Bab 2 Landasan Teori
2.1 Teori Fiksi Wellek & Warren (1989: 278-279) mengemukakan bahwa realitas dalam karya fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan yang ditampilkan, namun tidak selalu merupakan kenyataan sehari-hari. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama, interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Fiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Walau berupa khayalan, tidak benar jika fiksi dianggap sebagai hasil kerja lamunan belaka, melainkan penghayatan dan perenungan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab (Nurgiyantoro, 1994:3). Fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab. Fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni. Fiksi dapat diartikan sebagai cerita rekaan. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua karya yang mengandung unsur rekaan disebut karya fiksi. Dunia fiksi jauh lebih banyak mengandung berbagai kemungkinan daripada yang ada di dunia nyata. Hal itu wajar saja terjadi mengingat betapa kreativitas pengarang dapat bersifat “tak terbatas”. Pengarang dapat mengkreasi, memanipulasi, dan menyiasati
berbagai masalah kehidupan yang dialami (baik secara nyata maupun tidak nyata) dan diamatinya menjadi berbagai kemungkinan kebenaran yang bersifat hakiki dan universal dalam karya fiksinya. Pengarang dapat mengemukakan sesuatu yang hanya mungkin terjadi, dapat terjadi, walau secara faktual tidak pernah terjadi (Nurgiyantoro, 1994:6). Definisi novel adalah : 小説とは、文学の一形式である。内容的にいえば、随想や批評、伝記、 史書に対して、架空の物語もしくは現実にあっ物語を虚構化したものであ り、手法的にいえば、詩に対して、散文形式による叙述をとる。英語での はスペイン語でのや、フランス語のと同語源であり、もともとラテン語で 「新しい話」 を意味する。 小説は 「虚構の連続性と因果律のある話の構 造」を持つことが条件であるという説は古くから行われてきたものである。
Terjemahan : Novel
adalah
bentuk baku dari kesusastraan, yang isinya berupa ide,
komentar, bibliografi, sejarah, cerita imajinasi atau kenyataan yang diubah dalam bentuk fiksi sedangkan secara teknis dideskripsikan sesuai bentuk baku dari prosa dan puisi. Dalam bahasa Inggris disebut novel, dalam bahasa Spanyol disebut novela, dan dalam bahasa Perancis dari sumber kata yang sama yaitu novelle, sedangkan dari bahasa Latin yang artinya cerita baru. Novel memiliki syarat kerangka cerita dari hukum sebab-akibat dan konfinitas fiksi yang ada dari zaman dahulu hingga sekarang.
Fiksi merupakan sebuah cerita, dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan memberikan hiburan kepada pembaca di samping adanya tujuan estetik. Melalui sarana cerita itu pembaca secara tak langsung dapat belajar, merasakan, dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang secara sengaja disuguhkan oleh pengarang. Hal itu disebabkan cerita fiksi tersebut akan mendorong pembaca untuk ikut merenungkan masalah hidup dan kehidupan.
2.2 Teori Penokohan 2.2.1 Teori Tokoh Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada pribadi seorang tokoh. Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca (Nurgiyantoro, 1994:165-167). Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita dan pada umumnya tokoh berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan (Sudjiman, 1991:16). Tokoh-tokoh yang terdapat di dalam sebuah novel dapat dibedakan menjadi : a. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 1994:176-177). Tokoh utama sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Tokoh utama hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian atau konflik dan mempengaruhi perkembangan plot. Tokoh tambahan adalah pemunculannya lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung maupun tidak langsung (Nurgiyantoro, 2002:177). b. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan pembaca, dan harapan-harapan pembaca. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang berlawanan dengan tokoh protagonis, secara langsung maupun tidak langsung, bersifat fisik ataupun batin (Nurgiyantoro, 1994:178-179). Walaupun tokoh cerita hanya merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia haruslah bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan cerita dengan perwatakan yang disandangnya demi tercapai penyampaian pesan, amanat, dan moral yang terkandung dalam isi cerita. Ada beberapa metode karakterisasi fiksi yaitu metode langsung (telling) dan metode tidak langsung (showing) (Minderop, 2005:6).
Metode langsung (telling) pemaparan dilakukan secara langsung oleh si pengarang. Metode telling mencakup karakterisasi melalui penggunaan nama tokoh, karakterisai melalui penampilan tokoh, dan karakterisasi melalui tuturan pengarang (Minderop, 2005:8). Metode showing mencakup karakterisasi melalui dialog, lokasi dan situasi percakapan, jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental para tokoh, nada suara, penekanan, dialek, dan kosa kata para tokoh (Minderop, 2005:22-23).
2.2.2 Teori Penokohan Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan “perwatakan” sebab penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan menyaran pada teknik pewujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1994:165-166). Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh, yang berarti tokoh-tokoh perlu mengambarkan cirri-ciri lahir dan sifat serta sikap batinnya, agar kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwanya dikenal oleh pembaca (Sudjiman, 1991:58). Penokohan merupakan bagian, unsur, yang bersama dengan unsur-unsur lain yang membentuk suatu totalitas. Penokohan merupakan unsur penting dalam fiksi. Ia
merupakan salah satu fakta cerita di samping kedua fakta cerita yang lain. Dengan demikian, penokohan mempunyai peranan yang besar dalam menentukan keutuhan dan keartistikan sebuah fiksi (Nurgiyantoro, 1994:172).
2.3 Teori Kecemasan dan Konflik Menurut Karen Horney Sebelum masuk ke dalam teori kecemasan menurut Karen Horney, penulis akan memaparkan definisi kecemasan menurut Sigmund Freud. Menurut Freud dalam Alwisol (2010:22), kecemasan adalah dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang tak terhindarkan. Kecemasan berfungsi untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan akan timbul ketika seseorang tidak siap menghadapi ancaman. Menurut Freud dalam Alwisol (2010:22), kecemasan dibagi menjadi tiga macam yaitu: 1. Kecemasan neurotik adalah kecemasan terhadap suatu bahaya yang tidak diketahui. Misalnya ketakutan terhadap hukuman yang akan diterima dari orang tua atau penguasa lainnya jika seseorang melakukan pelanggaran. Kecemasan neurotik bersifat khayalan. 2. Kecemasan moral adalah ketakutan terhadap suara hati. 3. Kecemasan realistik adalah perasaan takut terhadap suatu bahaya yang mungkin terjadi. Misalnya ketika hujan terus menerus turun dengan curah hujan yang tinggi, kecemasan realistik yang muncul adalah datangnya bencana banjir.
Semua orang mengalami creature anxiety, perasaan kecemasan yang normal muncul pada bayi. a. Kecemasan dasar Menurut Horney dalam Alwisol (2010:134), kecemasan dasar berasal dari rasa takut; suatu peningkatan yang berbahaya dari perasaan tak berteman dan tak berdaya dalam dunia penuh ancaman. Kecemasan dasar selalu dibarengi oleh permusuhan dasar, berasal dari perasaan marah, suatu predisposisi untuk mengantisipasi bahaya dari orang lain dan untuk mencurigai orang lain itu. Secara bersamaan, kecemasan dan permusuhan membuat orang yakin bahwa dirinya harus dijaga untuk melindungi keamananya. b. Konflik Interpersonal: Kebebasan vs Kesepian Menurut Horney dalam Alwisol (2010:135), konflik adalah pertentangan antar kekuatan yang berhadapan dalam fungsi manusia, yang tidak dapat dihindari. Mengalami konflik tidak berarti mengidap neurotik. Suatu ketika, harapan, minat atau pendirian seseorang bertabrakan dengan orang lain. Konflik dalam diri sendiri adalah bagian yang integral dari kehidupan manusia, misalnya dihadapkan pilihan dua keinginan yang arahnya berbeda. Perbedaan konflik normal dengan konflik neurotik adalah taraf atau tinggi rendahnya. Setiap orang memakai berbagai cara mempertahankan diri melawan penolakan, permusuhan, dan persaingan dari orang lain. Orang normal mampu memakai bermacam-macam strategi pertahanan disesuaikan dengan masalahnya, sedangkan orang neurotik secara kompulsif memakai strategi pertahanan yang pada
dasarnya tidak produktif. Orang dengan kecemasan dasar memulai hidup dengan konflik yang sangat berat, konflik antara kebutuhan rasa aman dan kebutuhan menyatakan kebebasan emosi dan pikiran. Neurosis sering disebut juga psikoneurosis, adalah istilah umum yang merujuk pada ketidakseimbangan mental yang menyebabkan stress, tetapi tidak seperti psikosis atau kelainan kepribadian, neurosis tidak mempengaruhi pemikiran rasional. Horney dalam Alwisol (2010:136) mengemukakan sepuluh kebutuhan neurotik, yakni kebutuhan yang timbul sebagai akibat dari adanya konflik interpersonal. 1. Kebutuhan kasih sayang dan penerimaan: keinginan membabi-buta untuk menyenangkan orang lain dan berbuat sesuai dengan harapan orang lain. Orang itu mengharapkan dapat diterima baik oleh orang lain, sehingga berusaha bertingkah laku sesuai dengan harapan orang lain, cenderung takut berkemauan, dan sangat peka atau terganggu dengan tanda-tanda permusuhan dan penolakan dari orang lain, dan perasaan permusuhan di dalam dirinya sendiri. 2. Kebutuhan partner yang sepadan: tidak memiliki kepercayaan diri, berusaha mengikatkan diri dengan partner yang kuat. Kebutuhan ini mencakup penghargaan yang berlebihan terhadap cinta, dan ketakutan akan kesepian dan diabaikan. 3. Kebutuhan membatasi kehidupan dalam ranah sempit: Penderita neurotik sering berusaha untuk tetap tidak menarik perhatian, menjadi orang ke dua, puas dengan yang serba sedikit. Mereka merendahkan nilai kemampuan mereka sendiri, dan takut menyuruh orang lain.
4. Kebutuhan akan kekuasaan: Kekuatan dan kasih sayang mungkin dua kebutuhan neurotik yang terbesar. Kebutuhan kekuatan, keinginan berkuasa, tidak menghormati orang lain, memuja kekuatan dan melecehkan kelemahan dikombinasikan dengan kebutuhan prestis dan kepemilikan, yang berwujud sebagai kebutuhan mengontrol orang lain dan menolak perasaan lemah atau bodoh. 5. Kebutuhan mengeksploitasi orang lain: Takut menggunakan kekuasaan secara terang-terangan, menguasai orang lain melalui eksploitasi dan superiorita intelektual. Neurotik sering mengevaluasi orang lain berdasarkan bagaimana mereka dapat dimanfaatkan atau dieksploitasi, pada saat bersamaan mereka takut dieksploitasi orang lain. 6. Kebutuhan pengakuan sosial: Kebutuhan memperoleh penghargaan sebesarbesarnya dari masyarakat. Banyak orang yang berjuang melawan kecemasan dasar dengan berusaha menjadi nomor satu, menjadi yang terpenting, dan menjadi pusat perhatian. 7. Kebutuhan menjadi pribadi yang dikagumi: Pengidap narkotika memiliki gambaran diri melambung dan ingin dikagumi atas dasar gambaran itu, bukan atas siapa sesungguhnya mereka. Inflasi harga diri yang terus menerus terjadi harus ditutupi juga secara terus menerus dengan penghargaan dan penerimaan dari orang lain. 8. Kebutuhan ambisi dan prestasi pribadi: Penderita neurotik sering memiliki dorongan untuk menjadi yang terbaik – penjual terbaik, pemain basket terbaik, pecinta terbaik. Mereka ingin menjadi yang terbaik dan memaksa diri untuk
semakin berprestasi sebagai akibat dari perasaan tidak aman, harus mengalahkan orang lain untuk menyatakan superioritasnya. 9. Kebutuhan mencukupi diri sendiri dan independensi: Neurotik yang kecewa – gagal menemukan hubungan-hubungan yang hangat dan memuaskan dengan orang lain yang cenderung akan memisahkan diri tidak mau terikat dengan orang lain menjadi orang menyendiri. Mereka memiliki keinginan yang kuat untuk jauh dari orang lain, membuktikan bahwa mereka bisa hidup tanpa orang lain. 10. Kebutuhan kesempurnaan dan ketaktercelaan: Melalui perjuangan yang tidak mengenal lelah untuk menjadi sempurna, penderita neurotik membuktikan harga diri dan superioritas pribadinya. Mereka sangat takut membuat kesalahan dan mati-matian berusaha menyembunyikan kelemahan dari orang lain.