BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Piutang Usaha 2.1.1 Pengertian Piutang Usaha Piutang usaha (account receivable) timbul akibat adanya penjualan kredit. Sebagian besar perusahaan menjual secara kredit agar dapat menjual lebih banyak produk atau jasa. Istilah piutang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap entitas lainnya, termasuk individu, perusahaan atau organisasi lainnya. Menurut Mulyadi (2002 : 87) “Piutang merupakan klaim kepada pihak lain atas uang, barang atau jasa yang dapat diterima dalam jangka waktu satu tahun, atau dalam satu siklus kegiatan perusahaan”. Piutang umumnya disajikan di neraca dalam dua kelompok, piutang usaha dan piuitang non usaha. Piutang usaha umunya adalah kategori yang paling signifikan dari piutang, dan merupakan hasil dari aktivitas normal perusahaan atau entitas, yaitu penjualan barang atau jasa secara kredit kepada pelanggan. Piutang usaha dapat diperkuat dengan janji pembayaran tertulis secara formal dan diklasifikasikan sebagai wesel tagih (notes receivable). Piutang usaha umumnya merupakan jumlah yang material di neraca bila dibandingkan dengan piutang non usaha. Piutang non usaha timbul dari transaksi selain penjualan barang dan jasa kepada pihak luar, seperti misalnya piutang kepada karyawan, piutang penjualan saham, piutang klaim asuransi, piutang pengembalian pajak, piutang dividen dan bunga. Piutang non usaha biasanya disajikan di neraca secara terpisah. Jika piutang non usaha tersebut diharapkan akan tertagih dalam satu tahun, maka piutang ini diklasifikasikan sebagai 7
aktiva lancar. Jika penagihannya lebih dari satu tahun, maka piutang ini diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar dan dilaporkan di bawah judul Investasi. Penyajian piutang usaha menurut Mulyadi (2002 : 88) a. Piutang usaha harus disajikan di neraca sebesar jumlah yang diperkirakan dapat ditagih dari debitur pada tanggal neraca. Piutang usaha disajikan di neraca dalam jumlah bruto dikurangi dengan taksiran kerugian tidak tertagihnya piutang. b. Jika perusahaan tidak membentuk cadangan kerugian piutang usaha, harus dicantumkan pengungkapannya di neraca bahwa saldo piutang usaha tersebut adalah jumlah bersih (netto). c. Jika piutang usaha bersaldo material pada tanggal neraca, harus disajikan riciannya di neraca. d. Piutang usaha yang bersaldo kredit (terdapat di dalam kartu piutang) pada tanggal neraca harus disajiakn dalam kelompok utang lancar. e. Jika jumlahnya material, piutang non usaha harus disajikan terpisah dari piutang usaha. 2.1.2 Akuntansi Piutang Usaha Transaksi yang mempengaruhi piutang usaha merupakan bagian dari siklus pendapatan. Siklus pendapatan tersebut adalah transaksi penjualan kredit barang dan jasa kepada pelanggan, teransaksi retur penjualan, transaksi penerimaan kas dari debitur, dan transaksi penghapusan piutang. Transaksi-transaksi tersebut dicatat ke dalam jurnal sebagai berikut: a. Transaksi penjualan kredit barang dan jasa kepada pelanggan. Jurnal untuk mencatat transaksi:
8
Piutang usaha
xxx
Penjualan/ pendapatan jasa
xxx
b. Transaksi retur penjualan. Jurnal untuk mencatat transaksi ini adalah: Retur penjualan dan pengurangan harga
xxx
Piutang usaha
xxx
c. Transaksi penerimaan kas dari debitur. Jurnal untuk mencatat transaksi: Kas
xxx Piutang usaha
xxx
d. Transaksi penghapusan piutang Cadangan kerugian piutang Piutang usaha
xxx xxx
2.1.3 Penilaian Piutang Usaha Secara teori, semua piutang dinilai dalam jumlah yang mewakili nilai sekarang dari perkiraan penerimaan kas di masa medatang. Oleh karena piutang usaha berjangka pendek, biasanya ditagih dalam 30 hingga 90 hari, bunganya akan relatif lebih kecil dari jumlah piutangnya. Sebagai ganti dari penilaian piutang usaha pada nilai sekarang yang disetorkan, piutang dilaporkan sebagai nilai realisasi bersih (net realizable value), yaitu nilai kas yang diharapkan. Hal ini berarti bahwa piutang usaha harus dicatat sebagai jumlah bersih dari estimasi piutang tak tertagih dan potongan dagang. Tujuannya adalah untuk melaporkan piutang sejumlah klaim dari pelanggan yang benar-benar diperkirakan dapat diterima secara tunai.
9
2. 2 Konsep Pengendalian Internal 2.2.1 Pengertian Pengendalian Internal Seperti kita ketahui, penerapan pengendalian internal memang tidak terlepas dari biaya-biaya tambahan yang harus dikorbankan perusahaan. Dalam hal ini, ingat kembali bahwa perusahaan pada dasarnya harus mempertimbangkan atau membandingkan antara besarnya biaya tambahan yang akan dikeluarkan (dalam rangka efektifnya pemisahan tugas) dengan manfaat yang diperoleh. Atas dasar pertimbangan cost dan benefit tadi, apabila perusahaan pada akhirnya lebih memilih untuk merangkap kedua fungsi (antara fungsi persetujuan kredit dengan fungsi penjualan), maka dasar penghitungan komisi haruslah berdasarkan pada tingkat kolektibilitas piutang, bukan omset penjualan. Artinya, komisi penjualan akan dihitung berdasarkan pada besarnya piutang usaha (yang ditimbulkan dari penjualan kredit) yang telah berhasil ditagih atau dikonversi menjadi uang kas. Akan tetapi, secara normatif, jika kita berbicara mengenai pemisahan tugas (dalam kaitannya dengan pengendalian internal atas piutang usaha), maka harus adanya pemisahan fungsi antara bagian persetujuan kredit, bagian penjualan, bagian pencatatan (akuntansi), dan bagian penagihan. Fungsi persetujuan kredit dan fungsi pembukuan memegang peranan sebagai pengecek keabsahan penjualan. Karyawan yang menangani pencatatan piutang usaha tidak boleh ikut terlibat dalam aktivitas penagihan. Pengendalian internal merupakan kegiatan yang sangat penting sekali dalam pencapaian tujuan usaha. Demikian pula dunia usaha mempunyai perhatian yang makin meningkat terhadapa pengendalian internal. Menurut Mulyadi (2008 : 167) “sistem pengendalian internal meliputi struktur organisasi, metode dan ukiuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan 10
organisasi, mngecek ketelitian dan kehandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong
dipatuhinya
kebijakan
manajemen”.
Sistem
pengendalian
internal
hakekatnya adalah suatu mekanisme yang di desain untuk menjaga (preventive), mendeteksi (detective), dan memberikan mekanisme pembetulan (corrective) terhadap potensi terjadinya keasalahn (kekeliruan, kelalaian, error) maupun penyalahgunaan atau kecurangan (fraud). Dari beberapa definisi pengendalian internal di atas, pegendalian internal adalah suatu proses berupa kebijakan dan prosedur yang dibuat dan dijalankan oleh seluruh dengan maksud untuk menjaga aset perusahaan guna meningkatnya kepercayaan dan akurasi data, sehingga dapat menjalankan kegiatan operasionalnya secara efisien. 2.2.2 Prinsip dasar Pengendalian Internal Ada beberapa asumsi dasar yang perlu dipahami mengenai pengendalian internal bagi suatu entitas organisasi atau perusahaan. a. Sistem pengendalian internal merupakan management responbility. Bahwa sesungguhnya yang paling berkepentingan terhadap sistem pengendalian internal suatu entitas organisasi/ perusahaan adalah manajemen (lebih tegasnya lagi ialah top management/ direksi), karena dengan sistem pengedalian internal yang baik itulah top management dapat mengharapkan kebijakannya dipatuhi, aktiva atau harta perusahaan dilindungi, dan penyelenggaraan pencatatan berjalan baik b. Top management bertanggung jawab menyusun sistem pengedalian internal, tentu saja dilaksanakan pleh para stafnya. Dalam penyusunan team yang akan ditugaskan untuk merancang sistem pengendalian internal, harus dipilih anggotanya dari para ahli/ kompeten, termasukyang berkaitan dengan 11
teknologi informasi (mengingat pada saat ini sistem biasanya di desain dengan berbasis teknologi informasi). c. Sistem pengendalian internal seharusnya bersifat generic, mendasar, dan dapat diterapkan pada setiap perusahaan pada umumnya (tidak boleh jika hanya berlaku untuk suatu perusahaan tertentu saja, melainkan harus ada halhal yang bersifat dasar yang berlaku umum) d.
Sifat pengendalian internal adalah reasonable assurance, artinya tingkat rancangan yang kita desain adalah yang paling optimal. Sistem pengendalian yang paling baik ialah bukan yang paling maksimal apalagi harus dipertimbangkan keseimbangan cost benefit-nya.
e. Sistem pengedalian internal mempunyai keterbatasan-keterbatasan atau constraints, misalnya adalah sebaik-baiknya kontrol tetapi kalau para pegawai yang melaksanakannya tidak baik, atau kolusi, maka tujuan pengendalian itu mungkin tidak tercapai. f. Sistem pengendalian internal harus selalu dan terus menerus dievaluasi, diperbaiki, disesuaikan dengan perkembangan kondisi dan teknologi. Terdapat empat konsep dasar yang mendasari telaah atas struktur pengendalian internal dan penetapan risiko pengendalian, diantaranya tanggungjawab manajemen, kepastian yang wajar, keterbatasan yang melekat (inheren) dan metode pengolahan data. a. Tanggung jawab Manajemen Manajemen, dan bukan auditor yang harus menyusun dan memonitor struktur pengendalian internalnya. Konsep ini sesuai dengan ketentuan yang menyatakan bahwa manajemen, dan bukan auditor yang bertanggungjawab
12
dalam menyusun laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku. b. Kepastian yang wajar Suatu perusahaan harus mengusahakan struktur pengendalian internal yang memberikan kepastian yang wajar tetapi bukan mutlak, bahwa laporan kuangan telah disajikan dengan wajar. Struktur pengendalian internal disusun oleh manajemen setelah mempertimbangkan baik biaya maupun manfaat pengendalian tersebut. Sering kali, manajemen enggan untuk menerapkan sistem yang ideal, karena mungkin biayanya terlalu tinggi. Sebagai contoh, auditor tidak selayknya mengharapkan manajemen dari perusahaan kecil untuk mempekerjakan beberapa personil tambahan pada bagian akuntansi bila hanya untuk perbaikan kecil saja pada penyediaan data akuntansi yang lebih handal. Adakalanya, jauh lebih murah jika auditor menyelenggarakan pemerikasaan yang lebih luas dari pada harus mengeluarkan biaya pengendalian internal yang tinggi. c. Keterbatasan yang melekat Struktur pengendalian internal tidak dapat dianggap sepenuhnya efektif, meskipun telah dirancang dan disusun dengan sebaik-baiknya. Bahkan, meskipun sistem yang ideal telah dirancang, keberrhasilannya tetap bergantung pada kompetensi dan kehandalan oleh pelaksanaan. Sebagai contoh, misalkan prosedur pernghitungan persediaan telah disusun dengan seksama dan dibutuhkan dua orang karyawan yang harus menghitung secara terpisah. Apabila kedua karyawan yang bertugas tidak memahami petunjukpetunjuk yang mereka terima atau keduanya bekerja ceroboh, perhitungan 13
persediaan itu pun cenderung tidak benar. Bahkan apabila hasil perhitungan itu
benar,
manajemen
mungkin
mengabaikan
prosedurnya
dan
memerintahkan karyawannya untuk menaikan jumlah perhitungan barangbarang yang telah dibuat, untuk menaikan laba yang dilaporkan. Sama halnya bila karyawan yang bersangkutan. Mungkin dengan sengaja menaikan jumlah perhitungannya untuk menutupi pencuruan barang-barang tersebut oleh salah seorang atau keduanya. Inilah yang disebut persekongkolan (collusion). Karna keterbatasan yang melakat pada struktur pengendalian tersebut dan karena auditor tidak dapat mengharapkan kepastian yang wajar dari keefektifannya, maka kepercayaan tidak dapat sepenuhnya diletakan pada beberapa tingkat risiko pengendalian. Karna itu, untuk merancang struktur pengendalian internal yang efektif, auditor harus memperoleh bukti bukti audit yang cukup dalam menguji pengendalian internal. Selalu ada kemungkinan bahwa sistem pengendalian tidak dapat melacak seluruh kesalahan yang material. d. Metode pengolahan data Konsep pengendalian internal berlaku sama dengan sistem manual maupun komputerisasi (EDP). Terdapat perbedaan besar antara sistem manual yang sederhana bagi sebuah perusahan kecil dan sistem EDP yang sangat rumit untuk perusahaan industri bertaraf internasional. Meskipun demikian, tujuan pengendalian internal adalah sama.
14
2.2.3 Tujuan Pengendalian Internal Tujuan pengendalian internal menurut COSO (Committee of Sponsoring Organization) a. To provide reliable data, included: 1) Completeness: Input – Proccess – Output 2) Accuracy: Input – Process – Output 3) Uniqueness 4) Reasonableness 5) Errors are detected b. To encourage adherence to prescribed accounting policies, included: 1) Timeless: captire – enter – process 2) Valuation: calculation, summary 3) Classification c. To safeguard asset and record, included: 1) Transaction authorized 2) Distribution of output 3) Validaty, no nonvalid data processed 4) Security of data and records Tujuan pertama dirancangnya pengendalian internal dari segi pandang manajemen untuk dapat diperolehnya data yang dapat dipercaya, yaitu jika data lengkap, akurat, unik, rasonable, dan kesalahan-kesalahan data dideteksi. Tujuan berikutnya adalah dipatuhinya kebijakan akuntansi, yang akan dicapai jika data diolah tepat waktu, penilaian, klasifikasi, dan pisah batas waktu terjadinya transaksi akuntansi tepat. Tujuan
15
selanjutnya adalah pengamanan asset, yaitu dengan adanya otorisasi, distribusi output, data valid dan diolah serta disimpan secara aman. Tujuan dirancangannya sistem pengendalian internal dari kaca pandang terkini dan yang sudah mencakup lingkup yang lebih luas pada hakekatnya adalah untuk melindungi harta milik perushaan, mendorong kecermatan dan kehandalan data dan pelaporan akuntansi, meningkatkan efektifitas dan efisiensi usaha, serta mendorong ditaatinya kebijakan manajemen yang telah digariskan dan aturan-aturan yang ada. 1)
Pencatatan, pengolahan data dan penyajian informasi yang dapat
dipercaya pimpinan hendaklah memliki informasi yang benar/ tepat dalam rangka melaksanakan kegiattannya. Mengingat bahwa berbagai jenis informasi digunakan untuk bahan mengambil keputusan sangat penting artinya, karena itu suatu mekanisme atau sistem yang dapat mendukung penyajian informasi yang akurat sangat diperlukan oleh pimpinan perusahaan. 2)
Mangamankan aktiva perusahaan.
Pengamanan atas berbagai harta benda termasuk catatan pembukuan/ file/ database menjadi semakin penting dengan adanya komputer. Data/ informasi yang begitu bnayaknya yang disimpan di dalam media komputer seperti magnetic tape, disket, USB, yang dapat dirusak apabila tidak diperhatikan pengamanannya. 3)
Meningkatkan efektifitas dan efisiensi operasional
Pengawasan dalam suatu organisasi merupakan alat untuk mencegah penyimpangan tujuan/ rencana organisasi, mencegah penghambatan usaha, menghindari pemborosan dalam setiap segi dunia usaha dan mengurangi setiap jenis penggunaan sumber-sumber yang ada secara tidak efisien. 16
4)
Mendorong pelaksanaan kebijakan dan peraturan yang ada
Pimpinan menyusun kebijakan dan peraturan yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan
perusahaan.
Sistem
pengendalian
internal
berarti
memberikan jaminan yang layak bahwa kesemuanya itu telah dilaksanakan oleh karyawan perusahaan.
Tujuan pengendalian internal harus dipandang dengan kaitannya dengan orang/ individu yang menjalankan sistem pengendalian tersebut. Sistem harus dirancang sedemikian rupa sehingga para pegawai dapat merasakannya sendiri dan yakin bahwa pengendalian internal bertujuan mengurangi kesulitan-kesulitan dalam operasi organisasi, melindungi organisasi, merupakan persyaratan dalam upaya tercapainya tujuan, dan dengan demikian mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah ditentukan. Suatu pengendalian internal yang baik dalam perusahaan akan memberikan keuntungan sangat berarti bagi perusahaan itu sendiri, karena: a) Dapat memperkecil kesalahan-kesalahan dalam penyajian data akuntansi, sehingga akan menghasilkan laporan yang benar. b) Melindungi atau membatsai kemungkinan terjadinya kecurangan dan penggelapan-penggelapan. c) Kegiatan organisasi akan dapat dilaksanakan dengan efisien d) Mendorong dipatuhinya kebijakan pimpinan e) Tidak memerlukan detail audit dalam bentuk pengujian substantif atas bahan audit/ data perusahaan yang cukup besar oleh akuntan publik.
17
Jika sistem pengendalian internal suatu perusahaan cukup baik dan auditor cukup puas dalam melakukan test of control, maka pengujian substantif dapat dilakukan dengan sekecil mungkin jumlah bukti/ data dari suatu teknik sampling. Dengan demikian kegiatan audit tidak memerlukan biaya yang terlalu besar. Tujuan didesainnya sistem pengendalian internal khusus (atau tambahan) bagi sistem berbasis komputer adalah untuk membantu manajemen dalam mancapai pengendalian internal menyeluruh, termasuk kegiatan manual di dalamnya, kegiatan dengan alat mekasnis, maupun yang terkait dengen pemrosesan berbasis komputer (teknologi informasi). Sebagai polices, practices, dan prosedur yang embedded dalam seluruh proses bisnis perusahaan, sistem pengendalian tersebut dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personil lain/ karyawan perusahaan atau seluruh anggota suatu organisasi, dan didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan. Menurut Sanyoto Gondodiyoto (2010): a. Setiap transaksi yang dicatat adalah sah (validitas). Suatu sistem tidak dapat memberikan transaksi-transaksi fiktif dan sebenarnya tidak terjadi dalam jurnal atau catatan akuntansi lainnya. b. Setiap transaksi diotorisasikan dengan tepat (otorisasi). Kalau transaksi yang tidak diotorisasi terjadi, hal ini dapt mengakibatkan adanya trasaksi yang curang, dan juga dapat mengakibatkan pemborosan atau pengrusakan terhadap aktiva perusahaan. c. Setiap transaksi yang terjadi dicatat (kelengkapan). Setiap prosedur yang dimiliki klien harus memberikan pengendalian untuk mencegah penghilangan setiap transaksi dari catatan.
18
d. Setiap transaksi yang dinilai secara tepat (penilaian). Sistem yang memadai selalu disertai dengan prosedur untuk menghidari kesalahan dalam perhitungan dan recording tiap transaksi pada berbagai langlah-langkah proses pencatatan. e. Setiap transaksi diklasifikasikan dengan tepat (klasifikasi). Klasifikasi akun/ perkiraan yang tepat, sesuai dengan kode perkiraan klien, harus ditetapkan di dalam jurnal kalau laporan keuangannya dinyatakan dengan tepat. Klasifikasi ini juga mencangkup berbagai kategori seperti divisi dan hasil produk. f. Setiap transaksi dicatat pada waktu yang tepat (ketepatan waktu). Pencatatan setiap transaksi baik sebelum atau setelah saat terjadinya, selalu menimbulkan kemungkinan adanya kelalaian untuk mencatatnya atau pencatatannya terjadi pada akhir periode maka laporan keuangan akan menimbulkan kesalahan. g. Setiap transaksi dimasukan dengan ttepat ke dalam catatan tambahan dan diikhtisarkan dengan benar (posting dan ikhtisar). Dalam beberapa keadaan, masing-masing
transaksi
diikhtisarkan
(dirangkum
menjadi
satu)
dan
dijumlahkan sebelum dicatat ke dalam jurnal yang bersangkutan. Lalu jurnal tersebut di posting (dibukukan) ke dalam buku besar, dan buku besar tersebut diikhtisarkan lagi dan digunakan untuk menyusun laporan keuangan. Selain metode yang digunakan untuk memasukan setiap transaksi ke dalam catatan tambahan selalu dibutuhkan untuk memastikan bahwa pengikhtisaran tersebut adalah benar. 2.2.4 Keterbatasan Sistem Pengendalian Internal Perlu diingat bahwa sistem pengendalian internal yang terbaik adalah bukan struktur pengendalian yang seketat mungkin secara maksimal, sistem pengendalian
19
internal juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan. Kelemahan atau keterbatasan yang melekat pada sistem pengendalian internal: a. Persekongkolan (kolusi) Pengendalian internal mengusahakam agar persekongkolan dapat dihindari sejauh mungkin, misalnya dengan menghruskan giliran bertugas, larangan dalam menjalankan tugas-tugas yang bertentangan oleh mereka yang mempunyai hubungan kekeluargaan, keharusan mengambil cuti dan seterusnya. Akan tetapi pengendalian internal tidak dapat menjamin bahwa persekongkolan tidak terjadi. b. Perubahan Struktur pengendalian
internal pada suatu
organisasi harus selalu
diperbaharui sesuai dengan perkembangan kondisi dan teknologi. c. Kelemahan manusia Banyak kebobolan tejadi pada sistem pengendalian internal yang secara teoritis sudah baik. Hal tersebut dapat terjadi karena lemahnya pelaksanaan yang dilakukan oleh personil yang bersangkutan. Oleh karena, personil yang paham dan kompeten untuk menjalankannya merupakan salah satu unsur terpenting dalam pengendalian internal. d. Azaz biaya manfaat Pengendalian juga harus mempertimbangkan biaya dan kegunaannya. Biaya untuk mengendalikan hal-hal tertentu mungkin melebihi kegunaannya, atau manfaat tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan (cost-benefit analysis).
20
2.2.5 Unsur-unsur Pengendalian Internal Model COSO (Committee of Sponsoring Organization) terhadap Piutang Usaha Suatu komite yang diorganisir oleh lima organisasi profesi yaitu IIA, AICPA, IMA FEI, dan AAA pada bulan Oktober 1987 menghasilkan kajian yang dinamakan COSO framework of internal control. COSO mengeluarkan definisi tentang pengendalian internak pada tahun 1992. COSO memandang pengendalian internal merupakan rangkaian tindakan yang menembus seluruh organisasi. COSO juga membuat jelas bahwa pengendalian internal berada dalam proses manajemen dasar, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring. Pengendalian bukanlah sesuatu yang ditambahkan ke dalam proses manajemen tersebut, akan tetapi merupakan nagian integral (bagian tak terpisahkan) dalam proses tersbut. Model COSO adalah salah satu model pengendalian internal yang banyak digunakan oleh para auditor sebagai dasar untuk mengevaluasi, mengembangkan pengendalian internal. Menurut COSO bahwa “pengendalian internal adalah suatu proses, melibatkan seluruh anggota organisasi, dan memilih tiga tujuan utama, yaitu efektifitas, dan efisiensi operasi, mendorong kehandalan laporan keuangan, dan dipatuhinya hukum dan peraturan yang ada”. Artinya, dengan adanya sistem pengendalian internal, maka diharapkan perusahaan dapat bekerja atau beroperasi secara efektif dan efisien, penyajian informasi dapat diyakini kebenarannya dan semua pihak akan mematuhi semua peraturan dan kebijakan yang ada, baik peraturan dan kebijakan perusahaan ataupun aturan legal/ hukum pemerintah. Dengan dipatuhinya peraturan dan kebijakan maka penyimpangan dapat dihindari.
21
COSO menyebutkan bahwa “terdapat lima komponen pengendalian internal yaitu lingkungan pengendalian, penentuan risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pengawasan atau pemantauan”.
A. Lingkungan pengendalian Komponen ini meliputi sikap manajemen di semua tingkatan terhadap operasi secara umum dan konsep pengendalian khusus. Hal ini mencakup etika, kompetensi, serta integritas dan kepentingan terhadap kesejahteraan organisasi, juga terhadap struktur organisasi serta kebijakan dan filosofi manajemen. Lingkungan pengendalian merupakan hal dasar (fondasi) bagi komponen COSO. Manajemen harus paham pentingnya pengendalian internal. Kode etik merupakan upaya yang dapat dilakukan oleh entitas atau perusahaan dalam mendorong efektifnya pengendalian internal. Kode etik menetapkan standar aturan mengenai etika yang harus dijalankan oleh entitas. Implementasi dari kode etik ini akan sangat efektif juka memenuhi dua syarat, yaitu pertama, entitas perlu menyatakan secara spesifik kepada karyawan mengenai kode etik yang mereka jalankan. Syarat kedua, agar kode etik ini bisa berjalan secara efektif adalah perlu adanya dukungan dari tim manajemen puncak. Tanpa ada dukungan dari manajemen puncak, kode etik ini akan sulit untuk diimplementasikan. Kompetensi adalah skill atau kecakapan yang dimiiliki oleh seseorang sebagai modal dalam melaksanakan tugas atau kewajiban serta kemampuan bersaing dalam mencapai tujuan. Integritas adalah suatu sikap dalam menyatukan keinginan atrau kehendak, kejujuran dan keikhlasan serta perbuatan antara orang-orang yang memiliki satu tujuan yang sama. Kompetensi dan 22
integritas merupakan dua sikap yang harus dimiliki oleh setiap personil dalam suatu entitas. Tanpa kedua sikap tersebut, perusahaan akan sulit mencapai tujuannya. Menurut Mulyadi (2001 : 172) Lingkungan pengendalian memiliki empat usnur, filosofi dan gaya dasar yang operasi, berfungsinya dewan komisaris dan komite audit, metode pengendalian manajemen, dan kesadaran pengendalian. 1) Filosofi dan gaya operasi. Filosofi adalah seperangkat keyakinan dasar yang menjadi parameter bagi entitas dan karyawannya. Filosofi merupakan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya tidak dikerjakan oleh entitas. Gaya operasi mencerminkan ide manajer tentang bagaimana operasi suatu kesatuan usaha harus dilaksanakan. 2) Berfungsinya dewan komisaris dan komite audit. Dewan komisaris adalah wakil pemegang saham. Dewan ini berfungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen, dewan komisaris yang aktif menjalankan fungsinya dapat mencegah konsentrasi pengendalian yang terlalu banyak di tangan manajemen. 3) Metode pengendalian manajemen. Metode pengendalian manaejmen merupakan metode perencanaan dan pengendalian alokasi sumber daya entitas dalam mencapai tujuannya. 4) Kesadaran pengendalian. Kesadaran pengendalian dapat tecermin dari reaksi yang ditunjukan oleh manajemen dari berbagai jenjang organisasi atas kelemahan pengendalian yang ditunjuk oleh akuntan internal atau akuntan publik. Jika manjemen segera melakukan tindakan koreksi atas temuan 23
kelemahan pengendalian yang dikemukakan oleh akuntan internal atau akuntan publik, hal ini merupakan petunjuk adanya komitmen manajemen terhadap penciptaan lingkungan pengendalian yang baik. B. Penentuan risiko Komponen ini telah menjadi bagian dari aktivitas audit internal yang terus berkembang. Penentuan risiko merupakan hal yang penting bagi manajemen. Penentuan risiko mencangkup penentuan risiko di semua aspek organisasi dan penentuan kekuatan organisasi dan penentuan kekuatan organisasi melalui evaluasi risiko. COSO juga mnambahkan pertimbangan tujuan di semua bidang operasi untuk memastikan bahwa semua bagian organisasi bekerja secara harmonis. Setiap entitas menghadapi berbagai risiko baik dari luar maupun dari dalam yang harus ditentukan. Persyaratan awal untuk penentuan risiko adalah adanya penetapan tujuan, yang dihubungkan pada tingkat-tingkat yang berbeda dan konsisten di dalam organisasi. Penentuan risiko adalah identifikasi dan analisisi risiko-risiko yang relevan untuk mencapai tujuan entitas, yang membentuk suatu dasar untuk menentukan cara pengelolan risiko, karena kondisi ekonomi, industri, peraturan, dan operasi akan terus berubah, maka dibutuhkan mekanisme yang mengidentifikasi dan menangani risiko-risiko khusus yang berhubungan dengan perubahan. Penentuan risiko merupakan tanggung jawab yang tidak terpisahkan (integral) dan terus menerus dari manajemen. Dikatakan integral, jarena manajemen tidak dapat menetapkan tujuan dan dengan mudah mengasumsikan
24
bahwa tujuan tersebut akan tercapai. Banyak hambatan atau risiko yang datang, baik dari dalam maupun luar entitas. Risiko kredit adalah risiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan kepada para pelanggan. Sebelum perusahaan memutuskan untuk menyetujui permintaan atau penambahan kredit oleh para pelanggan, perlulah mengadakan evaluasi risiko kredit dari para pelanggan tersebut. Menilai risiko kredit, credit manager harus mempertimbangkan berbagai faktor yang menentukan besar kecilnya kredit tersebut. Pada umumnya bank atau poerusahaan dalam mengadakan penilaian risiko kredit adalah dengan mcmperhatikn lima “C”. Lima ”C” tersebut adalah character, capacity, collateral. capital, dan condition. Character, menunjukan kemungkinan atau profitabilitas dari pelanggan untuk secara jujur berusaha memenuhi kewajibannya. Faktor ini adalah sangat penting, karena setiap transaksi kredit mengandung kesanggupan untuk membayar. Capacity, adalah pendapat subyek mengenai kemampuan dari pelanggan, ini diukur dengan record diwaktu yang lalu, dilengkapi dengan observasi fisik pada pabrik atau toko dari pelanggan. Capital diukur oleh posisi financial pelanggan secara umum, dimana hal ini ditunjukan oleh analisa ratio financial, yang khususnya ditekankan pada “tangible net worth” dari perusahaan. Collateral dicerminkan oleh aktiva dari langganan yang diikatkan, atau dijadikan jaminan bagi keamanan kredit yang diberikan kepada pelanggan tersebut. Condition, menunjukan impact (pengaruh langsung) dari trand ekonomi pada umumnya terhadap perusahaan yang bersangkutan atau perkembangan khusus dalam suatu bidang ekonomin tertentu yang mungkin mempunyai efek terhadapa kemampuan pelanggan untuk memenuhi kewajibannya. 25
Setelah diuraikan berbagai faktor yang harus diperhatikan dalam penialaian risiko kredit, maka selanjutnya perlu bagi perusahaan untuk mengambil langkah-langkah tertentu di dalam usaha memperkecil risiko tidak terbayarnya piutang dengan mengadakan penyaringan atau seleksi terhadapa para pelanggan atau debitur. 1) Dibentuknya unit kerja atau seksi yang khusus ditugaskan mengurus piutang. Tugas pokok dari unit kerja ini meliputi kegiatan dibawah ini a. Mencari langganan potensial yang dapat diberikan kredit b. Menyeleksi para calon debitur c. Membukukan transaksi kredit yang terjadi d. Melakukan penagihan piutang e. Membukukan transaksi kredit/ piutang f. Menyusun dan mngklasifikasi piutang outstanding menurut usianya masing-masing g. Membuat analisa dan evaluasi piutang sebagai salah satu bentuk investasi h. Menyusun dan memperkirakan arus kas masuk dari piutang i. Membuat laporan tentang pengelolaan piutang bagi para pengambil kebijakan tentang piutang. 2) Digariskannya kebijakan piutang yang jelas untuk dapat digunakan sebagai pedoman bagi unit kerja yang mengurusi piutang. Kebijakan ini meliputi kegiatan dibawah ini. a. Penentuan plafon kredit untuk berbagai jenis atau tingkatan debitur b. Penentuan jangka waktu kredit c. Pedoman melakukan seleksi calon debitur berdasarkan lima “C” 26
d. Penentuan jumlah piutang ragu-ragu maksimal yang dapat dibenarkan sebagai dasar penentuan besarnya cadangan piutang ragu-ragu e. Penentuan jumlah anggaran yang digunakan untuk mengadministrasikan piutang 3) Penentuan kriteria untuk mengukur efisiensi pengelolaan piutang. Berbagai kriteria yang dapat digunakan sebagai indikator efisiensi pengelolaamn piutang. a. Tingkat perputaran piutang, dengan rumus berikut: Penjualan kredit netto (setahun) Piutang rata-rata (awal dan akhir tahun) b. Persentase piutang tak tertagih yang sebenarnya. Tingkat persentase ini perlu dibandingkan dengan rata-rata piutang tak tertagih untuk industri ataupun usaha lain yang sejenis. Selama tingkat persentase ini relatif sebanding, maka efisiensi pengelolaan piutang oleh perusahaan masih dapat dianggap dalam batas kewajaran. Bilamana persentase ini melebihi industri atau usaha lain yang sejenis, maka perlu dilakukan penganalisaan khusus untuk mngetahui sebab-sebab secara jelas. 4) Usia piutang rata-rata. Daftar piutang yang ada dapat dikelompokan berapa persen dari piutang masih berada dalam batas waktu piutang yang seharusnya, berapa persen satu bulan terlambat/ dua bulan terlambat/ tiga bulan terlambat dan sebagainya. Cara ini dapat diperkirakan berapa dari piutang outstanding sebenarnya masih memiliki nilai ekonomis sebagai kekeayaan dan berapa yang seharusnya perlu diragukan atau bahkan perlu dihapuskan. Kemudian dapat dipisahkan kelompok debitur yang masih 27
bonafit, kelompok yang perlu memperoleh perhatian secara lebih seksama, kelompok yang memerlukan penggunaan secara khusus, dan kelompok yang seharusnya dihapuskan dari daftar debitur. 5) Biaya pengelolaan setiap Rp 5.000.000,- piutang. Seperti telah diuraikan dimuka, piutang sebagai salah satu bentuk investasi menimbulkan biaya yang berupa: a. Biaya modal b. Biaya administrasi piutang c. Biaya yang berupa piutang tak tertagih C. Aktivitas pengendalian Komponen ini mencangkup aktivitas-aktivitas yang dulunya dikaitkan dengan
konsep
persetujuan,
pengendalian
tanggung
internal.
jawab
dan
Aktivitas-aktivitas kewenangan,
ini
pemisahan
meliputi tugas,
pendokumentasian, rekonsiliasi, karyawan yang kompeten dn jujur, pemeriksaan internal dan audit internal. Aktivitas-aktivitas ini harus dievaluasi risikonya untuk organisasi secara keseluruhan. Struktur organisasi merupakan kerangka pembagian tugas kepada unit unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok perushaan. Menurut Mulyadi (2002 : 165) 1) Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dari penyimpanan dari fungsi akuntansi. Fungsi operasi adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk
melaksanakan
suatu
kegiatan.
Setiap
kegiatan
dalam
perusahaan memerlukan otorisasi dari manajer fungsi yang memiliki wewenang untuk menyimpan aktiva perusahaan. Fungsi akuntasni 28
adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk mencatat peristiwa keuangan perusahaan. 2) Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk melaksanakan semua tahap suatu transaksi. Untuk melaksanakan transaksi yang berhubungan dengan piutang usaha misalnya. Fungsifungsi yang dibentuk adalah fungsi akuntansi, fungsi penerimaan, fungsi penjualan, dan sebagainya. Tujuan pokok pemisahan fungsi adalah untuk mencegah dan untuk mendeteksi kesalahan dan kecurangan dalam pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada seseorang. Transaksi yang terjadi dalam suatu organisasi harrus diotorisasi olehh pejabat yang berwenang. Oleh karna itu, dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi. Formulir merupakan media yang digunakan untuk merekam penggunaan wewenang untuk memberikan otorisasi terlaksananya transaksi dalam organisasi. Oleh karna itu, penggunaan formulir harus diawasi sedemikian rupa guna mengawasi pelaksanaan otorisasi. Di lain pihak, formulir merupakan dokumen yang dipakai sebagai dasar untuk pencatatan transaksi dalam catatan akuntansi. Prosedur pencatatan yang baik akan menjamin data yang direkam dalam formulir dicatat dalam catatan akuntansi dengan tingkat ketelitian dan kehandalannya yang tinggi. Dengan demikian, sistem otorisasi akan menjamin dihasilkannya dokumen pembukuan yang dapat dipercaya bagi proses akuntansi.
29
Dokumen dan catatan akuntansi yang digunakan sebagai dasar ke dalam kartu piutang yang digunakan sebagai dasar pencatatan ke dalam kartu piutang adalah faktur penjualan, bukti kas masuk, memo kredit, bukti memorial. a) Faktur penjualan. Dalam pencatatan piutang usaha, dokumen ini digunakan sebagai dasar pencatatan timbulnya piutang usaha dari transaksi penjualan kredit yang dimasukan ke dalam jurnal penjualan. Dokumen ini dilampiri dengan surat muat (bill of lading) dan surat order pengiriman sebagai dokumen pendukung untuk mencatat transaksi penjualan kredit. b) Bukti kas masuk. Dalam pencatatan piutang usaha, dokumen ini digunakan sebagai dasar pencatatan berkurangnya piutang usaha dari transaksi pelunasan piutang oleh debitur yang dimasukan ke dalam jurnal penerimaan kas. c) Memo kredit.
Dalam pencatatan piutang usaha, dokumen ini digunakan
sebagai dasar pencatatan retur penjualan yang dimasukan ke dalam jurnal umum atau jurnal retur penjualan. Dokumen ini dikeluarkan oleh bagian order penjualan, dan jika dilampiri denggan laporan penerimaan barang yang dibuat oleh bagian penerimaan, merupakan dokumen sumber untuk mencatat transaksi retur penjualan. d) Bukti memorial. Bukti memorial adalah dokumen sumber untuk dasar pencatatan transaksi ke dalam jurnal umum dan kartu piutang. Dokumen ini dikeluarkan oleh fungsi kredit yang memberikan otorisasi penghapusan piutang usaha yang tidak dapat ditagih lagi.
30
D. Informasi dan komunikasi Komponen ini merupakan bagian penting dari proses manajemen. Manajemen tidak dapat berfungsi tanpa informasi. Komunikasi informasi tentang operasi pengendalian internalmemberikan substansi yang dapat digunakan manajemen untuk mengevaluasi efektifitas pengendalian dan untuk mengelola operasinya. Komunikasi adalah proses dimana seseorang berusaha untuk memberikan pengertian atau pesan kepada orang lain melalui pesan simbolis. Komunikasi bisa dilakukan secara langsung, dengan menggunakan berbagai media komunikasi
yang
tersedia.
Komunikasi
langsung
berarti
komunikasi
disampaikan tanpa penggunaan mediator atau perantara, sedangkan komunikasi tidak langsung berarti sebaliknya. Berdasarkan pengertian di atas, maka komunikasi memiliki beberapa elemen, yaitu: 1) Komunikasi melibatkan orang-orang, sehingga komunikasi yang efektif terkait dengan bagaimana orang-orang dapat berinteraksi satu sama lain secara lebih efektif. 2) Komunikasi berarti terjadinya berbagai informasi atau pemberian informasi maupun pengertian, sehingga agar pemberian informasi maupun pengertian dapat terjadi, maka pihak-pihak yang berkomunikasi perlu menyadari dan mengerti berbagai istilah atau pengertian yang mereka gunakan dalam melakukan komunikasi. Jika tidak, maka kemungkinan terjadinya salah persepsi dalam komunikasi sangat tinggi.
31
e) Komunikasi melibatkan simbil-simbol, yang berarti komunikasi dapat berupa bahasa tubuh, suara, huruf, angka, dan lain-lain sebagai bentuk simbolis dari komunikasi dilakukan. E. Pengawasan dan pemantauan Pengawasan atau pemantauan merupakan evaluasi rasional yang dinamis atas informasi yang diberikan pada komunikasi informasi untuk tujuan manajemen pengendalian. Pengawasan merupakan proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan”. Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi dalam piutang: 1) Volume penjualan kredit Makin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan memperbesar jumlah investasi dalam piutang. Makin besarnya volume penjualan kredit setiap tahunnya berarti bahwa perusahaan itu harus menyediakan investasi yang lebih besar lagi dalam piutang. Makin besarnya jumlah piutang berarti makin besar pula risiko, tetapi bersamaan dengan itu juga memperbesar profitability. 2) Syarat pembayaran pemjualan kredit Syarat pembayaran penjualan kredit dapat bersifat ketat atau lunak. Apabila perusahaan merupakan syarat pembayaran yang ketat berarti bahwa peusahaan lebih mengutamakan keselamatan kredit dari pada pertimbangan profitabilitas. Syarat yang ketat misalnya dalam bentuk batas waktu pembayarannya yang pendek, pembebanan bunga yang berat pada pembayaran piutang yang terlambat. 32
3) Ketentuan tentang pembatasa kredit Dalam penjualan kredit dapat menetapkan batas maksimal atau plafon bagi kredit yang diberiikan kepada para langganannya. Makin tinggi plafon yang ditetapkan bagi masing-masing langganan berarti makin besar pula dana yang di investasikan dalam piutang. Demikian pula ketentuan mengenai siapa yang dapat diberi kredit. Makin selektif para langganan yang dapat diberi kredit akan memperkecil jumlah investasi dalam piutang. 4) Kebijaksanaan dalam mengumpulkan piutang Perusahaan dapat menjalankan kebijaksanaannya dalam pengumpulan piutang secara aktif atau pasif. Perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan secara aktif dalam pengumpulan piutang akan mempunyai pengeluaran uang yang lebih besar untuk membiayai aktivitas pengumpulan piutang tersebut dibandingkan dengan peusahaan lain yang menjalankan kebijaksanaannya secara pasif. Perusahaan yang disebutkan terdahulu kemungkinan akan mempunyai investasi dalam piutang yang lebih kecil dari pada perusahaan yang disebutkan kemudian. Tetapi bisanya perusahaan hanya akan mengadakan usaha tambahan dalam pengumpulan piutang apabila biaya usaha tambahan tersebut tidak melampaui besarnya tambahan revenue yang diperoleh kerena adanya usaha tersebut. 5) Kebiasaan membayar dari para langganan Ada sebagian langganan yang mempunyai kebiasaan untuk membayar dengan menggunakan kesempatan mendapat cash discount, dan ada sebagian lain yang tiidak menggunakan kesempatan tersebut. Kebiasaan para langganan untuk membayar dalam cash discount period atau sesudahnya 33
akan mempunyai efek terhadap besarnya investasi dalam piutang. Apabila sebagian besar para langganan membayar dalam waktu selama discount period, maka dana yang tertanam dalam piutang akan lebih cepat bebas, yang ini berarti makin kecilnya investasi dalam piutang.
2.3 Pengendalian Internal Terhadap Penjualan Prosedur penjualan adalah kegiatan administrasi yang dimulai sejak diterimanya pesanan penjualan dari pembeli, pengiriman barang, pembuatan faktur, sampai dengan dibukukannya penjualan dan piutang. Dalam penjualan, prosedur penjualan melibatkan beberapa bagian dengan maksud penjualan yang terjadi dapat diawasi dengan baik. Bagian-bagian yang terkait dalam prosedur penjualan adalah bagian penjualan, bagian pengiriman dan bagian pembuatan faktur. Adapun unsur-unsur pengendalian internal penjualan yang harus diterapkan adalah sebagai berikut: 1. Ditinjau dari segi organisasi a. Fungsi penjualan harus terpisah dengan fungsi kredit. b. Fungsi akuntansi harus terpisah dengan fungsi penjualan dan fungsi kredit. c. Fungsi akuntansi harus terpisah dengan fungsi kas. d. Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi pengiriman, fungsi penagihan, fungsi akuntansi.
34
2. Sistem otorisasi dan Prosedur Pencatatan e. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir surat oreder pengiriman. f. Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan membubuhkan tanda tangan pada credit copy (yang merupakan tembusan surat order pengiriman). g. Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara menandatangani dan membubuhkan cap “sudah dikirim” pada copy surat order pengiriman. h. Penetapan harga jual, syarat penjualan, syarat pengangkutan barang, dan potongan penjualan berada di tangan Direktur Pemasaran dengan penerbitan surat keputusan mengenai hal tersebut. i. Terjadinya piutang diotorisasi oleh fungsi penagihan dengan membubuhkan tanda tangan pada faktur penjualan. j. Pencatatan ke dalam kartu piutang dam ke dalam jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas, dan jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara memberikan tanda tangan pada dokumen sumber (faktur penjualan, bukti kas masuk, dan memo kredit). k. Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat. 3. Praktik yang Sehat l. Surat order pengiriman bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan.
35
m. Faktur
penjualan
bernomor
urut
tercetak
dan
pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penagihan. n. Secara periodik fungsi akuntansi mengirim pernyataan piutang (account receivable statement) kepada setiap debitur untuk menguji ketelitian catatan piutang yang diselenggarakan oleh fungsi tersebut. o. Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekening kontrol piutang dalam buku besar.
2.4 Sistem Akuntansi Penerimaan Kas 2.4.1 Sistem Penerimaan Kas dari Penjualan Tunai Penjualan tunai dilaksanakan oleh perusahaan dengan cara mewajibkan pembeli melakukan pembayaran harga barang lebih dahulu sebelum barang diserahkan oleh perusahaan kepada pembeli. Setelah uang diterima oleh perusahaan, barang kemudian diserahkan kepada pembeli dan transaksi penjualan tunai kemudian dicatat oleh perusahaan. Sumber penerimaan kas terbesar suatu perusahaan dagang berasal dari penjualan tunai. Berdasarkan sistem pengendalian internal yang baik, sistem penerimaan kas dari penjualan tunai diharuskan: 1. Penerimaan kas dalam bentuk tunai harus segera disetor ke bank dalam jumlah penuh dengan cara melibatkan pihak lain selain kasir untuk melakukan internal check. 2. Penerimaan kas dari penjulan tunai dilakukan melalui transaksi kartu kredit, yang melibatkan bank penerbit kartu kredit dalam pencatatan transaksi penerimaan kas. 36
Sistem penerimaan kas dari penjualan tunai dibagi menjadi tiga prosedur berikut ini: 1. Prosedur penerimaan kas dari over-the-counter sales Dalam penjualan ini pembeli datang ke perusahaan, melakukan pemilihan barang atau produk yang akan dibeli, malakukan pembayaran ke kasir, dan kemudian menerima barang yang dibeli. Dalam over-thecounter-sales ini, perusahaan menerima uang tunai, cek pribadi, atau pembayaran langsung dari pembeli dengan credit card, sebelum barang diserahkan kepada pembeli. 2. Prosedur penerimaan kas dari cash-on-delivery sales Cash-on delivery sales (COD sales) adalah transaksi penjualan yang melibatkan kantor pos, perusahaan angkutan umum, atau angkutan sendiri dalam penyerahan dan penerimaan kas dari hasil penjualan. COD sales merupakan sarana untuk memperluas daerah pemasaran dan untuk memberikan jaminan penyerahan barang bagi pembeli dan jaminan penerimaan kas bagi perusahaan penjual. COD sales melalui pos belum merupakan sistem penjualan yang umum berlaku di Indonesia. 3. Prosedur penerimaan kas dari credit card sales Sebenarnya credit card bukan merupakan suatu tipe penjualan namun merupakan salah satu cara pembayaran bagi pembeli dan sarana penagihan bagi penjual, yang memberikan kemudahan baik bagi pembeli maupun penjual. Credit card dapat merupakan sarana pembayaran bagi pembeli, baik dalam over-the-counter sales maupun dalam penjualan yang pengiriman barangnya melalui jasa pos atau angkutan umum. Dalam 37
over-the-counter sales, pembeli datang ke perusahaan, melakukan pemilihan barang atau produk yang akan dibeli, melakukan pembayaran ke kasir dengan menggunakan kartu kredit. Dalam penjualan tunai yang melibatkan pos atau perusahaan angkutan umum, pembeli tidak perlu datang ke perusahaan penjual. Pembeli melakukan persetujuan tertulis penggunaan kartu kredit dalam pembayaran harga barang, sehingga memungkinkan perusahaan penjual melakukan penagihan kepada bank atau perusahaan penerbit kartu kredit.
2.5 Flow Chart atau Diagram Alir 2.5.1 Pengertian Flow Chart atau Diagram Alir Flow Chart atau diagram alir adalah diagram yang menggambarkan aliran proses dari suatu sitem. Flow Chart juga dapat menggambarkan proses terjadinya suatu kegiatan perusahaan terjadi. Simbol-simbol utama yang digunakan dalam Flow Chart: Terminal
Proses
Pertanyaan/ keputusan
Input/ output (pada layar)
38
Output/ input (dalam bentuk file)
Penjelasan: 1. Terminal: menyatakan awal atau akhir dari suatu proses 2. Proses: menggambarkan proses atau aktifitas yang dilakukan, atau suatu proses kalkulasi 3. Pertanyaan/ keputusan: menggambarkan suatu pertanyaan dengan jawaban “Ya” atau “Tidak” 4. Input/ output: menggambarkan input data dari luar sistem dan output pada layar 5. Output: menggambarkan hasil yang ditampilkan dalam bentuk file 2.5.2 State Transition Diagram (STD) State Transition Diagram (STD) merupakan suatu modelling tool yang menggambarkan sifat ketergantungan pada waktu dari suatu sistem. Pada mulanya STD hanya digunakan untuk menggambarkan suatu sistem yang memiliki sifat real-time, seperti process control, telephone switching system, high speed data acquisition system, millitary command and control system, dan lainnya.
39
Notasi yang digunakan pada STD adalah: State Perubahan State Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun STD, yaitu: 1. State awal (initial state) hanya boleh ada satu 2. State akhir (final state) boleh lebih dari satu
40