BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penyakit demam berdarah, pemodelan matematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi manusia dan komputer, rekayasa perangkat lunak, dan daur hidup pengembangan perangkat lunak. 2.1. Demam Berdarah Dengue Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengertian demam berdarah dengue, penyebab, sejarah singkat, serta penyebarannya. 2.1.1. Pengertian Demam Berdarah Dengue Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang menyerang manusia. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue (gambar 2.1) yang berasal dari genus Flavivirus dan famili Flaviviridae, termasuk dalam group B Arthropod-borne viruses (arboviruses). Virus ini memilki empat jenis serotipe virus yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga. (Kristina et al, 2004). Seseorang yang telah terkena demam berdarah dengue dari salah satu serotipe akan kebal terhadap serotipe itu tapi tidak kebal terhadap serotipe lainnya.
Gambar 2.1 Virus dengue Sumber: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Dengue.jpg
6 2.1.2. Sejarah Singkat Demam Berdarah Dengue di Indonesia Penyakit demam berdarah dengue pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1968 tepatnya di Surabaya. Pada tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor Timur telah terjangkit penyakit ini. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah kasus maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi kejadian luar biasa (KLB) setiap tahun (Kristina et al, 2004). 2.1.3. Penularan Demam Berdarah Dengue Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang ditularkan melalui pembawa (carrier atau vector). Penyakit ini ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus betina yang terinfeksi virus dengue. Nyamuk ini berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada waktu pagi hari. Kedua jenis nyamuk ini memiliki garis-garis putih pada tungkai dan tubuhnya seperti terlihat pada gambar 2.2 dan 2.3 dan di bagian punggungnya tampak dua garis melengkung vertikal pada bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari species ini (Rahmawati, 2007). Kedua nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat berketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Nyamuk ini biasanya berkembang biak pada genangan air di benda-benda yang ada di rumah-rumah seperti pot bunga, botol air, ban bekas, kaleng bekas, dll (Kristina et al, 2004).
Gambar 2.2 Nyamuk Aedes albopictus Sumber: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Aedes_Albopictus.jpg
7
Gambar 2.3 Nyamuk Aedes aegypti Sumber: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Aedes_aegypti_during_blood_meal.jpg Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk Aedes yang sehat ketika nyamuk tersebut menggigit penderita demam berdarah yang berada dalam masa viremia yaitu masa di mana jumlah virus dengue dalam darah sudah sangat banyak. Viremia pada manusia terjadi selama 7 hari. Virus dengue yang berada di dalam tubuh nyamuk akan memperbanyak diri. Satu minggu setelah nyamuk menghisap darah penderita demam berdarah dengue ia dapat menyebarkan virus itu ke orang lain. Sekali virus masuk ke dalam tubuh nyamuk maka nyamuk itu akan menyebarkan virus itu seumur hidupnya. Saat nyamuk yang membawa virus dengue menggigit orang yang sehat virus dengue masuk ke dalam tubuh orang itu bersama dengan air liur nyamuk dan orang itu menjadi sakit. Sifat gigitan nyamuk yang dirasakan manusia tidak berbeda dengan gigitan nyamuk lainnya (Rahmawati, 2007). Virus dengue juga dapat ditularkan melalui transfusi darah yang telah terinfeksi namun cara penularan semacam ini sangat jarang. 2.1.4. Pencegahan Demam Berdarah Dengue Sampai saat ini belum ada vaksin yang telah teruji dan disetujui untuk mencegah penyakit demam berdarah dengue. Saat ini ada banyak penelitian yang dilakukan untuk membuat vaksin demam berdarah dengue. Oleh karena itu langkah penanggulangan yang dilakukan difokuskan pada pengendalian populasi nyamuk Aedes sebagai pembawa virus.
Pengendalian
populasi
nyamuk
dilakukan
dengan
cara
pengasapan,
8 pemberantasan sarang nyamuk, penggunaan anti nyamuk pada manusia, dan pemeliharaan ikan pemakan jentik nyamuk di tempat penampungan air. 2.1.5. Periode Inkubasi Periode inkubasi adalah waktu di mana seseorang telah terkena suatu penyakit menular tapi belum menunjukkan gejala dan belum dapat menularkan penyakitnya. Untuk penyakit demam berdarah dengue periode inkubasinya terbagi menjadi 2 yaitu periode inkubasi internal dan periode inkubasi eksternal. Periode inkubasi internal adalah periode inkubasi virus dengue di dalam tubuh manusia, yaitu waktu di mana seseorang telah terinfeksi virus dengue namun belum bisa menularkannya ke nyamuk. Periode inkubasi ini terjadi selama 4-6 hari sejak pertama kali seseorang tertular virus dengue. Pada periode ini virus dengue memperbanyak diri sampai penderita memasuki masa viremia. Periode inkubasi eksternal adalah periode inkubasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk, yaitu waktu di mana nyamuk Aedes betina telah terjangkit virus dengue namun belum bisa menyebarkan virus itu ke manusia. Kira-kira 7 – 10 hari setelah menghisap darah penderita, nyamuk siap untuk menularkannya kepada orang lain. 2.2. Pemodelan Matematika Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengertian model matematika, fungsi pemodelan matematika dalam kaitannya dengan penyakit menular, age-structured epidemic model, pengertian dan kegunaan basic reproduction rate serta rumusan perhitungannya. 2.2.1. Pengertian Model Matematika Model matematika adalah bahasa atau notasi matematika yang digunakan untuk menjelaskan dan menggambarkan perilaku atau keadaan suatu sistem. Model
9 matematika biasanya digunakan untuk menyederhakan keadaan sistem yang rumit. Dalam skripsi ini model matematika digunakan untuk menjelaskan penyebaran demam berdarah dengue. 2.2.2. Fungsi Pemodelan Matematika dalam Epidemiologi Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari penyebaran penyakit menular pada manusia. Menurut Hethcote (2008, p6) beberapa fungsi epidemiologi antara lain adalah untuk menjelaskan penyebaran suatu penyakit menular, mengidentifikasi apa saja penyebab dan faktor resiko suatu penyakit, membuat dan menguji teori-teori tentang penyakit menular, dan merencanakan & mengevaluasi program untuk mencegah, mengendalikan, dan mengatasi wabah penyakit menular. Pemodelan matematika berperan penting dalam membantu dua fungsi terakhir dari epidemiologi. Pemodelan matematika sangat berguna untuk menguji teori-teori tentang penyakit menular karena pada kenyataannya percobaan mengenai penyebaran penyakit menular pada manusia tidak mungkin dan tidak etis untuk dilakukan. Model matematika pun secara teoritis dapat membantu peneliti merancang strategi optimal untuk vaksinasi. 2.2.3. Keterbatasan Pemodelan Matematika Meskipun model matematika sangat berguna dalam epidemiologi, bukan berarti model matematika tidak memiliki keterbatasan. Model matematika
adalah
penyederhanaan dari keadaan sistem yang sebenarnya sehingga tidak dapat benar-benar mewakili perilaku sistem yang dimodelkan. Karena merupakan penyederhanaan dari keadaan sistem yang nyata, solusi-solusi yang didapat hanya merupakan perkiraan dan pendekatan. Untuk itu asumsi-asumsi dan parameter-parameter yang digunakan harus memiliki interpretasi yang jelas dan didefinikan dengan tepat (Hethcote, 2008, p8 – p9). Selain itu Hethcote (2008, p13) menjelaskan bahwa validitas model dan solusi dari
10 model matematika sulit dibuktikan karena jarang sekali terdapat data yang baik untuk menguji dan membandingkan data dengan model-model yang berbeda. 2.2.4. Jenis-jenis Model Epidemi Model matematika untuk penyakit menular secara umum terbagi menjadi 2 macam: 1. Deterministik Model
deterministik
adalah
model
matematika
yang
memodelkan
penyebaran penyakit menular menggunakan diferensial, intergral, dan sistem persamaan diferensial. Model ini biasa digunakan pada populasi yang besar. Model ini mengasumsikan bahwa perubahan yang terjadi pada populasi diferensiabel terhadap waktu. 2. Stokastik Model stokastik adalah model yang memasukkan unsur peluang pada penyebaran penyakit menular. Model ini membolehkan adanya variasi acak dari masukan-masukan yang ada terhadap waktu. Model ini digunakan pada populasi kecil di mana perubahan atau variasi kecil tidak boleh diabaikan. 2.3. Basic Reproduction Rate Sub bab ini akan membahas pengertian basic reproduction rate, manfaat basic reproduction rate, dan keterbatasan basic reproduction rate. 2.3.1. Pengertian Basic Reproduction Rate Dalam epidemiologi, basic reproduction rate untuk suatu penyakit menular didefinisikan sebagai angka rata-rata kemunculan kasus penularan baru yang disebabkan oleh seorang individu penular dalam suatu populasi yang semuanya rentan untuk tertular (Nishiura, 2006, p57). Untuk penyakit yang ditularkan melalui pembawa (vector borne
11 disease) seperti demam berdarah dengue, basic reproduction rate didefinisikan sebagai angka rata-rata kemunculan kasus sekunder yang disebabkan oleh kasus penularan primer melalui pembawa (nyamuk) dalam suatu populasi yang semuanya rentan untuk tertular (Chowell et al, 2007). Basic reproduction rate juga dikenal dengan istilah basic reproduction number dan basic reproductive ratio. Basic reproduction rate dilambangkan dengan R0. R0 adalah nilai batas (threshold) yang menentukan apakah suatu penyakit menjadi wabah atau tidak. Jika R0 < 1 berarti tidak semua orang yang sakit menularkan penyakitnya ke orang lain dan penyakit tersebut lama kelamaan akan hilang. Jika R 0 > 1 berarti satu orang yang sakit menularkan penyakitnya ke lebih dari satu orang lainnya. Keadaan ini dapat menyebabkan suatu penyakit menjadi wabah dan jumlah penderitanya akan bertambah terus. Jika R0 = 1 berarti semua orang yang sakit rata-rata menularkan penyakitnya ke satu orang lainnya, penyakit tersebut akan tetap ada dalam suatu populasi tetapi jumlah penderitanya cenderung stabil dan tidak bertambah. Penyakit yang memiliki sifat seperti inilah yang disebut penyakit endemik. 2.3.2. Manfaat Basic Reproduction Rate Karena R0 merupakan suatu nilai batas, nilai R0 dapat digunakan untuk menentukan proporsi minimum populasi yang harus diberi vaksinasi agar suatu penyakit menular bisa berhenti menyebar (Nishiura, 2006, p57). Proporsi populasi ini dirumuskan dengan: p c 1−
1 .............................................................................................................(1) R0
di mana pc menyatakan proporsi populasi yang harus diberi vaksinasi. pc selalu lebih kecil atau sama dengan 1 dan lebih besar atau sama dengan 0.
12 R0 juga dapat dimanfaatkan untuk mengetahui keberhasilan penanganan penyakit menular (Chowell et al, 2006). Hal ini dilakukan dengan membandingkan nilai R 0 sebelum dan sesudah langkah intervensi dilakukan. Jika R 0 menurun berarti langkah penanganan yang dilakukan mampu menghambat menyebaran penyakit tersebut. 2.3.3. Keterbatasan Basic Reproduction Rate R0 yang didapat dari model matematika bukanlah angka tingkat penularan yang sebenarnya melainkan hanya pendekatan atau perkiraan karena model matematika yang dibuat hanya merupakan perkiraan dan tidak semua parameter yang dibutuhkan untuk menghitung R0 dapat diperoleh dengan mudah dan akurat. 2.4. Age-Structured Epidemic Model Age-structured epidemic model adalah model epidemi yang memodelkan perubahan populasi berdasarkan usia populasi. Model yang digunakan adalah model yang dikembangkan oleh Supriatna (2009). Untuk merumuskan model ini, Supriatna (2009) membagi populasi manusia ke dalam
3 kelompok yaitu rawan (susceptible), tertular (infective), dan sembuh
(recovered) dan membagi populasi nyamuk ke dalam 2 kelompok yaitu rawan (susceptible) dan menular (infective). Supriatna (2009) mengasumsikan ada fungsi usia QH(a) dan QV(a) yang masingmasing menyatakan fraksi populasi manusia dan nyamuk yang masih hidup sampai usia a atau lebih sehingga QH(0) = 1 dan QV(0) = 1. Karena harapan hidup manusia ∞
berhingga, maka ∫ Q H ada= L H dan 0
∞
∫ a Q H a da∞ 0
jumlah awal populasi manusia adalah NH(0), maka didapat:
dan dengan mengasumsikan
13 t
N H t =N 0H t ∫ B H Q H a da∞ ....................................................................(2) 0
dengan N 0H t =N H 0Q H t , N 0H (t ) adalah jumlah populasi awal yang masih hidup sampai waktu t dan BH adalah recruitment rate untuk manusia. Jumlah manusia yang rawan (susceptible) pada waktu t dirumuskan dengan t
t
− ∫ H I V s ds
S H t =S 0H t∫ B H Q H a e
t−a
da ...........................................................(3)
0
t
−∫ H I V sds
0
dengan S H t =S H 0Q H t e
, S H (0) adalah jumlah awal populasi manusia
0
0 yang rawan, S H (t ) jumlah populasi awal manusia yang rawan yang masih hidup
sampai waktu t, βH adalah peluang transmisi penyakit, dan H I V t adalah laju penularan (rate of infection) dalam populasi manusia pada waktu t. Jumlah manusia yang tertular pada waktu t adalah
t
t
− ∫ H I V s ds
I H t=I 0H t∫ B H Q H a 1−e
t−a
e
t
− ∫ ds t−a
da ........................................(4)
0
t
0 H
−∫ ds
dengan I t= I H 0 Q H t e
0
, I H ( 0) adalah jumlah awal populasi manusia yang
0 terinfeksi demam berdarah dengue, I H (t) adalah jumlah populasi awal manusia yang
terinfeksi yang masih hidup sampai waktu t, dan γ adalah laju kesembuhan. R H (t ) adalah jumlah populasi manusia yang telah sembuh pada waktu t dan dihitung dengan mengurangi total populasi dengan populasi yang rawan dan terinfeksi yaitu R H t=N H t−S H t −I H t . Maka didapat
14
t 0 H
t
R H t =R t∫ B H Q H a 1−e
1−e da ..............................(5) t
− ∫ H I V s ds t −a
− ∫ ds t−a
0
0 0 0 0 dengan R H t=N H t −S H t −I H t adalah jumlah awal populasi yang telah sembuh
yang masih hidup sampai waktu t. Dengan analogi yang sama, model untuk vektor / nyamuk dirumuskan sebagai berikut: ∞
N V t=N 0V t∫ B V QV a da ............................................................................(6) 0
dengan N 0V t= N V 0 QV t , t
t
− ∫ V I H s ds
S V t=S 0V t∫ BV Q V ae
t−a
da ............................................................(7)
0
t
dengan S 0 t=S 0 Q t e−∫ V V V
V
I H s ds
,
0
t 0 V
t
− ∫ V I H s ds
I V t = I t∫ B V QV a 1−e
t−a
da ....................................................(8)
0
dengan I 0V t =I V 0QV t . N 0H t , lim S 0H t , lim I 0H t , dan lim R 0H t Supriatna (2009) menyatakan lim t ∞ t ∞ t ∞ t ∞ 0
0
0
N V t , lim S V t , lim I V t karena harapan adalah nol, demikian pula untuk lim t ∞ t ∞ t ∞ hidup manusia dan nyamuk berhingga sehingga lama-kelamaan semua populasi manusia dan nyamuk akan mati (menjadi nol). Age-structured epidemic model secara lengkap terdiri dari rumus (3), (4), (5), (7), (8) dan dapat dirangkum sebagai berikut:
15 t
t
− ∫ H I V s ds
S H t =S 0H t∫ B H Q H a e
t−a
da ...........................................................(9)
0
t
t
− ∫ H I V s ds
I H t=I 0H t∫ B H Q H a 1−e
t−a
e
t
− ∫ ds t−a
da ......................................(10)
0
t 0 H
t
R H t =R t∫ B H Q H a 1−e
1−e da ............................(11) t
− ∫ H I V s ds t −a
− ∫ ds t−a
0
t
t
− ∫ V I H s ds
S V t=S t∫ BV Q V ae 0 V
t−a
da ..........................................................(12)
0
t 0 V
t
− ∫ V I H s ds
I V t = I t∫ B V QV a 1−e
t−a
da ..................................................(13)
0
di mana S H t adalah jumlah manusia yang rawan (susceptible) pada waktu t
I H t adalah jumlah manusia yang terinfeksi (infected) pada waktu t R H t adalah jumlah manusia yang telah sembuh (recovered) pada waktu t
S V t adalah jumlah nyamuk yang rawan (susceptible) pada waktu t I V t adalah jumlah nyamuk yang terinfeksi (infected) pada waktu t Q H a adalah proporsi populasi manusia yang masih hidup sampai waktu t
QV a adalah proporsi populasi nyamuk yang masih hidup sampai waktu t B H adalah recruitment rate manusia
BV adalah recruitment rate nyamuk H adalah peluang transmisi penyakit dari nyamuk ke manusia
V adalah peluang transmisi penyakit dari manusia ke nyamuk adalah laju kesembuhan manusia Menurut Supriatna (2009), age-structured epidemic model mempunyai solusi
16 kesetimbangan non-trivial I *H , I *V yaitu: ∞
I *H =∫ B H Q H a 1−e−
*
H
IV a
0
∞
I *V =∫ B V QV a 1−e−
*
V
0
IHa
e− a da ..................................................................(14)
da ..........................................................................(15)
jika dan hanya jika
∞
− a
B H H ∫ a Q H a e 0
∞
da BV V ∫ a Q V a da 1 .........................................(16) 0
Persamaan (16) inilah yang merupakan basic reproduction rate dari age-structured epidemic model, jadi ∞
R0= B H H ∫ a Q H a e− a da 0
∞
BV V ∫ a Q V a da .......................................(17) 0
Diasumsikan survival rate untuk manusia dan nyamuk menurun atau berkurang − H a
seiring bertambahnya usia, yaitu Q H a=e
− a
Q H a=Q H a e
dan a V =
=e
− H a
−M H a
=e
−V a
dan QV a =e
. Didefinisikan
. Usia rata-rata saat terinfeksi adalah a H =
1 H I *V
1 . V I *H
Berdasarkan persamaan (14) dan (15) rumus basic reproduction rate pada persamaan (17) dapat ditulis menjadi
17
R 0=
R 0=
R 0=
R 0=
R 0=
0
∞
1−e− B H ∫ Q a I *H 0
∞
B H H ∫ a QH a da H
H
* V
I a
da
∞ 0
* V
∫ Q H a 1−e− I a da H
0
0
∞
1−e − BV ∫ Q a I *V 0 V
∞
B V I *V ∫ a QV a da
∞
0
QV a 1−e−
V
*
1 − MH
*
V
IHa
da
IHa
da
1 1 aH M 2H
1 1 aV 2V
1
1 − V
1
1 1 V aH aV 1 1 1 1 2 aH M H aV V2
M H
0
∫
B H I *H ∫ a QH a da
∞
∞
BV V ∫ a QV a da
1 −M H aH 1 M H aH
1 − V aV 1 V aV
M H
V
MH
V
1 1 1 1 M H V MH aH V aV
R 0= 1
1 M H aH
1
1 V aV
R 0= 1
LH aH
di mana L H =
1
LV .......................................................................................(18) aV
1 1 untuk M H =μ H +γ dan LV = MH V
L H adalah angka harapan hidup manusia. μ H adalah survival rate manusia. γ adalah laju kesembuhan manusia. LV adalah angka harapan hidup nyamuk. μV adalah survival rate nyamuk.
18 2.5. Rekayasa Perangkat Lunak Perangkat lunak adalah seluruh perintah yang digunakan untuk memproses informasi. Perangkat lunak dapat berupa program atau prosedur. Program adalah kumpulan perintah yang dimengerti oleh komputer sedangkan prosedur adalah perintah yang dibutuhkan oleh pengguna dalam memproses informasi. Pengertian dari rekayasa perangkat lunak menurut Pressman (2005) adalah suatu disiplin ilmu yang membahas semua aspek pembuatan perangkat lunak, mulai dari tahap awal yaitu analisa kebutuhan pengguna, menentukan spesifikasi dari kebutuhan pengguna, rancangan, pengkodean, pengujian sampai pemeliharaan sistem setelah digunakan. Ruang lingkup dalam rekayasa perangkat lunak adalah sebagai berikut: 1. Software requirements: berhubungan dengan spesifikasi kebutuhan dan persyaratan perangkat lunak. 2. Software design: mencakup proses penentuan arsitektur, komponen, antarmuka, dan karakteristik lain dari perangkat lunak. 3. Software construction: berhubungan dengan detil pengembangan perangkat lunak, termasuk algoritma, pengkodean, pengujian, dan pencarian kesalahan. 4. Software testing: meliputi pengujian pada keseluruhan perilaku perangkat lunak. 5. Software maintenance: mencakup upaya-upaya perawatan ketika perangkat lunak telah dioperasikan. 6. Software
configuration
management:
berhubungan
dengan
usaha
perubahan konfigurasi perangkat lunak untuk memenuhi kebutuhan
19 tertentu. 7. Software engineering management: berkaitan dengan pengelolaan dan pengukuran RPL, termasuk perencanaan proyek perangkat lunak. 8. Software engineering tools and methods: mencakup kajian teoritis tentang alat bantu dan metode RPL. 9. Software engineering process: berhubungan dengan definisi, implementasi, pengukuran, pengelolaan, perubahan dan perbaikan proses RPL. 10. Software quality: menitikberatkan pada kualitas dan daur hidup perangkat lunak. 2.6. Interaksi Manusia dan Komputer Interaksi manusia komputer adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia sebagai pengguna komputer dengan komputer. Tujuan utama dari interaksi manusia dan komputer adalah agar manusia dapat menggunakan komputer dengan semudah mungkin. Menurut Shneiderman (2004) ada 5 kriteria yang harus dimiliki oleh suatu perangkat lunak agar bisa digunakan dengan mudah oleh calon penggunanya, yaitu: 1. Dapat dipelajari dalam waktu yang relatif singkat. 2. Mampu memberikan informasi yang dibutuhkan dengan cepat. 3. Memiliki tingkat kesalahan penggunaan yang rendah. 4. Cara penggunaan mudah diingat walaupun telah lama tidak digunakan. 5. Memberikan kepuasan pribadi kepada penggunanya. Shneiderman (2005) juga mengemukakan 8 aturan emas dalam merancang sistem interaksi manusia dan komputer yang baik (Eight Golden Rules of Interface Design). Delapan aturan tersebut adalah:
20 1. Bertahan untuk konsistensi. 2. Memperbolehkan pengguna memakai tombol pintas (shortcut). 3. Memberikan umpan balik yang informatif. 4. Pengorganisasian yang baik sehingga pengguna mengetahui kapan awal dan kapan akhir dari suatu aksi. 5. Pengguna mampu mengetahui dan memperbaiki kesalahan dengan mudah. 6. Dapat dilakukan perbaikan aksi. 7. Pengguna mampu aktif dalam mengambil langkah selanjutnya, bukan hanya merespon pesan yang muncul. 8. Mengurangi beban ingatan jangka pendek bagi pengguna sehingga perancangan harus lebih sederhana. 2.7. Daur Hidup Pengembangan Perangkat Lunak Daur hidup pengembangan perangkat lunak merupakan suatu tahapan-tahapan metode untuk membuat sebuah perangkat lunak. Dalam pembuatan skripsi ini daur hidup pengembangan perangkat lunak yang digunakan adalah waterfall model. Waterfall model terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. System / Information Engineering and Modeling. Permodelan ini diawali dengan mencari kebutuhan dari keseluruhan sistem yang akan diaplikasikan ke dalam bentuk software. Hal ini sangat penting, mengingat software harus dapat berinteraksi dengan elemen-elemen yang lain seperti hardware, database, dsb. Tahap ini sering disebut dengan project definition. 2. Software Requirements Analysis. Proses pencarian kebutuhan diintensifkan dan difokuskan pada software. Untuk mengetahui sifat dari program yang akan dibuat, maka para software engineer harus mengerti tentang domain
21 informasi dari software, misalnya fungsi yang dibutuhkan, user interface, dsb. Dua aktivitas tersebut yaitu pencarian kebutuhan sistem dan software harus didokumentasikan dan ditunjukkan kepada pelanggan. 3. Design. Proses ini digunakan untuk mengubah kebutuhan-kebutuhan diatas menjadi representasi ke dalam bentuk “blueprint” software sebelum coding dimulai. Desain harus dapat mengimplementasikan kebutuhan yang telah disebutkan pada tahap sebelumnya. Seperti 2 aktivitas sebelumnya, maka proses ini juga harus didokumentasikan sebagai konfigurasi dari software. 4. Coding. Untuk dapat dimengerti oleh mesin, dalam hal ini adalah komputer, maka desain tadi harus diubah bentuknya menjadi bentuk yang dapat dimengerti oleh mesin, yaitu ke dalam bahasa pemrograman melalui proses coding. Tahap ini merupakan implementasi dari tahap design yang secara teknis nantinya dikerjakan oleh programmer. 5. Testing / Verification. Sesuatu yang dibuat haruslah diujicobakan. Demikian juga dengan software. Semua fungsi-fungsi software harus diujicobakan, agar software bebas dari error, dan hasilnya harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan yang sudah didefinisikan sebelumnya. 6. Maintenance. Pemeliharaan suatu perangkat lunak diperlukan, termasuk di dalamnya adalah pengembangan, karena perangkat lunak yang dibuat tidak selamanya hanya seperti itu. Ketika dijalankan mungkin saja masih ada error kecil yang tidak ditemukan sebelumnya, atau ada penambahan fiturfitur yang belum ada pada perangkat lunak tersebut. Pengembangan diperlukan ketika adanya perubahan dari eksternal perusahaan seperti ketika ada pergantian sistem operasi, atau perangkat lainnya.
22 Keenam tahapan tersebut digambarkan pada gambar 2.4. Terlihat bahwa tahapan dimulai dari system engineering lalu berurut sampai ke maintenance dan di setiap tahap ada anak panah ke tahap sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa jika sistem masih belum memenuhi tujuan maka pengembangan terus dilakukan dengan kembali ke tahap yang masih memerlukan perbaikan lalu berlanjut ke tahap berikutnya.
Gambar 2.4 Waterfall model