Bab 2 Landasan Teori
2.1 Teori Fiksi Dalam kesastraan mengenal prosa (Inggris: prose) sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Untuk mempertegas keberadaan genre prosa, ia sering dipertentangkan dengan genre yang lain, misalnya dengan puisi, walau pertentangan itu sendiri hanya bersifat teoritis. Atau paling tidak, orang berusaha mencari perbedaan antara keduanya. Dalam hal tertentu, perbedaan itu tampaknya agak kabur. Dari unsur bahasa misalnya, ada bahasa puisi yang mirip dengan bahasa prosa, di samping ada juga bahasa prosa yang puitis seperti halnya bahasa puisi. Dari segi bentuk penulisan pun ada puisi yang ditulis mirip prosa. Namun, berhadapan dengan karya sastra tertentu, mungkin prosa mungkin puisi, sering dengan mudah kita mengenalinya sebagai prosa atau puisi hanya dengan melihat konvensi penulisannya (Nurgiyantoro, 2002: 1). Fiksi menurut Altenbernd dan lewis dalam Nurgiyantoro (2002: 2), prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang
mendramatisasikan
hubungan-hubungan
antar
mannusia.
Pengarang
mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatan terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukan unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman kehidupan manusia. Menurut Wellek dan Warren dalam Nurgiyantoro (2002: 3), fiksi merupakan sebuah cerita, dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan memberikan hiburan kepada pembaca di samping adanya tujuan estetik. Membaca sebuah karya
8
fiksi berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Betapapun saratnya pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah karya fiksi haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetap merupakan bangunan struktur yang korehen, dan tetap mempunyai tujuan estetik.
2.2 Konsep Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow Manusia sebagai makluk hidup tidak lepas dari berbagai kebutuhan. Setiap individu memiliki prilaku yang berbeda salam memenuhi kebutuhannya. Manusia akan merasa puas apabila satu kebutuhannya telah terpenuhi, namun merasa kurang dengan kebutuhan yang lain. Sehingga manusia akan terus menerus melengkapi kebutuhan-kebutuhan tersebut sepanjang hidupnya. Hirarki atau Piramida kebutuhan hidup manusia mengambarkan tahap-tahap yang dibutuhkan dalam menjalani hidup manusia. Salah satu yang paling terkenal dan sering dipakai oleh masyarakat adalah hirarki kebutuhan Abraham Maslow. Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia bergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of needs (hierarki kebutuhan) (Indrayana & Goenawan, 2007 : 10). Menurut Maslow, individu dimotivasi oleh kebutuhan yang belum dipuaskan, yang paling rendah, paling dasar dalam tata tingkat. Begitu tingkat kebutuhan ini dipuaskan, ia tidak akan lagi memotivasi perilaku. Kebutuhan pada tingkat berikutnya yang lebih tinggi menjadi dominan. Dua tingkat kebutuhan dapat beroperasi pada waktu yang sama, tetapi kebutuhan pada tingkat lebih rendah yang dianggap menjadi motivator yang lebih kuat dari perilaku. Maslow juga menekankan bahwa
makin
tinggi
tingkat
kebutuhan,
makin
tidak
penting
ia
untuk
9
mempertahankan hidup (survival) dan makin lama pemenuhannya dapat ditunda (Munandar, 2001: 327). Manusia dimotivasi oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk seluruh spesies, tidak berubah, dan berasal dari sumber genetis atau naluriah. Ini merupakan konsep fundamental unik dari pendirian teoritis Maslow. Kebutuhankebutuhan itu juga bersifat fisiologis, bukan semata-mata fisiologis. Kebutuhankebutuhan itu merupakan inti kodrat manusia, hanya saja mereka itu lemah, mudah diselewengkan dan dikuasi oleh proses belajar, kebiasaan, atau tradisi yang keliru (Goble, 2010: 70). Menurut Maslow dalam Goble (2010: 70), “kebutuhan-kebutuhan itu merupakan aspek-aspek intrinsik kodrat manusia yang tidak dimatikan oleh kebudayaan, hanya ditindas.” Maslow membagi kebutuhan organisme menjadi dua kategori. Pertama, ia mengidentifikasi beberapa kategori kebutuhan defisiensi – kebutuhan “D” (atau motif “D”) – yang penting dalam pertahanan hidup. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan biologis utama seperti makanan, air, sex, dan tempat tinggal. Kebutuhan akan rasa aman mencakup kebutuhan akan keadaan yang umumnya bisa diprediksi, yang membuat dunia menjadi masuk akal. Kebutuhan akan rasa memiliki dan cinta mencakup hubungan psikologis yang mendalam dengan orang lain. Dan kebutuhan akan penghargaan mencakup penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain (Friedman & Schustack, 2008 : 353). Maslow telah mengemukakan suatu teori tentang motivasi manusia yang membedakan antara kebutuhan-kebutuhan dasar (basic needs) dan metakebutuhanmetakebutuhan (metaneeds). Kebutuhan-kebutuhan dasar meliputi lapar, kasih sayang (afeksi), rasa aman, harga diri, dan sebagainya. Metakebutuhan-
10
metakebutuhan meliputi keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan, dan sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan dasar adalah kebutuhan-kebutuhan akibat kekurangan, sedangkan metakebutuhan-metakebutuhan adalah kebutuhan untuk pertumbuhan. Kebutuhan-kebutuhan dasar pada umumnya lebih kuat daripada metakebutuhan-metakebutuhan dan tersusun secara hierarkis. Metakebutuhanmetakebutuhan tidak memiliki hirarki – kebutuhan-kebutuhan itu sama kuat – dan agak mudah disubstitusikan satu sama lain (Hall dan Lindzey, 2010: 109-110). Suatu sifat dapat dipandang sebagai kebutuhan dasar jika memenuhi syarat-syarat berikut ini: 1. Ketidak-hadirannya menimbulkan penyakit 2. Kehadirannya mencegah timbulnya penyakit 3. Pemulihannya menyembuhkan penyakit 4. Dalam situasi-situasi tertentu yang sangat kompleks dan di mana orang bebas
memilih,
orang
yang
sedang
berkekurangan
ternyata
mengutamakan kebutuhan itu dibandingkan jenis-jenis kepuasan lainnya. 5. Kebutuhan itu tidak aktif, lemah atau secara fungsional tidak terdapat pada orang yang sehat. Teori hierarki kebutuhan yang dikemukan Abraham Maslow terdiri dari lima tingkat, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan (safety), kebutuhan dimiliki dan cinta (belonging and love), kebutuhan harga diri (self esteem), dan kebutuhan aktualisasi diri. 2.2.1
Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan fisiologis berada pada tingkat pertama yang merupakan kebutuhan
manusia yang paling dasar dalam hieraki kebutuhan. Kebutuhan ini timbul berdasarkan kondisi fisiologikal badan kita. 11
Umumnya kebutuhan fisiologis bersifat homeostatik (usaha menjaga keseimbangan unsur-unsur fisik) seperti makan, minum, gula, garam, protein, serta kebutuhan istirahat dan seks. Kebutuhan fisiologis ini sangat kuat, dalam keadaan absolut (kelaparan dan kehausan) semua kebutuhan lain ditinggalkan dan orang mencurahkan semua kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan ini. Bisa terjadi kebutuhan fisiologis harus dipuaskan oleh pemuas yang seharusnya (misalnya orang yang kehausan harus minum atau dia mati); tetapi ada juga kebutuhan yang dapat dipuaskan dengan pemuas yang lain (misalnya orang minum atau merokok untuk menghilangkan rasa lapar). Bahkan bisa terjadi pemuas fisiologis itu dipakai untuk memuaskan kebutuhan jenjang yang lebih tinggi, misalnya orang yang tidak terpuaskan cintanya, merasa kurang puas terhadap fisiologis sehingga terus menerus makan untuk memuaskannya (Alwisol, 2008: 204). 2.2.2
Kebutuhan Keamanan (safety) Sesudah kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncul kebutuhan
keamanan, stabilitas, proteksi struktur hukum, keteraturan, batas, kebebasan dari rasa takutan cemas. Kebutuhan fisiologis dan keamanan pada dasarnya adalah kebutuhan mempertahankan kehidupan. Kebutuan fisiologis adalah pertahanan hidup jangka pendek, sedang keamanan adalah pertahanan hidup jangka panjang (Alwisol, 2008: 204). 2.2.3
Kebutuhan Dimiliki dan Cinta (belonging and love) Sesudah kebutuhan fisiologi dan keamanan relatif terpuaskan, kebutuhan
dimiliki atau menjadi bagian dari kelompok sosial dan cinta menjadi tujuan yang dominan. Orang sangat peka dengan kesendirian, pengasingan, ditolak lingkungan, dan kehilangan sahabat atau kehilangan cinta. Kebutuhan dimiliki ini terus penting
12
sepanjang hidup. Menurut Maslow dalam Goble (2010: 74), selanjutnya orang akan mendambakan hubungan penuh kasih sayang dengan orang lain pada umumnya, khususnya kebutuhan akan rasa memiliki tempat di tengah kelompoknya, dan ia akan berusaha keras mencapai tujuan yang satu ini. Ia akan berharap memperoleh tempat semacam itu melebihi segala-galanya di dunia ini, bahkan kini ia lupa bahwa tatkala ia merasa lapar ia mencemoohkan cinta sebagai sesuatu yang tidak nyata, tidak perlu, atau tidak penting. Maslow menolak pandangan Freud bahwa cinta adalah sublimentasi dari insting sex. Menurutnya, cinta tidak sinonim dengan sex, cinta adalah hubungan sehat antara sepasang manusia yang melibatkan perasaan saling menghargai, menghormati, dan mempercayai. Dicintai dan diterima adalah jalan menuju perasaan yang sehat dan berharga, sebaliknya tanpa cinta menimbulkan kesia-siaan, kekosongan, dan kemarahan. Menurut Maslow dalam Goble (2010: 74), biasanya tingkah laku seksual ditentukan oleh banyak kebutuhan bukan hanya oleh kebutuhan seksual melainkan juga oleh aneka kebutuhan lain, yang utama diantaranya adalah kebutuhan akan cinta dan kebutuhan akan kasih sayang. Ada dua jenis cinta (dewasa) yakni deficiency atau D-Love dan Being atau BLove. Kebutuhan cinta karena kekurangan, itulah D-Love; orang yang mencintai sesuatu yang tidak dimilikinya, seperti harga diri, seks, atau seseorang yang membuat dirinya menjadi tidak sendirian. Misalnya, hubungan laki-laki dan perempuan, hidup bersama atau perkawinan yang membuat seseorang terpuaskan kenyamanan dan keamanannya. D-Love adalah cinta yang mementingkan diri sendiri, lebih memperoleh dari pada memberi.
13
B-Love didasarkan pada penilaian mengenai orang lain apa adanya, tanpa adanya keinginan mengubah atau memanfaatkan orang itu. Cinta yang tidak berniat memiliki, tidak mempengaruhi, dan terutama bertujuan memberi orang lain gambaran positif, penerimaan diri dan perasaan dicintai, yang membuka kesempatan orang itu untuk berkembang. Menurut Maslow, kegagalan memenuhi kebutuhan dimiliki dan cinta menjadi sebab hampir semua bentuk psikopatologi. Pengalaman kasih sayang anak-anak menjadi dasar perkembangan kepribadian yang sehat. Gangguan penyesuaian bukan disebabkan oleh frustasi keinginan sosial, tetapi lebih karena tidak adanya keintiman psikologik dengan orang lain. Kebutuhan ini mencakup memberi dan menerima persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki (belonging). Setiap orang ingin menjadi anggota kelompok sosial, ingin mempunyai teman, kekasih. Dalam pekerjaan kita jumpai kelompok informal yang merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sosial tenaga kerja. Maslow dalam Globe (2010: 75) berpendapat, haus cinta merupakan sejenis penyakit karena kekurangan seperti kekurangan garam atau vitamin. Tidak akan pernah ada kiranya orang yang mempersoalkan pernyataan bahwa kita ‘butuh’ iodium atau vitamin C. Tanda-tanda yang menunjukan bahwa kita ‘butuh’ cinta adalah persis sama seperti gejala-gejala kebutuhan yang lain. Bagi Maslow, cinta menyangkut suatu hubungan sehat dan penuh kasih mesra antara dua orang, termasuk sikap saling percaya. Dalam hubungan yang sejati tidak akan ada rasa takut, sedangkan berbagai bentuk pertahanan pun akan runtuh. Sering kali cinta menjadi rusak jika salah satu pihak merasa takut kalau-kalau kelemahankelemahan serta kesalahan-kesalahannya terungkap (Globe, 2010: 75). Maslow mengatakan dalam Globe (2010: 76), kebutuhan akan cinta meliputi
14
cinta yang memberi dan cinta yang menerima. Kita harus memahami cinta; kita harus mampu mengajarkannya, menciptakannya, meramalkannya. Jika tidak, dunia ini akan hanyut ke dalam gelombang permusuhan dan kebencian. 2.2.4
Kebutuhan Harga Diri (self-esteem) Manakala kebutuhan dimiliki dan mencintai telah relative terpuaskan,
kekuatan motivasinya melemah, diganti motivasi harga diri. Ada dua jenis harga diri: 1. Menghargai diri sendiri (self respect): kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian, dan kebebasan. Orang membutuhkan pengetahuan tentang dirinya sendiri, bahwa dirinya berharga, mampu menguasai tugas dan tantangan hidup. 2. Mendapat penghargaan dari orang lain (repect from others): kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi orang penting, kehormatan, diterima dan apresiasi. Orang membutuhkan pengetahuan bahwa dirinya dikenal baik dan dinilai baik oleh orang lain. 2.2.5
Kebutuhan Aktualisasi Diri Akhirnya sesudah semua kebutuhan dasar terpenuhi, muncullah kebutuhan
mete atau kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan menjadi sesuatu yang orang itu mampu mewujudkannya memakai (secara maksimal) seluruh bakat-kemampuankompetensinya. Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri (self fulfillment), unuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dia dapat melakukannya, dan untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi potensinya. Manusia yang dapat mencapai tingkat aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utuh, memperoleh kepuasan dari
15
kebutuhan-kebutuhan yang orang lain bahkan tidak menyadari ada kebutuhan semacam itu. Mereka mengekspresikan kebutuhan dasar kemanusiaan secara alami, dan tidak mau ditekan oleh budaya.
2.3 Teori Penokohan Dalam suatu cerita fiksi, salah satunya adalah novel terdapat tokoh atau pelaku cerita. Kehadiran tokoh dalam cerita fiksi merupakan unsur yang sangat penting bahkan menentukan. Hal ini karena tidak mungkin ada cerita tanpa kehadiran tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya gerak tokoh yang akhirnya menbentuk alur cerita. Tokoh (actor), menurut Greimas dalam Budiman (2006: 35), adalah apa saja, baik individu, anropormorfis, zoomorfis, maupun kelompok pada level diskursif dalam cerita. Tokoh mengacu kepada unsur figuratif yang konkret. Walaupun tokoh cerita “hanya” merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sewajar sebagaimana kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan. Kehidupan tokoh cerita adalah kehidupan dalam dunia fiksi, maka ia haruslah bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan cerita dengan perwatakan yang disandangnya. Jika terjadi seorang tokoh bersikap dan bertindak secara lain dengan citranya yang telah digambarkan sebelumnya, dan karenanya merupakan suatu kejutan, hal itu haruslah tidak terjadi begitu saja, melainkan harus dapat dipertanggungjawabkan dari segi plot sehingga cerita tetap memiliki kadar plausibilitas. Atau, kalaupun tokoh itu berindak secara “aneh” untuk ukuran kehidupan yang wajar, maka sikap dan tindakannya itu haruslah tetap konsisten (Nurgiyantoro, 2002: 167).
16
Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2002: 165), tokoh cerita (character) adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suau karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (2002: 165), “penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.” Istilah
penokohan
lebih
luas
pengertiannya
daripada
“tokoh”
dan
“perwatakan” sebab ia sekaligus mencangkup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2002: 166). Menurut Aminuddin dalam Siswanto (2008: 142), “tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan.” Ishihara (2009: 42) menyatakan bahwa penokohan dalam novel jepang adalah sebagai berikut : 「ヒーロー」。なんともいえずカッコいい響きを持つ言葉だ。もとも とは「英雄」という意味なのだが、小説や戯曲、シナリオの「中心人 物」のことも、男性は「ヒーロー」女性は「ヒロイン」と言ったりす る。もちろん、近代の小説にでてくる「中心人物」は、すべてが、 「英雄」のように派手な行動をするわけではない。むしろそれとはま ったく逆の「タイプ」が多い。ところで、いまなにげなく「中心人 物」といういい方を使ったが、ぼくたちはまるで当然のように、小説 の「作中人物」、しかも中心的な人物に自分の感情を投影したり、同 化したりしながら物語を読み進めていく。そして、実はそれが小説と いう言葉だけの世界では、ほかの言葉と同等な、ただの記号であるこ とを忘れてしまっている。どうもここら辺に、主人公という概念と、 小説というジャンルの、かなり重要な秘密が隠されているらしい。 Hero adalah kata yang terdengar gagah. Dalam novel atau drama, semula berarti pahlawan, tetapi dalam skenario tokoh utama disebut hero untuk tokoh 17
pria dan heroin untuk tokoh wanita. Tentu saja, dalam sebuah novel modern tokoh utama memiliki peran yang mencolok. Dan terdapat banyak macam kebalikannya. Selain itu, dengan membaca cerita, kita dapat melihat bahwa penulis memproyeksikan prasaan tokoh utama dan mengasimilasikannya. Lalu, sebenarnya bukan hanya novel yang ada yang ada di dunia ini, namun karya-karya lain setara yang telah terlupakan. Dalam setiap genre novel, pada tokoh utama biasanya disembunyikan rahasia yang penting. Penokohan sebagai salah satu unsur pembangun fiksi dapat dikaji dan dianalisis keterjalinannya dengan unsur-unsur pembangun lainnya. Jika fiksi yang bersangkutan merupakan sebuah karya yang berhasil, penokohan pasti berjalin secara harmonis dan saling melengkapi dengan berbagai unsur yang lain, misalnya dengan unsur plot dan tema, atau unsur latar, sudut pandang, gaya, amanat, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2002: 172).
18