Ditambah lagi dengan pasal 12 yang menyebutkan bahwa: “Pada waktu DK menjalankan kewajibannya sebagaimana yang ditetapkan dalam Piagam ini bertalian dengan sesuatu perselisihan atau suatu keadaan, MU tidak dapat mengajukan rekomendasi yang berkenaan dengan perselisihan atau keadaan itu kecuali apabila DK menghendakinya.” 103
101
R. Garaudy. Israel dan Praktik- Praktik Zionisme. Bandung: Pustaka. 1988, 47-48. Lihat di Lampiran 1. 103 Andian Husaini. Pragmatisme Dalam Politik Zionis Israel. Jakarta: Khairul Bayan. 2004,20. (dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Status Mahkamah Inernasional, Kantor Penerangan PBB Jakarta). 102
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
37
Resolusi MU PBB yang sudah terlihat jelas batasan dan sifatnya seperti di atas, ternyata masih dianggap sebagai dasar yang menguatkan dan mengikat secara sah bagi berdirinya negara Israel. Namun hal itu tidak menyurutkan kritik yang muncul terhadap deklarasi kemerdekaan Israel. Di lain pihak, Resolusi MU PBB No. 181 yang berisi tentang pembagian wilayah Palestina tersebut, menuai kritikan yang cukup keras yaitu dari Palestina. Palestina menilai pembagian wilayah tersebut sama saja dengan menguntungkan sebelah pihak dan merugikan pihak yang lain, dalam hal ini menguntungkan pihak Israel dan merugikan pihak Palestina. Penolakan pernah dilakukan juga oleh Palestina yaitu saat Inggris mengajukan usulan pembagian wilayah Palestina pada tahun 1937. Saat mandat Inggris dari Liga Bangsa-Bangsa yang dimulai tahun 1922, di mana saat itu penduduk Palestina masih mendominasi wilayah Palestina yaitu menguasai tanah Palestina sekitar 98% dan berpenduduk sekitar 688.000 orang sementara itu 2% lagi diduduki oleh penduduk Yahudi yang total penduduknya saat itu sekitar 84.000 orang. Rencana pemisahan PBB tahun 1947 ini membagi wilayah Palestina dibagi menjadi tiga yaitu (1) Negara Yahudi mencakup 57% dari total wilayah Palestina dan meliputi hampir seluruh area yang subur. Perimbangan penduduk di wilayah ini adalah 498.000 orang Yahudi dan 497.000 orang Arab, (2) Negara Arab Palestina mencakup 42% dari total wilayah Palestina, dengan kondisi wilayah yang hampir semuanya berbukit-bukit dan tidak produktif. Perimbangan penduduk di wilayah yang diperuntukan bagi Arab Palestina ini adalah 10.000 orang Yahudi dan 725.000 orang Arab, dan (3) Zona Internasional (Yerusalem) dengan perimbangan penduduk 100.000 orang Yahudi dan 105.000 orang Arab. 104 Resolusi MU-PBB No.181 ini merupakan berita bahagia bagi Yahudi. Mereka (Yishuv, komunitas Yahudi di Palestina) merayakan dikeluarkannya resolusi tersebut dengan mengadakan pawai di jalan-jalan, sementara itu warga Palestina juga melakukan pawai, tetapi dalam rangka untuk menolak resolusi tersebut. Di sisi lain, resolusi tersebut tidak digubris oleh pemerintah mandat Inggris di Palestina. Mereka lebih memilih untuk memfokuskan pada persiapan 104
Ibid.,21.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
38
untuk meninggalkan wilayah Palestina sesuai dengan berakhirnya mandat Palestina yaitu pada tanggal 15 Mei 1948. Selama masa transisi tersebut, kondisi pengalihan kekuasaan yang seharusnya tercipta di Palestina tidak berlangsung dengan baik, hal ini bisa dikatakan telah terjadi vacum of power di Palestina saat itu. Kondisi tersebut menjadi kesempatan yang akhirnya dimanfaatkan oleh oaring-orang Yahudi untuk memproklamasikan kemerdekaan negara Israel pada 14 Mei 1948 yaitu sehari sebelum mandat Inggris atas Palestina berakhir. Meskipun pihak Arab Palestina telah menggalang upaya keras penolakan atas deklarasi kemerdekaan negara Israel tersebut, namun nampaknya upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Adapun deskripsi yang jelas atas pembagian PBB No.181 ini dapat dilihat dalam peta 105 .
2.3.2 Berdirinya Negara Palestina Menurut pakar nasionalisme terkenal, Hans Kohn, sebagai bentuk formal organisasi politik, budaya dan ekonomi, negara-negara telah ada sejak tahun 1815. Lalu pada era dua dekade setelah Perang Dunia II, negara-bangsa telah menjadi manifestasi normal keinginan politik masyarakat Asia, Afrika dan Amerika. 106 Sedangkan dari tinjauan antropologi, negara adalah satu tatanan stratifikasi, yaitu sistem di mana anggota masyarakat yang berbeda menikmati hak-hak akses individu pada keperluan hidup pokok produktif atau sebagai lembaga sosial yang matang, yang di dalamnya ada unsur eksploitasi kritis, pembagian kelas, dan kecederungan agresi eksternal. 107 Melihat konteks Palestina, pembagian secara geografis yang didasari oleh Resolusi PBB No.181 menjadi tiga, dan salah satunya adalah negara Palestina terjadi perubahan yang signifikan bahwa ternyata Palestina diakui sebagai sebuah negara. Hal ini memberi arti bahwa Palestina, dalam hal ini bangsa yang menduduki wilayah Palestina, secara otomatis memiliki otoritas atas wilayah yang menjadi hak nya tersebut yaitu 42% dari total keseluruhan wilayah Palestina. Nasionalisme Palestina pun terwujud secara konkrit yaitu dengan adanya otoritas
105
Lihat dalam Lampiran 2. M. Rusli Karim. Seri Kuliah: Analisis Teori Negara dan Hukum Tata Negara. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya .1997, 1. 107 Ibid.,2. Merujuk kepada Fried, 1978; cf. Price, 1978. 106
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
39
yang utuh terhadap wilayah Palestina atas bangsa Palestina. Negara Palestina pun sejak saat itu (29 November 1947) menjadi tumpuan bagi para penduduk Palestina di mana di dalamnya mereka mereka mendapatkan hak untuk mengakses kebutuhan pokok hidup dan lebih dari itu mereka pada akhirnya terbebas dari penjajahan negara manapun. Namun, berdirinya negara Palestina bukan lantas tanpa masalah. Justru banyak permasalahan yang muncul saat Palestina menjadi sebuah negara. Yaitu disebabkan oleh pendudukan Israel terhadap hak tanah/ wilayah Palestina secara paksa. Padahal orang-orang Yahudi sejak pembagian wilayah berdasarkan Resolusi PBB No.181 mendapatkan wilayah jauh lebih luas dibandingkan dengan Palestina. Namun ketidakpuasannya tersebut ditambah juga dengan cita-cita politiknya untuk mendirikan negara Israel di Palestina menjadi benih awal bagi Palestina yang kembali mengalami penjajahan. Di sisi lain, ketika melihat sejarah berdirinya negara Israel di Palestina, terlihat bahwa Israel mendasari klaim-klaim nya untuk mendirikan sebuah negara di Palestina dengan tiga sumber utama yaitu warisan Perjanjian Lama dari Kitab Injil. 108 Klaim tersebut adalah klaim teologis yang diyakininya. Sementara itu konsep historis yang digunakan oleh Israel untuk mengesahkan bahwa Palestina itu adalah memang hak nya yaitu ada dalam Deklarasi Balfour dan pembagian Palestina menjadi negara Arab dan negara Yahudi yang direkomendasikan oleh Majelis Umum PBB tahun 1947. Bangsa Yahudi sangat mendukung adanya pembagian wilayah tersebut, mereka mengharapkan suatu hari kemudian bisa terwujud keputusan yang menyatakan bahwa keseluruhan wilayah Palestina dan Transjordan adalah batas negara mereka. 109 Sementara itu, menurut sejarah yang sesungguhnya bangsa Yahudi bukan merupakan penduduk pertama di Palestina, mereka pun (bangsa Yahudi) tidak pernah memerintah di sana selama masa pemerintahan bangsa-bangsa lain. Para ahli arkeologi modern secara umum sepakat bahwa bangsa Mesir dan bangsa Kan’an telah mendiami Palestina sejak masa-masa paling kuno yang dapat dicatat
108
Dalam Kitab Kejadian 15:18, “Pada hari itu Tuhan membuat perjanjian dengan Ibrahim melalui firman, ‘untuk keturunanmu Aku berikan tanah ini, dari sungai Mesir hingga sungai besar, sungai Efrat.” 109 S.A. Morrison. Middle East Survey. Great Britain: The Pitman Press .1954, 36.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
40
sekitar 3000 SM. hingga sekitar 1700 SM. 110 Kisah dilanjutkan dengan kedatangan penguasa-penguasa lain yaitu bangsa Hyokos, Hittit, dan Filistin. Periode pemerintahan Yahudi baru dimulai pada tahun 1020 SM. dan hanya berlangsung sampai 587 SM. Orang-orang Israel pun pada akhirnya diserbu oleh bangsa-bangsa Asyria, Babilonia, Yunani, Mesir dan Syria serta Hebrew Maccabeans. Kisah berlanjut sampai akhirnya orang-orang Yahudi berdiaspora ke seluruh penjuru bumi akibat penaklukkan Romawi atas Yerusalem pada 63 SM. Komisi King Chane Amerika Serikat menyimpulkan pada 1919 bahwa suatu klaim “yang didasarkan ata kependududkan pada masa dua ribu tahun yang lalu tidak dapat dipertimbangkan secara serius. 111 Konsep historis yang mendasari Israel dengan percaya diri bahwa di atas tanah Palestina ada hak yang sah untuk mendirikan negara Israel yaitu bahwa tanah Palestina adalah “negeri yang dijanjikan Tuhan”. Pada kenyataannya, “janji” yang dimaksud berasal dari naskah-naskah yang ditulis oleh mereka dan mereka pun menyatakan diri bahwa mereka berhak untuk menerima janji tersebut. Deklarasi Israel pada 14 Mei 1948, menyebutkan: “By virtue of our natural and historic right… (we) do hereby proclaim tehe establishment of a Jewish State in the Land of Israel- The State of Israel”. (Atas dasar hak alamiah dan hak historik kita… dengan ini (kami) memproklamasikan berdirinya sebuah negara Yahudi di Tanah Israel- Negara Israel).” 112
2.3.3
Perang Arab-Israel Pasca Resolusi PBB Pasca Resolusi MU PBB No.181 pada 29 November 1947, gerak Israel 113
menjadi semakin gesit dalam menjalankan resolusi tersebut. Secara langsung, Israel terjun ke lapangan untuk mengamankan wilayah yang memang diputuskan menjadi hak miliknya. Tidak hanya wilayah- wilayah yang diperuntukannya saja yang diamankan, tetapi juga Israel juga melakukan ekspansi ke sebagian wilayah
110
Paul Findley. Deliberate Deceptions: Facing the Facts about the U.S.-Israeli Relationship. 1993, 24. 111 Peter Grose. Israel in The Mind of America. New York: Knopf. 1983, 88-89. 112 Op. Cit.,3 113 Dalam bab-bab selanjutnya, peneliti memberikan sebutan untuk Yahudi setelah mereka mendirikan negara (pada 14 Mei 1948) adalah Israel.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
41
yang merupakan milik Palestina. Padahal, hal itu sudah jelas-jelas merupakan pelanggaran yang ada dalam Resolusi MU PBB No.181. Perang yang terjadi antara Arab dan Israel selama satu tahun yaitu berlangsung sejak Israel mengumumkan kemerdekaannya yaitu 14 Mei 1948 sampai dengan 6 Januari 1949. Perang Arab-Isarel terjadi dalam dua bagian. Bagian yang pertama ditandai dengan datangnya pasukan regular Yahudi yang melawan pasukan Arab non-regular dan bagian kedua ditandai dengan peperangan antara unit-unit Yahudi dan lima angkatan bersenjata Yahudi yang memasuki wilayah Palestina sehari setelah didirikannya negara Israel. Perencanaan yang dilakukan oleh Israel dalam melakukan perang dengan pihak Arab telah dilakukan secara matang. Israel mempersiapkannya setelah keluarnya pembagian wilayah yang dilakukan oleh PBB yaitu sejak 27 November 1947. David Ben Gurion, selaku pemimpin tertinggi Zionis, mengeluarkan perintah untuk seluruh pemuda Yahudi yang berusia 17-25 tahun untuk mendaftar pada dinas militer. Pada 5 Desember 1947, David Ben Gurion memerintahkan aksi cepat untuk memperluas pemukiman Israel di tiga daerah yang diberikan oleh PBB kepada Palestina. 114 Serangan pertama yang terjadi antara Israel terhadap Palestina yaitu pada tanggal 18 Desember 1947, saat pasukan Palmach yang merupakan pasukan tempur dari angkatan bersenjata bawah tanah Israel, Haganah, menyerang salah satu desa di Palestina, Khissas, di bagian utara Galilee dalam serangan di malam hari. Pertempuran yang dilancarkan oleh Israel merupakan ambisi besar yang diimpikan oleh David Ben Gurion yang secara implisit menyiratkan akan perang demografi terhadap Palestina. Pada 9 Desember 1947, David Ben Gurion memerintahkan agar pasukan Israel menyerang dengan agresif: “Dalam setiap serangan, harus dilancarkan sebuah pukulan mematikan yang mengakibatkan hancurnya rumah-rumah dan terusirnya penduduk.” 115 Angkatan bersenjata Israel sudah mulai bergerak untuk menguasai Palestina beberapa minggu setelah Rencana Pembagian PBB tahun 1947. Rencana Dalet yang dibuat oleh Israel pada awal Maret 1948 bertujuan untuk merebut daerah-daerah di Galilee dan antara Yerusalem dan Tel Aviv. Sementara itu, di pihak Arab baru terlihat melakukan 114 115
Op.Cit. 22. Op.Cit.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
42
pergerakan untuk pertama kalinya yaitu pada 30 April 1948, saat kepala staf angkatan militer bersenjata Arab bertemu untuk membuat rencana intervensi militer. Pergerakan pihak Arab tersebut terlihat lebih lambat dibandingkan dengan aksi yang sudah direncanakan jauh-jauh hari oleh Israel. Secara fasilitas dan perlengkapan senjata yang dimiliki, terlihat jelas orang-orang Yahudi memiliki lebih banyak dan lebih baik dibandingkan dengan yang dimiliki oleh orang-orang Arab. Namun orang-orang Yahudi ternyata secara sembunyi-sembunyi
menerima
pasokan-pasokan
besar
persenjataan
dari
Cekoslowakia sejak awal 1948. Satu kontrak saja bisa mencakup 24.500 pucuk senapan, 5.000 senjata mesin ringan, 200 senjata mesin medium, 54 juta rentetan amunisi, dan 25 pesawat perang Messerschmit. 116 Jumlah pasukan bersenjata Israel yang telah terlatih jauh melebihi jumlah seluruh pasukan yang diterjunkan ke medan perang oleh lima negara Arab pada 15 Mei 1948. Di garis depan, pasukan bersenjata Israel berjumlah 27.400 orang sedangkan dari negara-negara Arab 13.876 orang yang berasal dari Mesir 2.800 orang; Irak 4.000 orang; Lebanon 700 orang; Syria 1.876 orang; dan Transjordan 4.500 orang. 117 Israel ternyata tidak hanya memiliki fasilitas penunjang yang lebih baik dalam peperangan namun Israel juga melakukan aksi-aksi teror selama masa perang berlangsung. Aksi-aksi teror yang dilancarkan terutama oleh anggotaanggota dari dua kelompok utama, Irgun dan Lehi atau Stern Gang, yang melakukan pemboman pada 1946 atas King David Hotel di Yerusalem, yang membunuh sembilan puluh satu orang -empat puluh satu orang Arab; dua puluh delapan orang Inggris; dan tujuh belas orang Yahudi- 118 pembantaian pada 1948 atas 245 orang kaum pria, kaum wanita, dan anak-anak Arab di pedesaan Deir Yassin 119 , dan lain-lain. Efek dari teror-teror yang dilancarkan oleh Israel cukup membuahkan hasil. Salah satu peristiwa yang cukup mengguncang psikologis orang-orang Palestina adalah peristiwa di Deir Yassin. Deir Yassin adalah desa kecil di dekat Yerusalem yang dibentuk dan sepenuhnya tunduk kepada perjanjian non agresi 116
Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel. Bandung: Mizan. 2006, 35. Ibid. 118 Nicholas Bethell. The Palestine Triangle: The Struggle for Holy Land 1935-1948. 1979, 263. 119 Walid Khalidi. From Heaven to Conquest: Readings in Zionism and the Palestine Problem until 1948. Washington D.C.: Institute for Palestine Studies. 1987, 761. 117
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
43
dengan Haganah. 120 Menurut Benny Morris dalam bukunya Righteous Victims, seluruh keluarga dibantai habis dan laporan dari komandan Yahudi berbicara tentang “kelakuan biadab terhadap tawanan dan mayat’ dengan petani-petani Palestina diparadekan di atas truk di jalan-jalan Yerusalem sebelum dikembalikan ke desanya dan dibunuh. Dengan peristiwa di Deir Yassin, masih segar dalam ingatan penduduk kota, seluruh penduduk yang berjumlah 70.000 orang, kecuali 4.000 yang tinggal melarikan diri dalam ketakutan dan meninggalkan barangbarang yang tidak bisa mereka bawa. 121 Peperangan 1948 atau yang dikenal dengan nama Al Nakhba pada akhirnya dimenangkan oleh Israel, setelah selama lebih dari satu tahun bertempur. 122 Israel tidak pernah menyerahkan satupun dari bagian penting dari tanah yang direbutnya pada tahun 1948 di luar perbatasan-perbatasan yang telah ditetapkan oleh PBB. Pada rencana PBB tersebut menyebutkan bahwa luas tanah untuk Israel hanya 5.893 mil persegi yang berarti 56,47% dari seluruh wilayah Palestina. Namun menjelang akhir perang 1948, Israel menguasai daerah seluas 8.000 mil persegi , 77,4% dari tanah itu. 123 Berakhirnya perang tahun 1948 atau Al Nakhba ini ditandai dengan dibuatnya suatu perjanjian perdamaian antara Israel dengan negara-negara Arab disekitarnya pada bulan Juli tahun 1949. Pada tahun yang sama, eksistensi negara Israel ditegaskan dengan diterimanya Israel sebagai anggota PBB. Masalah setelah perang pun dimulai dengan munculnya gelombang para pengungsi Palestina yang terusir dari negaranya sendiri.
120
H.E. Fariz Al Maehdawi, Derita Palestina Air Mata Kita, Jakarta,13 Januari 2009, Jakarta: Cendikiawan Marhaenis. 2009, 8. 121 Ibid. 122 Ahmad Ghazali Khairi & Amin Bukhari. Air Mata Palestina.Jakara: Hi-Fest Publishing. 2009, 144. 123 Howard M. Sachar. A History of Israel: From the Rise of Zionism to Our Time. Tel Aviv: Steimatzky’s Agency. 1976, 350.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
BAB 3 KEPENDUDUKAN PALESTINA TAHUN 1947-1967
3.1 Kependudukan Palestina Pasca Berdirinya Negara Israel Pasca dideklarasikannya negara Israel pada 14 Mei 1948 adalah waktu saat dimulainya dinamika atas kependudukan Palestina. Dengan adanya legalisasi hak atas tanah yang diberikan kepada Israel, sesuai dengan rencana pembagian PBB tahun 1947, membuat Israel semakin percaya diri dalam melakukan proses kependudukannya terhadap wilayah Palestina. Namun kenyataannya, Israel bertindak diluar dari ketentuan (Resolusi PBB No.181) yang ada. Israel tidak hanya menduduki wilayah yang menjadi hak nya saja, namun juga mengokupasi wilayah yang dimiliki oleh Palestina. Orang-orang Palestina pun menjadi korban atas berbagai tindakan Israel yang mengambil tanah dan hak-hak mereka. Banyak permasalahan yang muncul seiring dengan berdirinya negara Israel, khususnya masalah pengungsi Palestina. Sejak tahun 1947 sampai dengan 1949 lebih dari 726.000 orang Palestina, Muslim dan Kristen (atau 82% penduduk Arab di wilayah yang kemudian pada tahun 1948 dijadikan negara Israel) menjadi pengungsi selama peperangan yang didahului oleh deklarasi negara Israel. Mereka meninggalkan rumah dan harta bendanya karena mengkhawatirkan keselamatan mereka dalam konflik bersenjata itu. 124 Dinamisasi terhadap kependudukan yang terjadi di Palestina terlihat dengan upaya dari para pemimpin Israel untuk menjadikan Palestina yang awalnya berpenduduk mayoritas Arab Palestina menjadi mayoritas Yahudi. Mereka menginginkan agar negara Israel dapat menguasai seluruh wilayah Palestina. Mereka juga menginginkan wilayah tersebut bersih dari orang-orang Palestina dan mereka tidak menginginkan orang-orang Palestina tinggal di negara Israel. Ahli sejarah Israel, Benny Morris, melaporan: “Ben Gurion jelas-jelas menginginkan sedikit mungkin orang Arab tinggal di negara Israel. Dia ingin
124
H.E. Fariz Al Maehdawi, Derita Palestina Air Mata Kita, Jakarta,13 Januari 2009, Jakarta: Cendikiawan Marhaenis. 2009,12.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
45
melihat mereka lari. Demikian yang dikatakannya pada para kolega dan ajudannya di bulan Agustus, Septemer, dan Oktober (1948).” 125 Mempengaruhi lahirnya mobilisasi besar-besaran terhadap orang-orang Palestina keluar dari negerinya sendiri pasca berdirinya negara Israel adalah sasaran utama para Zionis dalam mengatasi konflik demografi yang dikhawatirkan Israel. Pada waktu pembagian PBB tahun 1947, masalah demografi merupakan masalah terbesar kaum Zionis sebab jumlah orang Palestina melebihi jumlah orang-orang Yahudi, dua dibanding satu, di Palestina. 126 Rencana pembagian menetapkan bahwa di Negara Yahudi, orang Yahudi harus menjadi mayoritas: 498.000 orang Yahudi dan 435.000 orang Palestina. 127 Dengan angka mayoritas Yahudi yang sangat tipis tersebut, orang-orang Yahudi khawatir mereka tidak akan bisa menjadi mayoritas di negeri mereka sendiri. Oleh karena itu, upaya Israel dalam menjadi mayoritas di Palestina menjadi masalah tersendiri yang menyebabkan dinamisnya aspek kependudukan Palestina sejak orang-orang Israel menduduki Palestina.
3.1.1 Populasi Penduduk Palestina Sebelum 1948 Populasi penduduk Palestina sebelum tahun 1948, yang berarti sebelum Israel mendeklarasikan negara Israel, menggambarkan adanya ketidakpastian pada data. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sumber informasi dan terjadi kebingungan atas makna pada angka yang terdapat pada sensus yang telah dilakukan.
Sensus yang dilakukan pada masa Dinasti Usmani tidak dapat
diandalkan.
Hal ini disebabkan oleh warga asing yang tidak dihitung dan
penduduk ilegal yang menjauhi sensus seperti orang yang ingin menghindari pajak dan jasa militer. Jumlah penduduk Palestina selama pemerintahan mandat Inggris atas Palestina yang lebih andal untuk digunakan, tetapi data tersebut diambil setelah diterbitkan oleh sensus pada tahun 1931. 128
125
Benny Morris. The Birth of The Palestnian Refugee Problem. New York: Cambridge University Press. 1987, 292. 126 Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel.Bandung: Mizan. 2006, 53. 127 Walid Khalidi. From Heaven to Conquest. Washington D.C.: Institute for Palestine Studies 1987, 714. 128 www.mideastweb.com, Populasi Palestina Sebelum Tahun 1948.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
46
Selama berlangsungnya mandat atas Palestina, Inggris melakukan sensus yaitu pada tahun 1922. Pada sensus tahun 1922, data yang diambil adalah dalam kondisi yang tidak menetap, dalam arti masih banyak penduduk yang tidak terhitung. Sebenarnya pada data sensus tahun 1922 dan tahun 1931 serta perkiraan berdasarkan kedua sensus tersebut, dinilai ada kecacatan pada data-datanya. Namun
data
yang
digunakan
masih
memungkinkan
menunjukkan
kekonsistenannya. Hal yang paling utama dalam pengambilan data sensus tersebut adalah bahwa jumlah orang yang dilaporkan oleh sensus tahun di 1922 dan tahun 1931 adalah sesuai dengan tingkat pertumbuhan alami yang terjadi di Palestina.129 Pada dua kali sensus yang dilakukan tersebut, terdaftar bahwa ada 83.790 orang Yahudi di Palestina pada sensus tahun 1922. Sementara itu, pada sensus tahun 1931, jumlah orang Yahudi yang terdaftar berjumlah 174.606 130 . Data sensus tersebut diperoleh berdasarkan tingkat natalitas, mortalitas dan imigrasi yang ada. Sementara itu, hasil survey yang dilakukan Anglo-Amerika pada tahun 1945 memberikan data tambahan jumlah penduduk di tahun itu namun tidak lengkap. Menurut Kaum Zionis, data setelah sensus tahun 1931 tidak mencerminkan adanya migrasi ilegal dari Arab, yaitu orang Yahudi. Sedangkan menurut kaum yang pro-Palestina percaya bahwa sensus diabaikan banyak orang Arab Palestina dan data natalitas penduduk Palestina tidak menggambarkan yang sesungguhnya. Justin McCarthy mengungkapkan bahwa sensus yang dilakukan pada tahun 1922 dilakukan tidak dengan sungguh-sungguh, hal ini menantang orang Palestina untuk menelusuri data sensus pada tahun 1931. 131 Oleh karena itu, Justin McCarthy menggambarkan populasi Palestina tahun 1931-1946 132 sebagai berikut: Year 1931 1936 1941 1946
Arab 864.806 983.244 1.123.168 1.310.866
% 82 71 68 67
Jewish 174.139 382.857 489.830 599.922
% 16 28 30 31
Other 18.269 22.751 26.758 31.562
% 2 2 2 2
Total 1.057.601 1.338.852 1.639.756 1.942.350
Tabel: 3.1 Populasi Palestina Menurut Justin McCarthy 129
http:// www.mideastweb.com. Populasi Palestina Sebelum Tahun 1948. http://www.mideastweb.com. Populasi Palestina Sebelum Tahun 1948. 131 http://www.mideastweb.com, Populasi Palestina Sebelum Tahun 1948. 132 William L. Cleveland. A History of The Modern Middle East. United States of America: Westview Press. 2004, 254. 130
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
47
Melalui tabel diatas, terlihat bahwa jumlah orang Yahudi di Palestina yang disebutkan oleh Justin McCarthy berbeda dengan apa yang dihasilkan oleh sensus yang dilakukan pemerintahan mandat Inggris tahun 1931 yaitu terpaut 467 angka. Hasil sensus tersebut memperlihatkan jumlah orang Yahudi di Palestina tahun 1931 yaitu 174.606 dan menunjukkan rasio 467 orang lebih banyak dibandingkan dengan data yang di keluarkan oleh Justin McCarthy yaitu 174.139. Sementara itu, populasi Palestina dan Yahudi tetap meningkat dari tahun 1931 menuju tahun 1936, 1941 dan 1946. Namun ketika melihat presentase nya, populasi Palestina justru menurun 11%, berbanding terbalik dengan kenaikan presentase orang Yahudi lebih besar yaitu 12%. Adapun tabel yang berisi data mengenai perkiraan pertumbuhan penduduk di Palestina selama masa pemerintahan mandat Inggris adalah sebagai berikut ; Approximate population growth in Mandatory Palestine (Perkiraan Pertumbuhan Penduduk di Palestina) 133 Year
Source
Total
Tahun
Sumber
Total
Moslems/ Islam
Jews /Yahudi
(No.)
(No.)
(%)
(%)
Christians
Others
Kristen
Lainnya
(No.)
83.790 11.14
(%) (No.)
71,464 9.50
(%)
1922
Sensus
752.048
589.177
78,34
7,617 1.01
1931
Sensus
1.033.314
759.700
73,52 174.606 16.90
1937
Estimasi
1.383.320
875.947
63,32 386.084 27.91 109,769 7.94 11.520 0,83
1945
Survey
1,845,560 1,076,780
58.35 608,230 32.96 145,060 7.86 15,490 0.84
1947
Proyeksi
1,955,260 1,135,269
58.06 650,000 33.24 153,621 7.86 16,370 0,84
88,907 8.60 10,101 0.98
Tabel 3.2 Perkiraan Penduduk di Palestina
Dari tabel di atas,
terlihat adanya proyeksi bahwa angka penduduk
Yahudi yang diperkirakan akan berimigrasi ke Palestina adalah 650.000 pada tahun 1947. Sementara itu, pada tabel yang berisi perkiraan (estimasi) pada tahun 1937, didasarkan kepada tingkat rata-rata kenaikan populasi penduduk dari tahun 1922-1931 134 . Berdasarkan hasil survey tahun 1945 di atas terlihat angka 608.230, namun pada akhirnya direvisi menjadi 608.250 dan berdasarkan survey pula, bahwa kenaikan 20 angka tersebut pada umumnya dapat diterima. 133 134
http://.www.mideastweb.com, Populasi Palestina Sebelum Tahun 1948. http://www.palestineremembered.com/Acre/Maps/Story574.html
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
48
Proyeksi pertumbuhan jumlah populasi Yahudi di Palestina diatas menunjukkan bahwa setiap beranjak dari sensus 1922 sampai dengan survey yang dilakukan tahun 1945, populasi Palestina terus menerus mengalami penurunan dari awal tahun 1922. Saat sensus 1922 dilakukan, populasi Palestina adalah 83,79% dan masih menjadi mayoritas di Palestina. Namun lambat laun pertumbuhan populasi orang Yahudi yang berasal dari para migran, berubah mengejar jumlah populasi Palestina. Hal itu terbukti dari data survey 1945 yang memperlihatkan bahwa persentase populasi Palestina menurun dari 73,52% (hasil sensus terakhir tahun 1931), menjadi 58,35%. Sementara itu, populasi yang telah tetap terlepas dari para nomaden digambarkan secara lebih detail sesuai kota dan daerah yang ada, telah ditetapkan pada 31 Desember 1946. Data tersebut dapat dilihat pada tabel dalam lampiran 3 yang data tersebut dinamakan suplemen hasil survey di Palestina yang dipersiapkan oleh pemerintahan mandat Inggris untuk diserahkan kepada PBB tahun 1947. Persebaran dan presentase populasi penduduk Palestina tahun 1946 dapat pula dilihat pada peta. 135 Dari data-data dan analisis yang dikemukakan di atas, terlihat bahwa populasi penduduk Palestina semakin tahun semakin menurun seiring dengan datangnya para imigran Yahudi yang menetap di wilayah Palestina. Dinamika populasi Palestina semakin terlihat penurunannya saat keluarnya Resolusi PBB No.181. Atas dasar resolusi tersebut, menunjukkan bahwa porsi wilayah bagi Israel adalah 57% dari keseluruhan total wilayah Palestina, sementara orang Arab Palesina hanya mendapatkan wilayah sebesar 42%. Begitu juga setahun kemudian yaitu saat Israel mulai memproklamirkan kemerdekaan dan hak atas tanah di Palestina pada 14 Mei 1948, dinamika populasi Palestina atas pendudukan Israel pun tidak bisa dielakkan lagi.
135
Lihat Lampiran 4.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
49
3.1.2 Rekomposisi Penduduk oleh Israel Pasca dideklarasikannya Negara Israel pada 14 Mei 1948, Arab dan Israel melakukan perang yang pertama kalinya pada tahun 1948. Melalui perang tersebut, dapat menggambarkan bahwa Israel belum mendapatkan kepuasan atas bagian yang telah ditetapkan Resolusi PBB No.181. Sikap Israel yang ekspansionis tersebut seakan menggambarkan betapa Israel tidak akan pernah menyerahkan satu bagian penting pun dari tanah yang telah direbutnya pada tahun 1948 diluar dari perbatasan yang seharusnya (sesuai Resolusi PBB No.181). Rencana itu membatasi luas negara Israel hingga 5.893 mil persegi, sama dengan 56,47 % dari seluruh wilayah Palestina, namun menjelang akhir perang 1948, Israel menguasai 8.000 mil persegi, yaitu 77,4% persen dari tanah itu. 136 Israel juga menguasai Palestina yang mencakup 475 kota kecil dan desa, yang sebagian besar diantaranya kosong atau segera dibuat demikian (ini sebanding dengan 279 pemukiman Yahudi di seluruh Palestina yang ada pada 29 November 1947, hari diberlakukannya Rencana Pembagian PBB). 137 Oleh karena itu, secara signifikan dapat terlihat jelas bahwa semenjak negara Israel diproklamirkan tidak ada batasan yang jelas dan terbuka dari negara Israel tersebut. Konflik yang terjadi antara Arab dan Israel telah menimbulkan dua gelombang pengungsi Palestina. Gelombang pertama adalah akibat dari perang 1948 yang berjumlah 726.000 orang, yang merupakan dua pertiga dari seluruh penduduk Palestina yang berjumlah 1,2 juta orang. 138 Adanya gelombang pengungsi Palestina yang keluar dari negerinya sendiri berbanding terbalik dengan yang terjadi atas migran Yahudi di seluruh muka bumi yang berduyun-duyun menuju ke negara Israel. Sejak dideklarasikan menjadi negara Israel, aksi-aksi yang dilakukan oleh kaum Zionis adalah memperbanyak jumlah migran Yahudi untuk masuk ke nagara Israel. Kaum Zionis pun telah menyadari bahwa orangorang Yahudi berselisih dengan penduduk Palestina bukan hanya karena penduduk Palestina adalah masih menjadi mayoritas pada tahun 1947, tetapi juga
136
Howard M. Sachar. A History of Israel: From the Rise of Zionism to Our Time. Tel Aviv: Steimatzky’s Agency. 1976, 350. 137 Benny Morris. The Birth of Palestinian Refugee Problem. New York: Cambridge University Press .1987, 179. 138 Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel.Bandung: Mizan. 2006, 45.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
50
karena angka kelahiran mereka lebih tinggi dibandingkan orang-orang Yahudi. 139 Dalam suatu memorandum resmi dari Ben Gurion pada pertengahan 1948 dikemukakan bahwa: “Pengusiran orang-orang Arab itu hendaknya dianggap sebagai pemecahan bagi masalah orang Arab di Negara Israel.” 140 Namun pada kenyataannnya, adanya gelombang pengungsi Palestina keluar dari negara nya sendiri sampai tahun 1949 tidak juga mengurangi pertumbuhan populasi Palestina. Justru yang mengawatirkan adalah komposisi penduduk Israel yang belum juga mengalami peningkatan yang berarti selain hanya dengan migrasi nya orang-orang Yahudi yang berasal dari seluruh penjuru dunia. Ben Gurion ternyata masih tetap prihatin mengenai masalah demografi, sehingga pada tahun 1949 dia memprakarsai pemberian hadiah bagi para ibu yang melahirkan anak yang kesepuluh. Program itu dihentikan satu dasawarsa kemudian, dikarenakan banyaknya jumlah ibu-ibu Palestina warga negara Israel yang berhasil meraih hadiah tersebut. Pada tahun 1967, sebuah pusat demografi Israel didirikan sebab “penambahan angka kelahiran di Israel sangat penting bagi masa depan seluruh bangsa Yahudi”. 141 Adapun pada tahun 1948 sampai dengan 1951, populasi Yahudi di Israel melonjak naik dari 650.000 menjadi sekitar 1,3 juta jiwa. 142 Peningkatan yang cukup tajam tersebut sebenarnya adalah dampak dari berduyun-duyunnya imigran Yahudi yaitu berjumlah 684.000 orang. Jumlah imigran tersebut banyak yang berasal dari Eropa Timur, yang biasa disebut para pengungsi atas tindakan Nazi. Ideologi para pemimpin Eropa Timur telah terwarnai oleh Zionisme, begitu pula para individu-individunya yang telah menempati posisi-posisi strategis di wilayah politik, hukum, agama sampai pada tingkat pendidikan di negara Israel.143 Bagaimanapun, awal dari gelombang imigrasi sedikit banyak berasal dari Yahudi Oriental atau Yahudi Timur (Separdik) yang berasal dari negara-negara Arab. Dengan berbagai macam alasan, beberapa di antara mereka yang menyebutkan bahwa melakukan migrasi ke negara Israel karena alasan status dan 139
Ibid.,52. Benny Morris. The Birth of Palestinian Refugee Problem. New York: Cambridge University Press .1987, 136. 141 Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel. Bandung: Mizan.2006, 54. 142 William E. Cleveland. A History of Modern Middle East. United States of America: Westview Press. 2004, 384. 143 Ibid. 349. 140
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
51
keamanan setelah perang tahun 1948. Sementara itu, banyak juga yang beralasan karena keterikatan terhadap posisi negara Israel sudah merdeka. Oleh karena itu, banyak di antara komunitas Yahudi yang telah tinggal lama di negara-negara Arab seperti Mesir, Iraq, Yaman, dan Maroko memutuskan untuk bermigrasi ke Israel. Selang waktu antara tahun 1948 sampai dengan tahun 1956, sekitar 450.000 Yahudi Separdik (yang berasal dari negara-negara Arab tersebut) bermigrasi ke Israel. 144 Para Yahudi Separdik tersebut tidak terintegrasi dengan penduduk Yahudi yang lainnya, seperti Yahudi Ezkinaz (orang-orang Yahudi yang berasal dari Eropa). Jumlah yang cukup banyak dari Yahudi Separdik tersebut tinggal di daerah atau kota yang baru berkembang dan berada jauh dari pusat kota. Hak otoritas mereka diabaikan dan mereka tidak mendapatkan representasi atas aspirasi politik yang ada. Selain itu, tingkat partisipasi atas pendidikan mereka pun rendah, dan banyak sekali yang menjadi pengangguran. Orang-orang Yahudi Separdik menjadi sektor atau bagian yang tidak mengalami peningkatan dalam populasi yang ada di Israel. Kesenjangan yang terjadi pada orang-orang Yahudi Separdik selama satu dekade tersebut, yang meliputi jumlah pemasukan dan status sosial, menjadi penyebab adanya pertentangan sosial dengan Yahudi Eskenaz. 145 Rekomposisi penduduk oleh Israel pun telah dilakukan melalui program yang diupayakan oleh kaum Zionis. Kaum Zionis tidak memiliki ide lagi untuk memperluas eksistensinya kecuali dengan membuat semakin minoritas orangorang non Yahudi, selain itu hal yang dipikirkan oleh kaum Zionis adalah bagaimana cara untuk mengakomodir negara Israel dalam hal keadilan sosial dengan keekslusivan etos para Zionis yang menginginkan adanya satu pemimpin Zionis di negara Israel. Akhirnya pada tahun 1952, Knesset membuat UndangUndang Nasional yang menyatakan bahwa siapa saja (Yahudi dari seluruh dunia) yang berimigrasi ke negara Israel sudah otomatis menjadi penduduk dan memberi penghargaan bagi orang-orang Israel yang bisa bertahan lama tinggal di wilayah Palestina. 146
144
Ibid. Ibid. 146 Ibid. 145
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
52
Pada tahun 1948 sampai dengan 1966, wilayah yang masih diduduki oleh orang Arab Palestina juga diberlakukan otoritas aministrasi militer yang memberikan kebijakan bahwa setiap orang Arab yang tinggal di negara Israel harus membawa kartu identitas khusus dan kartu tersebut digunakan sebagai perizinan pergi ke desa atau wilayah yang satu ke wilayah yang lain. Dari pemaparan di atas, terlihat bahwa rekomposisi penduduk yang dilakukan oleh orang-orang Israel terhadap wilayah yang masih merupakan hak warga Palestina, telah membuat jumlah populasi Palestina semakin menipis akibat adanya pengungsian demi pengungsian yang terjadi ke luar wilayah Palestina. Sementara itu, orang-orang Yahudi dari seluruh penjuru dunia dengan bebasnya bisa masuk secara otomatis ke Palestina melalui cara yang paling efektif yaitu migrasi.
3.1.3 Diaspora Penduduk Palestina ke Negara-Negara Arab Pada tahun 1948 sampai dengan tahun 1949 terjadi diaspora atas orangorang Arab Palestina akibat perang pertama yang terjadi antara pasukan Arab dengan pasukan Israel. Gelombang pertama diaspora Palestina berjumlah 726.000 orang yang merupakan dua pertiga dari seluruh penduduk Palestina pada saat itu yang berjumlah 1,2 juta orang. Sementara itu pada gelombang kedua terjadi pada perang 1967 ketika 323.000 orang Palestina kehilangan rumah-rumah mereka, 113.000 di antaranya telah menjadi pengungsi sejak 1948. Menurut laporanlaporan dari berbagai sumber yang mandiri dan dapat dipercaya menunjukkan bahwa sebagian besar para pengungsi Palestina adalah anak-anak, kaum wanita, dan kaum pria yang sudah tua. 147 Diaspora para penduduk Palestina keluar dari wilayah Palestina dan negara Israel merupakan sasaran utama para pemimpin Israel. Mereka menginginkan untuk bisa bebas dari orang-orang Palestina, bukan mendorong orang-orang Palestina untuk tetap tinggal di negara Israel. Benny Morris, ahli sejarah Israel, melaporkan bahwa: “Ben Gurion jelas-jelas menginginkan sesedikit mungkin orang Arab tinggal di negara Israel. Dia ingin melihat mereka lari. Demikian yang
147
Op.Cit.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
53
dikatakannya pada para kolega dan ajudannya dalam pertemuan-pertemuan di bulan Agustus, September, dan Oktober (1948).” 148 Sejak 1961, jurnalis Irlandia, Erskine Childers, meneliti catatan Inggris tentang semua siaran radio dari para pemimpin Arab sepanjang tahun 1948 dan menyimpulkan: “Tidak pernah ada satu perintah, seruan atau saran mengenai evakuasi Palestina dari stasiun radio Arab mana pun, di dalam atau di luar Palestina pada tahun 1948. 149 Hal tersebut sangat jelas dalam menunjukkan bahwa sekalipun adanya perang antara pasukan Israel dan Arab, selama tahun 1948 sampai tahun 1949 yang memungkinkan munculnya kehilangan rasa aman dan kekhawatiran akan ulangnya nyawa namun ternyata tidak ada satu pun upaya dari negara-negara
Arab
yang
menginstruksikan
penduduk
Palestina
untuk
mengungsikan diri ke negara-negara Arab. Pada Juni tahun 1948, Israel telah melakukan upaya-upaya yang mempersulit para penduduk Arab Palestina untuk masuk ke wilayah Palestina dan negara Israel sehingga mereka menjadi pengungsi dan menjadi IDPs (Internal Displaced Palestinians-orang Palestina yang terlantar) yang menyebabkan mereka kehilangan hak untuk menetap dan memiliki harta benda. Hanya sedikit jumlah orang Israel dan individu yang mendukung agar para pengungsi kembali ke tempat tinggal nya sebagai jalan yang menjadi kunci perdamaian. 150 Sementara itu, orang Arab Palestina yang masih menetap di Palestina dan negara yang dikuasai oleh Israel tersebut mendapatkan diskriminasi atas hak-hak kependudukan dan masalah hukum nasional yang melarang para pengungsi Palestina untuk kembali tanah airnya kembali. Semenjak banyaknya para pengungsi Palestina yang terdiaspora keluar dari negara nya sendiri, mereka tidak diperbolehkan untuk kembali lagi. Israel juga membuat diskriminasi terhadap hukum dalam hal jual-beli tanah dan harta benda atas orang Arab Palestina yang semuanya telah dialihkan kepada negara dan Jewish National Fund ( JNF- Keuangan Nasional Yahudi). Hal tersebut menyebabkan kepemilikan rumah-rumah, tanah dan desa yang dahulu 148
Benny Morris. The Birth of Palestinian Refugee Problem. New York: Cambridge University Press. 1987, 292. 149 Walid Khalidi. From Heaven to Qonquest. Washington D.C.: Institute for Palestine Studies. 1987. 150 http://www.badil.org. Badil Occasional Buletin No. 17, 2004, 1-2.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
54
menjadi tempat tinggal penduduk Palestina menjadi hilang dan para pengungsi pun dilarang untuk kembali. Negara Israel dan JNF juga telah mengabil alih kontrol atas tanah yang dimiliki para pengungsi Palestina sebesar 93%. 151 Pada Desember tahun 1948, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi No.194 sebagai upaya untuk mengembalikan para pengungsi Palestina akibat perang ke rumah atau daerahnya masing-masing. Setidaknya ada tiga poin yang menjadi inti utama dalam pendeklarasian Resolusi No.194 152 ini yaitu hak (para pengungsi) untuk pulang, hak untuk menempati rumah dan memiliki harta benda seperti semula, dan hak untuk penangguhan. Resolusi ini juga telah diterbitkan oleh United Nation Conciliation Commission for Palestine (UNCCP) yaitu salah satu komisi di PBB yang secara khusus mengurusi masalah perdamaian Palestina dan melindungi para pengungsi dan memfasilitasi adanya solusi untuk mereka. .
Adapun penyelesaian masalahpenduduk Palestina yang menjadi pengungsi
dari negerinya sendiri melalui Resolusi No.194 yang dikeluarkan oleh UNCCP tersebut tidak memberi solusi yang berarti. Pada tahun 1949, Majelis Umum PBB membentuk UNRWA (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees) sebagai penyedia kebutuhan-kebutuhan dasar untuk untuk para pengungsi Palestina. UNRWA didirikan sebagai organisasi yang bersifat temporal. Sejak didirikannya pada tahun 1949, UNRWA telah beroperasi di negara-negara Arab tempat bernaungnya para pengungsi Palestina yaitu di Yordania, Syria, Lebanon, Gaza dan Tepi Barat tetapi operasi yang dilakukan oleh UNRWA hanya sebatas pada pelayanan kebutuhan primer saja, tidak ada mandat untuk melindungi secara khusus para pengungsi Palestina. Adapun 50% dari pengungsi Palestina yang terdiaspora tidak tercatat dalam registrasi sebagai pengungsi oleh UNRWA. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pengungsi yang kurang memiliki data yang sulit untuk didefinisikan. Pengungsi yang tercatat hanyalah orang yang secara normal memiliki dan bertempat tinggal di Palestina antara tahun 1946 sampai dengan Mei 1948 dan kehilangan rumahnya sebagai akibat perang tahun 1948 serta mengungsi di Yordania, Lebanon, Syria, Jalur Gaza- administrasi Mesir, dan Tepi Barat. 153 151
Badil Occasional Buletin No. 17, 2004, 1-2. Lihat Lampiran 5. 153 http://www.passia.org/palestine_facts/pdf/pdf2003/sections1/5-Refugees.doc. 152
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
55
UNRWA sebagai organisasi yang beroperasi untuk melayani para pengungsi Palestina, telah mengeluarkan anggaran yang cukup besar untuk menyediakan segala keperluan para pengungsi. Hanya 27 U$ untuk tiap orang pengungsi yang dianggarkan untuk biaya makan, pakaian, keamanan, dan pelayanan kesehatan. Bagi para pengungsi sendiri, hidup di dalam tenda-tenda pengungsian mengurangi kuantitas dan kualitas sebuah keluarga untuk bisa berbagi dan bercerita akan permasalahan yang bersifat privasi/ pribadi. 154 Kondisi para pengungsi Palestina tersebut jauh dari rasa nyaman, namun yang paatut diapresiasi bahwa mereka memanfaatkan kondisi yang ada sebagai peluang untuk mereka bertahan hidup dan berkembang. Tentunya negara yang menjadi tempat pengungsian berbeda-beda kondisi dan peluangnya untuk mereka bisa berkembang. Contohnya saja para pengungsi di Gaza, mereka tidak diperkenankan untuk memasuki wilayah lain di daerah perbatasan Mesir. Ada pula di Lebanon dan Mesir yang memiliki tingkat kesulitan cukup tinggi untuk bisa bekerja dan bergerak secara bebas di sana. Berbeda halnya dengan di Syria, Iraq, dan Yordania. Orang Palestina diperbolehkan untuk bekerja dan membuka lapangan pekerjaan, namun hanya di Yordania, mereka bisa mendapatkan jaminan atas kependudukan. 155 Pada tahun 1967 pasca terjadi perang ketiga antara negara Arab dan Israel, kembali terjadi gelombang diaspora pengungsi Palestina yang berduyun-duyun meninggalkan rumah- rumah mereka di Tepi Barat dan Gaza. Jumlah mereka kirakira 200.000 orang. Orang-orang Palestina terus terusir dari tanah Palestina yang diduduki oleh Israel (Occupied Palestinian Teritory-OPT). 156 Oleh karena itu, bisa terlihat bahwa sejak tahun 1948 sampai 1967 para pengungsi Palestina tidak dapat kembali ke tanah mereka sendiri karena Israel telah mengambil dan menduduki tanah dan mendiami rumah-rumah milik mereka dan diaspora penduduk Palestina ke negara-negara Arab maupun negara lainnya menjadi permasalahan yang hingga akhir tahun 1967 belum dapat terselesaikan.
154
William E. Cleveland. A History of Modern Middle East. United States of America: Westview Press.2004, 357. 155 Ibid. 357-358. 156 H.E. Fariz Al Maehdawi, Derita Palestina Air Mata Kita, Jakarta,13 Januari 2009, Jakarta: Cendikiawan Marhaenis. 2009,13.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
56
3.2 Peristiwa-Peristiwa Penting yang Berpengaruh Pada Kependudukan Palestina Peristwa-peristiwa penting yang mempengaruhi kependudukan Palestina pasca berdirinya negara Israel adalah terjadinya perang antara negara-negara Arab dengan Israel pada tahun 1967 yang dimenangkan oleh Israel dan adanya ketentuan perbatasan di tahun yang sama. Kedua peristiwa tersebut menjadi dasar bagi peneliti dalam menganalisis apakah ada pengaruh dari peristiwa tersebut terhadap dinamika kependudukan Palestina.
3.2.2 Kemenangan Israel pada Perang Tahun 1967 Israel dan negara-negara Arab melakukan perang yang ketiga kalinya di tahun 1967. Perang pertama berlangsung selama kurang lebih satu tahun (tahun 1948-1949) yang dimulai sejak Israel mendeklarasikan menjadi negara yang merdeka, dan perang yang kedua yaitu pada tahun 1956. Namun hasil yang gemilang diperoleh oleh Israel pada perang yang ketiga yaitu di tahun 1967. Israel berhasil meraih semua sasaran perangnya dan yang lebih penting Israel berhasil menguasai seluruh wilayah Palestina, termasuk diantaranya Jerusalem Timur yang sebelumnya dimiliki Arab, Semenanjung Sinai milik Mesir, dan Dataran Tinggi Golan milik Syria. Israel menjadi tidak terkalahkan dalam peperangan tahun 1967. Berbeda hal dengan yang terjadi saat perang tahun 1956, Israel masih dapat ditarik mundur dari daerah yang berusaha direbutnya secara paksa oleh Amerika Serikat melalui gencatan senjata yang diusulkan Amerika Serikat kepada PBB. Perang yang membawa Israel pada kemenangan ini berlangsung dari tanggal 5-10 Juni 1967. Perang 1967 dimulai dengan serangan secara mendadak oleh Israel kepada Mesir. Hal ini sama seperti yang dilakukan oleh Israel pada perang sebelumnya tahun 1956. Dukungan dari Amerika Serikat pun kembali dibendung oleh Israel untuk mempertahankan diri. Menteri Luar Negeri, Abba Eban, secara pribadi meyakinkan Duta Besar AS untuk Israel, Walworth Barbour, bahwa Mesir lah yang pertama kali menyerang. 157
157
William B. Quandt, “London Jonshon abd The June 1967 War: What Color Was The Light?” The Middle East Journal, Musim Semi, 1992.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
57
Dua hari peperangan berlangsung, pasukan Israel berhasil merebut Kota Tua Yerusalem dari Yordania. Tentu saja apa yang sudah diperoleh oleh Israel tersebut, tidak akan mungkin untuk dilepas kembali. Waktu perang yang cukup singkat berlangsung hanya dalam waktu enam hari telah memperlihatkan bahwa pertahanan pasukan Israel cukup kuat. Pada hari keenam, pasukan Israel telah mampu menguasai Semenanjung Sinai, Tepi Barat dan Gaza, serta Dataran Tinggi Golan milik Syria. Seluruh wilayah di Palestina pun berhasil dikuasai oleh Israel. Kontrol Israel atas tanah di Palestina yang semula hanya 5.900 mil persegi (sesuai dengan Rencana Pembagian PBB Tahun 1947) bertambah 3 kali lipat lebih yaitu menjadi 20.870 mil persegi. Sebelum Israel berhasil merebut semua wilayah Palestina pada perang tahun 1967, populasi Palestina di Tepi Barat dan Gaza yang hidup dibawah rezim okupasi Israel menunjukan angka 596.000 jiwa yang menetap pada daerah seluas 2.270 mil persegi. Sementara itu, populasi Palestina yang menetap di daerah seluas 140 mil persegi ada sekitar 350.000 jiwa. Populasi di dua titik tersebut lantas mengalami perubahan yang signifikan akibat kemenangan Israel di perang tahun 1967. Adapun akibat dari perang enam hari pada tahun 1967, terdapat kurang lebih 200.000 orang Palestina yang menjadi terlantar.158 Dewan Keamanan PBB pun kembali mengeluarkan Resolusi No.237 pada 4 Juni 1967. Resolusi ini menawarkan agar Pemerintahan Israel bisa memfasilitasi kembalinya orang-orang yang terlantar ke daerah masing-masing yang rusak akibat operasi militer. Namun ternyata resolusi ini tidak mampu menunjukkan kekuatan pengaruhnya bagi Israel, sama seperti resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB yang sebelumnya. Walaupun awalnya Israel menyatakan “ya” disertai berbagai alasan untuk memberi izin kembali para pengungsi akibat perang ke daerah yang ditinggalkannya, tetapi hal ini perlu dikaji kembali karena pada kenyataannya tidak seperti itu. 159 Akhirnya dampak yang paling signifikan terjadi atas perang 1967 ini adalah munculnya kembali masalah pengungsi Palestina dari tanah airnya sendiri yang berjumlah 30%. 158
Terlantar yang dimaksudkan disini ialah orang yang meninggalkan rumah dan berpindah ke daerah lain meskipun dalam satu Negara. 159 http://www.jcpa.org/jl/vp485.htm., Jerusalem Letter, No. 485, 1 September 2002..
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
58
3.2.1 Ketetapan Perbatasan Tahun 1967 Salah satu hal yang cukup penting bagi proses perdamaian antara ArabIsrael adalah dikeluarkannya Resolusi Dewan Keamanan PBB No.242 pada 22 November 1967. Dalam resolusi tersebut ditegaskan bahwa, “tidak diterimanya perebutan wilayah melalui perang” dan rumusan yang terdapat dalam resolusi ini dijadikan dasar inisiatif untuk melakukan perdamaian di antara kedua belah pihak (Arab-Israel) yang berseteru. Resolusi No.242 ini memunculkan berbagai penafsiran yang berbeda antara Amerika Serikat dan Israel. Pada awalnya, Israel menyetujui dan dapat menerima isi dari resolusi ini yang berisi bahwa semua wilayah- Sinai, Tepi Barat, termasuk Jerusalem Timur milik Arab, Gaza, dan Dataran Tinggi Golan. Namun setelah Menachem Begin berkuasa pada 1977, konfrontasi akan penafsiran resolusi pun dimulai. Begi berargumen bahwa resolusi itu tdak mencakup Tepi Barat milik Yordania, atau Yudea dan Samaria. 160 Resolusi DK PBB No.242 161 ini memerintahkan penarikan mundur dari wilayah-wilayah pendudukan. Persoalannya adalah wilayah-wilayah yang diduduki. Sama sekali tidak ada keraguan dalam persoalan ini. Adalah suatu kenyataan yang sangat jelas bahwa Jerusalem Timur, Tepi Barat, Gaza, Golan, dan Sinai diduduki dalam perang tahun 1967; penarikan dari wilayah-wilayah pendudukan itulah yang telah ditetapkan oleh resolusi itu. 162 Salah satu alasan yang membuat Israel tetap bersikeras mempertahankan pendapatnya adalah karena dalam Resolusi No.242 tersebut terdapat keambiguan makna yang memang sengaja dibuat. Frasa yang berisi “dari wilayah-wilayah” dan bukan “semua” wilayah. Maksud dari frasa tersebut adalah untuk membuat kemungkinan adanya penyesuaian-penyesuaian yang akan meralat jalur zigzag yang ditinggalkan menjelang akhir perang tahun 1948. Dari keambiguan makna tersebut dapat terlihat jelas bahwa memang sampai tahun 1967, Amerika Serikat masih tetap mendukung upaya-upaya Israel dalam menguasai keseluruhan dari wilayah Palestina. Secara politik, dapat dilihat bahwa negara-negara Arab yang sudah berkembang dan notabene merupakan negara Islam memang merupakan 160
Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel. Bandung: Mizan. 2006, 77. Lihat Lampiran 6. 162 Op.Cit, 78. 161
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
59
anggota dari PBB, namun beberapa dari mereka juga merasakan bahwa mereka tidak lebih dari alat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan Amerika dan negara-negara Barat. 163 Dengan berakhirnya perang tahun 1967 dan dikeluakannya ketetapan perbatasan oleh DK PBB no.242 tersebut, terlihat semakin membuat dinamika yang berarti atas demografi Palestina yang tidak hanya berdampak pada okupasi kembali tanah-tanah milik mereka tetapi juga terdiasporanya kembali para penduduk Palestina dari rumah dan tanah mereka. Untuk lebih memperjelas wilayah mana saja yang telah diokupasi oleh Israel dapat dilihat dalam peta di bawah ini:
Gambar 3.1 Peta Israel-Palestina Setelah Perang Tahun 1967
163
William Montgomery Watt. A Short Story of Islam. U.S.A: Oneworld Publications. 1996, 137.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
60
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
BAB 4 DINAMIKA KEPENDUDUKAN PALESTINA TAHUN 1947- 1967
4.1 Kependudukan Palestina Menurut Data Statistik Tahun 1947 Kependudukan Palestina pada tahun 1947 berdasarkan data statistik yang peneliti dapatkan hanyalah sebuah proyeksi bukan merupakan data statistik yang diperoleh dari hasil sensus maupun survey. Data tersebut peneliti dapatkan dari dokumen yang dipersiapkan oleh pemerintah nandat Inggris untuk diserahkan kedapa PBB pada tahun 1947 (sebelum berakhirnya mandat). Meskipun data tersebut merupakan proyeksi dan bukan merupakan hasil sensus ataupun survei, tetapi tetap dapat dijadikan dasar bagi peneliti untuk menganalisisnya. Data penduduk yang dikumpulkan dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah dan ciri-ciri penduduk lainnya untuk waktu yang akan datang. Untuk memperkirakan yang akan terjadi biasanya digunakan kata ramalan, seperti ramalan cuaca, ramalan politik, ramalan ekonomi dan sebagainya. Tetapi dalam kependudukan sering juga dipakai kata proyeksi, misalnya proyeksi penduduk Indonesia untuk tahun 2000 sebanyak 241,2 juta. 164 Atas dasar data penduduk Palestina yang merupakan hasil proyeksi untuk tahun 1947 oleh pemerintah mandat Inggris, peneliti menggunakan data tersebut sebagai bahan analisis mengenai tingkat demografi Palestina. Proyeksi
dilakukan
dengan
mengadakan
ekstrapolasi
pada
arah
pertumbuhan penduduk masa lampau. 165 Proyeksi yang dilakukan pemerintah mandat Inggris atas pertumbuhan penduduk Palestina pun juga didasari oleh hasil sensus sebelumnya yang hanya dilakukan 2 kali saja yaitu di tahun 1922 dan 1931. Meskipun dalam data sensus yang ada masih terdapat beberapa kekurangan seperti tidak terdatanya seluruh penduduk Palestina yang disebabkan beberapa data tidak lengkap karena penduduk yang nomaden (berpindah-pindah). Data
164
Drs. Ruslan H. Prawiro. Kependudukan: Teori, Fakta dan Masalah. Bandung: Penerbit Alumni. 1979, 87. 165 Ibid.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
61
mengenai hasil sensus yang dilakukan pada tahun 1922 dan tahun 1931 tersebut telah peneliti bahas pada bab sebelumnya. Meskipun pada kenyataannya meramalkan penduduk dan hal-hal yang berkaitan dengan kependudukan tidak semudah meramalkan cuaca, meskipun juga meramalkan cuaca tidak mudah dan seringkali tidak cocok. Salah satu penyebab yang menyebabkan kesulitan tersebut adalah karena variabel-variabel yang menentukan arah perkembangan penduduk sulit untuk diperhitungkan. Dalam hal ini, proyeksi populasi Palestina pada tahun 1947 dapat kita lihat dalam tabel di bawah ini dan selanjutnya akan dianalisis untuk memperlihatkan apakah data proyeksi tersebut sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya atau hanya mendekati ataukah memang tidak sesuai dengan data yang tercatat pada tahun 1947. Approximate population growth in Mandatory Palestine (Perkiraan Pertumbuhan Penduduk di Palestina) 166 Year Source Tahun Sumber
Total Total
Moslems/ IslamArab Palestina (No.)
(%)
1922 1922
Census Sensus
752,048 752.048
589,177 589.177
78.34 78,34
1931 1931
Census Sensus
1,033,314 1.033.314
759,700 759.700
73.52 73,52
1937 1937
Estimate Memperkirakan
1,383,320 1.383.320
875,947 875.947
63.32 63,32
1945 1945
Survey Survey
1,845,560 1.845.560
1,076,780 1.076.780
58.35 58,35
1947 1947
Projection Proyeksi
1,955,260 1.955.260
1,135,269 1.135.269
58.06 58,06
Tabel 4.1 Pekiraan Pertumbuhan Penduduk di Palestina (“telah diolah kembali”)
Dari tabel 4.1 di atas, terlihat bahwa angka proyeksi yang ditulis untuk pertumbuhan populasi Palestina adalah 1.135. 269 jiwa dengan presentase sebesar 58,06%. Proyeksi yang ditunjukkan dengan angka tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari angka yang tercatat dari sensus yang dilakukan terakhir kalinya pada tahun 1931 yaitu dari angka 759.700 menuju 1.135.269. Hal tersebut memperlihatkan
166
http://www.mideastweb.com, Populasi Palestina Sebelum Tahun 1948.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
62
adanya selisih 375.569 angka. Namun secara persentase, menunjukkan adanya penurunan yang cukup signifikan, yaitu dari 73,52% menurun menjadi 58,06%. Adanya perbedaan antara jumlah angka dan persentase populasi Palestina tersebut disebabkan oleh variable x yaitu adanya peningkatan yang tinggi juga terhadap hasil sensus menuju proyeksi atas populasi orang-orang Yahudi yang menunjukkan angka 174.606 pada sensus 1931 dan peningkatan pada proyeksi untuk tahun 1947 yaitu 650.000. Sementara itu, data statistik penduduk Palestina tidak secara gamblang ada dan menjadi dokumen yang disimpan oleh pemerintahan Palestina karena notabene Palestina masih berada dalam pemerintahan mandat Inggris. Namun, berdasarkan data-data yang peneliti dapatkan dari beberapa referensi yaitu buku yang mencatat perkiraan jumlah penduduk Palestina disebutkan bahwa jumlah populasi Palestina yang tercatat pada tahun 1947 adalah 1.237.332 jiwa. Angka tersebut peneliti dapatkan dari buku Khalidi, From Heaven to Qonquest yang mencatat bahwa menjelang akhir 1947 saat PBB berencana untuk membagi wilayah Palestina, bangsa Arab masih menjadi penduduk mayoritas dengan jumlah orang Arab Palestina yang tercatat adalah 1.237.332 dan orang Yahudi mencapai hanya sepertiganya yaitu 608.225 orang. 167 Kedua data yang didapatkan tersebut, yang pertama berdasarkan hasil proyeksi dan yang kedua adalah data yang didapatkan dari hasil catatan di akhir tahun 1947 (setelah rencana pembagian wilayah oleh PBB) menjadi dasar bagi peneliti untuk menganalisisnya. Menurut teori pertumbuhan penduduk yang mengatakan bahwa suatu bangsa pada permulaan pertumbuhannya mengalami fase potensi tinggi, kemudian fase transisi dan selanjutnya fase “incipient decline” setelah mencapai keseimbangan baru. Menurut teori tersebut dan memperbandingkan dengan pertumbuhan populasi Palestina, tidak terlihat adanya kesesuaian. Adapun yang peneliti gunakan yaitu teori transisi demografi (Landes& Tilly, 1971) yang menyatakan bahwa “Penduduk manusia dapat mempertahankan diri atau bertambah perlahan-lahan di bawah kondisi kematian yang tinggi seimbang dengan tingginya kesuburan yang tidak terkendali, kesuburan tetap tinggi dan tidak 167
Data penduduk tahun 1947 setelah dikeluarkannya rencana pembagian oleh PBB ini juga dapat dilihat dari laporan yang dikeluarkan oleh PBB yang merupakan laporan subkomite kepada Komite Khusus untuk Palestina, A/AC/ a1/32.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
63
terkendali sementara waktu, dan rata-rata panjangnya usia bertambah. Akibatnya, penduduk bertambah cepat, rata-rata kelahiran berkurang karena pengendalian kelahiran yang disengaja oleh pasangan-pasangan individual. Menurunnya kesuburan lambat-laun memperlambat pertambahan jumlah penduduk.” Teori tersebut dinilai belum sepenuhnya sesuai dengan kenyataan pertumbuhan populasi Palestina tahun 1947. Meskipun pada poin pertama yang menyebutkan bahwa “tingginya kesuburan yang tidak terkendali, kesuburan tetap tinggi dan tidak terkendali sementara waktu” sudah sesuai dengan kenyataan yang ada. Hal ini disebabkan oleh tingginya kesuburan penduduk Palestina yang dapat dikatakan masih tidak terkendali. Sebagai bukti penguat, jumlah penduduk Palestina tetap menjadi mayoritas yaitu 2/3 dari total populasi yang ada yaitu berjumlah 1.237.332 jiwa. Meskipun pada akhir tahun itu sudah dilakukan rencana pembagian wilayah oleh PBB yang secara signifikan seharusnya justru mengurangi porsi populasi Palestina di tahun tersebut. Namun, pada poin “rata-rata kelahiran berkurang karena pengendalian kelahiran yang disengaja oleh pasangan-pasangan individual”, yang disimpulkan sebagai fase transisi demografi, tidak terjadi sama sekali pada penduduk Palestina di tahun 1947. Adapun cara membandingkan tepat atau tidaknya proyeksi yang dilakukan oleh pemerintah mandat Inggris dengan data populasi Palestina yang sesungguhnya tercatat di akhir tahun 1947, dapat dilihat bahwa angka yang dipakai dalam proyeksi cukup mendekati kenyataannya. Yaitu dari data proyeksi yang menunjukkan 1.135.269 dan data populasi sesungguhnya menunjukkan angka 1.237.332. Hal tersebut dapat dinilai bahwa hasil proyeksi cukup mendekati angka populasi yang sesungguhnya. Meskipun pada kenyataannya terdapat selisih angka (rasio) sebesar 102.063, namun setidaknya data proyeksi tersebut telah dilakukan dengan matang karena telah didahului dengan melakukan teknik survey yang dilakukan tahun 1945 dan proses ektrapolasi 168 pada arah pertumbuhan yang diperlihatkan dari dua sensus yang telah dilakukan sebelumnya (1922 dan 1931).
168
Ekstrapolasi ialah menaksir atau menghitung secara eksak jumlah penduduk yang akan datang dengan menggunakan persamaan pertumbuhan penduduk masa lampau, misalnya dengan persamaan garis lurus, persamaan bunga berganda, dll.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
64
4.2
Aspek-aspek yang Mempengaruhi Dinamika Kependudukan Palestina
Tahun 1947-1967 Aspek-aspek yang mempengaruhi dinamika kependudukan Palestina tahun 1947-1967 ialah meliputi natalitas penduduk, mortalitas penduduk, migrasi (yang mencakup imigrasi dan emigrasi) serta mobilitas sosial penduduk. Dalam menganalisis aspek-aspek tersebut, diperlukan data-data yang lengkap dan valid terkait sumber-sumber data kependudukan di Palestina tahun 1947-1967. Namun pada kenyataannya, satu hal yang cukup menyulitkan bagi peneliti adalah sangat minimnya data yang diperlukan untuk melakukan proses analisis. Hal yang melatarbelakangi sulitnya mendapat data yang lengkap tersebut adalah karena minimnya data populasi Palestina. Seperti yang disebutkan juga oleh Justin McCarthy : “The evaluation of Palestinian population presents unique difficulties. Foremost of these is a lack of data.”
169
Data yang peneliti dapatkan
adalah berdasarkan sumber yang ditulis oleh para demografer, salah satunya adalah data yang ditulis oleh Justin McCarthy dan diperoleh dari hasil pencarian di website. Data tersebut oleh peneliti akan dibandingkan dengan data-data yang berupa angka, tabel maupun rasio yang ditulis dalam sumber-sumber lain dalam beberapa buku referensi yang di dalamnya cukup sedikit yang membahas tentang kependudukan Palestina tahun 1947-1967. Seperti sudah dibahas dalam subbab 4.1 bahwa data yang peneliti dapatkan berasal dari sumber yang diterbitkan oleh PBB atas pemerintahan mandat Inggris di Palestina saat itu (tahun 1947). Data tersebut meliputi hasil sensus yang terjadi dua kali yaitu pada tahun 1922 dan 1931, hasil survey tahun 1945, estimasi populasi dan proyeksi. Namun karena ketiadaan rasa aman para penduduk akibat Perang Dunia Kedua menyebabkan pemerintah mandat Inggris kesulitan untuk melakukan proses sensus kembali atas para penduduk Palestina. Prosedur yang digunakan dalam mengidentifikasikan jumlah penduduk adalah pada akhirnya hanya berdasarkan
169
Tulisan Justin McCarthy berjudul: Palestine’s Population During The Ottoman and The British Mandate Period yang terdapat dalam website http://www.palestineremembered.com. diakses pada 9 Juni 2009.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
65
estimasi terkait jumlah kelahiran dan kematian. Namun hasilnya ternyata kurang memuaskan. 170 Pada
tahun
1949,
pasca
terjadinya
konflik
dan
perang,
untuk
mengidentifikasikan jumlah penduduk menjadi semakin sulit. Adapun survey yang menyajikan data secara detail, tidak menjadi sumber yang utama bagi para demografer karena tidak mampu mengestimasikan berapa jumlah orang yang menikah antar orang Palestina dengan jumlah orang yang menikah bukan dengan orang Palestina. Hal tersebut dikarenakan oleh ketiadaannya data statistik atau sensus yang dilakukan pasca perang tahun 1948 untuk mengidentifikasi secara jelas mana saja orang yang merupakan para penduduk asli Palestina maupun yang bukan penduduk asli. Dengan ketiadaannya data yang mampu memperlihatkan demografi Palestina,
ternyata para ahli demografi asal Israel melakukan survey, studi
demografi, serta meneliti tingkat fertilitas di Palestina. Meskipun telah dilakukan perhitungan atau survey oleh para ahli demografi Israel, tetapi pada kenyataannya hal tersebut tidak menunjukkan hasil yang signifikan terhadap jumlah penduduk Palestina di luar garis perbatasan Israel dan Palestina. Hal tersebut disebabkan oleh ketiadaanya akurasi atas perhitungan jumlah penduduk Palestina baik yang berada di dalam maupun di luar perbatasan Israel dan Palestina.
4.2.1 Natalitas Penduduk Palestina 1947-1967 Semua orang ditakdirkan Tuhan lahir menjadi manusia di muka bumi ini untuk bertahan hidup dan kemudian akan mengalami kematian. Di antara kejadian antara kelahiran dan kematian tersebut adalah variabel yang berisi beraneka ragam peristiwa beserta variasi-variasinya yang dijadikan sebagai objek bagi ilmu kependudukan (demografi). Peristiwa dimulai dengan adanya kelahiran. Kelahiran adalah proses yang banyak sangkut pautnya dengan kewredian penduduk, terutama wanitanya. 171
Kewredian
apabila
tidak
dimanfaatkan
maka
tidak
akan
menyebabkan adanya kelahiran. Secara umum, kewredian ialah kapasitas jasmaniah 170
Tulisan Justin McCarthy berjudul: Palestine’s Population During The Ottoman and The British Mandate Period yang terdapat dalam website http://www.palestineremembered.com. diakses pada 9 Juni 2009. 171 Drs. Ruslan H. Prawiro. Kependudukan: Teori, Fakta, dan Masalah. Bandung: Penerbit Alumni.1979, 61.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
66
untuk memproduksi keturunan. Kewredian pada wanita pada wanita pada umumnya dimulai antara umur 13 sampai dengan 17 tahun, atau rata-rata sekitar 15 tahun dan berakhir rata-rata pada 46 tahun; jadi masa kewredi adalah 31 tahun. 172 Sementara itu, hal yang berkaitan dengan kelahiran (natalitas) ada sangkut pautnya pula dengan kesuburan atau yang bisa disebut dengan fertilitas. Kesuburan wanita dapat dinyatakan oleh banyak sedikitnya kelahiran. Dengan adanya perhitungan pada tingkat kelahiran, akan dapat mendekripsikan perkiraan jumlah penduduk untuk waktu yang akan datang. Melihat natalitas yang berupa tingkat kelahiran di Palestina tahun 19471967, dapat ditelisik dari catatan-catatan perkembangan penduduk yang ada. Dapat dikatakan bahwa sejak awal pertengahan abad ke-19 dan kemungkinan juga dengan waktu yang jauh sebelumnya, proporsi kelahiran anak yang berasal dari orang tua keturunan Arab Palestina telah dicatat dan menjadi catatan yang tertinggi dari beberapa populasi yang lainnya. 173 Rata-rata kelahiran anak dari tiap wanita Palestina yaitu meliliki total kesuburan bersih (the total fertility rate) lebih dari 7. Kesuburan yang dimiliki oleh para wanita Palestina tersebut diperkirakan bernilai konstan sejak masa pemerintahan Dinasti Turki Usmani hingga akhir tahun 1970-an.
174
Tingginya
angka kesuburan tersebut tidak hanya meliputi wanita yang tersisa (tidak mengungsi) yang masih menetap di Gaza dan Tepi Barat saja, tetapi juga dialami oleh para wanita Palestina yang telah menjadi pengungsi pasca perang tahun 1948 maupun perang tahun 1967. Terdapat perbandingan yang cukup unik antara tingkat fertilitas antara para penduduk Muslim dengan penduduk Kristen di Palestina, yaitu selama pemerintahan mandat Inggris atas Palestina dan setelah tahun 1948. Selama periode mandat Inggris, rata-rata wanita Palestina yang beragama Kristen hanya memiliki 23 anak saja daripada jumlah anak dari wanita Muslim Palestina. Di Israel menampakkan hasil yang lebih rendah dari angka tersebut. Pada tahun 1960 sampai 172
Ibid. Tulisan Justin McCarthy berjudul: Palestine’s Population During The Ottoman and The British Mandate Period yang terdapat dalam website http://www.palestineremembered.com. diakses pada 9 Juni 2009. 174 Tulisan Justin McCarthy berjudul: Palestine’s Population During The Ottoman and The British Mandate Period yang terdapat dalam website http://www.palestineremembered.com. diakses pada 9 Juni 2009. 173
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
67
dengan tahun 1970, wanita Palestina yang beragama Kristen memiliki rata-rata kurang dari setengah dari banyak anak yang dilahirkan oleh para wanita Muslim Palestina Berdasarkan data statistik dari pemerintah mandat Inggris pada tahun 1931, saat dilakukannya sensus, ternyata menunjukkan bahwa wanita Muslim Palestina telah menikah pada rentang umur 15-44 tahun ada sebanyak 75% dari total jumlah wanita Muslim. Berbeda dengan wanita Kristen yang menikah pada rentang umur yang sama, hanya menunjukkan persentase sebesar 65%. Sementara itu, pada tahun 1967, jumlah angka pada wanita Palestina yang menikah pada rentang umur tersebut menurun, yaitu sebesar 14% di Gaza, dan 19% di Tepi Barat. Data statistik di atas, meskipun hanya terdapat pada selang dua periode yaitu yang menggambarkan fertilitas pada tahun 1931 dan tahun 1967 saja ternyata 175 menunjukkan perbandingan yang cukup signifikan yaitu bahwa para wanita Muslim Palestina memang memiliki tingkat fertilitas yang cukup tinggi. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa penduduk Muslim Palestina juga masih menjadi mayoritas karena tingginya angka fertilitas tersebut. Adapun apabila terjadi penurunan pada tingkat fertilitas, tidak menurun dalam jumlah yang besar karena dipengaruhi oleh adanya peristiwa perkawinan yang lain. Krewedian para wanita Muslim Palestina juga ternyata telah dimanfaatkan untuk mempercepat laju natalitas yang ada.
Berdasarkan kenyataan tersebut,
peneliti melihat bahwa ternyata salah satu faktor yaitu agama, mempengaruhi seseorang untuk mempercepat pertumbuhan angka fertilitas yang ada. Berdasarkan hubungan antar agama dan fertilitas
menunjukkan bahwa Islam cenderung
memberikan penekanan pada fertilitas yang tinggi dan struktur sosial masyarakat Islam mendukung fertilitas yang tinggi. 176 Kondisi yang terjadi pada penduduk Muslim Palestina ternyata sesuai dengan teori tersebut. Yaitu bahwa keyakinan pada agama yang dianut menjadi faktor pendukung untuk mendukung tingginya fertilitas dan berimplikasi kepada peningkatan angka natalitas. Hal tersebut telah jelas terdeskripsikan dalam persentase jumlah wanita Muslim Palestina yang menikah pada rentang umur 15-44 tahun yaitu 75%, lebih tinggi 10% daripada 175
Di antara selang periode waktu tersebut yaitu 1933 sampai dengan 1967 memungkinkan memiliki dan terjadi peningkatan berupa nilai angka yang konstan. 176 Lihat Lolimer, 1958: 186-189.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
68
persentase jumlah wanita Kristen Palestina yang menikah di rentang umur yang sama (65%). Dengan lebih besarnya presentase wanita Muslim Palestina yang menikah di rentang umur tersebut, mengimplikasikan fertilitas yang tinggi dan mendukung tingkat natalitas yang akan menunjukkan angka yang lebih tinggi. Sementara itu, ketika kita merujuk pada agama Kristen maupun Yahudi, para penganutnya tidak menunjukkan adanya keterikatan pada agama yang ajarannya adalah untuk memperbanyak keturunan atau meningkatkan angka fertilitas. Secara struktur sosial pun, masyarakat penganut agama Kristen dan Yahudi tidak pula memperlihatkan untuk melebihkan kecenderungan nya terhadap fertilitas yang tinggi dalam meningkatkan laju pertumbuhan penduduk dan memperbaiki struktur masyarakatnya. Adapun salah satu variabel lain yang mempengaruhi tingginya angka natalitas penduduk Palestina selain fertilitas yang dipengaruhi oleh faktor agama, adalah faktor yang bersifat politis. Faktor politik yang tercermin dalam konflik antara Palestina dan Israel, menjadi salah satu faktor pendukung dalam meningkatkan tingginya laju fertilitas penduduk Palestina. Faktor yang bersifat politis itulah yang mempengaruhi peningkatan angka populasi orang Yahudi di Palestina dengan migrasi seiring juga dengan tingginya natalitas penduduk Palestina. Tingginya angka natalitas penduduk Palestina tentu membuat cemas para Zionis, karena bagi mereka demografi adalah sebuah ancaman atas eksistensi mereka di Palestina. Apabila semakin meningkat natalitas penduduk Palestina, maka semakin besarlah populasi Palestina dan hal itu akan membuat orang-orang Yahudi menjadi semakin minoritas. Menghadapi masalah tersebut, para Zionis Israel melakukan berbagai upaya untuk menekan laju natalitas penduduk Palestina yang bertambah tinggi pasca perang 1948. Salah satunya dengan cara yang dilakukan oleh Ben Gurion. Ben Gurion masih tetap prihatin mengenai masalah demografi, sehingga pada 1949 dia memprakarsai pemberian hadiah bagi para ibu yang melahirkan anak yang kesepuluh. 177 Program tersebut gagal mencapai tujuannya, karena ternyata banyak dari ibu-ibu keturunan Palestina yang mendapatkannya dan akhirnya dihentikan setelah satu dasawarsa berjalan.
177
Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel. Bandung: Mizan. 2006, 54.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
69
Para tokoh Zionis juga berupaya untuk memperbesar jumlah orang-orang Yahudi agar menjadi mayoritas, tetapi bukan dengan pertumbuhan yang alami yang mereka lakukan. Migrasi adalah cara para Zionis untuk mempercepat laju pertumbuhan penduduk Yahudi di Palestina Laju migran Yahudi dari seluruh penjuru dunia masuk ke Palestina menjadi faktor yang hanya mampu menjadi penenang yang mempengaruhi hanya sedikit dari banyaknya kegelisahan para Zionis atas permasalahan demografi, yaitu laju natalitas tinggi Palestina tersebut. Sementara dengan tingginya natalitas yang ada, penduduk Palestina tetap tumbuh berkembang secara alami, tanpa paksaan dari siapapun.
4.2.2 Mortalitas Penduduk Palestina tahun 1947- 1967 Makhluk hidup dapat ditandai dengan adanya proses berlangsungnya metabolisme atau aktivitas kimia di dalam tubuh, kemampuan untuk tumbuh dan berkembang biak, kemampuan untuk mempertahankan diri, memiliki kepekaan terhadap rangsangan, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Sementara itu, kematian yang akan mengeksekusi hal-hal tersebut menjadi hilang. Sehingga ketika makhluk hidup tersebut mati, maka tidak ada ubahnya seperti benda yang ada di sekitarnya dan tidak memiliki aktivitas. Begitu pula manusia, sebagai bagian dari makhluk hidup, manusia menjalani hidupnya di dunia dengan diawali dengan proses kelahiran lalu melakukan aktivitas di sepanjang hidupnya dan berakhir pada kematian yang entah karena disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, masa tua maupun karena tertimpa musibah. Kebanyakan orang tidak mencapai umur maksimalnya karena berbagai sebab. Tubuhnya mengalami kerusakan yang tidak dapat pulih atau dipulihkan kembali, bencana perang, dan kecelakaan yang banyak merenggut hidup orang lebih-lebih dalam zaman maju seperti ini. 178 Dalam konteks mortalitas yang terjadi pada penduduk Palestina hanya terdapat data yang menggambarkan tingkat mortalitas yang terjadi selama rentang waktu 1860 sampai dengan tahun 2000. Namun data tersebut tidak menggambarkan secara lengkap kondisi mortalitas per tahunnya. Oleh karena itu, peneliti hanya menganalisis data yang berelevansi dengan penduduk Palestina dalam rentang waktu 1947-1967 yaitu yang disajikan 178
Drs. Ruslan H. Prawiro. Kependudukan: Teori, Fakta, dan Masalah. Bandung: Penerbit Alumni. 1979, 70.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
70
di tabel adalah data tahun 1931 dan 1940 (untuk wilayah Palestina 179 ) dan data tahun 1950, 1960, 1970 (untuk wilayah Tepi Barat dan Gaza). Selain itu akan dikomparasikan dengan data yang didapatkan dari sumber data lain yaitu buku yang melaporkan terkait mortalitas Palestina pada rentang waktu tersebut. Berikut ini adalah data mortalitas penduduk Palestina yang disajikan dalam bentuk tabel yaitu sebagai berikut; Palestinian Mortality, 1860-2000 180
Palestine 1860 1914 1931 1940 Israel 1950 1960 1970 1980 1990 2000 West Bank & Gaza 1950 1960 1970
Male Life Expextancy at Birth (Years)
Female Life Expextancy at Birth (Years)
Infant Mortality Rate* (/1000)
22 30 35 37
24 32 37 39
380 290 240 220
42 58 63 65 68 76
45 62 67 70 72 78
200 50 45 40 36 10
42 43 44
45 46 46
200 190 170
Tabel 4.2 Mortalitas Palestina 1860-2000 (“telah diloah kembali”)
Menurut Justin McCarthy, tabel 4.2 di atas merupakan penggambaran tingkat kematian/ mortalitas yang standar, dimana di dalamnya terdapat data tentang ekspetasi (harapan) hidup dari lahir yang berupa rata-rata angka tiap tahunnya dari pria dan wanita Palestina. Data statistik tersebut ternyata lebih banyak menggambarkan tingkat persentase kematian pada anak. Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata usia pria di wilayah Palestina pada tahun 1931 diharapkan hanya mampu bertahan hidup hingga pada usia 35 tahun. Sementara itu, wanita Palestina harapan hidupnya selisih dua tahun lebih lama daripada pria. Tidak berbeda jauh dengan tahun 1940, meskipun 179
Palesti na masih dalam wilayah penguasaan pemerintah Mandat Inggris sampai tahun 1948. Tabel ini adalah sisipan di dalam tulisan Justin McCarthy berjudul: Palestine’s Population During The Ottoman and The British Mandate Period yang terdapat dalam website http://www.palestineremembered.com
180
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
71
terlihat ada peningkatan terhadap harapan hidup pria di Palestina yaitu lebih lama dua tahun dibandingkan dengan data tahun 1931. Yaitu terlihat harapan hidup pria Palestina mencapai sampai usia 37 tahun. Begitu pula yang terjadi dengan wanita Palestina, harapan untuk hidupnya lebih panjang dua tahun dari semula yaitu 37 tahun menjadi 39 tahun. Harapan hidup penduduk yang hidup di wilayah Palestina di atas, sama dengan yang terjadi pada penduduk di wilayah Tepi Barat dan Gaza. Harapan untuk mampu bertahan hidup pada tahun 1950, 1960, dan 1970 menunjukkan adanya tambahan lamanya usia dari penduduk Palestina. Yaitu di tahun 1950, menuju ke angka 42 tahun untuk pria dan 45 tahun untuk wanita. Tahun 1960, dimana ekspetasi usia pria meningkat satu tahun menjadi 43 tahun dan wanita menjadi 46 tahun. Serta data terakhir, tahun 1970 yaitu setelah terjadinya perang tahun 1967 yang menyebabkan banyaknya para pengungsi karena Israel telah mengokupasi semua daerah tempat tinggal para penduduk yang menunjukkan bertambahnya satu tahun lebih panjang dari umur para penduduk Palestina yaitu untuk pria menjadi 44 tahun dan untuk wanita 46 tahun (tidak berubah). Dengan adanya perubahan harapan hidup yang semakin meningkat di tiap tahun yang tercantum dalam tabel di atas, terlihat bahwa adanya siklus tiap tahun dengan bertambah panjangnya harapan hidup dari penduduk Palestina baik pria maupun wanita. Hal tersebut menunjukkan bahwa ternyata meskipun adanya derita dan trauma dari penduduk Palestina akibat perang yang terjadi dalam periode tahun 1948, 1956, dan 1967 namun justru hal tersebut menyebabkan harapan mereka untuk hidup jauh lebih panjang (meskipun hanya satu tahun saja). Sementara itu, tingkat mortalitas dalam tabel 4.2 di atas yang peneliti gunakan hanyalah data terkait mortalitas anak-anak Palestina. Sejak tahun 1931 angkanya sudah tinggi yaitu mencapai 24%. Namun pada tahun 1940 angka mortalitas tersebut menjadi menurun menjadi 22%. Terjadinya penurunan terhadap angka mortalitas tersebut, yaitu saat Palestina masih di bawah mandat Inggris, disebabkan karena adanya perkembangan dalam bidang industri dan teknologi yang berkembang saat itu. Penemuan dalam bidang kedokteran pun muncul ke permukaan. Perkembangan dalam bidang kedokteran tersebut berimplikasi pada banyaknya praktik dalam bidang kesehatan. Pada saat itu
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
72
muncul dan berkembang sistem sanitasi, penyediaan air bersih, dan banyaknya perusahaan yang berdiri dalam rangka pelayanan kesehatan masyarakat adalah faktor-faktor yang cukup berpengaruh pada perkembangan penduduk Palestina yang mampu menekan laju mortalitas dan meningkatkan eskpetasi hidup penduduk Palestina. Pada tahun 1950, 1960, dan 1970 di Tepi Barat dan Gaza tingkat mortalitas pada anak-anak Palestina mulai menurun dari tahun sebelumnya menjadi 20%, 19%, dan 17%. Adapun dalam rentang waktu sejak 1950-1967 pengungsi Palestina telah ditopang oleh UNRWA. UNRWA adalah salah satu badan yang mengurusi masalah pengungsi Palestina dari PBB dan menjadi tumpuan dalam mengurusi keseharian para pengungsi Palestina yang tersebar penempatannya di beberapa negara-negara Arab. Mortalitas yang terjadi di wilayah Tepi Barat dan Gaza pada ketiga tahun di atas data dikatakan masih terbilang lebih sedikit dibandingkan yang terjadi pada para pengungsi Palestina yang berada dalam tumpuan UNRWA. Kondisi kesehatan para pengungsi jauh lebih lebih buruk dibandingkan dengan penduduk yang berada di Tepi Barat dan Gaza. Karena keberadaan pengungsi yang hanya tinggal di tenda-tenda penampungan, dimana juga ada keterbatasan dalam makanan dan air bersih, maka peningkatan angka mortalitas pun tidak dapat diragukan lagi. Data yang terdapat pada tabel 4.2 di atas (menunjukkan merujuk pada penduduk Palestina yang masih menetap di Tepi Barat dan Gaza) tentu berbeda dengan tingkat mortalitas penduduk Palestina pada tahun 1950-1967 yang berada dalam pengungsian di negara lain. Pada beberapa negara (yang menjadi tempat pengungsian orang-orang Palestina) melakukan pencatatan juga terkait tingkat mortalitas orang-orang pengungsi Palestina yang dibedakan dengan tingkat mortalitas di negaranya sendiri. 181 Namun data tersebut (mortalitas para pengungsi Palestina) tidak peneliti dapatkan, kerena data yang ada hanya berkisar pada jumlah populasi yang mengungsi beserta titik-titik sasaran yang dijadikan tempat untuk mengungsi.
181
Tulisan Justin McCarthy berjudul: Palestine’s Population During The Ottoman and The British Mandate Period yang terdapat dalam website http://www.palestineremembered.com. diakses pada 9 Juni 2009.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
73
4.2.3
Migrasi Penduduk Palestina tahun 1947-1967 Ada dua macam perpindahan yang berlangsung dalam sebuah tatanan
masyarakat, hal ini sering disebut dengan istilah mobilitas vertikal dan mobilitas horizontal. 182 Sementara itu mengenai mobilitas ini, dalam sosiologi menurut sifatnya dibedakan menjadi mobilitas vertikal dan mobilitas horizontal. Yang termasuk mobilitas vertikal adalah perubahan status sosial dengan melihat kedudukan generasi sebelumnya dan mobilitas horizontal adalah perpindahan penduduk secara teritorial, spasial atau geografis. 183 Adapun mobilitas horizontal ialah perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain inilah yang disebut dengan migrasi, meskipun tidak setiap gerak horizontal adalah migrasi. 184 Perpindahan penduduk atau migrasi adalah perubahan yang terjadi pada semua wilayah di muka bumi ini, baik dalam jumlah yang besar maupun kecil, berpindah ke dalam maupun ke luar dari suatu tempat. 185 Mempelajari tentang migrasi dan mobilitas adalah komponen yang membutuhkan daya kritis juga dalam pemahaman terhadap pertumbuhan penduduk, perubahannya dan masalah yang muncul karena migrasi tersebut. 186 Biasanya perpindahan penduduk dibagi menjadi dua macam, yaitu migrasi internasional dan migrasi internal. Pada migrasi internasional biasanya para migran melintasi batas suatu negara masuk ke negara lain, sedangkan pada migrasi internal para migran bergerak di dalam suatu negara, tanpa melintasi batas-batas negara. Pada migrasi internasional, orang yang meninggalkan negara disebut emigran oleh negara itu, dan dinamakan imigran oleh negara yang didatangi. 187 Migrasi Palestina tahun 1947-1967 yang akan menjadi pembahasan peneliti adalah migrasi penduduk Palestina yang dapat dikatakan sebagai migrasi internasional. Migrasi internasional dilakukan oleh orang-orang Palestina karena 182
Drs. Ruslan H. Prawiro. Kependudukan: Teori, Fakta, dan Masalah. Bandung: Penerbit Alumni.1979, 70. 183 Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Dasar-dasar Demografi. Lembaga Penerbit FE UI.1981,117. 184 Op.Cit. 185 W.A.V Clark. Human Migration. Sage Publications. 1986, 7. 186 Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Dasar-dasar Demografi. Lembaga Penerbit FE UI.1981,117. 187 Drs. Ruslan H. Prawiro. Kependudukan: Teori, Fakta, dan Masalah. Bandung: Pnerbit Alumni.1979, 77.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
74
ada
penyebabnya,
yaitu
karena
adanya
kependudukan
Israel
sehingga
menyebabkan penduduk Palestina menjadi pengungsi dari negaranya sendiri. Proses migrasi Palestina ini akan peneliti bagi menjadi dua aspek yakni imigrasi dan emigrasi. Imigrasi Palestina 1947-1967 akan mengungkapkan ada atau tidaknya penduduk Palestina yang bermigrasi kembali dari tempat-tempat pengungsian mereka (di negara lain) menuju ke Palestina kembali sebagai tanah air mereka. Sementara itu, emigrasi Palestina 1947-1967 mengungkapkan terjadinya gelombang pengungsi (migrasi keluar) dari wilayah Palestina ke wilayah ataupun negara lain akibat tanah mereka diokupasi oleh Israel dalam kurun waktu 20 tahun yakni dari tahun 1947 sampai dengan tahun 1967.
4.2.3.1 Imigrasi Palestina Imigrasi Palestina yang dimaksud disini adalah orang-orang Palestina yang berasal dari luar Palestina dan masuk kembali menjadi penduduk Palestina. Melihat dari sejarah yang ada, pada periode Dinasti Turki Usmani dan pemerintah mandat Inggris, migrasi adalah faktor minor dalam demografi Palestina yang populasi terdiri dari kaum Muslim dan Kristen. Sejak tahun 1947, tepatnya pada 29 November 1947 saat dikeluarkannya Resolusi PBB No.181 yang berisi tentang pembagian wilayah Palestina menjadi tiga teritorial yakni wilayah Palestina yang meliputi 42% dengan perimbangan penduduk 725.000 orang Arab dan 10.000 orang Yahudi, wilayah Israel yang meliputi 57% dengan perimbangan penduduk 498.000 orang Yahudi dan 497.000 orang Arab dan wilayah (zona) internasinal yaitu Yerusalem dengan perimbangan penduduk 100.000 Yahudi dan 105.000 Arab Palestina. Padahal sebelum adanya pembagian wilayah tersebut yaitu sekitar pertengahan tahun 1947, Palestina masih merupakan mayoritas dan daerah teritorialnya mencakup untuk seluruh penduduk Palestina (meskipun pada saat itu Palestina masih berada dalam pemerintahan Mandat Inggris). Jumlah penduduk Arab Palestina saat itu adalah 1.237.332. Angka tersebut menunjukkan bahwa orang Arab Palestina masih menguasai sekitar 92% tanah Palestina dan sisa yang lainnya adalah diduduki orang Yahudi berjumlah sekitar 608.222 atau menguasai sekitar 8% saja dari wilayah Palestina.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
75
Kondisi penduduk pun berubah dan mengalami dinamisasi seiring dengan berjalannya pembagian wilayah oleh PBB tersebut dan pergerakan Israel yang mulai menduduki wilayah Palestina secara perlahan. Pada awalnya, Penduduk Palestina terus mengalami peningkatan karena faktor alami yang menunjangnya yaitu tingkat fertilitas yang cukup tinggi dibanding penduduk Israel. Penduduk Palestina tetap menjadi mayoritas di negaranya maupun di negara bagian Israel serta Yerusalem, namun seiring dengan lahirnya negara Israel pada 14 Mei tahun 1948, para Yahudi di seluruh penjuru dunia pun berbondong-bondong menuju ke negara baru ciptaan mereka, Negara Israel. Secara cermat, para kaum Zionis melakukan propaganda terhadap orang-orang Yahudi di seluruh penjuru dunia untuk mulai melakukan migrasi besar-besaran ke wilayah Palestina. Beberapa hari berselang sejak Israel memprokamirkan negara baru nya tersebut, terjadi perang 1948 yang merupakan cikal bakal awal lahirnya masalah penduduk Palestina yang keluar dari negara mereka sendiri atau beremigrasi ke negara lain. Pasca perang Arab Israel pertama yaitu pada tahun 1949 hanya ada sekitar 170.000 orang Arab Palestina yang masih menetap di tanah yang telah dikuasai Israel atas kemenangannya pada perang tahun 1948. Di antara mereka adalah pria, wanita dan anak-anak yang merupakan 15% dari jumlah penduduk. Adapun selebihnya yaitu sekitar 726.000 orang dari jumlah total 1.237.332 orang yang menjadi pengungsi dan terusir dari rumah-rumah mereka. Sekitar 25.000 lainnya tercatat menjadi pengungsi kasus perbatasan, namun angka ini bukan merupakan jumlah keseluruhannya. Majelis Umum PBB telah memerintahkan Israel sejak Desember 1948 melalui Resolusi No.194 188 untuk membiarkan para pengungsi Palestina kembali ke rumah-rumah mereka, yang artinya Majelis Umum PBB memberi izin kepada para migran Palestina untuk berimigrasi kembali ke rumah-rumah mereka namun ternyata Israel menolak hal tersebut. Adapun alasan dari Israel yang menolak kembalinya para pengungsi (imigran Palestina) adalah karena sudah begitu bnayak rumah mereka yang telah diambil alih oleh orang-orang Yahudi ataupun telah dihancurkan dan diganti menjadi perumahan baru bagi orang-orang Yahudi.
188
Teks resolusi bisa diihat dalam Lampiran 5.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
76
Sebuah telaah rahasia dari Kementerian Luar Negeri Israel, pada awal tahun 1949 mencatat bahwa negara-negara Arab sangat prihatin dengan masalah pengungsi yaitu dari Kedutaan Besar Mesir di Kairo melaporkan bahwa jika para pengungsi didesak masuk ke Mesir ”akibatnya” akan menimbulkan bencana bagi keuangan Mesir, ”akibatnya akan menimbulkan bencana bagi keuangan Mesir.” Kedutaan Besar Yordania melaporkan bahwa para pengungsi itu merupakan saluran penyedot yang sangat mengganggu ”sumber-sumber yang hampir kering” dan bahwa ”uang, pekerjaan, dan kesempatan-kesempatan lain (sangat) langka.” Kedutaan besar di Libanon melaporkan bahwa para pengungsi menjadi ”beban tak tertanggungkan” bagi pemerintahan. Sementara Syria ”praktis telah membiarkan pengeluaran-pengeluaran untuk pertolongan sebagai saluran penyedot anggaran yang tidak ada pendukungnya.” 189 Selain itu, menurut Paul Findley dalam buku nya yang berjudul Diplomasi Munafik Zionis Israel, seorang koresponden New York Times, Anne O’Hare McCormck melaporkan bahwa pada 17 Januari 1949 bahwa orang-orang Israel ”berlari dengan kecepatan penuh untuk mendiami kembali tanah-tanha yang ditinggalkan akibat perpindahan besar-besaran Arab...Tempat mereka (Arab) telah diambil oleh pemukim Yahudi yang kini berdatangan untuk pertama kalinya dalam jumlah tak terbatas secepat alat transportasi dapat mengangkut mereka.” Adapun pada gelombang pengungsi yang kedua terjadi pada tahun 1967. Laju gelombang pada tahun ini terbilang cukup besar karena mencakup 323.000 orang Palestina yang untuk kedua kalinya diungsikan dari rumah-rumah mereka sendiri. Dari semua ini, 113.000 adalah pengungsi untuk kedua kalianya dari 726.000 orang yang telah menjadi tunawisma akibat perang tahun 1948. 190 Dengan mencermati data-data di atas, terlihat bahwa banyak tindakan yang dilakukan oleh Israel dalam menghambat laju imigrasi atau kembalinya para pengungsi Palestina ke rumah-rumah mereka sendiri. Tindakan Israel yang menghambat laju masuknya migran Palestina (imigran) adalah dengan menguasai daerah-daerah yang mereka (migran Palestina) tinggalkan dengan terpaksa yaitu dengan mempercepat laju dalam menduduki daerah yang kosong penduduk dan mengisinya dengan imigran Yahudi (yang berasal dari seluruh penjuru bumi) ke 189 190
Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel. Bandung: Mizan. 2006, 58. Ibid., 48..
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
77
daerah ataupun rumah-rumah yang kosong tersebut. Ternyata hal tersebut berdampak cukup signifikan yaitu telah tertahannya para pengungsi Palestina untuk berimigrasi ke rumah dan wilayah mereka sendiri. Meskipun telah ada upaya dari PBB untuk mengizinkan kembalinya para pengungsi ke Palestina, tetapi pada kenyataannya resolusi tersebut tidak berjalan dengan sewajarnya. Hal tersebut menandakan bahwa resolusi yang ditetapkan tersebut tersebut masih cacat dari segi hukum maupun keadilan.
4.2.3.2 Emigrasi Palestina Emigrasi Palestina berarti migrasi atau perpindahan penduduk Palestina keluar dari wilayah Palestina disebabkan karena beberapa faktor. Salah satu hal yang melatarbelakangi migrasi para penduduk Palestina keluar dari negara nya sendiri (beremigrasi) adalah karena terjadi peperangan anatar pasukan Arab dengan pasukan Israel yang dimulai pada tahun 1948 sampai tahun 1949. Dengan latar belakang tersebut, dapat dikatakan penduduk Palestina mengalami migrasi yang disebut sebagai migrasi pengungsi (emigrasi). Migrasi pengungsi adalah yang terjadi akibat perang. Migrasi pengungsi memiliki tingkat yang cukup signifikan bagi populasi penduduk pada suatu negara.
191
Migrasi pengungsi juga terjadi pada saat Perang Dunia Pertama dan
Kedua dimana peristiwa tersebut memuncukan banyak hal yang mempengaruhi besarnya laju migrasi pengungsi di awal dekade abad ke-19. Hal tersebut ditandai dengan berlangsungnya kembali konflik politik yang terjadi pada kurun waktu dua dekade selanjutnya. 192 Pada awal tahun 1947, selama Palestina masih berada dalam pemerintahan mandat Inggris, penduduk Palestina masih menjadi mayoritas di negeri mereka sendiri. Namun migrasi Palestina mengalami perubahan yang cukup radikal setelah tahun 1948 atau setelah berlangsungnya perang pertama antara Arab dan Israel. Peperangan tersebut memberikan efek yang hambar dan rumit pada pergolakan politik yang terjadi antara Arab dan Israel. Okupasi yang dilakukan oleh Israel atas wilayah Palestina adalah cara untuk mewujudkan cita-cita politik mereka secara objektif atas nasionalisme dan ternyata membuahkan hasil. Pada 191 192
W.A.V Clark. Human Migration. Sage Publications.1986, 89. Ibid.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
78
waktu berikutnya, situasi yang terjadi kian membuat rumit masalah yang ada yaitu dengan berdirinya negara Israel. 193 Setelah peperangan tahun 1948, masalah pengungsi Palestina tidak dapat dibendung. Oleh karenanya, para pengungsi Palestina dalam jumlah yang sedikit beremigrasi ke negara Eropa dan Amerika namun tingkat emigrasi terlihat dalam jumlah yang besar menuju ke negara-negara Arab. 194 Adapun menurut W.A.V. Clark dalam bukunya yang berjudul Human Migration, perpindahan terbagi menjadi dua yaitu karena sebab penyerangan (peperangan) dan perpindahan karena sukarela. Biasanya perpindahan karena sukarela didasari oleh masingmasing individunya. Ada dua alasan mengapa manusia itu melakukan perpindahan karena sukarela yaitu karena mencari perubahan (diantaranya adalah dilihat dari aspek pemukiman (biaya, luas, peluang, kualitas), aspek kekerabatan (kualitas lingkungan, komposisi masyarakat, pelayanan sosial), aspek keberadaan (sekolah, lapangan pekerjaan, perbelanjaan) dan karena pengaruh (faktor pendorong: lahan kerja, peluang usaha dan lingkungan hidup). Adapun kaitannya antara jenis perpindahan tersebut yang merujuk pada kasus pengungsi Arab, maka dapat disimpulkan perpindahan yang terjadi bukanlah jenis perpindahan yang dilakukan secara sukarela, baik itu untuk mencari perubahan atau kepuasan maupun karena pengaruh. Perpindahan yang terjadi adalah karena penyerangan (peperangan). Peperangan antara Arab dan Israel memunculkan masalah baru dalam kependudukan Palestina yaitu pengungsi yang terjadi pasca perang tahun 1948. Emigrasi penduduk Palestina yaitu penduduk Palestina yang keluar dari negara nya sendiri memiliki spesifikasi data yaitu baik sumber berupa catatan yang diterbitkan sebagai sisipan dalam buku referensi maupun data yang bersumber langsung dari UNRWA ( The United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East) melalui situs internet. UNRWA didirikan berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB No.302 (IV) pada 8 Desember 1949. UNRWA menangani langsung terkait kebutuhan dan pekerjaan yanng
193
Prof. Bernard Lewis. The Arab in History. 1987, 176. Tulisan Justin McCarthy berjudul: Palestine’s Population During The Ottoman and The British Mandate Period yang terdapat dalam website http://www.palestineremembered.com. diakses pada 9 Juni 2009 194
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
79
berhubungan dengan pengungsi Palestina. UNRWA mulai melakukan operasi yang pertama pada 1 Mei 1950. Untuk menanggulangi masalah (memberikan solusi) terhadap masalah pengungsi Palestina, Majelis Umum PBB telah melakukan pengulangan dan pembaruan hasil mandat yang masih berlangsung sampai dengan 30 Juni 2011. 195 Sejak didirikan, UNRWA telah memberikan pelayanan untuk para pengungsi Palestina yang mengungsikan diri ke beberapa negara Timur Tengah. Kebutuhan yang telah dipenuhi adalah berupa makanan, tempat tinggal, pakaian untuk lebih dari sepuluh ribu pengungsi. Di lain hal, kebutuhan pendidikan dan kesehatan juga merupakan pelayanan yang diberikan kepada lebih dari seratus ribu pengungsi yang masih berusia muda. Dalam melakukan operasi nya, UNRWA
mendasari pencatatan jumlah pengungsi secara legal dengan cara
mendata tiap orang yang kehilangan tempat tinggal (rumah) pasca perang 1948 dan telah tinggal di Palestina dalam rentang waktu antara Juni 1946 sampai dengan Mei 1948. Berdasarkan catatan UNRWA, jumlah pengungsi Palestina pada tahun 1950 adalah 914.000. Jumlah tersebut berbeda dengan yang dicatat dalam buku Paul Findley yang berjudul Diplomasi Munafik Zionis Israel, bahwa setelah perang tahun1948 pengungsi Palestina berjumlah 726.000. Angka tersebut dikutip oleh Paul Findley berdasarkan Report of Special Representativie’s Mission to the Occupied Territories pada 15 September 1967, Laporan PBB No. A/6797. Angka yang disebutkan oleh laporan PBB tersebut sangat mungkin untuk berubah dari 726.000 menjadi 914.000 (berdasarkan cacatan pengungsi UNRWA tahun 1950) karena dari rentang waktu yang ada yaitu dua tahun (1948-1950) secara otomatis dan alamiah terjadi natalitas dan mortalitas yang mempengaruhi perubahan pada angka tersebut. Adapun sepertiga dari emigran Palestina yang telah terdaftar sebagai pengungsi dalam UNRWA yang jumlah nya berkisar 1,3 juta, sejak mulai operasinya sudah ditempatkan dalam 58 tenda pengungsian yang terdapat di Yordania, Lebanon, Syria, Tepi Barat dan Gaza. Tenda pengungsian yang merupakan tempat para emigran (pengungsi) Palestina adalah sebidang tanah yang menjadi tempat penampungan akomodasi para pengungsi Palestina. Tanah yang 195
http://www.unrwa.org diakses pada 21 Mei 2009.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
80
digunakan sebagai tempat penampungan para pengungsi tersebut telah dikontrak/ disewa oleh pemerintah negara yang menampung emigran Palestina dari para pemilik tanah lokal. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa tanah tempat pengungsi tinggal bukanlah milik mereka sepenuhnya, mereka hanya diberi hak untuk memakai atau memanfaatkan tanah tersebut saja untuk tetap tinggal. Sementara itu, selang waktu sejak didirikannya tenda-tenda pengungsian di beberapa negara mulai tahun 1950, pada bulan Juni tahun 1967 setelah terjadinya perang ketiga antara negara-negara Arab dengan Israel yang akhirnya dimenangkan kembali oleh Israel, sepuluh tenda dibangun kembali untuk menampung para pengungsi maupun yang bukan pengungsi yang berasal dari Tepi Barat dan Jalur Gaza yang telah diokupasi oleh Israel. Berikut ini adalah daftar negara-negara beserta jumlah pengungsi 196 Palestina di tiap wilayah pengungsian beserta keadaan yang melingkupi mereka yaitu: Pertama, Yordania. Yordania adalah salah satu tempat sasaran bernaungnya para pengungsi Palestina. Ada sepuluh tenda tempat penampungan pengungsi Palestina di Yordania. Yordania mengakomoir sebanyak 337.571 pengungsi yang terdaftar atau sekitar 17% dari 1,9 juta dari total keseluruhan pengungsi yang tercatat oleh UNRWA. Empat tenda didirikan di tepi timur dari sungai Yordania setelah perang tahun1948, sementara enam tenda dibuat setelah perang tahun 1967. Selain tendatenda yang diakomodasi oleh UNRWA, ternyata ada penambahan tenda yang dibangun oleh pemerintah Yordania yaitu di daerah Amman, Zarqa dan Madaba. Populasi pengungsi yang tinggal dalam penampungan dan pengungsi yang bukan berasal dari penampungan tersebut diestimasikan akan meningkat menjadi 65% dari seluruh populasi pengungsi di Yordania. Pada tahun 1948, ada sekitar 100.000 orang pengungsi yang melintasi sungai Yordania untuk membangun secara darurat tenda penampunga, masjid dan sekolah dan menganggapnya sebagai kota tempat mereka tinggal. Namun hal tersebut diketahui oleh ICRC (the International Committee of the Red Cross) dan segera masalah tersebut ditanggulangi secara darurat sampai beroperasinya UNRWA pada bulan Mei 1950.
196
Dapat dilihat dalam tabel 4.3 pada halaman.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
81
Pada tahun 1949, Zarqa, dinilai memiliki jumlah pengungsi yang cukup besar . Antara tahun 1951-1954, tiga tenda penampungan kembali didirikan, yaitu dua terletak di Amman dan satu di Irbid yang terletak di utara Yordania. Banyak tenda di Yordania yang menjadi “pelabuhan” bgi para pengungsi dari Tepi Barat dan Gaza setelah wiayah mereka diokupasi oleh Israel pada tahun 1967. Di antara jumlah mereka adalah 140.000 yang teerdaftar menjadi pengungsi oleh UNRWA, padahal data yang sesungguhnya menjadi emigran adalah 240.000 orang penduduk dari Tepi Barat namun jumlah tersebut menjadi orang-orang yang terlantar (karena tidak terdaftar menjadi pengungsi). Seluruh pengungsi di Yordania mendapatkan hak secara penuh menjadi penduduk Yordania dengan pengecualian yaitu 120.000 orang pengungsi yang berasal dari Gaza (yang datang pada tahun 1967) telah temasuk dalam administrasi pemerintah Mesir. Mereka memiliki paspor sementara untuk tetap tinggal di Yordania, namun hak kependudukan mereka tidak diberikan secara penuh yaitu seperti hak untuk memilih dan menjadi pekerja di perusahaan tidak akan mereka dapatkan. Kedua, Libanon. Libanon juga merupakan salah satu tempat tujuan pengungsi Palestina. Terdapat enam belas tenda penampungan di Libanon, namun banyak di antaranya yang rusak akibat konflik dan tidak pernah ada upaya untuk membenahi kembali tenda-tenda yang rusak tersebut. Secara umum, populasi pengungsi di Libanon mencakup 10% dari total populasi Libanon. Ada satu hal yang unik dari para pengungsi di Libanon, yaitu mereka tidak memiliki hak sipil maupun sosial, mereka juga cukup mengalami kesulitan dalam mengakses pelayanan rumah sakit maupun pelayanan sosial lainnya. Mereka juga tidak memiliki hak untuk bekerja di Libanon, sehingga mayoritas dari pengunngsi Palestina di Libanon adalah para pengangguran. Ketiga, Syria. Pengungsi Palestina yang ditempatkan dalam penampungan di Syria adalah para penduduk Palestina yang merupakan korban migrasi dari perang tahun 1948. Mereka berasal dari Palestina bagian timur yaitu dari daerah Safad dan kota Haifa dan Jaffa. Adapun pada tahun 1967, lebih dari 100.000 emigran Palestina memasuki Syria yang berasal dari Dataran Tinggi Golan dan bagian lain dari Syria yang telah diokupasi oleh Israel. Berbeda dengan kondisi pengungsi Palestina di Libanon, pengungsi Palestina yang ditempatkan di Syria
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
82
mendapatkan akses untuk mendapatkan pelayanan baik dari perusahaan, sekolah, universitas dan rumah sakit. Namun ada sebuah kondisi yang cukup disayngkan, yaitu masih minimnya lingkungan yang bersih seperti sanitasi minim menyebabkan berbagai resiko bagi kesehatan dari para pengungsi. Sama seperti yang terjadi di Libanon, data populasi pengungsi Palestina tahun 1950-1967 dari UNRWA tidak terdefinisikan setiap tahunnya, karena hanya dilakukan selama lima tahun sekali. Keempat, Gaza. Populasi Palestina di Gaza dalam skala 5.500 kilometer persegi diestimasikan sebesar 1,8 juta. Sejak Israel mengokupasi daerah Tepi Barat dari Palestina pada tahun 1967, tenda-tenda yang ada menjadi sulit untuk dioperasikan karea wilayah tersebut segera diambil alih oleh Israel. Padahal sewaktu Israel belum mengokupasi daerah ini merupakan daerah yang memiliki kemandirian dalam hal pendapatan dari pekerjaan yang mereka usahakan. Setelah wilayah ini diokupasi oleh Israel, maka masalah pengangguran menjadi masalah yang cukup berarti dan hal tersebut berdampak pula kepada kondisi sosial dan ekonomi di tenda-tenda yang telah berubah kepemilikan teritorialnya. Dari semua titik wilayah sasaran UNRWA dalam membangun tenda penampungan pengungsi, Gaza menjadi wilayah operasi yang memiliki angka pengungsi yang terbesar dengan tenda yang sedikit. Lebih dari setengah dari jumlah total keseluruhan pengungsi hanya tinggal dalam delapan tenda saja. Banyak dari pengungsi yang menuju Gaza merupakan orang-orang Palestina yang merupakan korban yang yang teremigrasi sejak pecahnya perang tahun 1948. Mayoritas dari para pengungsi berasal dari daerah Jaffa, dan Beershareba (salah satu daerah bagian di Negev). Populasi pengungsi ada sekitar 200.000 orang. Dari kelima titik tempat pengungsian di atas, jumlah pengungsi Palestina belum terdeskripsikan dengan jelas, namun dapat diketahui bahwa di tiap-tiap titik memiliki kondisi dengan karakteristik yang berbeda-beda, baik dari segi psikologis yang berupa keterikatan, meliputi kenyamanan dan rasa aman yang dirasakan antara pengungsi Palestina dengan negara (wilayah) tempat pengungsian, dari segi sosial yang berupa pengakuan dari lingkungan atas hak dan kewajiban mereka yang juga berperan sebagai makhluk sosial (bermasyarakat) maupun dari segi nasionalitas yang berupa pengakuan sebagai warga negara yang
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
83
dilindungi hak-hak nya. Kondisi yang berbeda tiap wilayah tempat pengungsian tersebut sebagaimana adanya telah memperlihatkan karakter khas dari negara-negara Arab (khususnya Yordania, Lebanon dan Syria). Yordania yang masih menunjukkan kesolidannya sebagai sesama negara Arab. Yordania mampu menerima para pengungsi Palestina sebagai penduduk negara. Secara nasionalitas, memang para pengungsi tidak memiliki kewarganegaraan (disebabkan oleh ketiadaan identitas sebagai warga negara, di samping juga mereka terusir dari negara mereka sendiri dan sulit untuk imigrasi ke negara nya), namun Yordania lah satu-satunya negara penerima migran dari Palestina yang mengakui para pengungsi sebagai penduduk dalam negara. Dari segi sosial, keberterimaan negara Libanon terhadap pengungsi Palestina dinilai kurang, karena kurang memperlihatkan kesolidan sosial. Kesolidan sosial salah satunya dapat diperlihatkan dengan mudahnya akses pelayanan sosial maupun terbukanya ruang untuk bergerak (mencari lapangan kerja atau berkompetisi). Sementara itu, di bawah ini terdapat tabel yang merupakan hasil perhitungan terhadap jumlah pengungsi yang telah terdaftar oleh UNRWA setiap lima tahun sekali dimulai saat UNRWA melakukan operasi yang pertama kalinya (1950). Rentang waktu dibatasi sampai dengan tahun 1970, karena yang ingin diteliti adalah emigrasi Palestina 1947-1967 maka data yang diperoleh adalah 5 kali registrasi oleh UNRWA. Jumlah Pengungsi Palestina Teregistrasi 197 Field Jordan / Yordania Lebanon/ Libanon Syria/ Syria
1950 506,200
1955 502,135
1960 613,743
1965 688,089
1970 506,038
127,600
100,820
136,561
159,810
175,958
82,194
88,330
115,043
135,971
158,717
West Bank/ Tepi Barat Gaza Strip/ Gaza TOTAL
-
-
-
-
-
198,227
214,701
255,542
296,953
311,814
914,221(3)
905,986
1,120,889
1,280,823
1,425,219
Tabel 4.3 Jumlah Pengungsi yang Teregistrasi oleh UNRWA (30 Juni tiap 5 tahun sekali) 197
www.unrwa.org. diakses pada 21 Mei 2009.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
84
Berdasarkan tabel 4.3 di atas, terlihat bahwa angka populasi pengungsi yang melakukan registrasi awal di Yordania tahun 1950 menuju tahun 1955 mengalami penurunan dari 506.200 menjadi 502.135. Namun dalam lima tahun kemudian terhitung dari tahun 1955Æ1960Æ1965 kondisi terus mengalami peningkatan, namun di lima tahun terakhir setelah tahun 1965, populasi pengungsi yang teregristrasi mengalami penurunan. Kondisi yang menggambarkan pada awal mengalami penurunan lalu menuju ke peningkatan seperti yang terjadi di Yordan, ternyata juga terjadi di Libanon yaitu data dari tahun 1950 sebesar 127.600 menuju tahun 1955 menurun menjadi 100.820. Namun di lima tahun selanjutnya, yaitu tahun 1955Æ1960Æ1965Æ1970, jumlah pengungsi yang merigistrasikan diri ke UNRWA meningkat dan tidak mengalami penurunan. Sementara itu, jumlah pengungsi yang telah teregistrasi pada wilayah Syria dan Gaza mulai dari tahun 1950 sampai dengan tahun 1970 terjadi peningkatan yang konstan, tanpa ada penurunan sama sekali. Wilayah Tepi Barat tidak teridentifikasi adanya populasi pengungsi, hal ini disebabkan oleh kondisi Tepi Barat yang masih terintegrasi dengan Yordania dari tahun 1955 sampai dengan tahun 1967 saat perang ketiga Arab Israel yang dimenangkan oleh Israel dan berhasil menaneksasi seluruh wilayah Palestina yaitu meliputi Tepi Barat dan daerah lainnya. Jumlah terbesar dari pengungsi Palestina yang teregistrasi yaitu menduduki wilayah Yordania. Apabila diuraikan, maka peringkat pertama dan seterusnya yang memiliki populasi terbesar pengungsi Palestina setelah tahun 1947 sampai dengan tahun 1967 adalah Yordania, Gaza, Libanon, Syria dan Gaza. Terlepas dari data yang disajikan dalam tabel di atas (data pengungsi yang melakukan registrasi kepada UNRWA), pada kenyataannya sangat banyak para pengungsi Palestina pasca perang Arab Israel tahun 1948 yang menjadi imigran ilegal atau para imigran yang tidak terdokumentasi. Imigran ilegal masih dapat ditoleransi selama mereka mencari pekerjaan maupun untuk mengejar taraf ekonomi. Khususnya di Timur Tengah, para imigran seringkali tanpa hak politik, kesejahteraan sosial, kebebasan untuk mencari pekerjaan dan kesempatan untuk menjadi warga negara. 198 Para imigran ilegal Palestina yang tanpa dokumentasi tersebut, memungkinkan untuk tetap bisa bertahan hidup di luar sana, entah di 198
W.A.V Clark. Human Migration. Sage Publications. 1986, 84-85.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
85
mana, karena meskipun banyak hak yang seharusnya mereka miliki dan selepas mereka meninggalkan Paestina, semua itu telah hilang. Namun kemampuan dan kompetisi untuk survive 199 yang membuat mereka mendapatkan pekerjaan membuat mereka dapat mempertahankan diri meskipun menjadi seorang imigran illegal. Mereka ternyata menjadi SDM yang “terpakai” di Eropa, Afrika dan Amerika Serikat. 200 Adapun dampak tingginya laju emigrasi Palestina selama kurun waktu 1947-1967 adalah semakin menipisnya populasi Arab Palestina di Palestina setelah perang tahun 1948 dan di tahun-tahun setelahnya sampai tahun 1967. Efek yang biasanya ditimbulkan dari migrasi adalah adanya pengurangan populasi dari negara yang ditinggalkan dan pertambahan bagi negara yang dimasuki. 201 Dengan migrasinya penduduk Palestina keluar Palestina, yang mayoritas ditimbulkan oleh perang dan aksi terror yang dilakukan oleh Israel, menyebabkan Israel semakin menunjukan peningkatan terhadap jumlah imigran nya untuk memasuki dan menguasai wilayah Palestina. Sementara itu, efek bagi penduduk Palestina yaitu banyak yang menjadi pengungsi dan hilangnya hak kependudukan, hak sosial dan hak-hak lain yang seharusnya mereka miliki. 4.2.4
Mobilitas Sosial Palestina Tahun 1947-1967 Mobilitas menurut ilmu sosiologi terbagi menjadi dua yaitu mobilitas
vertikal dan mobilitas horizontal. Adapun yang termasuk mobilitas vertikal adalah perubahan status sosial dengan melihat kedudukan generasi sebelumnya dan mobilitas horizontal adalah perpindahan penduduk secara teritorial, spasial atau geografis. Jenis mobilitas yang akan dianalisis adalah mobilitas vertikal yang bersifat sosial (kemasyarakatan) terjadi di Palestina dalam rentang tahun 1947 sampai dengan tahun 1967. Pada tahun 1947, saat Palestina masih dalam pemerintahan mandat Inggris, tidak ada data yang menunjukkan bahwa Palestina menunjukkan mobilitas sosial secara vertikal. Penduduk Palestina saat itu masih menjadi mayoritas. Di sisi lain, mereka juga masih menduduki kurang lebih 92% tanah Palestina. Kondisi sosial secara dramatis menunjukkan perubahan yang 199
Bertahan hidup. Ibid. 201 Dennis H.Wrong. Population and Society. New York: Random House.1965, 97. 200
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
86
cukup signifikan. Dimulai pada pembagian wilayah pada 29 November tahun 1947, menyebabkan wilayah Palestina terbagi-bagi menjadi negara Palestina, Yerusalem (zona internasional), dan negara Israel. Kependudukan Palestina mengalami dinamisasi atas kebijakan tersebut. Ditambah dengan didirikannya negara Israel dan berbagai tindakan Israel yang memaksa penduduk Palestina untuk beralih tempat menuju pengungsian. Pada tahun 1947-1949 penduduk Palestina lebih prioritas melakukan mobilitas horizontal yaitu dengan mencari tempat untuk mereka mengungsi dan mengamankan
diri.
Sementara
itu,
mobilitas
sosial
vertikal
Palestina
menunjukkan kevakuman. Selain disebabkan oleh mobilitas horizontal yang biasa disebut migrasi, kevakuman juga terjadi karena pada masa itu (1947-1949) kebutuhan yang lebih prioritas bukanlah peningkatan akan status sosial melainkan pencarian status sosial. Penduduk Palestina yang menjadi pengungsi pasca perang tahun 1948 telah kehilangan semuanya. Semua yang ada pada diri mereka yaitu meliputi kewarganegaraan, hak politik, kebebasan memilih pekerjaan, hak sosial (yang di dalamnya meliputi status sosial) dan hak-hak yang lainnya. Hak sosial berupa status sosial mereka telah hilang karena mereka pergi dari negeri mereka sendiri tanpa ada jaminan apapun. Mungkin saat tahun 1947 di antara mereka adalah seorang pekerja atau pedangang yang ulung, maka di tahun 1948 status sosial mereka seakan tertiup angin, hilang tanpa sisa. Pengungsi Palestina pergi mengungsi tanpa jelas tujuannya, bahkan diantara mereka banyak yang menjadi imigran ilegal. Mereka memang tidak memiliki kehendak sedikit pun untuk pergi meninggalkan negeri mereka, mereka pergi karena faktor terpaksa. Sementara itu, pada tahun 1950-1967, kondisi mulai menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik. Para penduduk Palestina yang menjadi pengungsi dengan bantuan UNRWA. Penempatan mereka di wilayah yang berbeda menjunjukkan adanya aktivitas-aktivitas yang berbeda pula dan tentunya hal tersebut secara perlahan mempengaruhi mereka juga untuk melakukan mobilitas sosial vertikal. Sebagai contoh, pengungsi Palestina yang tinggal di Yordania mendapatkan jaminan untuk menjadi penduduk negara Yordania. Mereka diperbolehkan berkompetisi untuk mencari kesempatan kerja. Adanya perkembangan ekonomi yang terjadi di Tepi Timur dan Yordania membuat target
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
87
besar untuk menampung dan memberdayakan para imigran pekerja yang tidak terampil. Implementasinya, dengan bertambahnya jumlah imigran yang mencari pekerjaan tersebut menunjang terjadinya indutrialisasi. 202 Industrialisasi menjadi faktor pendorong yang membuat para pengungsi semakin meningkatkan status sosialnya, melatih keterampilannya agar menjadi tenaga kerja ahli yang siap diberdayakan. Oleh karena itu status sosial mereka meningkat karena faktor industrialisasi tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengungsi Palestina mengalami mobilitas sosial vertikal yang terus berkembang tiap waktunya seiring dengan berkembangnya industrialisasi. Di sisi lain, masih ada penduduk keturunan Palestina yang tetap tinggal di perbatasan-perbatasan Israel pasca perang 1948. Mereka bertahan hidup dan berada di wilayah yang dianeksasi oleh Israel sampai tahun 1967. Mereka hidup di bawah kekuasaan Israel dan jumlah mereka berubah menjadi minoritas. Secara resmi, orang-orang keturunan Palestina adalah warga negara Israel. Namun pada praktiknya mereka hanya menikmati sedikit saja dari fasilitas-fasilitas sebagai warga negara dan mengalami diskriminasi dalam sejumlah aturan yang memberikan hah-hak tertentu pada orang-orang Yahudi. 203 Pemerintahan Israel tidak pernah memberikan persamaan hak pada orang-orang keturunan Palestina sekalipun mereka telah terdaftar menjadi warga negara Israel. Dalam hal pemenuhan hak politik, orang-orang Palestina yang tetap tinggal di Israel (warga negara Israel keturunan Palestina) tidak pernah mendapatkan kekuasaan politik dan tidak memiliki prospek untuk masa depan dalam bidang politik apalagi pemerintahan. Mereka menjalankan hidup kesehariannya sebagai warga negara Israel yang tunduk kepada Hukum (Darurat) Pertahanan Israel, yang dengan itu mereka akan diadili dengan pengadilan militer, bukan dengan pengadilan sipil, mereka terbatas dalam ruang gerak mereka, mendapatkan ancaman pengusiran dan mereka pun sulit untuk bisa hidup seperti warga negara Israel (orang Yahudi) yang bisa mendirikan bangunan dan mendapatkan jaminan atas hak-hak sosial mereka.
202
Tulisan Justin McCarthy berjudul: Palestine’s Population During The Ottoman and The British Mandate Period yang terdapat dalam website http://www.palestineremembered.com. diakses pada 9 Juni 2009 203 Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel. Bandung: Mizan. 2006, 137.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
88
Hukum-hukum yang diberlakukan oleh pemerintahan Yahudi tetap memperlihatkan diskriminasi terhadap warga negara Israel keturunan Palestina. Adapun
seperangkat
hukum
yang
mereka
berlakukan
adalah
tentang
pengambilalihan atas kekayaan orang Arab Palestina seperti: Hukum Pendaftaran Kekayaan di Masa Darurat (1949), Hukum Kekayaan Orang yang Tidak Hadir (1950), dan Hukum Perolehan Tanah (1953). Pada tahun 1953 saja, sekitar satu juta hektar tanah yang dimiliki oleh 18.000 orang Palestina telah disita. 204 Berdasarkan data dan fakta yang ada tersebut, dapat dipastikan tidak adanya mobilitas sosial vertikal orang-orang Palestina yang masih tetap tinggal di Israel. Hal itu disebabkan oleh minimnya pemenuhan atas hak-hak sosial mereka. Meskipun ada pemenuhan atas hak sosial atas mereka, tetapi sangat minim dan diskriminatif. Jadi, bagaimana mungkin mereka bisa melakukan mobilitas sosial vertikal jika sarana untuk menuju ke arah itu tidak ada. Mengkomparasikan orang Palestina yang beremigrasi ke negara lain dengan orang Palestina yang masih hidup dalam kekuasaan Israel terlihat adanya perbedaan yang cukup signifikan, yaitu bahwa peluang orang Palstina yang beremigran untuk melakukan mobilitas sosial secara vertikal lebih besar daripada orang Palestina yang masih tetap tinggal di Israel. Besar kecilnya peluang tersebut disebabkan oleh ada atau tidaknya jaminan atas hak-hak sosial mereka.
204
Ibid., 147.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009