Bab 2 Landasan Teori Dalam penelitian Analisis Fungsi Kata Doumo dalam Komik Detektif Conan seri 31, 39 dan Komik Detektif Conan Spesial seri 14, 21, 24, penulis menggunakan beberapa teori sebagai landasan teori untuk penelitian ini. Beberapa teori yang akan dipakai penulis, di antaranya teori Pragmatik, teori Tindak Tutur, teori Fukushi (Kata Keterangan), dan teori Doumo. Dalam bab 2 ini, penulis akan memaparkan teori-teori tersebut.
2.1 Teori Pragmatik Dalam buku Pragmatik, Yule ( 1996 : 3 ) mengatakan bahwa pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca).
Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan
dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Mey ( 1993 ) mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian mengenai kondisi dari penggunaan bahasa yang digunakan oleh manusia yang bergantung pada konteks sosial dengan penekanan penggunaan bahasa tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan sosial. Wijana ( 1996 : 2 ) menjelaskan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam komunikasi. Jadi, makna yang dikaji pragmatik adalah makna yang terikat konteks (context dependent) atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur.
18
Pragmatik dapat dimanfaatkan setiap penutur untuk memahami maksud lawan tutur. Penutur dan lawan tutur dapat memanfaatkan pengalaman bersama (background knowledge) untuk memudahkan pengertian bersama. Senada dengan Wijana, Rohmadi ( 2004 ) mengatakan bahwa pragmatik adalah studi kebahasaan yang terikat konteks. Konteks memiliki peranan kuat dalam menetukan maksud penutur dalam berinteraksi dengan lawan tutur.
Dapat ditegaskan bahwa
hubungan antara bahasa dengan konteks merupakan dasar dalam pemahaman pragmatik. Keuntungan yang didapat dari mempelajari pragmatik dikemukakan oleh Yule ( 1996 : 4 ), yaitu seseorang dapat mengatakan apa yang orang lain maksudkan, asumsiasumsi mereka, tujuan mereka, dan berbagai tindakan
pada saat berbicara.
Lalu
pragmatik dikatakan berhubungan dengan kajian makna sarana komunikasi penutur (penulis) dan diinterpretasikan oleh petutur (pembaca). Oleh karena itu, dapat dikatakan pragmatik adalah kajian tentang makna yang dituturkan, makna konteks, serta bagaimana mendapatkan lebih banyak makna dari yang dituturkan.
2.2 Teori Tindak Tutur Tindak tutur (speech act) adalah gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu (Chaer, 1995 : 65). Yule ( 1996 : 81 ) mengatakan bahwa dalam usaha untuk mengungkapkan diri mereka, orang-orang tidak hanya menghasilkan tuturan yang mengandung kata-kata dan struktur-struktur gramatikal saja, tetapi mereka juga memperlihatkan tindakan-tindakan melalui tuturan-tuturan itu. Jika Anda bekerja dalam situasi pada saat pimpinan Anda
19
memiliki kekuasaan yang besar, kemudian tuturan pimpinan Anda dalam pernyataan contoh (1) mempunyai makna yang lebih dari sekedar sebuah pernyataan. Contoh (1). You’re fired (Anda dipecat) Tuturan dalam contoh (1) dapat digunakan untuk memperlihatkan suatu tindakan mengakhiri pekerjaan Anda. Sebuah tutur adalah penggunaan/pemakaian sepenggal bahasa, seperti rentetan kalimat, sebuah frase, atau sepatah kata, oleh seorang pembincang, pada satu kesempatan atau peristiwa tertentu ( Parera, 2004 : 263 ). Parera ( 2004 : 262 ) mengatakan bahwa kata “tutur” mempunyai kemiripan bunyi dengan utterance (sebagai wujud dari speech act), maka kami memilih kata tutur dan memadankan speech act dengan Tindak Pertuturan Tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan biasanya disebut tindak tutur ( Yule, 1996 : 82 ). Tindak tutur yang merupakan bagian dari kajian pragmatik, pertama kali diperkenalkan oleh Charles Morris pada tahun 1938. Kemudian dikembangkan oleh Austin ( 1962 ) dalam bukunya How to Do Things with Words.
Teori tersebut
memperkenalkan konsep penggunaan bahasa sebagai sebuah tindakan, dalam arti sebuah tuturan berfungsi bukan saja menyampaikan informasi tetapi sebenarnya terdapat tindak ‘melaksanakan sesuatu’ dalam sebuah tuturan. Yule ( 1996 : 82 ) mengemukakan bahwa istilah-istilah deskriptif untuk tindak tutur yang berlainan digunakan untuk maksud komunikatif penutur dalam menghasilkan tuturan.
Penutur biasanya berharap maksud komunikatifnya akan dimengerti oleh
20
pendengar. Penutur dan pendengar biasanya terbantu oleh keadaan di sekitar lingkungan tuturan itu. Keadaan semacam ini, termasuk juga tuturan-tuturan yang lain, disebut peristiwa tutur. Dalam banyak hal, sifat peristiwa tuturlah yang menentukan penafsiran terhadap suatu tuturan ketika menampilkan suatu tindak tutur khusus. Teori tindak tutur yang dikembangkan oleh Austin dalam Yule ( 1996 : 83 ) terbagi menjadi tiga tindak yang saling berhubungan. Senada dengan Yule, Rohmadi (2004 : 30-32), tindak tutur terbagi atas tiga jenis tindak tutur, yaitu : 1. Tindak lokusi Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini sering disebut sebagai The Act of Saying Something. Sebagai contoh tindak lokusi adalah kalimat (1) Mamad belajar membaca, dan (2) Ali bermain piano. Kedua kalimat di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak lokusi merupakan tindakan yang paling mudah diidentifikasi, karena dalam pengidentifikasian tindak lokusi tidak memperhitungkan konteks tuturannya. 2. Tindak Ilokusi Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi disebut sebagai The Act of Doing Something. Sebagai contoh kalimat (3) Yuli sudah seminar proposal skripsi kemarin. (4) Santoso sedang sakit. Kalimat (3) jika diucapkan kepada seorang mahasiswa semester XII, bukan hanya sekadar memberikan informasi saja akan tetapi juga melakukan sesuatu, yaitu
21
memberikan dorongan agar mahasiswa tadi segera mengerjakan skripsinya. Sedangkan kalimat (4) jika diucapkan kepada temannya yang menghidupkan radio dengan volume tinggi, berarti bukan sja sebagai informasi tetapi juga untuk menyuruh agar mengecilkan volume atau mematikan radionya. Tindak ilokusi sangat sulit diidentifikasi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tuturnya. 3. Tindak Perlokusi Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak perlokusi disebut sebagai The Act of Affecting Someone.
Sebuah tuturan yang diutarakan seseorang seringkali
mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force) atau efek bagi yang mendengarnya. Efek yang timbul ini bisa sengaja maupun tidak sengaja. Sebagai contoh dapat dilihat kalimat (5) Kemarin ayahku sakit. (6) Samin bebas SPP. Kalimat (5) jika diucapkan oleh seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan temannya, maka ilokusinya adalah untuk meminta maaf, dan perlokusinya adalah agar orang yang mengundangnya harap maklum. Sedangkan kalimat (6) jika diucapkan seorang guru kepada murid-muridnya, maka ilokusinya adalah meminta agar teman-temannya tidak iri, dan perlokusinya adalah agar temantemannya memaklumi keadaan ekonomi orang tua Samin. Sehubungan dengan pengertian tindak tutur atau tindak ujar, yang penting adalah bahwa ujaran (entah berapa jumlahnya) dapat dikategorikan, seperti yang diutarakan Searle (1975), menjadi lima jenis, yaitu (1) representatif, ialah tindak ujar yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas hal yang dikatakannya, misalnya: menyatakan,
22
melaporkan, menunjukkan dan menyebutkan; (2) direktif, ialah tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujaran itu, misalnya: menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang; (3) ekspresif, ialah tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam ujaran itu, misalnya: memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik dan mengeluh; (4) komisif, ialah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam ujarannya, misalnya: berjanji, bersumpah, atau mengancam; dan (5) deklarasi, ialah tindak tutur yang dilakukan si penutur dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan dan sebagainya) yang baru, misalnya: memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan dan memberikan maaf (Gunarwan, 1994:85-86).
2.3 Teori Fukushi (Kata Keterangan) Seperti bahasa Indonesia, bahasa Jepang juga memiliki kata keterangan atau biasa disebut dengan fukushi. Fukushi adalah kata-kata yang menerangkan verba, ajektiva, dan adverbial yang lainnya, tidak dapat berubah, dan berfungsi menyatakan keadaan atau derajat suatu aktivitas, suasana, atau perasaan pembicara (Matsuoka, 2000 : 344). Menurut Katou, et al. (2002 : 118), 自立語で活用がなく、主として用言を修飾する語を副詞という。 Terjemahan : Kata
yang berdiri sendiri tanpa pemakaian, sebagai fungsi utamanya adalah untuk
menghias suatu kata disebut Fukushi.
23
Fukushi memiliki berbagai jenis sesuai dengan nama-nama (istilah) jenis fukushi tersebut. Menurut Terada Takanao dalam Sudjianto ( 2004 : 166-167 ) membagi fukushi menjadi tiga macam sebagai berikut : 1. Jootai no Fukushi Jootai no fukushi berfungsi terutama menerangkan keadaan verba yang ada pada bagian berikutnya. 2. Teido no Fukushi Teido no fukushi berfungsi terutama menerangkan tingkat, taraf, kualitas, atau derajat keadaan yoogen (verba, ajektiva-i, ajektiva-na) yang ada pada bagian berikutnya. 3. Chinjutsu no Fukushi Chinjutsu no fukushi adalah fukushi yang memerlukan cara pengucapan khusus, disebut juga jojutsu no fukushi atau koo’o no fukushi. Menurut Mizutani (1992 : 178), kata doumo dikelompokkan dalam fukushi khusus yaitu fukushi yang dapat digunakan dalam tuturan tapi umumnya hampir tidak mempunyai sebuah makna.
2.4 Teori Doumo Kata doumo yang akan diteliti oleh penulis memiliki banyak fungsi. Berikut ini adalah fungsi-fungsi kata doumo menurut Mizutani ( 1992 : 178 – 179) : 1. ことがらのあり方の判断に関する用法。 ( Penggunaan kata doumo yang berhubungan dengan sebuah simpulan atau keputusan. ) Contoh kalimat :
24
a. この分じゃ明日はどうも雨だな。 Terjemahan : Sepertinya besok hujan ya.. b. この文章はどうもわかりにくい。 Terjemahan : Kalimat ini susah dimengerti. 1.1 否定の形の述語と呼応する用法。 ( Penggunaan kata doumo yang diikuti dengan bentuk penyangkalan atau bentuk negatif.) Contoh kalimat : a. どうもうまく説明できないが、あの男に何か心を許せないところがある気 がする。 Terjemahan : Walaupun tidak bisa dijelaskan, tetapi saya mengetahui bahwa dalam hati pria tersebut ada sesuatu yang tidak bisa dimaafkan. b. 近ごろどうも食事がうまくない。 Terjemahan : Akhir-akhir ini makanan tidak enak. 1.2 推量等の表現と呼応する用法。
25
( Penggunaan kata doumo yang berhubungan dengan ungkapan prediksi atau perkiraan. ) Contoh Kalimat : a. あの二人はどうも恋仲なんじゃないかと思う。 Terjemahan : Kedua orang itu seperti orang yang sedang jatuh cinta。 b. どうも風邪をひいたらしい。頭がひどく痛い。 Terjemahan : Sepertinya saya sakit flu. Kepala saya sangat sakit. 2. 「どうもねえ」等の形で、応答詞的・間投詞的に用いる用法。 (Penggunaan kata doumo dalam bentuk どうもねえ “doumo ne“ yang digunakan
sebagai jawaban dan sebagai kata seru atau interjeksi).
a.「あいつ最近変だとおもわないか」「うん、どうもね」 Terjemahan : “Akhir-akhir ini orang tersebut aneh kan” “Iya, saya berpikir demikian juga” b.「いよいよ戦争かな」 「どうもねえ」
26
Terjemahan : “Hampir perang ya…” “iya ya…” 3. 感謝や謝罪等の表現の前に置く用法。 (Penggunaan kata doumo yang menunjukkan ungkapan terima kasih dan permintaan maaf ) Contoh Kalimat : a. どうもいろいろとお世話になりまして、ありがとうございました。 Terjemahan : Karena selama ini sudah merawat saya, saya mengucapkan terima kasih. b. すっかり遅くなって、どうもすいませんでした。 Terjemahan : Saya meminta maaf atas keterlambatan saya.” 4. あいさつとしての用法。 ( Penggunaan kata doumo sebagai salam ) Contoh Kalimat : a. 「もしもし、津田です」 「八木です。どうも」 「どうも」
27
Terjemahan : “Halo, saya Tsuda.” “Saya Yagi. Senang berkenalan dengan mu” “Senang berkenalan dengan mu.” 「どうも」は指示的意味が非常に希薄な語である (Mizutani, 1992 : 178). Terjemahan : “Doumo” adalah bahasa petunjuk yang hampir tidak memiliki arti (Mizutani, 1992 :178).
28