BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Pemodelan Spasial Pemodelan spasial adalah pemodelan yang berhubungan dengan pendekatan
titik dan area. Tahapan untuk melakukan pemodelan spasial adalah regresi linear berganda, uji asumsi residual, uji multikolinearitas, model spasial, Spatial Autoregressive Model (SAR), Spatial Error Model (SEM), dan Uji Lagrange Multiplier (LM). 2.1.1 Regresi Regresi adalah persamaan matematik yang menjelaskan hubungan variabel respon dan variabel prediktor. Dalam analisis regresi terdapat dua variabel, yaitu variabel respon dan variabel prediktor. Variabel respon disebut juga variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel lainnya, dinotasikan dengan Y. Variabel prediktor disebut dengan variabel independen yaitu variabel bebas yang dinotasikan degan X. Berdasarkan hubungan-hubungan antar variabel bebas, regresi linear teridiri dari dua, yaitu analisi regresi sederhana dan analisis regresi berganda. Berdasarkan kelinearan data pada model regresi dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu regresi linear dan regresi non linear. Dikatakan regresi linear apabila hubungan antara peubah prediktor dan peubah respon adalah linear. Sedangkan regresi dikatakan non linear apabila hubungan antara peubah prediktor dan peubah respon
tidak
7
linear.
8
2.1.2 Regresi Linear Berganda Regresi linear berganda adalah analisis regresi yang menjelaskan hubungan antara peubah respon dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya lebih dari satu prediktor (Andra, 2007: 8). Secara umum model regresi linear berganda sebagai berikut : k
y i = β 0 + ∑ β j xij + ε i j =1
(2.1)
Keterangan : yi
: variabel respon pada pengamatan ke-i (i = 1,2,…,n)
β
: konstanta
β
0
j
: parameter regresi ke- j(j = 1,2,...,k)
x ij : variabel prediktor ke- j pada pengamatan ke -i
ε
: residual dengan asumsi identik, independen, dan berdisribusi normal dengan mean nol dan varians σ2
n
: banyaknya amatan atau lokasi (k+1)
Dalam bentuk matriks dapat diuraikan sebagai berikut : (2.2) dimana : ;
;
9
2.1.3 Uji Asumsi Residual Apabila dalam analisis regresi tidak didasarkan pada asumsi residual, maka akan mengakibatkan hasil pendugaan regresi tidak sesuai. Asumsi residual dalam model regresi harus memenuhi kriteria identik, independen, berdistribusi normal (Manurung, 2007: 66-70). Pemodelan regresi klasik dengan Ordinary Least Square (OLS) sangat ketat terhadap beberapa asumsi. Apabila ada asumsi yang tidak terpenuhi, maka terdapat indikasi adanya pengaruh spasial (Andra, 2007: 52). Untuk melakukan analisis regresi diperlukan asumsi-asumi residual yang harus dipenuhi di antaranya adalah : 1.
Asumsi identik merupakan salah satu asumsi residual yang penting dari model regresi. Varians residual harus bersifat homoskedastisitas atau varians residual bersifat identik tidak membentuk pola tertentu. Beberapa uji yang dapat digunakan untuk menguji asumsi identik adalah uji Glejser, park test, plot of residual and fit. Hipotesis untuk uji Glejser adalah sebagai berikut: H0: residual identik H1: residual tidak identik Statistik Uji:
Fhitung =
MSR MSE
(2.3)
dimana :
n 2 ∑ ( eˆi − e ) MSR = i =1 k
;
n 2 ∑ ( ei − eˆi ) MSE = i =1 n − k −1
10 Pengambilan keputusan adalah Fhitung > Fα(k,
n-k-1)
maka tolak H0 pada tingkat
signifikansi α, artinya bahwa residual tidak identik. Pengambilan keputusan juga dapat melalui P-value dimana tolak H0 jika P-value < α. 2.
Asumsi saling bebas (Independent) atau uji autokorelasi residual, yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada korelasi antar residual. Beberapa pengujian yang dapat dilakukan untuk menguji asumsi independen adalah uji Durbin-Watson dan plot Autocorrelation Function (ACF). Hipotesis untuk uji Durbin-Watson adalah sebagai berikut: tidak ada korelasi residual ada korelasi residual Statistik uji:
∑ (e = ∑
i
− ei −1 )
n
2
n
d hitung
i =1
e i =1 i
2
(2.4)
Pengambilan keputusan adalah tolak H0 jika dhitung ≤ dL,α/2 atau dL,α/2 ≤ (4 – dhitung) ≤ dL,α/2, artinya terdapat autokorelasi antar asumsi residual atau asumsi independen tidak terpenuhi (Rahayu, 2009: 30). 3.
Asumsi normal digunakan untuk mengetahui apakah residual berdistribusi normal. Jika asumsi kenormalan tidak terpenuhi, estimasi OLS tidak dapat digunakan. Beberapa pengujian yang dapat dilakukan untuk asumsi distribusi normal adalah Anderson Darling, Kolmogorov-Smirnov, Jarque-Bera test, dan Skewnes-Kurtosis. Hipotesis untuk uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut: H0: residual berdistribusi normal H1: residual tidak berdistribusi normal
11 Statistik uji:
D = maks F0 ( x) − S N ( x)
(2.5)
Dimana F0(x) adalah fungsi distribusi kumulatif teoritis dan SN(x) = i/n, merupakan fungsi peluang kumulatif pengamatan dari suatu sampel random dengan i adalah pengamatan dan n adalah banyaknya pengamatan. Pengambilan keputusan adalah tolak H0 jika |D| > q (1- α), dimana q adalah nilai berdasarkan tabel Kolmogorov-Smirnov, artinya residual tidak berdistribusi normal dan asumsi normal tidak terpenuhi. Pengambilan keputusan dapat dilihat dari nilai Pvalue, tolak H0 jika P-value < α. 2.1.4 Uji Multikolinearitas Multikolinearitas artinya ada korelasi yang kuat antara beberapa atau semua variabel prediktor (Wijaya, 2008: 5). Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel prediktor. Cara mendeteksi adanya multikolinearitas adalah dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF) dari hasil analaisis dengan R language. Apabila nilai VIF lebih kecil daripada 10 maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas (Putri, 2013: 38). 2.1.5 Model Spasial Berdasarkan tipe data, pemodelan spasial dapat dibedakan menjadi pemodelan dengan pendekatan titik dan area. Jenis pendekatan titik diantaranya Geographically Weighted Regression (GWR), Geographically Weighted Poisson Regression (GWPR), Geographically Weighted Logistic Regression (GWLR), Space-Time Autoregressive (STAR), dan Generalized Space TimeAutregressive (GSTAR). Menurut LeSage (2011), Jenis pendekatan area diantaranya Mixed
12 Regressive-Autoregressive atau Spatial Autoregressive Models (SAR), Spatial Error Models (SEM), Spatial Durbin Model (SDM), Conditional Autoregressive Models (CAR), Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA), dan panel data. Pemodelan spasial sangat erat dengan proses autoregressive, ditunjukkan dengan adanya hubungan ketergantungan antar sekumpulan pengamatan atau lokasi. Hubungan tersebut juga dapat dinyatakan dengan nilai suatu lokasi bergantung pada nilai lokasi lain yang berdekatan atau bertetanggaan (neighboring). Misalnya terdapat 2 lokasi yang bertetanggaan i=1 dan j=2, maka bentuk modelnya dinyatakan sebagai berikut (LeSage, 2009: 2) : yi = α i y j + X i β + ε i
y j = α j yi + X j β + ε j
ε i ~ N (0, σ 2 )
ε j ~ N (0, σ 2 )
(2.6)
Persamaan (2.6) tersebut merupakan proses simultaneous data, dimana nilai yi bergantung pada yj begitu juga sebaliknya. Persamaan (2.6) dapat digeneralisasikan menjadi pengamatan atau lokasi yang lebih besar. Misalnya i=j=3 maka menjadi (LeSage, 2009: 8) : y i = α i , j y j + α i ,k y k + X i β + ε i y k = α j ,i y i + α j , k y k + X j β + ε j y l = α k ,i y i + α k , j y j + X k β + ε k
ε i ~ N (0, σ 2 )
ε j ~ N (0, σ 2 ) ε k ~ N (0, σ 2 )
(2.7)
13 Proses autoregressive dapat dianalogikan pada model umum spatial autoregressive seperti pada persamaan berikut : (2.8) dengan : ;
ε ~ N (0, σ 2 I )
(2.9)
dimana: y = vektor variabel respon (n x 1) X = matrik variabel prediktor (n x (k+1)) u = vektor error pada persamaan (2.8) berukuran n x 1
ε = vektor error pada persamaan (2.9) berukuran n x 1 Model u mempunyai error yang berdistribusi normal dengan mean nol dan varians σ² I. Parameter yang di estimasi adalah β, ρ dan λ . ρ adalah parameter koefisien spasial lag variabel dependen dan λ adalah parameter koefisien spasial lag pada error. n adalah banyaknya amatan atau lokasi (i = 1, 2, 3, …, n) dan k adalah banyaknya variabel prediktor (k = 1, 2, 3, …, l). Pengaruh spasial antar lokasi dalam model dibentuk dalam matrik pembobot W1 , W2 yang berukuran n x n. Dalam bentuk matrik sebagai berikut : y = [ y1
y 2 ... y n ]
T
; u = [u1 u2 L un ]
T
; ε = [ε1 ε2 L εn ]
T
14
1 1 X= M 1
x11
x12
L
x 21
x 22
L
M x n1
M x n2
x ik L
w11 W1 atau W2 = w 21 M w n1
x1k x 2 k M x nl
;
w12
w13
L
w13
w 23
L
M wn 2
M wn 3
w ij L
1 0 0 L 0 0 1 0 L 0 I= M M M O M 0 0 0 L 1
2.1.6
β 0 β 1 β2 β = M βk M β l
w1n w 2 n M w nn
(2.10)
Spatial Autoregressive Model (SAR)
Menurut Anselin (1988), Model Spatial Autoregresive adalah model yang mengkombinasikan model regresi sederhana dengan lag spasial pada variabel dependen dengan menggunakan data cross section. Model spasial autoregressive terbentuk apabila W2 = 0 dan λ = 0 , sehingga model ini mengasumsikan bahwa proses autoregressive hanya pada variabel respon (Lee dan Yu, 2010). Model umum SAR ditunjukan oleh persamaan sebagai berikut : (2.11)
ε ~ N (0, σ 2 I ) Model ini adalah pengembangan dari model autoregressive order pertama, dimana variabel respon selain dipengaruhi oleh lag variabel respon itu sendiri juga dipengaruhi oleh variabel prediktor. Proses autoregressive juga memiliki kesamaan dengan analisis deret waktu seperti pada model spasial autoregressive order pertama.
15 Perkembangan dari model SAR itu sendiri adalah model SAC dan SARMA (LeSage, 2009: 32). Model ini dapat di aplikasikan dalam bidang pendidikan. Salah satu penelitian yang menggunakan spasial SAR adalah Model Regresi Spasial Untuk Anak Tidak Bersekolah Usia Kurang 15 Tahun Di Kota Medan (Rati, Nababan, dan Sutarman, 2013). Penelitian ini dilakukan untuk menentukan model anak tidak bersekolah usia 15 tahun di Kota Medan menggunakan regresi spasial, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya serta mengkaji efektifitas metode regresi spasial. Kelebihan dari model Spatial Aoutoregresive adalah model ini tepat digunakan untuk pola spasial dengan pendekatan area. Menurut Anselin (1988), Untuk mengetahui model SAR ini konsisten, maka dikembangkan model estimasi parameter dengan maximum likelihood. Model maximum likelihood dapat digunakan pada spasial SAR, SEM, SDM, SAC. Rumus umum dari maximum likelihood adalah sebagai berikut (A’yunin, 2011: 3-4) :
(2.12) Nilai awal untuk β tergantung pada parameter autoregressive ρ. Maka hasil estimasi untuk nilai β adalah sebagai berikut: (2.13)
16
Sedangkan fungsi logaritma natural untuk mengestimasi adalah:
(2.14) Selanjutnya estimasi parameter
didapatkan dengan optimalisasi sebagai
berikut : (2.15)
dengan :
dan
2.1.7
Spatial Error Model (SEM) Spatial Error Model merupakan model spasial error dimana pada error
terdapat korelasi spasial, model ini dikembangkan oleh Anselin (1988). Model spasial error terbentuk
apabila W1 = 0 dan ρ = 0, sehingga model ini
mengasumsikan bahwa proses autoregressive hanya pada error model. Model umum SEM ditunjukan dengan persamaan : (2.16)
17
ε ~ N (0, σ 2 I ) Dimana λW₂u menunjukkan spasial struktur λW₂ pada spatially dependent error (ε). Model ini dapat dikembangkan ke dalam model lain, contoh model hasil dari pengembangan spatial error model adalah spatial durbin error model (SDEM). Pengembangan dari model SEM ini dapat di aplikasikan dalam bidang ekonomi. Salah satu penelitian dalam bidang ekonomi untuk model SEM adalah Model Regresi Spasial untuk Deteksi Faktor-faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur (Arisanti, 2011). Penelitian ini dilakukan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan dengan model regresi spasial. Kelebihan dari model SEM adalah memberikan model yang lebih baik untuk pengamatan yang saling berhubungan. Untuk estimasi parameter maximum likelihood model SEM mempunyai rumus sebagai berikut:
(2.17) Untuk menduga parameter λ diperlukan suatu iterasi numerik untuk mendapatkan pendugaannya yang memaksimalkan fungsi log likelihood (Arisanti, 2011: 24) 2.1.8
Uji Lagrange Multiplier (LM) Uji Lagrange Multiplier (LM) digunakan sebagai dasar untuk memilih model
regresi spasial yang sesuai (LeSage, 2009: 156). Tahapan pertama dalam uji ini adalah melakukan pembuatan model regresi sederhana melalui Ordinary Least Square (OLS). Kemudian dilakukan identifikasi keberadaan model spasial dengan menggunakan uji LM. Apabila LMerror signifikan maka model yang sesuai adalah
18 SEM, dan apabila LMlag signifikan maka model yang sesuai adalah SAR. Apabila keduanya signifikan maka model yang sesuai adalah Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA). Uji Robust Lagrange Multiplier juga dilakukan ketika keduanya signifikan. Uji ini terdiri dari Robust LMerror dan Robust LMlag. Uji Lagrange Multiplier terdiri dari LMlag danLMerror. LMlag digunakan untuk identifikasai model SAR, selain itu dapat juga untuk model SDM. Hipotesis yang digunakan pada LMlag adalah : H0: ρ = 0 (tidak ada dependensi spasial lag) H1: ρ ≠ 0 (ada dependensi spasial lag) Statistik uji : 2
LM
lag
e T W1y s2 = T (W 1 X β ) M (W 1 X β ) + Ts s2
(
2
) (2.18)
dimana :
M = I − X(XT X)−1 X T
((
) )
T = tr W1 + W1 W1 s2 =
T
eT e n
Pengambilan keputusan, adalah Ho ditolak jika LMlag > χ (α ,1) atau P value < 2
α. Matrik W1 adalah matrik pembobot pada persamaan (2.8). β adalah estimasi parameter dari model regresi OLS. Sedangkan uji Lagrange Multiplier Error (LMerror) digunakan untuk identifikasai model SEM.
19
Hipotesis yang digunakan pada LMerror adalah : H0 : λ = 0 (tidak ada dependensi spasial error) H1: λ ≠ 0 (ada dependensi spasial error)
LM error
e T W2 e σ 2 = T
2
(2.19)
dimana :
((
) )
T = tr W2 + W2 W2 T
Pengambilan keputusan, adalah Ho ditolak jika LMerror > χ (α ,1) atau P value < 2
α. Matrik W2 adalah matrik pembobot pada persamaan (2.9). 2.2
Pola Spasial Menurut Lee dan Wong (2011), “Pola spasial adalah sesuatu yang
berhubungan dengan penempatan atau susunan benda-benda di permukaan bumi”. Setiap perubahan pola spasial akan mengilustrasikan proses spasial yang ditunjukkan oleh faktor lingkungan atau budaya. Menurut McGarigal dan Marks dalam Harris et.al (2011), pola spasial adalah sebuah parameterisasi kuantitatif dari komposisi dan konfirgurasi obyek spasial. Pola spasial menjelaskan tentang bagaimana fenomena geografis terdistribusi dan bagaimana perbandingan dengan fenomena-fenomena lainnya. Dalam hal ini, spasial statistik merupakan alat yang banyak digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pola spasial, yaitu bagaimana objek-objek geografis terjadi dan berubah
20 di suatu lokasi. Selain itu juga dapat membandingkan pola objek-objek yang ditemukan di lokasi lain. Pola spasial dapat ditunjukkan dengan autokorelasi spasial. Autokorelasi spasial adalah penilaian korelasi antar pengamatan pada suatu variabel. Jika pengamatan X1, X2, …, Xn menunjukkan saling ketergantungan terhadap ruang, maka data tersebut dikatakan terautokorelasi secara spasial. Sehingga autokorelasi spasial digunakan untuk menganalisis pola spasial dari penyebaran titik-titik dengan membedakan lokasi dan atributnya atau variabel tertentu. Beberapa pengujian dalam spasial autokorelasi spasial adalah Moran’s I, Rasio Geary’s, dan Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA). 2.2.1
Moran’s I Moran's I merupakan pengembangan dari korelasi pearson pada data
univariate series. Korelasi pearson ( ) antara variabel prediktor dan variabel respon dengan banyak data n dapat dirumuskan sebagai berikut: n
∑ (x i, =1
ρ= n
∑ (x i, =1
i
i
− x )( y i − y )
− x)
2
n
∑ (y i, =1
i
− y)
2
(2.20)
x dan y pada persamaan korelasi pearson tersebut merupakan rata-rata
sampel dari variabel prediktor dan respon. Nilai
digunakan untuk mengukur
apakah variabel prediktor dan respon saling berkorelasi. Menurut Lee dan Wong (2011), “Koefisien Moran’s I digunakan untuk uji dependensi spasial atau autokorelasi antar amatan atau lokasi”. Hipotesis yang digunakan adalah:
21 H0:I = 0 (tidak ada autokorelasi antar lokasi) H1:I ≠ 0 (ada autokorelasi antar lokasi)
Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:
I - Io
Z hitung =
~ N (0,1)
var(I)
dimana : n
I=
∑∑ w ( x
n n
n
n
i
n
∑∑ wij
∑ (x
i =1 j=1
i =1
E(I ) = Io = −
var( I ) =
S1 =
ij
i =1 j=1
i
− x )( x j − x ) − x) 2
1 n −1
n 2 S1 − nS 2 + 3S o2 (n 2 − 1) S o2
1 n ( wji + wij ) 2 ∑ 2 i≠ j n
S 2 = ∑ ( wio + woi ) 2 i =1
n
n
S o = ∑∑ wij i =1 j=1
n
wio = ∑ wij j=1
(2.21)
22 n
woi = ∑ w ji j=1
keterangan : xi
= data variabel lokasi ke-i ( i = 1, 2, ..., n)
xj
= data variabel lokasi ke-j ( j = 1, 2, ..., n)
x
= rata-rata data
var (I) = varians Moran’s I E(I)
= expected value Moran’s I
Pengambilan keputusan tolak Ho jika Z hitung > Z α / 2 . Nilai dari indeks I adalah antara -1 dan 1. Apabila I > Io maka data memiliki autokorelasi positif, jika I < Io maka data memiliki autokorelasi negatif.
2.2.2 Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA) Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA) dapat digunakan untuk pengidentifikasian koefisien autocorrelation secara lokal (local autocorrelation) atau korelasi spasial pada setiap daerah. Menurut Lee dan Wong (2011), “Semakin tinggi nilai lokal maka akan memberikan informasi bahwa wilayah yang berdekatan memiliki nilai yang hampir sama atau membentuk suatu penyebaran yang mengelompok”. Untuk rumus dengan pengujian LISA sebagai berikut: n
I i = z i ∑ wij z j i =1
(2.22)
dimana :
zi =
( xi − x ) σx
zj =
(x
j
− x)
σx
23
σ x adalah nilai standar deviasi dari variabel prediktor.
24
Pengujian terhadap parameter dapat dilakukan sebagai berikut : H0: Ii = 0 (tidak ada autokorelasi antar lokasi) H1 : Ii ≠ 0 (ada autokorelasi antar lokasi) Statistik uji :
Z hitung =
Varians dari
I i - Io var(I i )
(2.23)
dapat dirumuskan sebagai berikut :
var( I i ) = wi(.2 )
m n − 42 m2 n −1
− 2w
i ( kh )
(2m
)
wi , / m22 − n − (n − 1)(n − 2) (n − 1)2 4
2
n
wi(.2 ) = ∑ wij2 , i ≠ j j =1
2
n n w n w = ∑ wij wi ( kh) = ∑∑ wik wih E (I i ) = − i . n −1 k ≠i h ≠i j =1 2 i.
Ho ditolak jika nilai Zhitung terletak pada pada
(2.24) atau P value < α.
Positif autokorelasi spasial megindikasikan bahwa antar lokasi pengamatan memiliki keeratan hubungan. 2.2.3 Pembobot Spasial Pembobot spasial pada dasarnya merupakan hubungan yang menggambarkan antar wilayah. Dimana pembobot dalam bentuk matrik adalah sebagai berikut :
25 w11 W1 atau W2 = w 21 M w n1
w12
w13
L
w13 M
w 23 M
L w ij
wn 2
wn 3
L
w1n w 2 n M w nn
(2.25)
Pada kasus ini matrik pembobot spasial yang dapat digunakan adalah matrik pembobot spasial Queen. Matrik pembobot spasial Queen medefinisikan wij=1 untuk wilayah yang bersebelahan atau titik sudutnya bertemu dengan wilayah yang menjadi pusat perhatian, sedangkan wij=0 untuk wilayah lainnya. Menurut Lee dan Wong (2011), “Matrik pembobot spasial merupakan matrik yang bersifat simetris dan mempunyai diagonal utama yang selalu bernilai nol”. Pemberian kode pembobot adalah dengan kode biner. Rumus pembobot dalam kode biner sebagai berikut (Thaib, 2008: 3) :
1, untuk i dan j yang berdekatan wij = 0 untuk lainnya Lee dan Wong (2011) menyebutkan pemberian kode pembobot selain dengan kode biner juga dapat dibuat dalam bentuk Row Standardization. Row Standardization didasarkan pada jumlah tetangga pada satu baris yang sama pada matrik pembobot . Rumus dari Row Standardization sebagai berikut:
wij* =
wij n
∑w j=1
2.3
ij
(2.26)
Kejadian Diare Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi
feses dengan frekuensi buang air besar tiga kali atau lebih (Dinas Kesehatan
26 Kabupaten Bekasi, 2010: 39). Menurut Nugraheni (2012), diare merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, dan apabila penanganannya terlambat dilakukan maka akan menyebabkan kematian. Diare akut akan menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi merupakan gejala yang terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang berulang-ulang yang dapat menyebabkan kehilangan air dan elektrolit secara cepat (Permatasari, 2012: 29). Diare dengan gejala buang air besar yang encer kadang disertai dengan gejala lainnya, seperti muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, lendir dalam kotoran, dan rasa mual yang dapat disebabkan oleh infeksi virus (Eswati, 2010: 1). 2.3.1
Penyebab Diare Penyebab diare dapat diketahui dengan pasti penyebabnya. Dimana penyebab
diare ini dapat dibagi menjadi dua yaitu (Silva, Kumaladewi, Kurniawan, dan Rahmawansa, 2008: 7): 1.
Penyebab Tidak Langsung Penyebab tidak langsung atau faktor-faktor yang mempermudah atau mempercepat terjadinya diare seperti: keadaan gizi, sanitasi, sosial budaya, kepadatan penduduk, sosial ekonomi.
2.
Penyebab Langsung Yang termasuk dalam penyebab langsung anatara lain infeksi bakteri virus dan parasit, malabsorbi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun yang diperoduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran.
2.3.2
Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare bisa disebabkan oleh
beberapa faktor-faktor, faktor-faktor tersebut adalah :
27 1.
Faktor Kesehatan Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui pembangunan di bidang kesehatan diharapkan akan semakin meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat secara memadai. Fasilitas kesehatan pun sangat dibutuhkan masyarakat untuk memeriksakan kesehatan atau mengobati penyakitnya. Sarana kesehatan yang dapat dijangkau adalah puskesmas. Berhasilnya pembangunan kesehatan ditandai dengan lingkungan yang kondusif, perilaku masyarakat yang proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah terjadinya penyakit, pelayanan kesehatan yang berhasil dan berdaya guna tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia. 2.
Faktor Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk
mencapai masyarakat yang sejahtera. Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Tingkat pendidikan itu sendiri sangat diperlukan di lingkungan keluarga, seseorang akan lebih tanggap dengan adanya masalah kesehatan terutama kejadian diare didalam keluarganya dan bisa mengambil tindakan secepatnya. Tingkat rendahnya pendidikan erat kaitannya dengan tingkat kurangnya pengertian tentang cara pencegahan kejadian diare. Pendidikan yang rendah merupakan hambatan dalam pembangunan kesehatan. 3.
Faktor Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah usaha kenaikan kapasitas dalam jangka panjang
dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya (Almulaibari, 2011: 12). Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan oleh
28 adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Untuk mengejar keterbelakangan ekonomi adalah dengan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya sehingga dapat melampaui tingkat pertumbuhan penduduk. Dengan cara tersebut, angka pendapatan per kapita akan meningkat sehingga secara otomatis terjadi pula peningkatan kemakmuran masyarakat dan pada akhirnya akan mengurangi jumlah penduduk miskin. 4.
Faktor Perilaku Masyarakat di Lingkungan Salah satu variabel yang dapat menilai kondisi kesehatan masyarakat adalah
lingkungan. Lingkungan juga dapat menentukan baik buruknya status kesehatan masyarakat (Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, 2010: 21). Perilaku sehat tumbuh dari kesadaran masyarakat itu sendiri. Pembinaan dapat dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat sebagai model harus diajak turut serta dalam menyukseskan program-program kesehatan. Apabila mengembangkan kebiasaan hidup bersih dan sehat sejak awal, hal tersebut berpengaruh positif terhadap kesehatan tubuh. Tubuh seseorang memerlukan tidur, olah raga, dan rutinitas yang sehat dalam jumlah tertentu untuk mempertahankan kesejahteraannya. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup sarana air bersih yang digunakan, sarana dan akses terhadap sanitasi dasar yang meliputi kepemilikan jamban dan kepemilikan tempat pembuangan akhir di sekitar perumahan. Untuk mengetahui peningkatan pengamanan kualitas dan kuantitas air yang digunakan oleh masyarakat, maka perlu diketahui penyedian air bersih di setiap kecamatan.
29 Pada masyarakat yang mengalami kejadian diare rerata kondisi jamban, sumber air bersih, tempat pembuangan sampah sangat berbeda dengan masyarakat yang tidak mengalami kejadian diare. Kondisi jamban, sumber air bersih, tempat pembuangan sampah pada masyarakat yang mengalami kejadian diare memiliki rerata lebih rendah dibanding dengan masyarakat yang tidak diare. Lingkungan yang memiliki kondisi sanitasi buruk dapat menjadi sumber berkembangnya penyakit. Hal ini jelas membahayakan kesehatan masyarakat. Puskesmas memiliki program kesehatan lingkungan dimana berperan besar dalam mengukur, mengawasi, dan menjaga kesehatan lingkungan masyarakat. Namun seringkali jumlah tenaga kesehatan di puskesmas sangat terbatas, padahal banyak penyakit yang berasal dari lingkungan seperti diare, demam berdarah, malaria, TBC, cacar dan sebagainya. 2.4
Teknologi Informasi dan Komunikasi Teknologi
informasi
adalah
teknologi
dalam
membuat,
mengubah,
menyimpan, mengkomunikasikan dan menyebarkan informasi (Sutikno, 2012: 1). Segala hal yang berkaitan dengan pengunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat satu ke perangkat lainnya yang disebut juga dengan teknologi komunikasi (Andromeda, 2012: 20). Teknologi informasi dan komunikasi tidak dapat dipisahkan karena merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pemrosesan. 2.4.1 Pengertian Komputer Komputer adalah seperangkat alat elektronika pengolahan data yang bekerja secara terkoordinir dan terintegrasi sehinga menghasilkan keluaran berupa infromasi (Ningsih, 2009: 8). Komponen utama teknologi informasi terdiri dari:
30 1.
Hardware atau perangkat keras, yaitu perangkat yang dapat dilihat dan disentuh secara fisik seperti keyboard, scanner, monitor, printer, dan CPU (Central Processing Unit).
2.
Software atau perangkat lunak, yaitu suatu instruksi atau perintah program komputer yang langsung dioperasikan terhadap perangkat keras. Perangkat lunak ini melakukan pengolahan data seperti program Microsoft Word, Windows, SPSS dan sebaginya.
3.
Brainware yaitu seseorang yang mengoprasikan dan mengendalikan sistem komputer.
2.4.2 Computer Modeling Computer modeling adalah pemodelan untuk mengetahui cara kerja dari suatu kondisi menggunakan komputer (Daneshjo, 2011). Pada kenyataannya model menunjukkan hubungan signifikan antara real systems dengan objek, Oleh karena itu model terbagi menjadi dua kelompok. Model yang pertama adalah model yang memungkinkan untuk menganalisa sebuah real system. Model yang kedua yaitu model dari hasil pengembangan dan perancangan. Model yang memungkinkan sebuah real system contohnya seperti melakukan spesifikasi dan klarifikasi mengenai sistem yang ada. Aktivitas ini biasanya didukung oleh teknologi komputer. Computer modeling menggunakan teknik pemodelan dan simulasi. Teknik pemodelan dan simulasi bergantung pada pengembangan sebagai berikut: 1. Displin ilmu pengetahuan, teknik, dan metode matematika 2. Perkembangan proses dari disiplin tersebut dalam model yang diformulasikan 3. Perkembangan teknikal baru dan peralatan komputer 4. Perkembangan dari bahasa pemrograman.
31 2.4.3 R Language R language berfungsi untuk analisis data dan grafik. R language baik digunakan untuk komputasi statistik, karena dapat dijalankan pada berbagai sisitem operasi. R language memiliki open-source yang berbasis bahasa S dan S plus yang dikembangkan oleh AT&T Bell Laboratories oleh Rick Becker, John Chambers dan Allan Wilks. Versi R dapat dijalankan untuk Unix, Windows, dan berbagai macam Macintosh. Selain itu R juga dapat dijalankan di arsitektur komputer seperti Intel, PowerPC, Alpha sistem dan juga sistem Sparc. Salah satu keuntungan bila menggunakan R language adalah dapat di akses gratis, sintaksnya pun mudah dipelajari dan mempunyai banyak sekali fungsi-fungsi statistik. Keterbatasan yang dimiliki oleh R language adalah dalam penanganan dataset yang besar, karena semua perhitungan dilakukan dalam memori utama komputer (R Core Team, 2013: 1). 2.4.4 Java Programming Berbasis komputer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah membuat aplikasi program untuk pengaplikasian statistik dalam pemodelan spasial. Aplikasi program dibutuhkan untuk mempermudah dalam proses perhitungan dengan menggunakan komputer. Aplikasi itu sendiri akan dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman java. Java dikembangkan pertama kali oleh Sun Microsystem pada tahun 1995 (Tasmawati, 2008: 4). Bahasa pemrograman java awalnya dikususkan untuk aplikasi berbasis internet, namun sekarang aplikasi java sudah digunakan tidak hanya pada web saja tetapi dari basis Desktop hingga aplikasi mobile (Liang, 2011 : 26). Pertama kali pengembangan java dibuat sebagai salah satu bahasa yang bersifat tidak bergantung pada mesin atau sistem operasi tertentu. Konsep dari java tersebut dapat
32 dijalankan karena java memiliki sistem kompilasi yang berbeda dengan bahasa pemrograman lain seperti c++ atau visual basic. Java hasil kompilasi ini berupa bytecode, dimana hasil kompilasi ini memungkinkan suatu program dapat diekskusi di lingkungan yang berbeda atau (multi platform). Selain itu java sendiri mempunyai karakteristik yang telah dikembangkan, dimana karakteristik inilah yang menjadi ciri khas dari bahasa java. Berikut adalah karakteristik dari bahasa java (Wintari, dan Purnama, 2011: 8-9): 1.
Beorientasi Objek, java telah menerapkan konsep pemrograman beorientasi objek dalam implementasinya.
2.
Multi Platform.
3.
Berbasis Graphic User Interface (GUI).
4.
Aman, aplikasi yang dibuat dengan bahasa java dapat dipastikan keamanannya terutama untuk aplikasi internet.
5.
Dinamis, program java dapat melakukan suatu tindakan yang ditentukan pada saat eksekusi program dan bukan pada saat kompilasi.
6.
Java
menyediakan fitur multithread,
yang dapat digunakan
untuk
mrnjalankan perintah secara bersamaan. 7.
Terdistribusi, java dirancang pada lingkungan yang terdistribusi seperti halnya internet.
8.
Java menyediakan fitur error-handling, yaitu penanganan error pada program. Java merupakan bahasa pemrograman berorientasi objek atau OOP, karena
semua aspek yang ada di java adalah objek. Hal ini sangat memudahkan pemrogram untuk merancang, membuat, mengembangkan dan mengalokasikan kesalahan secara
33 cepat, tepat, mudah dan terorganisir. Elemen-elemen dari pemrograman java itu diantaranya (Andriyanto, 2011: 2): 1.
Encapsulation, mekanisme pemrograman yang mengikat data dan program bersama-sama dan mengamankannya dari penyalahgunaan dan interfensi dari luar.
2.
Polymorphism, mengakses general class dalam prosesnya.
3.
Inheritance, proses dimana penurunan suatu objek terhadap objek lain yang menjadi parent. Pengaplikasian java untuk statistik contohnya dalam bidang ekonomi dan
pendidikan. Beberapa contoh aplikasi java terhadap statistik dalam bidang ekonomi adalah Analisis Angka Buta Huruf Di Jawa Timur Menggunakan Geographically Weighted Regression. Penelitian ini membuat aplikasi untuk mengetahui karakteristik angka buta huruf di Jawa Timur, mengetahui indikator teknologi informasi dan komunikasi signifikan terhadap angka buta huruf dengan Geographically Weighted Regression, dan pemetaan angka buta huruf dengan menggunakan program (Andiyono, 2012). Aplikasi java dalam bidang pendidikan adalah Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Murid Menggunakan Metode Analisis Jalur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cita-cita, guru, kemampuan belajar, lingkungan, dan motivasi murid dalam belajar dengan membuat program (Russiana, 2012). 2.4.5 NetBeans NetBeans adalah sebuah open-source dengan integrated development environment (IDE) yang awalnya hanya untuk pemrograman java. Integrated
34 development environment pada NetBeans dapat mendukung bahasa pemrograman lain seperti C, C++, Ruby dan PHP (Putra, Darwiyanto, dan Hanifa, 2012: 2).
2.4.6 Interaksi Manusia dan Komputer Interaksi manusia dan komputer adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia berinteraksi dengan komputer dan pengaruh dari interaksi manusia dan komputer (Shneiderman et.al., 2010). Interaksi manusia dan komputer berhubungan dengan evaluasi antarmuka pemakai (user interface). Antarmuka pemakai adalah sebagian sistem komputer yang memungkinkan manusia berinteraksi dengan komputer. Pada perancangan sebuah antarmuka pemakai (user interface) terdapat aturanaturan yang dikenal dengan sebutan Eight Golden Rules of Interface Design, yaitu: 1. Upayakan untuk konsisten Berusaha konsisten pada rancangan, terminologi, penggunaan perintah, penggunaan huruf, tata letak, warna dan sebagainya agar pengguna memahami tampilan. 2. Mengenali kebutuhan yang beragam dari pengguna Memfasilitasi pengguna seperti menambahkan fitur untuk pemula, untuk pengguna ahli dibutuhkan langkah-langkah khusus yang dapat mempercepat interaksi seperti shortcut, serta fitur khusus untuk pengguna yang cacat. 3. Menawarkan umpan balik yang informatif Dibutuhkannya umpan balik dari setiap pengguna komputer. Untuk tindakan yang sering dilakukan dan tidak terlalu penting, dapat diberikan umpan balik yang sederhana. Namun jika ada peringatan yang penting, maka umpan balik menjadi lebih subtansial.
35 4. Desain dialog untuk penutupan Design penutup dialog dibuat sebagai peringatan bahwa langkah-langkah yang dilakukan sudah benar dan dipersiapkan langkah selanjutnya. 5. Pencegahan kesalahan yang sederhana Pengguna dicegah melakukan kesalahan dan jika pengguna melakukan kesalahan, mereka diberikan informasi instruksi untuk kembali ke kondisi awal. 6. Pembalikan aksi yang mudah Diperlukannya pengurangan kecemasan dari pengguna karena kesalahan yang dibuatnya, dengan cara dapat kembali ke kondisi sebelumnya sehingga pengguna dapat mengeksplorasi secara leluasa. 7. Mendukung kontrol internal lokus Pengguna
dapat
mengontrol
sistemnya
sehingga
dapat
merespons
tindakannya sendiri. Sehingga pengguna tidak merasa dirinya yang dikendalikan oleh sistem. 8. Mengurangi beban jangka pendek Untuk mengurangi penggunaan ingatan jangka pendek ini maka diperlukan tampilan
yang
sederhana,
menggabungkan
beberapa
memberikan waktu pengguna utuk mempelajarinya.
tampilan
dan